Anda di halaman 1dari 33

EPISEMIOLOGI SYARIAH AKHIRAT

A. Definisi
a) Epidemiologi
Epidemiologi berasal dari kata yunani yaitu (epi=pada,
demos=penduduk, logos=ilmu) dengan demikian epidemiologi adalah ilmu
yang mempelajari hal-hal yang terjadi pada rakyat (Eliana, 2016).
Beberapa definisi epidemiologi sebagai berikut (Eliana, 2016):
W.H. Welch Epidemiologi adalah Suatu ilmu yang mempelajari tentang
timbulnya perjalanan dan pencegahan penyakit terutama penyakit infeksi
menular.
Mac Mahon dan Pugh Ilmu yang mempelajari tentang penyebaran penyakit
dan faktor-faktor yang menentukan terjadinya penyakit pada manusia.
Last, Beagehole et al, (1993) Studi tentang distribusi dan faktor-faktor yang
menentukan keadaan yang berhubungan dengan kesehatan atau kejadian-
kejadian pada kelompok penduduk tertentu.
W.H. Frost Ilmu yang mempelajari timbulnya distribusi dan jenis penyakit
pada manusia menurut waktu dan tempat.
Azrul azwar Ilmu yang mempelajari tentang frekuensi dan penyebaran
masalah kesehatan pada sekelompok manusia/masyarakat serta faktor-faktor
yang mempengaruhinya.
b) Syariah
Terdapat istilah syarî’ah dalam hukum Islam yang harus dipahami
sebagai sebuah intisari dari ajaran Islam itu sendiri. Syarî’at atau ditulis juga
syarî’ah secara etimologis (bahasa) sebagaimana dikemukakan oleh Hasbi as-
Shiddieqy adalah “Jalan tempat keluarnya sumber mata air atau jalan yang
dilalui air terjun” yang kemudian diasosiasikan oleh orang-orang Arab
sebagai at-thariqah al-mustaqîmah, sebuah jalan lurus yang harus diikuti oleh
setiap umat muslim. Pergeseran makna dari denonatif, sumber mata air,
menjadi jalan yang lurus tersebut memiliki alasan yang bisa dinalar. Setiap
makhluk hidup pasti membutuhkan air sebagai sarana menjaga keselamatan
dan kesehatan tubuh, guna bisa bertahan hidup di dunia. Demikian juga
halnya dengan pengertian “jalan yang lurus” di dalamnya mengandung
maksud bahwa syariat sebagai petunjuk bagi manusia untuk mencapai
kebaikan serta keselamatan baik jiwa maupun raga. Jalan yang lurus itulah
yang harus senantiasa dilalui oleh setiap manusia untuk mencapai
kebahagiaan dan keselamatan dalam hidupnya.
Secara terminologis (istilah) syarî’ah diartikan sebagai tata aturan
atau hukum-hukum yang disyariatkan oleh Allah kepada hamba-Nya untuk
diikuti. Diperjelas oleh pendapat Manna’ al- Qhaththan, bahwa syarî’at
berarti “segala ketentuan Allah yang disyariatkan bagi hamba-hamba-Nya,
baik menyangkut akidah, ibadah, akhlak, maupun muamalah (Rohidin, 2019).
Secara bahasa, syariah bermakna sumber air, jalan yang lurus,
hukum dan lain sebagainya. Kata ini dalam Al Qur’an juga sudah muncul baik
dalam bentuk fi’il madhi (kata kerja lampau), atau bentuk yang lainnya.
Bahkan dalam bentuk isim maf’ul yang kita pakai juga bisa kita jumpai.
Sedangkan pengertian mudahnya dalam terminologi ulama, bisa
difahami sebagai agama Islam beserta semua ajaran-ajarannya yang Allah
turunkan kepada kita melalui Nabi-Nya. Ajaran- ajaran tersebut tertuang
dalam Al Qur’an maupun As Sunnah. Ajaran-ajaran tersebut meliputi
i'tiqadiyah (tauhid), khuluqiyyah (akhlak) dan amaliyah (aktivitas lahir).
Itulah Syariah.
Tentu saja antara makna bahasa (etimologi) dan makna terminology
dari kata syariah memiliki korelasi. Barangkali korelasi yang paling nampak
adalah bahwa keduanya merupakan sumber kehidupan. Jika air merupakan
sumber kehidupan jasmani, maka syariah adalah sumber kehidupan rohani
(Nashr, 2018 ).
c) Akhirat
