Anda di halaman 1dari 9

KESETARAAN GENDER DALAM KESEJAHTERAAN DAN PERTUMBUHAN

EKONOMI BESERTA PESPEKTIF ISLAMI

SAGARA MUSLIM

1208030187

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung

Abstrak

Gender adalah suatu konsep yang merujuk pada suatu sistem peranan dan hubungan antara
lelaki dan perempuan yang tidak ditentukan oleh perbedaan biologis, akan tetapi oleh
lingkungan sosial-budaya, politik dan ekonomi. Kesetaraan gender (gender equality) berarti
perempuan dan lelaki menikmati status yang sama, dan memiliki kondisi dan potensi yang
sama untuk merealisasikan hak-haknya sebagai manusia dan berkontribusi pada pembangunan
nasional, politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Hal ini sejalan dengan prinsip islam yang
rahmatan lil alamin yang menerangkan tentang kebebasan manusia berkarya dan bekerjasama
dalam “amar ma’ruf nahi munkar”. Di era globalisasi ini, kesetaraan gender merupakan
aspek yang integral untuk mencapai perekonomian yang maju, dimana semua golongan laki-
laki dan perempuan bekerjasama dalam menciptakan sinergi untuk mencapai kesejahteraan
ekonomi secara makro maupun mikro. Maka dalam perkembangannya isu keseteraan gender
merupakan salah satu tujuan dari delapan tujuan global negara-negara sedunia yang
berkomitmen dalam Millenium Development Goals (MDGs).

