Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 20

HUKUM BISNIS

“MAKALAH HUKUM DAGANG”

Dosen Pengampu:
MARDIATON, S.HI., M.Si

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 6
FINA AULIA (210420071)
CUT RAZITA NAFISA (210420075)
PUJA RAHMAWATI (210420078)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
2024

i
KATA PENGANTAR

Puji beserta syukur kita panjatkan atas karunia Allah. Yang telah
memberikan nikmat keindahan dan inayah kepada kita semua khususnya pada
kelompok kami ini. Sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Makalah Hukum
Dagang yang mampu kami selesaikan meskipun masih jauh dari mendekati dari
kata yang sempurna. Shalawat dan salam tidak lupa pula kita panjatkan kepada
Nabi Besar Muhammad SAW yang menjadi teladan bagi seluruh umat manusia.

Makalah ini kami susun, selain sebagai tugas kelompok juga agar bisa
berguna bagi yang membacanya. Khususnya mereka yang belum terlalu
mengetahui tentang hukum-hukum dagang dalam Hukum Bisnis. Pada kesempatan
kali ini kami ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
dosen pengampu mata kuliah Hukum Bisnis yang telah memberikan tugas kepada
kami, dan juga kami ucapkan terima kasih yang kepada teman-teman yang selalu
mendukung kami.

Lhoksemawe, 4 April 2024

Kelompok 6

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii


DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 2
1.3 Tujuan ............................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 3
2.1 Pengertian Hukum Dagang ............................................................ 3
2.2 Hubungan Hukum Perdata dengan Hukum Dagang ...................... 5
2.3 Berlakunya Hukum Dagang ........................................................... 7
2.4 Hubungan Perusahaan dan Pembantunya ...................................... 8
2.3.1 Pembantu dalam Lingkungan Perusahaan ........................... 9
2.3.2 Pembantu Luar Lingkungan Perusahaan .............................. 10
2.5 Pengusaha dan Kewajibannya ........................................................ 12
BAB III KESIMPULAN................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 17

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bentuk perdagangan pertama kali berlangsung pada zaman dahulu sejak


manusia hidup dalam alam primitif, yaitu dagang tukar menukar. Apabiila
seseorang memiliki barang yang tidak ia perlukan, maka ia akan menukar barang
tersebut dengan barang lainnya yang diperlukan, begitupun sebaliknya. Pada saat
itu, yang bisa ditukar hanya barang dan barang saja seperti menukar padi dengan
gandum. Dalam hal ini, pertukaran dibatasi, belum ada hubungan pertukaran yang
tetap karena belum adanya sebuah pasar.

Dagang dengan cara tukar menukar mengalami berbagai kesulitan, seperti


nilai pertukaran yang harus sama antara barang yang dimiliki dan barang yang akan
ditukar. Kesulitas yang terjadi diakibatkan oleh meningkatkan kebutuuhan
manusia. Oleh karena itu, untuk mengurangi tingkat kesulitan didirikannya hukum
perdagangan agar dapat mengatur dan menata apabila terjadi pelanggaran dan
memberi sanksi yang sesuai dengan KUHD (Kitab Udang-undang Hukum
Dagang).

Ruang lingkup dari Hukum Perusahaan ada pada lapangan Hukum Perdata
(khususnya Hukum Dagang) dan sebagian ada pada Hukum Administrasi Negara
yang tercermin pada peraturan Perundang-undangan di luar KUHPerdata dan
KUHDagang. Namun apabila dilihat dari obyek usaha dan tata perniagaannya,
termasuk di dalam lapangan Hukum Perdata khususnya di bidang hukum harta
kekayaan yang mana di dalamnya terletak hukum dagang. Sedangkan apabila
dilihat dari kegiatan usahanya yang bergerak dalam kegiatan ekonomi pada
umumnya, maka hukum perusahaan ini termasuk pula dalam cakupan hukum
ekonomi.