Kehidupan akhirat adalah kehidupan yang kekal dan lebih baik dari
kehidupan dunia. Kehidupan akhirat dimulai ketika hari kiamat datang,
berkenaan dengan hari kiamat ini, hanya Allah SWT sajalah yang mengetahui
waktunya (Istinganatul, 2021).
Kehidupan akhirat merupakan kelanjutan kehidupan dunia, dalam arti
bahwa dalam kehidupan akhirat ini manusia harus mempertanggungjawabkan
segala apa yang telah ia jalani ketika masih hidup di dunia. Di akhirat kelak
Allah melakukan perhitungan atas amal perbuatan manusia dengan adil dan
cermat, bagi hamba-hambanya yang beriman dan beramal saleh serta
melaksanakan segala yang diperintahkan-Nya dan menjauhi apa yang
menjadi larangan Allah, maka mereka akan diganjar dengan kenikmatan,
sedangkan di antara manusia yang tidak beriman kepada Allah, maka mereka
akan disiksa di dalam neraka (Mujahidin, 2021).
al-akhirah merupakan antonym dari al-dun-ya. Artinya ketika
disebutkan al-akhirah maka ia mengacu kepada sebuah kehidupan yang
hakiki dan kekal, sebagai lawan dari ad-dun-ya yakni kehidupan yang
artifisial dan bersifat sementara. Penyebutan al-yaum al-akhir, yang dirangkai
dengan iman kepada Allah, pada hakikatnya dimaksudkan sebagai hari
perhitungan (al-hisab) dan pembalasan (al-jaza’), sehingga oleh Alquran ia
dijadikan sebagai sarana yang efektif untuk menumbuhkan kejujuran,
ketakwaan, kedermawanan, berani berkorban demi kebenaran dan kadilan,
dan sebagainya. Begitu juga, ia bisa dijadikan tameng dari perilaku-perilaku
buruk, misalnya kemunafikan, riya, dan sebagainya (Hadiyanto, 2018).
d) Kesehatan
Menurut WHO (World Health Organization), sehat adalah
“Memperbaiki kondisi manusia, baik jasmani, rohani ataupun akal, sosial dan
bukan semata-mata memberantas penyakit” (Muadz et al., 2016).
Kesehatan adalah ilmu yang mempelajari tentang kondisi manusia,
baik fisik, mental,ataupun akal ataupun sosial secara lengkap dalam keadaan
baik atau tidak dan terdapat penyakit atau kelemahan.
Oleh karenanya Islam menyeru kepada umat muslim untuk
mempelajari ilmu kesehatan dan tentunya Allah memberikan keutamaan
tersendiri bagi hambanya yang berbuat baik. Keutamaan-keutamaan
mempelajari ilmu kesehatan diantaranya adalah (Muadz et al., 2016):
a) Mempertebal keimanan: Dengan mempelajari ilmu kesehatan, kita bisa
mengungkap kebenaran al- Quran dan hadist tentang kesehatan. Hal ini
telah menambah khazanah pengetahuan dan iman serta menjadikan
teguhnya hati pada nilai-nilai ajaran Islam.
b) Mendapatkan kebaikan dan pahala: Allah menghendaki kita untuk selalu
menambah ilmu pengetahuan. Dalam hadist Rasulullah juga telah jelas
diperintahkan bahwa “Menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim”. Dari
kedua anjuran tersebut, jika kita melakukannya, maka akan bernilai
pahala.
c) Terbebas dari penyimpangan akidah: Melalui ilmu kesehatan Islam,
membebaskan ilmu kedokteran dan medis dari otoritas agama, bahkan
membebaskan taklid, khurafat, dan pemikiran sesat yang menyebabkan
penyimpangan akidah.
d) Mempertebal rasa syukur: Dengan memahami ilmu kesehatan, kita bisa
menjaga dan merawat kesehatan yang diamanahkan oleh Allah kepada
hambaNya. Hal ini menjadi pengingat bahwa jasmani dan ruhani hanya
milik Allah, sehingga mempertebal rasa syukur kita.
e) Mempunyai jiwa sosial yang tinggi: Jika kita mempunyai ilmu,
kewajiban kita adalah menyampaikannya. Begitu juga ketika keilmuan
tentang kesehatan sudah kita miliki, maka pertanggung jawabannya
adalah menolong orang lain yang membutuhkan dengan jiwa sosial yang
tinggi.