Kata kunci : Gender, Kesetaraan, Kesejahteraan

1. Pendahuluan
Dewasa ini Seiring dengan globalisasi, isu kesetaraan gender menjadi isu yang
relevan menyangkut keterpaduan antara kerjasama laki-laki dan perempuan di segala
bidang. Kesetaraan dan keadilan gender merupakan salah satu tujuan dari delapan
tujuan global negara-negara sedunia yang berkomitmen dalam Millenium
Development Goals (MDGs). Pemerintah Indonesia juga sudah berkomitmen untuk
mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dengan bukti dikeluarkannya INPRES
Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Pembangunan
Nasional yang mengintruksikan kepada seluruh pejabat Negara, termasuk Gubernur
dan Bupati/ Walikota untuk melaksanakan PUG di seluruh wilayah Indonesia.
Dalam lapangan, peluang perempuan dalam mengemban Pendidikan semakin
tinggi dan terbuka luas. Hal ini dibarengni dengan kesadaran pentingnya Pendidikan
dan pekerjaan menjadi motivasi atau pendorong utama bagi kaum perempunan untuk
mensejajarkan haknya sebagaimana kaum laku-laki. Kondisi ini dibuktikan oleh
Badan Pusat Statistik (BPS) yang mengungkapkan bahwa perempuan bekerja formal
di Indonesia menduduki prosentase 38.20% di tahun 2018 setelah sebelumnya sebesar
38,63% di tahun 2017, 30,16% di tahun 2016 dan 37,16% di tahun 2015 (bps.go.id,
2018). Meskipun pergeserannya tidak terlalu jauh, ini cukup membuktikan adanya
partisipasi yang tinggi atas perempuan bekerja di Indonesia. Di samping itu,
Syaifuddin Zuhdi menambahkan bahwa selain di sektor formal, perempuan juga
mengisi sebagian besar pekerjaan di sektor informal (Zuhdi, 2019). Akibat partisipasi
perempuan di sektor ekonomi tersebut, berpengaruh positif terhadap kenaikan
pendapatan keluarga secara khusus selain menyumbang pendapatan Negara secara
nasional.
Selanjutnya urgensi kesetaraan gender bagi perempuan didukung dengan data
Survey yang dilakukan oleh Bank Dunia 5 tahun menghasilkan suatu kesimpulan
bahwa negara-negara miskin di dunia menjadi semakin miskin dikarenakan kebijakan
Pemerintahnya (jumlah anggaran, sektor pembangunan, strategi) belum sepenuhnya
sensitif dan pro gender. Sedangkan negara-negara maju di dunia menjadi semakin
maju dikarenakan kebijakan Pemerintahnya (anggaran, sektor pembangunan, strategi)
memiliki sensitivitas dan sangat pro gender. Perempuan dan laki-laki adalah mahkluk
yang memiliki potensi sama. Kerjasama mereka dapat mempercepat kemajuan
pembangunan di segala bidang. Pendidikan dapat menjadi sarana yang sangat efektif
dalam mempromosikan keadilan dan kesetaraan.
Namun mirisnya di Indonesia sendiri masih banyak hambatan untuk
tercapainya kesetaraan gender. Fenomena ini dapat ditemukan dalam sektor domestik
maupun publik. Contohnya seperti peran perempuan yang dituntut penuh dalam
menjalankan pekerjaan rumah tangga sedangkan peran laki-laki dalam sector ini
sangat minim. Selanjutnya dalam sector public terdapat hambatan dalam besaran upah
kerja yang diterima tenaga kerja perempuan lebih kecil ketimbang dengan tenaga kerja
laki-laki. Padahal beban yang kerja perempuan lebih banyak, hal ini didukung oleh
data BPS dalam Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) periode Agustus 2017
menyebutkan bahwa sebagian besar perempuan produktif (usia 15 sampai 24 tahun)
memiliki beban kerja sebanyak 40 jam dalam seminggu. Sementara itu, 67% laki-laki
produktif (usia 25 sampai 44 tahun) memiliki beban kerja 40 jam dalam seminggu
dengan standar kerja normal adalah 40 jam seminggu. Ini artinya, kesempatan
perempuan dalam menghasilkan pendapatan lebih rendah dibandingkan laki-laki
meskipun perempuan memiliki akses yang luas dalam memasuki dunia kerja (Yusrini,
2017). Di samping faktor material, dalam perlindungan sosial terhadap pekerja
perempuan di Indonesia pun masih minim diimplementasikan, sehingga tindak
kekerasan, eksploitasi, dan diskiriminasi, masih terjadi. Kondisi ini jika dibiarkan
terus-menerus, akan menyebabkan perempuan menjadi miskin terlebih bagi
perempuan yang berstatus sebagai kepala keluarga yang berasal dari keluarga miskin,
akan semakin miskin dibandingkan dengan laki-laki dari kategori yang sama (Semaun,
2018).
Dalam artikel ini penulis akan memaparkan pengertian gender, konsep
kesetaraan gender, upaya, urgensi dan perspektif islam mengenai isu gender.