1
1.2 Rumusan Masalah
Pada makalah ini penulis merumuskan beberapa masalah yang akan dibahas
pada makalah ini antara lain:
1. Apa pengertian dari hukum dagang?
2. Bagaimana hubungan hukum perdata dengan hukum dagang?
3. Bagaimana berlakunya hukum dagang?
4. Bagaimana hubungan perusahaan dan pembantunya?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka salah satu tujuan dari makalah
ini antara lain:
1. Untuk mengetahui pengertian dari hukuum dagang.
2. Untuk mengetahui hubungan hukum perdata dengan hukum dagang
3. Untuk mengetahui berlakunya hukum dagang
4. Untuk mengetahui hubungan perusahaan dan pembantunya

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hukum Dagang

Hukum dagang sejatinya adalah hukum perikatan yang timbul dari lapangan
perusahaan. Istilah perdagangan memiliki akar kata dagang. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) istilah dagang diartikan sebagai pekerjaan yang
berhubungan dengan menjual dan membeli barang untuk memperoleh keuntungan.
Istilah dagang dipadankan dengan jual beli atau niaga.

Sebagai suatu konsep, dagang secara sederhana dapat diartikan sebagai


perbuatan untuk membeli barang dari suatu tempat untuk menjualnya kembali di
tempat lain atau membeli barang pada suatu saat dan kemudian menjualnya kembali
pada saat lain dengan maksud untuk memperoleh keuntungan. Perdagangan berarti
segala sesuatu yang berkaitan dengan dagang (perihal dagang) atau jual beli atau
perniagaan (daden van koophandel) sebagai pekerjaan sehari-hari.

Ada istilah lain yang perlu untuk disejajarkan dalam pemahaman awal
mengenai hukum dagang, yaitu pengertian perusahaan dan pengertian perniagaan.
Pengertian perniagaan dapat ditemukan dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang (KUHD), sementara istilah perusahaan tidak ditemukan. Pengertian
perbuatan perniagaan diatur dalam Pasal 2-5 Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang. Dalam pasal-pasal tersebut, perbuatan perniagaan diartikan sebagai
perbuatan membeli barang untuk dijual lagi dan beberapa perbuatan lain yang
dimasukkan dalam golongan perbuatan perniagaan tersebut. Sebagai kesimpulan
dapat dinyatakan bahwa pengertian perbuatan, perniagaan terbatas pada ketentuan
sebagaimana termaktub dalam Pasal 2 - 5 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
sementara pengertian perusahaan tidak ditemukan dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang.

Perlu dijelaskan disini bahwa Pasal 2 - 5 KUHD yang berisi istilah-istilah


dan pengertian pedagang serta perbuatan perniagaan di Nederland telah dihapus

3
yaitu melalui Undang-Undang 2 Juli 1934 (Stb. Nomor 347 Tahun 1934) yang
mulai berlaku 1 Januari 1935, yang menentukan bahwa seluruh Title 1 Buku I
W.v.K yang memuat Pasal 2 sampai dengan Pasal 5 tentang pedagang dan
Perbuatan Perdagangan dihapuskan dan diganti dengan kata-kata “Perusahaan” dan
“Perbuatan Perusahaan”.

Berdasarkan asas konkordansi dalam Pasal 131 IS di Indonesia (Hindia


Belanda) diadakan pula perubahan-perubahan terhadap KUHD melalui undang-
undang yang termuat dalam Stb. No. 276 Tahun 1938, yaitu penghapusan Pasal 2
sampai dengan Pasal 5 tentang “Pedagang” dan “Perbuatan Perdagangan” dan
diganti pula dengan istilah “Perusahaan” dan “Perbuatan Perusahaan”.