B. Ruang Lingkup Syariah dan Epidemiologi


1. Ruang lingkup Syariah
Menurut istilah syariat berarti aturan atau undang-undang yang
diturunkan Allah untuk mengatur hubungan manusia dengan tuhannya,
mengatur hubungan sesama manusia dan hubungan antara manusia dengan
alam semesta.
Syariah adalah peraturan-peraturan yang diselenggarakan oleh islam oleh
karena itu syariat islam telah lahir pada masa Rasullullah bukan pada masa
sekarang saja. Oleh karena itu kita wajib mengetahui peraturan syariah yang
biasanya peraturan itu bukan orang yang membuat, dan bukan pula pemerintah
yang menyelenggarakan. Banyak larangan masyarakat yang berfikir syariah itu
peraturan masa sekarang bahwa sejak Rasullullah sudah ada Syariah (Aksa,
2015).
Syariat Islam diturunkan Allah untuk seluruh umat manusia di semua
tempat dan zaman sampai kehidupan alam ini berakhir kelak pada hari kiamat.
Syariat Islam memiliki karakteristik yang khas, karena itu ia bersifat universal
dan abadi. Hal ini karena (Aksa, 2015):
1) Syariat Islam itu sesuai dengan kemampuan manusia dan mudah
dilaksanakan.
2) Bagian-bagian syariat yang tidak terpengaruh oleh perubahan zaman,
seperti aqidah dan ibadah diterangkan secara rinci dan jelas sehingga tidak
perlu penambahan dan penganguran. Sedangkan bagian yang terpengaruh
oleh perubahan situasi dan kondisi, seperti yang menyangkut budaya,
politik dan sejenisnya diterangkan secara global atau garis besarnya saja
sehingga memungkinkan untuk terjadi perkembangan.
3) Syariat Islam cocok dengan fitrah dan sesuai dengan akal, dapat mengikuti
perkembangan serta layak untuk segala tempat dan waktu.
4) Syariat Islam terkandung dalam Alquran dan Sunnah Rasul karena itu ia
hanya satu dan memiliki ruang lingkup, yang luas, serta berlaku tetap dan
abadi.
2. Ruang lingkup Epidemiologi
1) Subjek dan objek epidemiologi: masalah kesehatan ( penyakit menular,
penyakit tidak menular, kecelakaan, bencana alam dan sebagainya).
2) Masalah kesehatan yang ditemukan pada sekelompok manusia.
3) Dalam merumuskan penyebab timbulnya suatu masalah kesehatan
dimanfaatkan data tentang frekuensi dan penyebaran masalah kesehatan
tesebut. Dalam metode penelitian epidemiologi akan melihat penyebab
masalah dan timbulnya masalah kesehatan.
Ruang lingkup epidemiologi dalam masalah kesehatan, yaitu,
Etiologi (Penyebab):
1) Efikasi (untuk melihat efek atau daya optimal yang dapat diperoleh dari
adanya intervensi kesehatan ex. Vaksinasi),
2) Efektivitas (untuk mengetahui efek intervensi dalam berbagai kondisi
lapangan yang berbeda),
3) Efisiensi (untuk mengetahui kegunaan dan hasil yang diperoleh
berdasarkan besarnya biaya yang dikeluarkan),
4) Evaluasi (melihat dan memberikan nilai keberhasilan suatu program),
5) Edukasi (salah satu bentuk intervensi berupa upaya peningkatan
pengetahuan kesehatan) (Eliana, 2016).
C. Ayat tentang Akhirat
1) Surat Al-Qiyamah ayat 21

ََ ‫َوتَذَ ُر‬
َ‫ون آاْل ِخ َر َة‬
Artinya: “dan meninggalkan (kehidupan) akhirat.”
(Dan meninggalkan kehidupan akhirat) karena itu mereka tidak beramal
untuk menyambut hari akhirat (Tafsir Jalalayn).
2) Surat Al insan ayat 27

ِ َ‫إنَ َٰ َهؤ ََُل ِءَ يُ ِحبُّونََ ا آلع‬


ً ‫اجلَ َةَ َويَذَ ُرونََ َو َرا َء ُه آَم يَ آو ًما ث َ ِق‬
َ‫يل‬
Artinya: “Sesungguhnya mereka (orang kafir) menyukai kehidupan dunia dan
mereka tidak memperdulikan kesudahan mereka, pada hari yang berat (hari
akhirat).”
(Sesungguhnya mereka menyukai kehidupan dunia) (dan mereka tidak
mempedulikan hari yang berat) yaitu hari yang penuh dengan penderitaan,
yakni hari kiamat. Maksudnya, mereka tidak beramal untuk menyambut
kedatangannya (Tafsir Jalalayn).
3) Surat Hud Ayat 103
‫اس َو َٰذَ ِلكََ يَ آومَ َم آ‬
َ‫ش ُهود‬ َُ ‫اب آاْل ِخ َر َِةَ َٰذَ ِلكََ يَ آومَ َمجآ ُموعَ لَ َهُ الن‬
ََ َ‫عذ‬ َ‫ي َٰذَ ِلكََ َْليَ َةً ِل َم آ‬
ََ ‫ن َخ‬
َ ‫اف‬ َ ِ‫إِنَ ف‬
Artinya: “Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
pelajaran bagi orang-orang yang takut kepada azab akhirat. Hari kiamat itu
adalah suatu hari yang semua manusia dikumpulkan untuk (menghadapi)nya,
dan hari itu adalah suatu hari yang disaksikan (oleh segala makhluk).”