PEMBAHASAN

1. Konsep Gender
Kata “gender‟ dapat diartikan sebagai peran yang dibentuk oleh masyarakat
serta perilaku yang tertanam lewat proses sosialisasi dari satu generasi ke generasi
berikutnya yang berhubungan dengan peran sosial dari jenis kelamin perempuan dan
laki-laki. Ada perbedaan secara biologis antara perempuan dan laki-laki namun
kebudayaan menafsirkan perbedaan biologis ini menjadi seperangkat tuntutan sosial
tentang kepantasan dalam berperilaku berdasarkan jenis kelamin biologisnya, dan
pada gilirannya hak-hak, sumberdaya, dan kuasa.
Tuntutan peran, tanggung jawab, posisi, dan kewajiban yang pantas dan tidak
pantas untuk laki-laki atau perempuan sangat bervariasi di setiap masyarakat. Ada
beberapa persamaan yang mencolok dalam masyarakat patriarkal, seperti fakta bahwa
hampir semua kelompok sosial menugaskan pengasuhan anak kepada perempuan dan
mencari nafkah untuk laki-laki. Memang tidak semua masyarakat mengalami
diskriminasi berdasarkan ras atau suku, tetapi semua masyarakat mengalami
diskriminasi berdasarkan gender - berupa kesenjangan dan perbedaan - antara apa
yang didapatkan laki-laki dan apa yang didapatkan perempuan derajat perbedaannya.
Gender merupakan suatu konsep berkaitan dengan peran antara laki-laki dan
perempuan (baik anak cacat/ normal; maupun anak berdasarkan perkembangannya
apakah balita, anak, remaja, dewasa, atau lansia).
Menurut Mansour Fakih, gender merupakan suatu sifat yang melekat pada
kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksikan secara sosial maupun
kultural. Perubahan ciri dan sifat-sifat yang terjadi dari waktu ke waktu dan dari
tempat ke tempat lainnya disebut konsep gender” (Fakih, 2006).
2. Konsep Kesetaraan dan Keadilan Gender
Kesetaraan dan keadilan gender adalah suatu kondisi dimana porsi dan siklus
sosial perempuan dan laki-laki setara, serasi, seimbang dan harmonis. Kondisi ini
dapat terwujud apabila terdapat perlakuan adil antara perempuan dan laki-laki.
Penerapan kesetaraan dan keadilan gender harus memperhatikan masalah kontekstual
dan situasional, bukan berdasarkan perhitungan secara matematis dan tidak bersifat
universal. Jadi konsep kesetaraan adalah konsep filosofis yang bersifat kualitatif, tidak
selalu bermakna kuantitatif(KPP 2001; 2004).
1) Pengertian
a. Kesetaraan gender: kondisi dimana perempuan dan laki-laki
menikmati statusyang setara dan memiliki kondisi yang sama
untuk mewujudkan secara penuh hak-hak asasi dan potensinya
bagi pembangunan di segala bidang kehidupan.
b. Keadilan gender: suatu kondisi adil untuk perempuan dan laki-
laki melalui prosesbudaya dan kebijakan yang menghilangkan
hambatan-hambatan berperan bagiperempuan dan laki-laki.
2) Wujud Kesetaraan dan Keadilan Gender
a. Akses: Kesempatan yang sama bagi perempuan dan laki-laki
pada sumberdayapembangunan. Contoh: memberikan
kesempatan yang sama memperolehinformasi pendidikan dan
kesempatan untuk meningkatkan karir bagi PNS laki-laki dan
perempuan.
b. Partisipasi: Perempuan dan laki-laki berpartisipasi yang sama
dalam prosespengambilan keputusan. Contoh: memberikan
peluang yang sama antara laki-lakidan perempuan untuk ikut
serta dalam menentukan pilihan pendidikan di
dalamrumahtangga; melibatkan calon pejabat struktural baik
dari pegawai laki-lakimaupun perempuan yang berkompetensi
dan memenuhi syarat ”Fit an ProperTest” secara obyektif dan
transparan.
c. Kontrol: perempuan dan laki-laki mempunyai kekuasaan yang
sama padasumberdaya pembangunan. Contoh: memberikan
kesempatan yang sama bagiPNS laki-laki dan perempuan dalam
penguasaan terhadap sumberdaya (misalnya:sumberdaya materi
maupun non materi daerah) dan mempunyai kontrol
yangmandiri dalam menentukan apakah PNS mau
meningkatkan jabatan strukturalmenuju jenjang yang lebih
tinggi.
d. Manfaat: pembangunan harus mempunyai manfaat yang sama
bagi perempuandan laki-laki. Contoh: Program pendidikan dan
latihan (Diklat) harus memberikanmanfaat yang sama bagi PNS
laki-laki dan perempuan.
3. Upaya Menggapai Kesetaraan Gender
Seiring dengan perkembangan dan adanya modernisasi di berbagai aspek
kehidupan termasuk dalam pekerjaan, status perempuan di Indonesia semakin
menunjukkan perbaikan. Apresiasi perempuan bekerja di Indonesia dewasa ini, dapat
dilihat dengan banyaknya bidang pekerjaan yang diisi oleh kaum perempuan, bahkan
secara khusus memang diperuntukkan untuk perempuan, seperti bidang pendidikan,