Di dalam literatur hukum dikenal beberapa pengertian hukum dagang yang


dikemukakan oleh para penulis sebagai berikut:

a. Achmad Ichsan, mendefinisikan Hukum Dagang sebagai hukum yang


mengatur masalah perdagangan yaitu masalah yang timbul karena tingkah laku
manusia dalam perdagangan/perniagaan.
b. H.M.N. Purwosutjipto mendefinisikan Hukum Dagang adalah hukum yang
mengatur perikatan didalam lapangan perusahaan.
c. CST. Kansil, menyamakan Hukum Dagang dengan hukum perusahaan,
sehingga Hukum Perusahaan adalah hukum yang mengatur tingkah laku
manusia yang turut melakukan perdagangan dalam usahanya memperoleh
keuntungan.
d. Sunaryati Hartono, lebih khusus lagi menyinonimkan Hukum Dagang dengan
Hukum Ekonomi, yaitu keseluruhan peraturan, putusan pengadilan dan hukum
kebiasaan yang menyangkut pengembangan kehidupan ekonomi.
e. Munir Fuadi mengartikan Hukum Bisnis sebagai suatu perangkat kaidah
hukum yang mengatur tentang tata cara pelaksanaan urusan kegiatan dagang,
industri atau keuangan yang dihubungkan dengan produksi atau pertukaran
barang atau jasa dengan menempatkan uang dalam risiko tertentu dengan usaha
tertentu dengan topik adalah untuk mendapatkan keuntungan tertentu.

4
Berdasarkan Kamus Istilah Hukum Belanda Indonesia menjelaskan bahwa
Hukum Dagang (Handelsrecht) merupakan keseluruhan dari aturan hukum
mengenai perusahaan dalam lalu lintas perdagangan, sejauh mana diatur dalam
KUHD dan beberapa undang-undang tambahan.

Dapat disimpulkan bahwa Hukum Dagang merupakan himpunan peraturan-


peraturan yang mengatur seseorang dengan orang lain dalam kegiatan perusahaan
yang terutama terdapat dalam kodifikasi KUHD dan KUH Perdata. Hukum dagang
juga dapat diartikan sebagai kaidah yang mengatur tentang dunia usaha atau bisnis
dan dalam lalu lintas perdagangan. Hal ini selaras dengan pandangan H.M.N.
Purwosutjipto yang menjelaskan bahwa hukum dagang merupakan hukum yang
terletak dalam lapangan hukum perikatan, yang khusus timbul dari lapangan
perusahaan.

2.2 Hubungan Hukum Perdata dengan Hukum Dagang

Hukum dagang adalah aturan-aturan yang mengatur hubungan orang yang


satu dengan lainnya dalam bidang perniagaan. Hukum perdata khusus, KUH
Perdata merupakan leg generalis (bukan umum), sedangkan KUHD merupakan leg
specialis (hukum khusus). Dalam hubungannya dengan hal tersebut berlaku leg
specialis deragote leg generalis (hukum khusus menyampingkan hukum umum).
Khusus untuk bidang perdagangan. Kitab Undang-undang Hukum Dagang
(KUHD) dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPerdata,
Khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari
KUHPerdata.

KUHD lahir bersamaan KUHPerdata yaitu tahun 1847 di Negara Belanda,


berdasarkan asas juga berlaku di Hindia Belanda. Setelah Indonesia Merdeka
berdasarkan ketentuan pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 kedua kitab tersebut
berlaku di Indonesia KUHD terdiri atas 2 buku, buku 1 berjudul perdagangan pada
umumnya, buku II berjudul Hak dan Kewajiban yang timbul karena perhubungan
kapal.

5
Hubungan antara hukum dagang dan hukum perdata tercantum dalam pasal
1 KUHD. “Pasal 1 KUH Dagang, disebutkan bahwa KUH Perdata seberapa jauh
dari padanya kitab ini tidak khusus diadakan penyimpangan-penyimpangan berlaku
juga terhadap hal-hal yang dibicarakan dalam kitab ini.” Juga disebutkan dalam
pasal 15 KUHD, “Pasal 15 KUH Dagang, disebutkan bahwa segala persoalan
tersebut dalam bab ini dikuasai oleh persetujuan pihak-pihak yang bersangkutan
oleh kitab ini dan oleh hukum perdata.”