(Sesungguhnya pada yang demikian itu) pada kisah-kisah yang telah


disebutkan tadi (benar-benar terdapat pelajaran) bahan pelajaran (bagi orang-
orang yang takut kepada azab akhirat. Hari itu) yakni hari kiamat itu (adalah
suatu hari yang dikumpulkan menghadap kepada-Nya) pada hari itu (semua
manusia, dan hari itu adalah suatu hari yang disaksikan) artinya hari itu
disaksikan oleh semua makhluk (Tafsir Jalalayn).
4) Surat Asy-syu’ara’ ayat 135

ََ َ‫عذ‬
َ‫اب َي آومَ ع َِظيم‬ َ ‫علَ آي ُك آَم‬ َُ ‫ِإ ِني أ َ َخ‬
َ ‫اف‬
Artinya: “Sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar"
(Sesungguhnya aku takut kalian akan ditimpa azab hari yang besar") di
dunia dan di akhirat jika kalian durhaka kepadaku (Tafsir Jalalayn).
5) Surat Al-Isra’ ayat 10
‫عذَابًا أ َ ِلي ًمَا‬
َ ‫َوأَنَ الذِينََ َََل يُ آؤ ِمنُونََ بِ آاْل ِخ َر َِة أ َ آعت َ آدنَا لَ ُه آَم‬
Artinya: “dan sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada
kehidupan akhirat, Kami sediakan bagi mereka azab yang pedih.”

(Dan) membawa berita (bahwasanya orang-orang yang tidak beriman


kepada kehidupan akhirat Kami sediakan) Kami persiapkan (bagi mereka azab
yang pedih) yang menyakitkan, yaitu neraka (Tafsir Jalalayn).
6) Surat Ar-Rum ayat 16
َ ‫ض ُر‬
َ‫ون‬ َِ ‫اء آاْل ِخ َر َِة فَأُو َٰلَ ِئكََ فِي ا آلعَذَا‬
َ ‫ب ُمحآ‬ ََ ‫َوأَما الذ‬
َِ َ‫ِين َكفَ ُروا َوكَذبُوا ِبآيَا ِتنَا َو ِلق‬

Artinya: “Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami


(Al Quran) serta (mendustakan) menemui hari akhirat, maka mereka tetap
berada di dalam siksaan (neraka).”
(Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami)
yaitu Alquran (serta mendustakan menemui hari akhirat) yaitu hari berbangkit
dan lain-lainnya (maka mereka tetap berada di dalam siksaan) (Tafsir Jalalayn).
7) Surat Az-zumar ayat 26
َ ‫اب آاْل ِخ َر َِة أ َ آكبَ َُرَ لَ آَو كَانُوا يَ آعلَ ُم‬
َ‫ون‬ َُ َ‫ي فِي ا آل َحيَا َِة ال ُّد آنيَاَۖ َولَعَذ‬ َ ‫فَأَذَاقَ ُه َُم‬
ََ ‫ّللاُ ا آل ِخ آز‬
Artinya: “Maka Allah merasakan kepada mereka kehinaan pada kehidupan
dunia. Dan sesungguhnya azab pada hari akhirat lebih besar kalau mereka
mengetahui.”

(Maka Allah merasakan kepada mereka kehinaan) artinya, mereka


dihina dan direndahkan dengan berupa kutukan, pembunuhan dan lain
sebagainya (pada kehidupan dunia. Dan sesungguhnya azab pada hari akhirat
lebih besar kalau mereka) yakni orang-orang yang mendustakannya
(mengetahui) azab akhirat, dan niscaya kalau mereka mengetahuinya maka
mereka tidak akan mendustakannya (Tafsir Jalalayn).
8) Surat An-Najm ayat 27

َ‫س ِميَ َةَ آاْل ُ آنثَ َٰى‬


‫ون ا آل َم َل ِئك ََةَ تَ آ‬ َ ُ‫ون ِب آاْل ِخ َر َِة لَي‬
ََ ‫س ُّم‬ ََ ُ‫ِين َََل يُ آؤ ِمن‬
ََ ‫ِإنَ الذ‬
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang tiada beriman kepada kehidupan
akhirat, mereka benar-benar menamakan malaikat itu dengan nama
perempuan.”

(Sesungguhnya orang-orang yang tiada beriman kepada kehidupan


akhirat, mereka benar-benar menamakan malaikat itu dengan nama
perempuan) karena mereka telah mengatakan, bahwa para malaikat itu adalah
anak-anak perempuan Allah (Tafsir Jalalayn).
9) Surat Fussilat ayat 16