permodelan, perdagangan, UMKM, home industry, dan lain sebagainya. Hal ini
didasarkan pada regulasi tentang ketenagakerjaan pada Undang-undang No. 13 Tahun
2003. Pada Pasal 4, disebutkan bahwa tujuan pembangunan ketenagakerjaan
terangkum dalam beberapa hal meliputi:
1) memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan
manusiawi.
2) mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga
kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah.
3) memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan
kesejahteraan dan meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan
keluarganya. Dalam pasal tersebut secara jelas tidak menyebutkan
adanya pemisahan sebutan perempuan dan laki-laki, melainkan
disebutkan dalam istilah “tenaga kerja” yang memiliki arti tenaga kerja
perempuan dan tenaga kerja laki-laki.
4. Urgensi Kesetaraan Gender Bagi Kesejahteraan Ekonomi
Klasen dan Lemanna (2009) menguji dampak ketimpangan gender di
pendidikan dan pekerjaan terhadap pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan
analisis cross-country dan panel di 124 negara. Penelitiannya menyimpulkan bahwa
ketimpangan gender merugikan pertumbuhan ekonomi suatu negara/ wilayah.
Ketimpangan gender di pendidikan mengakibatkan produktivitas modal manusia
(human capital) akan rendah sehingga pertumbuhan ekonomi juga rendah. Efek ini
memengaruhi pertumbuhan ekonomi secara langsung melalui kualitas modal manusia
atau produktivitas tenaga kerja.
Pemerataan kesempatan dalam sektor pendidikan dan pekerjaan bagi setiap
gender memberikan dampak positif bagi kemampuan bersaing suatu negara/wilayah
dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Kemudahan akses teknologi juga akan
meningkatkan produktivitas perempuan.
Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami perkembangan yang
pesat dalam mengurangi ketimpangan di bidang pendidikan antara laki-laki dan
perempuan yang ditandai dengan semakin mengecilnya ketimpangan antara laki-laki
dan perempuan dalam capaian tingkat pendidikan. Walaupun demikian, tingkat
produktivitas dan partisipasi angkatan kerja perempuan masih rendah. Peran
perempuan dalam pembangunan perlu terus diperhatikan dalam kebijakan
pembangunan nasional dan daerah. Karena peningkatan peran perempuan mempunyai
dampak penting dalam memutuskan lingkaran setan kemiskinan. Perbaikan kualitas
manusia perempuan khususnya pendidikan menjadi isu penting karena sangat
menentukan kualitas hidup generasi mendatang.
5. Perspektif Islam Mengenai Isu Kesetaraan Gender
Pada zaman Rasulullah Saw. sebagian perempuan sudah memiliki peran ganda.
Perempuan pada zaman ini berperan aktif membantu suami bekerja, seperti di sektor
pertanian, peternakan dan industri. Kondisi ini juga dipraktikan oleh Siti Aisyah dan
Khadijah yang juga berpartisipasi aktif membantu Nabi dalam menopang ekonomi
keluarga. Tidak hanya itu, perempuan juga berkontribusi dalam peperangan yakni
sebagai apoteker, perawat dan dokter serta penyedia alat-alat perang. Quraish Shihab
menjelaskan bahwa tidak ada satu pun ketentuan agama yang melarang perempuan
bekerja dan berperan aktif di ruang publik (M. Quraish Shihab, 2013). Hal ini
sebagaimana yang tersurat dalam QS. An-nisa ayat 32:
ۖ ‫َو اَل َتَتَم َّنْو ۟ا َم ا َفَّض َل ٱُهَّلل ِبِهۦ َبْع َض ُك ْم َع َلٰى َبْع ٍضۚ ِّللِّر َج اِل َنِص يٌب ِّمَّم ا ٱْك َتَس ُبو۟ا‬
‫َو ِللِّنَس ٓاِء َنِص يٌب ِّمَّم ا ٱْك َتَس ْبَن ۚ َو ْس َٔـُلو۟ا ٱَهَّلل ِم ن َفْض ِلِهٓۦۗ ِإَّن ٱَهَّلل َك اَن ِبُك ِّل َش ْى ٍء‬
‫َع ِليًم ا‬
Artinya: Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada
sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-
laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada
bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari
karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Meskipun Islam memperbolehkan seorang perempuan sebagai istri untuk
bekerja, namun pada prinsipnya laki-lakilah yang menjadi tulang punggung keluarga,
kecuali terdapat beberapa kondisi yang memperbolehkan perempuan berlaku
demikian. Jika perempuan ikut serta dalam memperjuangkan perekonomian keluarga,
maka secara langsung akan merubah sumber pendapatan keluarga, yang semula hanya
bersumber dari suami berubah menjadi 2 (dua) sumber pendapatan yaitu suami dan
istri. Untuk itu, penting adanya kerjasama positif antara laki-laki/suami di ruang
domestik, sehingga perempuan yang memiliki peran ganda tidak terlalu berat. Dalam
QS. At-Taubah: 71, menyebutkan bahwa:

‫َو ٱْلُم ْؤ ِم ُنوَن َو ٱْلُم ْؤ ِم َٰن ُت َبْعُضُهْم َأْو ِلَيٓاُء َبْع ٍضۚ َيْأُم ُروَن ِبٱْلَم ْعُروِف‬
ۚ‫َو َيْنَهْو َن َع ِن ٱْلُم نَك ِر َو ُيِقيُم وَن ٱلَّص َلٰو َة َو ُيْؤ ُتوَن ٱلَّز َكٰو َة َو ُيِط يُعوَن ٱَهَّلل َو َر ُسوَل ٓۥُه‬
‫َٰٓل‬
‫ُأ۟و ِئَك َسَيْر َح ُم ُهُم ٱُهَّللۗ ِإَّن ٱَهَّلل َع ِزيٌز َح ِكيٌم‬
Artinya: Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka
(adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh
(mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat,
menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi
rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Kesimpulan

Gender merupakan polemik dalam kehidupan manusia, khususnya bagi perempuan.


Gender terbentuk karena lingkungan sosial mendiskriminasi ruang gerak perempuan, yang
terbatas pada ruang domestik rumah tangga dan tidak memberikan ruang kebebasan
perempuan di ruang publik. Hal ini jelas bertentangan dengan syariat Islam yang menyatakan
bahwa perempuan boleh bekerja di ruang publik. Islam tidak membagi peran antara laki-laki
dan perempuan. Padahal, Islam memberikan hak kepada manusia untuk bekerja secara bebas
dan bekerja sama dalam 'amar ma'ruf nahi munkar'. Di sisi lain, UU Ketenagakerjaan No. 13
Tahun 2003 juga menyatakan tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan.

Kesteraan Gender pun Menjadi unsur yang benecial dalam menghadapi era globalisasi
ini. Dalam era dimana dunia saling terhubung antar satu sama lain, perlu adanya kesetaraan
gender guna meningkatkan standar hidup masyarakat yang dicerminkan dengan adanya
tersedianya Pendidikan, adanya undang-undang yang menjamin kesejahteraan ekonomi
maupun sosial, serta fasilitas public untuk perempuan berpartisipasi secara aktif dalam
memajukan ekonomi untuk kesejahteraan ekonomi skala keluarga dan skala nasional
Referensi

Fitriyaningsih, Putri. (2020). Fita Nurotul Faizah. Relevansi Kesetaraan Gender dan Peran
Perempuan Bekerja terhadap Kesejahteraan Keluarga di Indonesia (Perspektif Ekonomi
Islam)

Sitorus, Agnes. (2016). Dampak Ketimpangan Gender Terhadap Pertumbuhan Ekonomi


Indonesia

Puspita, Herien. (2012). Pengenalan Konsep Gender, Kesetaraan dan Keadilan Gender

Anda mungkin juga menyukai