Keterikatan KUHD dengan KUHPerdata dapat dilihat dari Pasal 1 KUHD


yang menjelaskan bahwa selama dalam KUHD terhadap KUHPerdata tidak
diadakan penyimpangan khusus, maka KUHPerdata berlaku juga terhadap hal-hal
yang dibicarakan dalam KUHD. Oleh karena itu, dalam KUHD berlaku asas lex
specialis derogct lexgeneralis, dengan konsekuensi bahwa:

1. Apabila KUHD tidak mengatur, KUHPerdata dapat diberlakukan.


2. Apabila KUHD dan KUHPerdata mengatur, maka yang berlaku adalah
KUHD.

Keberadaan hukum dagang dalam hukum perdata berada dalam hukum


harta kekayaan (vermogenrecht) bidang hukum perikatan (verbintenissen-recht).
Prof Subekti SH. Berpendapat bahwa terdapat KUHD disampaikan dalam KUHS
sekarang ini dianggap tidak pada tempatnya. Oleh karena sebenarnya “Hukum
Dagang” tidaklah lain daripada “Hukum Perdata”, dan perkataan dagang bukan
suatu pengertian hukum melainkan suatu pengertian perekonomian.

Adapun pendapat beberapa sarjana hukum lainnya tentang hubungan kedua


hukum ini antara lain adalah sebagai berikut:

a. Van Kan beranggapan, bahwa Hukum Dagang adalah suatu tambahan Hukum
Perdata yaitu suatu tambahan yang mengatur hal-hal yang khusus. KUHS
menurut Hukum Perdata dalam arti sempit, sedangkan KUHD memuat
penambahan yang mengatur hal-hal khusus hukum perdata dalam arti sempit
itu.

6
b. Van Apeldoorn menganggap Hukum Dagang suatu bagian istimewa dari
lapangan Hukum Perikatan yang tidak dapat ditetapkan dalam Kitab III KUHS.
c. Sukardono menyatakan, bahwa pasal I KUHD “memelihara kesatuan antara
Hukum Perdata Umum dengan Hukum Dagang sekedar KUHD itu tidak khusus
menyimpang dari KUHS.”
d. Tirtaamijaya menyatakan, bahwa Hukum Dagang adalah suatu Hukum sipil
yang istimewa.

2.3 Berlakunya Hukum Dagang


Sebelum tahun 1938, Hukum Dagang hanya mengikat kepada para
pedagang saja yang melakukan usaha dagang. Kemudian, sejak tahun 1938
pengertian pembuatan dagang menjadi lebih luah dan dirubah menjadi pembuatan
perusahaan yang mengandung arti menjadi lebih luas sehingga berlaku bagi setiap
pengusaha (perusahaan).
Sementara itu, tidak ada satu pun para ahli memberikan pengertian tentang
perusahaan, namun dapat dipahami beberapa pendapat, antara lain:
1. Menurut Hukum
Perusahaan adalah mereka yang melakukan sesuatu untuk mencari keuntungan
dengan menggunakan banyak modal (dalam arti luas) tenaga kerja, dan
dilakukan secara terus menerus, serta terang-terangan untuk memperoleh
penghasilan dengan cara memperniagakan barang-barang atau mengadakan
perjanjian perdagangan.
2. Menurut Mahkamah Agung
Perusahaan adalah seseorang yang mempunyai perusahaan jika ia berhubungan
dengan keuntungan keungan dan secara teratur melakukan perbuatan-perbuatan
yang bersangkut-paut dengan perniagaan dan perjanjian.
3. Menurut Molegraff
Perusahaan (dalam arti ekonomi) adalah keseluruhan perbuatan yang dilakukan
secara terus-menerus, bertindak ke luar untuk memperoleh penghasilan dengan
cara memperdagangkan, menyerahkan barang, atau mengadakan perjanjian-
perjanjian perniagaan.

7
4. Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982
Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha
yang bersifat tetap dan terus menerus, didirikan dan bekerja, serta
berkedudukan dalam wilayah negara Republik Indonesia untuk tujuan
memperoleh keuntungan dan/atau laba.