‫ي ِ ِفي‬ ََ َ‫عذ‬
َ ‫اب ا آل ِخ آز‬ َ ‫ساتَ ِلنُذِيقَ ُه آَم‬ َ ‫ص ًرا ِفي أَيامَ نَ ِح‬ َ ‫ص آر‬ َ ‫علَ آي ِه آَم ِري ًحا‬ َ ‫س آلنََا‬ َ ‫فَأ َ آر‬
ََ ‫ص ُر‬
‫ون‬ ََٰ ‫اب آاْل ِخ َر َِة أ َ آخ َز‬
َ ‫ىَۖ َو ُه آَم َََل يُ آن‬ َُ َ‫ا آل َحيَا َِة ال ُّد آنيََاَۖ َولَعَذ‬
Artinya: “Maka Kami meniupkan angin yang amat gemuruh kepada mereka
dalam beberapa hari yang sial, karena Kami hendak merasakan kepada
mereka itu siksaan yang menghinakan dalam kehidupan dunia. Dan
Sesungguhnya siksa akhirat lebih menghinakan sedang mereka tidak diberi
pertolongan.”
(Maka Kami meniupkan angin yang amat gemuruh kepada mereka)
yakni angin dingin yang sangat keras suaranya, tetapi tanpa hujan (dalam
beberapa hari yang sial) dapat dibaca Nahisaatin atau Nahsaatin, artinya hari-
hari yang penuh dengan kesialan bagi mereka (karena Kami hendak merasakan
kepada mereka itu siksaan yang menghinakan) azab yang menghinakan (dalam
kehidupan dunia. Dan sesungguhnya siksaan akhirat lebih menghinakan) lebih
keras penghinaannya (sedangkan mereka tidak diberi pertolongan) yang dapat
mencegah azab dari diri mereka (Tafsir Jalalayn).
10) Surat Al-kahf ayat 36

‫ى َر ِبي َْل َ ِجدَنَ َخ آي ًرا ِم آن َها ُم آنقَلَ ًبَا‬ َ‫ن الساع ََةَ قَا ِئ َم َةً َولَ ِئ آ‬
ََٰ َ‫ن ُر ِددآتَُ إِل‬ ُ َ ‫َو َما أ‬
َُّ ‫ظ‬
Artinya: “Dan aku tidak mengira hari kiamat itu akan datang, dan jika
sekiranya aku kembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat
kembali yang lebih baik dari pada kebun-kebun itu."
Aku juga tidak pernah menyangka bahwa hari kiamat itu benar-benar
akan terjadi. Kalau saja hal itu benar dan aku akan dikembalikan kepada Tuhan
sesudah hari kebangkitan nanti, sebagaimana kamu katakan, pasti aku akan
mendapatkan yang lebih baik dari kesenangan saat ini. Karena bagaimanapun
aku adalah orang yang berhak mendapatkan kesenangan hidup." Orang kafir
itu menganalogikan hari akhirat yang gaib dengan kehidupan duniawi. Dia
sama sekali tidak mengerti bahwa kehidupan akhirat merupakan hari
pemberian pahala bagi yang beriman dan berbuat kebajikan (Tafsir Quraish
Shihab).

11) Surat Al-Mu’minum ayat 74


َ ُ‫اط لَنَا ِكب‬
َ‫ون‬ َِ ‫الص َر‬
ِ ‫َن‬َِ ‫ون ِب آاْل ِخ َر َِة ع‬
ََ ُ‫ِين َََل يُ آؤ ِمن‬
ََ ‫َوإِنَ الذ‬
Artinya: “Dan sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada negeri
akhirat benar-benar menyimpang dari jalan (yang lurus).”
(Dan sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada adanya
hari akhirat) adanya hari berbangkit dan pembalasan pahala serta azab (dari
jalan yang lurus) dari tuntunan yang lurus (mereka benar-benar menyimpang)
yakni membelok (Tafsir Jalalayn).
12) Surat Sad ayat 46

‫ار‬
َِ ‫صةَ ِذك َآرى الد‬ ‫ِإنا أ َ آخلَ آ‬
َ ‫صنَا ُه آَم ِب َخا ِل‬
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan
(menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi yaitu selalu
mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat.”

(Sesungguhnya Kami telah menyucikan mereka dengan


menganugerahkan kepada mereka akhlak yang tinggi) yaitu (selalu
mengingatkan manusia kepada negeri akhirat) atau alam akhirat; maksudnya
mengingatkan manusia kepada hari akhirat dan menganjurkan mereka untuk
beramal baik sebagai bekal untuk menghadapinya. Menurut suatu qiraat dibaca
Bikhaalishati Dzikrad Daar yaitu dengan dimudhafkan untuk menunjukkan
makna Bayan, atau keterangan (Tafsir Jalalayn).
13) Surat Maryam ayat 77