Dengan demikian, ada beberapa pendapat yang diambil kesimpulan bahwa


baru dapat dikatakan menjalankan perusahaan jika telah memenuhi unsur-unsur,
seperti berikut:

1. Terang-terangan
2. Teratur bertindak ke luar
3. Bertujuan untuk memperoleh keuntungan materi

Dengan kata lain, perusahaan yang dijalankan oleh seorang pengusaha


dengan mempunyai kedudukan dan kualitas tertentu, sedangkan yang dinamakan
pengusaha adalah setiap orang atau badan hukum yang langsung bertanggung
jawab dan mengambil risiko di dalam perusahaan dan juga mewakilinya secara sah.
Oleh karena itu, suatu perusahaan yang dijalankan oleh pengusaha dapat berbentuk
sebagai berikut:

1. Seorang diri saja


2. Dapat dibantu oleh para pembantu
3. Orang lain yang mengelola dengan pembantu-pembantunya.

2.4 Hubungan Perusahaan dan Pembantunya

Telah diuraikan sebelumnya bahwa istilah “perdagangan” dalam KUHD


dihapus, diganti dengan istilah “perusahaan”. Jika pengertian perdagangan semula
dapat ditemukan dalam Pasal 2 sampai 5 (lama) KUHD, sebaliknya pengertian
“perusahaan” tidak terdapat dalam KUHD. Hal ini memang sengaja dilakukan oleh
pembentuk undang-undang dan pembentuk undang-undang tidak mengadakan
penafsiran resmi dalam KUHD agar pengertian perusahaan dapat berkembang
secara baik sesuai dengan gerak langkah dalam lalu-lintas perusahaan sendiri

8
Seperti diketahui bahwa perusaaan didirikan oleh pengusaha. Seorang
pengusaha tidaklah mungkin bisa menjalankan perusahaannya sendiri. Pengusaha
membutuhkan pembantu pembantu yang bisa mendukung usahanya.

Pembantu pengusaha adalah setiap orang yang melakukan perbuatan


membantu pengusaha dalam menjalankan perusahaan dengan memperoleh upah.
Hubungan kerja antara pengusaha dan pimpinan perusahaan dikuasai oleh hukum
pemberian kuasa, sedangkan hubungan kerja antara pengusana/pemimpin
perusanaan dan pembantu perusahaan dikuasai oleh hukum tenaga kerja, dan di luar
lingkungan perusahaan dikuasai oleh hukum pemberian kuasa.

2.4.1 Pembantu Dalam Lingkungan Perusahaan


Pembantu dalam lingkungan perusahaan mempunyai hubungan kerja tetap
dan subordinatif dengan pengusaha dan bekerja dalam lingkungan perusahaan itu.
Mereka antara lain:

a. Pemegang prokurasi
Pemegang prokurasi adalah pemegang kuasa dari pengusaha untuk mengelola
satu bagian besar/bidang tertentu dari perusahaan. Misalnya produksi,
pemasaran, administrasi, keuapgan, sumber daya manusia, perbekalan, dan
perlengkapan.
b. Pengurus filial
Pengurus filial adalah pemegang kuasa yang mewakili pengusaha menjalankan
perusahaan dengan mengelola satu cabang perusahaan yang meliputi daerah
tertentu.
c. Pelayan toko
Pelayan toko adalah setiap orang yang memberikan pelayanan membantu
pengusaha di toko dalam menjalankan perusahaannya. Termasuk pelayan toko
yaitu penjual barang, pengepak barang, penyerah barang, pemegang buku, dan
penerima pembayaran (kasir). Pelayan toko berfungsi mewakili pengusaha
memberikan pelayanan di toko.

9
d. Pekerja keliling
Pekerja keliling adalah pembantu pengusaha yang bekerja keliling di luar
toko/kantor untuk memajukan perusahaan, dengan mempromosikan barang
dagangan atau membuat perjanjian antara pengusaha dan pihak ketiga. Contoh:
penjaja dari rumah ke rumah.

2.4.2 Pembantu Luar Lingkungan Perusahaan

Ada beberapa ciri khas dari Pembantu di Luar Perusahaan, yaitu:

a. Mempunyai hubungan kerja tetap dan koordinatif dengan pengusaha, termasuk


jenis ini adalah agen perusahaan dan perusahaan perbankan.
b. Mempunyai hubungan kerja tidak tetap dan koordinatif dengan pengusaha,
termasuk jenis ini adalah agen perniagaan, makelar, komisioner, notaris, dan
pengacara.
a. Agen Perniagaan (Commercial Agent) Staatblaad 1936 No. 37
Agen perusahaan atau agen perniagaan adalah orang yang melayani
beberapa pengusaha sebagai perantara pihak ketiga. Orang ini mempunyai
hubungan tetap dengan pengusaha dan mewakilinya untuk mengadakan dan
selanjutnya melaksanakan perjanjian dengan pihak ketiga.
Hubungan pengusaha dengan agen perusahaan adalah sama tinggi
dan sama rendah, seperti pengusaha dengan pengusaha. Hubungan agen
perusahaan bersifat tetap. Agen perusahaan juga mewakili pengusaha, maka
ada hubungan pemberi kuasa. Perjanjian pemberian kuasa diatur dalam Bab
XVI, Buku II, KUHPerdata, mulai dengan Pasal 1792, sampai dengan Pasal
1819. Perjanjian bentuk ini selalu mengandung unsur perwakilan
(volmacht) bagi pemegang kuasa (Pasal 1799 KUHPerdata). Dalam hal ini
agen perusahaan sebagai pemegang kuasa, mengadakan perjanjian dengan
pihak ketiga atas nama pengusaha.
Menurut Pasal 1601 KUHS, agen perniagaan ialah: Orang yang
mempunyai perusahaan untuk memberikan perantaraan pada pembuatan
tertentu dan untuk kepentingan perusahaan yang diwakilinya. Agen ini tidak

10
terikat karena perburuhan, melainkan perjanjian untuk melakukan
pekerjaan.
b. Makelar (Broker)
Menurut Pasal 62 KURD, makelar adalah: Seorang pedagang
perantara yang diangkat oleh gubernur jenderal (sekarang presiden) atau
pembesar yang oleh gubernur jenderal dinyatakan berwenang untuk itu.
Saat ini profesi makelar (broker) harus mendapat izin dari Menteri Hukum
dan HAM. Seorang makelar dapat diangkat oleh pembesar lain daripada
Gubernur jenderal yang menurut L.N. 1986/479 adalah kepala
pemerintahan daerah.
Sebelum menjalankan tugasnya, makelar harus bersumpah di muka
Ketua Pengadilan Negeri, bahwa dia akan menjalankan kewajibannya
dengan baik (Pasal 62 ayat (1) KUHD). Dalam Pasal 62 ayat (1) KUHD
makelar mendapat upahnya yang disebut provisi atau courtage. Sebagai
perantara atau pembantu pengusaha, makelar mempunyai hubungan yang
tidak tetap dengan pengusaha. Hubungan ini tidak sama halnya dengan
pengacara, tetapi lain dengan hubungan antara agen perusahaan dengan
pengusaha. Adapun sifat hukum dari hubungan tersebut adalah campuran
yaitu sebagai pelayan berkala dan pemberian kuasa.
c. Komisioner (Factory)
Komisioner diatur dalam Pasal 76 - 86 KUHD adalah seorang yang
menyelenggarakan perusahaannya dengan melakukan perbuatan-perbuatan
menutup persetujuan atas nama firma dia sendiri, tetapi atas amanat dan
tanggungan orang lain dan dengan menerima upah provisi (komisi) tertentu.
d. Pengacara
Pengacara adalah salah satu profesi hukum yang sangat populer di
tengah-tengah masyarakat Indonesia. Dalam ilmu hukum secara historis
dikenal istilah dan perbedaan beberapa profesi hukum kepengacaraan atau
lawyer.
e. Notaris