َ ‫أَفَ َرأ َ آيتََ ال ِذ‬


ًَ ‫ي َكفَ ََر ِبآ َيا ِتنَا َوقَا ََل َْلُوتَ َينَ َم‬
‫اَل َو َولَ ًدَا‬
Artinya: “Maka apakah kamu telah melihat orang yang kafir kepada ayat-ayat
Kami dan ia mengatakan: "Pasti aku akan diberi harta dan anak".
Hendaknya kamu merasa heran, wahai Muhammad, terhadap orang
kafir yang mengingkari ayat-ayat Allah dan tertipu oleh kehidupan dunia,
sehingga mengingkari hari kebangkitan dan, dengan nada mengolok-olok,
berkata, "Sesungguhnya di akhirat yang kalian yakini keberadaannya, Allah
akan memberikan kepadaku harta dan anak yang dapat aku banggakan di sana."
Ia mengira bahwa akhirat itu seperti dunia. Ia lupa bahwa akhirat merupakan
tempat pembalasan bagi kebaikan dan kejahatan. Sesungguhnya kemuliaan di
akhirat hanya dapat diperoleh dengan amal saleh (Tafsir Quraish Shihab).

14) Surat Yunus ayat 7


َ‫إِنَ الذِينََ َََل يَ آر ُجونََ ِلقَا َءنَا َو َرضُوا بِا آل َحيَا َِة ال ُّد آنيَا َوا آط َمأَنُّوا بِ َها َوالذِينََ ُه آَم ع آ‬
َ َ‫َن آيَاتِنَا‬
ََ‫غافِلُون‬
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan (tidak
percaya akan) pertemuan dengan Kami, dan merasa puas dengan kehidupan
dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang
melalaikan ayat-ayat Kami.”

(Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan/tidak percaya


akan pertemuan dengan Kami) pada hari berbangkit nanti (dan mereka merasa
puas dengan kehidupan dunia) sebagai ganti daripada kehidupan akhirat karena
mereka tidak mempercayai adanya hari akhirat itu (serta merasa tenteram
dengan kehidupan itu) merasa tenang dengan kehidupan dunia (dan orang-
orang yang terhadap ayat-ayat Kami) bukti-bukti yang menunjukkan kepada
keesaan Kami (mereka melalaikan) mereka sama sekali tidak mau
memikirkannya (Tafsir Jalalayn).
D. Hubungan Epidemiologi dengan Syariah Akhirat
Pandemi adalah wabah atau penyakit yang menjangkiti banyak orang
secara serempak di berbagai tempat, dalam ruang lingkup yang luas. Wujud dari
realisasi makna pandemi tersebut, seperti yang terjadi pada dunia saat ini yaitu
pandemi covid 19. Pandemi covid-19, saat ini merupakan istilah yang familiar
baik bagi masyarakat Indonesia maupun masyarakat dunia. Karena penyakit yang
menurut pakar kesehatan disebabkan oleh korona virus type baru yang oleh para
pakar kesehatan diberikan nama SARS-CoV-2 ini, sejak kemunculannya bermula
di wilayah kota Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok pada tanggal 1 Desember 2019,
hingga saat ini ditahun 2021, masih belum reda-reda juga. Padahal WHO
(Organisasi Kesehatan Dunia) telah menetapkannya sebagai pandemi per tanggal
11 Maret 2020. Dari penetapan sebagai pandemi ini, banyak konsekuensi atau
dampak yang timbul dari kebijakan organisasi kesehatan dunia tersebut. Baik
disektor pendidikan, keagamaan, pariwisata, olahraga, sosial, lebih-lebih dibidang
ekonomi.
Secara Akidah, nilai dakwah yang bisa diterima melalui iman adalah
manusia harus meyakini bahwa penyakit yang diterimanya berasal dari Allah Swt.
Namun pada saat kita sakit, usaha lahiriah merupakan hal yang wajar, yaitu
memeriksakan diri ke dokter. Jika terjadi wabah, menunggu tim ahli kesehatan
menemukan obat atau vaksin. Tetapi jangan lupakan usaha batin Anda, yaitu
usaha untuk segera kembali ke jalan-Nya.
Nilai pesan yang bisa diterima dalam syari'at adalah kembali pada jalan
yang diridhoiNya, maknanya adalah jalan dimana manusia harus menaati semua
perintah Tuhan dan menghindari segala larangan-Nya. Dengan terjadinya suatu
bencana penyakit, diharapkan posisi taqwa pada diri manusia terus berkembang
setiap hari, setiap saat. Manusia harus memiliki akhlak yang baik kepada-Nya
bukan malah sebaliknya, berprasangka buruk terhadap-Nya. Bisa jadi musibah
tersebut merupa- kan peringatan atau bentuk lain dari kasih sayangnNya.
Nilai pesan dakwahnya dalam perspektif akhlak adalah dengan akhlak
kita yang tidak terpuji di sisi Allah SWT bisa menjadi penyebab turunnya musibah
dari Allah SWT, termasuk juga penyakit. Oleh karena itu, jika terjadi musibah
dalam bentuk penyakit ini, kemungkinannya itu merupakan teguran dari Allah
SWT kepada kita agar adanya perbaikan pada akhlak kita, yaitu perbaikan dari
akhlak yang kurang bagus menjadi akhlak yang bagus atau terpuji. Kedepannya
Pesan-pesan Ilahi yang berkaitan dengan wabah atau Ayat-Ayat Pandemi
yang merujuk pada tiga Firman Allah yang terdapat dalam kitab suci Al-Qur’an,
yaitu QS: As-Syuura 42 :30-31, QS: An-Nissa 4 :111, dan QS: As-Sajdah 32 : 21;.
Point besarnya tiga surat tersebut menjelaskan tentang awal mula penyakit
menurut Al-Qur’an (Najikh, 2021).
E. Konsep Eskatologi Akhirat
a. Eskatologi
1) Definisi Eskatologi
Eskatologi dalam pandangan para teolog adalah ilmu atau
pengetahuan yang membahas tentang kebangkitan. Eskatologi merupakan
bahasan dalam setiap agama, terutama agama-agama samawi.
Eskatologi dalam agama Islam adalah prinsip keimanan, yakni
percaya akan hari akhir, tanpa keyakinan terhadap hal ini, maka gugurlah
keimanan seorang muslim. Pembahasan Eskatologi secara generik lebih
ditujukan kepada realitas ataupun peristiwa-peristiwa hari akhir kehidupan
umat manusia, dan hal ini sesuai dengan firman Allah dalam ayat Alquran
(Abdillah, 2016).
Eskatologi adalah kata Yunani yang dijinakkan yang digunakan saat
ini dalam teologi dan studi giious (sejak pertengahan abad kesembilan
belas) untuk merujuk ke sekolah penyelidikan awal dari apa yang disebut
"empat hal terakhir": kematian, penghakiman, surga, dan neraka (Anon,
2012).
Eskatologi berasal dari kata eschalos dalam bahasa Yunani yang
berarti ‘yang terakhir’, ‘yang selanjutnya’, dan ‘yang paling jauh’. Secara
umum merupakan keyakinan yang berkaitan dengan kejadian-kejadian
akhir hidup manusia seperti kematian, hari kiamat, hari berakhirnya dunia,
saat akhir sejarah, dan lain-lain. Ketika kata eschalos disandingkan dengan
kata logos yang menjadi eskatologi dalam bahasa Indonesia berarti ilmu
atau pengetahuan tentang hal-hal akhir, hal-hal pamungkas, atau yang
menyangkut realitas akhirat sebagai akhir kehidupan seperti kematian,
kebangkitan, pengadilan terakhir, serta kiamat sebagai akhir dunia.
Ayat-ayat eskatologis dalam Alquran adalah ayat-ayat yang
berbicara tentang akhirat, hari akhir. Term al- yaum al-a>khir secara
semantik terdiri dari dua kata, yaum dan akhir. Menurut al-Asfahani, kata
yaum mengadung dua pemahaman, pertama mengacu pada waktu
perjalanan matahari dari terbit sampai terbenam kedua mengacu kepada
sebuah masa atau waktu yang tidak tertentu (Hadiyanto, 2018).
Eskatologi Islam merupakan suatu ajaran teologi mengenai akhir