11
Notaris adalah Sebuah profesi yang dapat dilacak balik ke abad ke-
2 dan 3 pada masa Romawi kuno, dimana mereka dikenal sebagai scribae,
tabelbus atau notarius. Pada masa itu, mereka adalah golongan orang yang
mencatat pidato. Istilah notaris diambil dari nama pengabdinya, kemudian
menjadi istilah/titel bagi golongan orang penulis stenografer. Notaris adalah
salah satu cabang dari profesi hukum yang tertua di dunia.
Jabatan notaris ini tidak ditempatkan di lembaga yudikatif, eksekutif
ataupun yudikatif. Notaris diharapkan memiliki posisi netral, sehingga
apabila ditempatkan disalah satu dari ketiga badan negara tersebut maka
notaris tidak lagi dapat dianggap netral. Dengan posisi netral tersebut,
notaris diharapkan untuk memberikan penyuluhan hukum untuk dan atas
tindakan hukum yang dilakukan notaris atas permintaan kliennya. Dalam
hal melakukan tindakan hukum untuk kliennya, notaris juga tidak boleh
memihak kliennya, karena tugas notaris ialah untuk mencegah terjadinya
masalah.
Dalam posisinya sebagai pembantu di luar lingkungan perusahaan
notaris ini dapat berperan membantu pengusaha dalam membuat perjanjian
dengan pihak ketiga. Hubungan antara notaris dengan pengusaha bersifat
tidak tetap, sedang hubungan hukumnya bersifat pelayanan berkala dan
pemberian kuasa.

2.5 Pengusaha dan Kewajibannya


Kewajiban Pengusaha menurut UU No. 13 Tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan adalah sebagai berikut:

1. Pengusaha wajib membayar upah


Pembayaran upah oleh pengusaha akan memegang peranan penting
karena untuk memelihara kelangsungan hidup badaniah dan rohaniah,
upahlah yang sangat menunjang. Menurut Pasal 1 angka 30 UU No. 13
Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, upah adalah hak pekerja yang
diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha
atau pemberi kerja kepada pekerja yang ditetapkan dan dibayar menurut

12
suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan
termasuk tunjangan bagi pekerja dan keluarganya atas suatu pekerjaan atas
suatu jasa yang telah atau akan dilakukan.
2. Pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja
Pengusaha yang mempekerjakan pekerja melebihi waktu kerja
sebagaimana ditentukan diatas maka pengusaha wajib memenuhi syarat
sebagai berikut (pasal 78 ayat 1):
1. Ada persetujuan pekerja yang bersangkutan.
2. Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam
dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu.

3. Pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja


Pengusaha wajib memeberikan waktu istirahat dan cuti kepada
pekerja sebagai berikut:
1. Istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah
bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut
tidak masuk jam kerja.
2. Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu)
minggu atau,
3. Cuti tahuanan sekurang-kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah
pekerja yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara
terus menerus.
4. Istirahat panjang sekurang kurangnya 2 bulan dan dilaksanakan pada
tahun ke tujuh dan kedelapan masing-masing 1 bulan bagi pekerja yang
telah bekerja selama 6 tahun secara terus menerus pada perusahaan yang
sama dengan ketentuan pekerja tersebut tidak berhak lagi atas istirahat
tahunannya dalam 2 tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap
kelipatan masa kerja 6 tahun.

4. Pengusaha wajib melindungi keselamatan dan kesehatan pekerja

13
Kewajiban pengusaha dalam melakssanakan keselamatan dan
kesehatan kerja bagi pekerja adalah:
1. Terhadap tenaga kerja yang baru kerja, pengusaha berkewajiban
menunjukkan dan menjelaskan tentang:
a. Kondisi dan bahaya yang dapat timbul ditempat kerja.
b. Semua alat pengamanan dan perlindungan yang diharuskan.
c. Cara dan sikap dalam melakuakn pekerjaan.
d. Memeriksakan kesehatan baik fisik maupun mental tenaga kerja yang
bersangkutan.
2. Terhadap tenaga kerja yang telah/sedang dipekerjakan, pengusaha
wajib:
a. Melakukan pembinaan dalam hal pencegahan kecelakaan,
penanggulangan kebakaran, pemberian pertolonngan pertama pada
kecelakaan (P3K) dan peningkatan usaha keselamatan dan kesehatan
kerja pada umumnya.
b. Memeriksakan kesehatan baik fisik maupun mental secara berkala.
c. Menyediakan secara Cuma-Cuma semua alat perlindungan diri yang
diwajibkan untuk tempat kerja yang bersangkutan bagi seluruh tenaga
kerja.
d. Memasang gambar dan Undang-undang keselamatan kerja serta bahan
pembinaan lainnya ditempat kerja sesuai dengan petunjuk pegawai
pengawas atau ahli keselamatan dan kesehatan kerja.
e. Melaporkan setiap peristiwa kecelakaan termasuk peledakan, kebakaran
dan penyakit akibat kerja yang terjadi ditempat kerja kepada kantor
departemen Tenaga Kerja setempat.
f. Membayar biaya pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja ke
kantor perbendaharaan negara setempat setelah mendapat penetapan
besarnya biaya oleh kantor wilayah departemen tenaga kerja setempat.
g. Menaati semua persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja bagi yang
diatur dalam peraturan perundang-undangan maupun yang ditetapkan
oleh pegawai pengawas.

14
5. Pengusaha wajib menyediakan fasilitas kesejahteraan
Pengusaha wajib menyediakan kesejahteraan yaitu dengan
memberikan jaminan sosial kepada pekerja. Jaminan social tenaga kerja
menurut Pasal 1 ke 1 UU No. 3 Tahun 1992 tentang jaminan sosial tenaga
kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan
berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau
berkurang dalam pelayanan sebagai akibat peristiwa yang dialami oleh
tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, bersalin, hari tua, dan
meninggal dunia.

15
BAB III
KESIMPULAN

2.5 Kesimpulan

Hukum dagang sejatinya adalah hukum perikatan yang timbul dari lapangan
perusahaan. Hukum Dagang merupakan himpunan peraturan-peraturan yang
mengatur seseorang dengan orang lain dalam kegiatan perusahaan yang terutama
terdapat dalam kodifikasi KUHD dan KUH Perdata. Hukum dagang mempunyai
hubungan dengan hukum perdata seperti yang tercantum dalam pasal 1 KUHD.
KUHPerdata merupakan leg generalis (bukan umum), sedangkan KUHD
merupakan leg specialis (hukum khusus).

Bagi seorang pengusaha tidaklah mungkin bisa menjalankan perusahaannya


sendiri. Pengusaha membutuhkan pembantu-pembantu yang bisa mendukung
usahanya. Baik pembantu dalam lingkungan perusahaan maupun pembantu luar
lingkungan perusahaan. Pengusaha juga mempunyai kewajiban menurut UU No.
13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Mulida Hayati, SH, MH. 2021. “Pengantar Hukum Dagang Indonesia”. CV.
Pustaka Learning Center. Malang.

Fockema Andreae, Kamus Istilah Hukum Belanda Indonesia, Edisi Bahasa


Indonesia (diterjemahkan oleh Saleh Adiwinata, dkk.), Bandung: Binacipta,
1983, hlm 10.

Djaja S. Meliala, Perkembangan Hukum Perdata Tentang Orang dan Hukum


Keluarga, Bandung: Nuansa Aulia, 2006, hlm 14.

R.T. Sutantya, R. Hadhikusuma dan Sumantoro, 1995, Pengertian Pokok Hukum


Perusahaan, Jakarta: Rajawali Pers, Hal.8.

Abdul Muis, Yayasan Sebagai Wadah Kegiatan Masyarakat, Medan: Universitas


Sumatera Utara, 1991, hlm 18

R. Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, Jakarta: Soeroengan, 1963, hlm 6.


H.M.N. Purwosutjipto, Op.cit

Soekardono, R. (1981). Hukum Dagang Indonesia, Jilid 1. Jakarta: Dian Rakyat.

https://sarjanahukumasli.blogspot.com/2018/06/hubungan-hukum-dagang-
dengan-hukum.html?m=1

https://www.scribd.com/document/426882049/Makalah-Hukum-Dagang

https://www.kompas.com/stori/read/2022/12/21/150000579/sejarah-hukum-
dagang-di-indonesia?page=all.

17

Anda mungkin juga menyukai