zaman seperti hari kiamat, kebangkitan segala manusia, dan surga (KBBI
Luring V Kemendikbud). Al Gazali menegaskan bahwa Eskatologi adalah
doktrin tentang Akhir, sebuah doktrin yang membahas tentang keyakinan,
yaitu berhubungan dengan kejadian-kejadian akhir hidup manusia seperti
kematian, hari kiamat, berakhirnya dunia, kebangkitan- kembali,
pengadilan akhir, surga dan neraka, dan lain sebagainya (Novi Setyowati,
2017).
Sebenarnya ada hal yang sering dilupakan dalam tahapan eskatologi,
yaitu kematian. Kematian adalah pintu yang menghubungkan antara
kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat.
Kematian adalah akhir dari perjalanan jiwa manusia di dunia.
Namun, jiwa manusia akan melanjutkan kehidupannya diakhirat kelak,
yakni kembali ke sisi Allah. Dan kembalinya manusia dari kehidupan
dunia menuju kehidupan lain digambarkan dengan istilah maut (kematian).
Banyak manusia yang takut akan menghadapi kematian, yang pada
hakikatnya kematian adalah non-eksistensi relatif. Dengan kata lain, non-
eksistensi dari satu tahap menuju eksistensi di tahap lain. Manusia tidak
akan mengalami kematian mutlak, melainkan hanya kehilangan kondisi
tertentu dan beralih kekondisi yang lain.
Konsep eskatologi dan akhirat termasuk yang paling khas dan
elemen fundamental dari iman dan spiritualitas dalam Islam. Di samping
kepercayaan dalam Tuhan, spektrum gagasan yang luas tentang surga dan
neraka, keselamatan dan kutukan, dan kebahagiaan abadi dan kemalangan
yang tak berkesudahan adalah pusatnya agama Islam. Pahala dan hukuman
di akhirat atas perbuatan di kehidupan ini telah memberikan bentuk pada
wacana dan perdebatan keagamaan dan ilmiah di kalangan Muslim dunia
sepanjang sejarah (Günther, 2012).
2) Kategori Eskatologi
a) eskatologi individu: masalah yang terkait dengan "hal-hal terakhir"
dengan referensi ence ke asal dan tujuan akhir dari jiwa individu, dan
maknanya dari hidup dan mati. Ini termasuk pertanyaan tentang
kebangkitan dan tahapan keberadaan postmortem, harapan dan kualitas
keberadaan postmortem, ancaman penderitaan abadi dan janji
kebahagiaan abadi, persepsi tentang hari-hari terakhir umat manusia
sebagai konteks untuk produksi pengetahuan terutama untuk pedagogi
moral dan etika, dan peran penderitaan kematian dan kesyahidan
(individu atau komunal) di dunia ini dan di akhirat.
b) eskatologi universal: eskatologi dalam arti "akhir dari" dunia” dan
fungsi akhirat, termasuk ajaran Al-Qur’an tentang wahyu dan
keselamata.
c) eskatologi historis: ini berkaitan dengan peristiwa dan perkembangan
dalam sejarah Islam, termasuk, misalnya, gerakan mesianis (sebagai
pengganggu) atau stabilisasi, krisis atau respon terhadap krisis, sebagai
faktor formatif dan produktif dalam masyarakat Muslim); prediksi
konflik bersenjata dan pandangan tentang "kiamat" lypse” sebagai
kehancuran dunia; mendalilkan tanda-tanda akhir dunia dan maknanya
bagi berbagai gerakan politik keagamaan; individu dan kemartiran
kolektif; ide-ide eskatologis sebagai kekuatan pendorong efflo budaya
dalam masyarakat Muslim, serta aturan dan peraturan agama yang
relevan dan menggemakan keprihatinan eskatologis dalam berbagai
cara (Anon, 2012).
b. Hari Kiamat
Kiamat adalah bangkit (hari ditegakkannya atau dibangkitkannya
kehidupan akhirat setelah dihancurkan dan dimusnahkannya alam dunia),
yakni hari dibangkitkannya semua mahluk dari kematiannya. Allah
berfirman: “Dan jagalah dirimu dari (azab) hari (kiamat, yang pada hari itu)
seseorang tidak dapat membela orang lain, walau sedikitpun; dan (begitu
pula) tidak diterima syafa’at dan tebusan dari padanya, dan tidaklah mereka
akan ditolong.” (Q.S. Al-Baqarah: 48). Melalui firman Allah tersebut, Allah
mempertegas kepastian akan datangnya hari kiamat bagi tiap- tiap makhluk
dan pada hari itu akan dibukakan seluas-luasnya segala amal perbuatan
manusia untuk diberikan azab yang nyata (Novi Setyowati, 2017).
Hari kiamat merupakan rahasia Allah, tidak ada makhluk yang
mengetahuinya. Bahkan, Nabi dan rasul hanya dapat memberikan tanda-tanda
datangnya hari kiamat. Hari kiamat digambarkan sebagai kehancuran segala
yang ada di dunia, semua makhluk akan mati kecuali memang yang
dikehendakiNya untuk tetap hidup. Kehancuran total yang terjadi di alam ini,
secara logika bukanlah suatu peristiwa yang mustahil. Secara garis besar hari
kiamat merupakan peristiwa yang sangat besar dan dahsyat. Deskripsi
mengenai tanda dan proses terjadinya hari kiamat banyak dijelaskan dalam
Alquran (Abdul Kosim, 2018).
c. Klasifikasi Tempat Manusia
a) Surga
Surga Al-Qur'an adalah 'taman kebahagiaan' (jannat naʿīm, Q.
56:89), yang penghuninya beristirahat di 'sofa yang dilapisi dengan brokat'
(Q. 55:54), di 'bantalan hijau dan permadani yang indah' (Q. 55:76).
Penghuni surga akan diundang untuk 'makan dan minum dengan nafsu
makan yang sehat!' (Q. 69:24), karena surga adalah 'taman, di mana
mereka akan bersenang-senang' (mentahḍa yuḥbarūn, P.30:15). Gagasan
Al-Qur'an tentang imbalan dalam kehidupan lain ini menyerupai konsep
Yunani kuno tentang kebahagiaan abadi, di mana orang-orang yang saleh
dan diberkati beristirahat 'di sofa di sebuah pesta, mabuk selamanya,
dimahkotai dengan karangan bunga'.
Surga dalam Al Qur'an juga disebut 'taman peristirahatan abadi'
(jannat al-khuld, Soal 25:15). Ini adalah 'pembalasan dan kepulangan',
'dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa' (Q. 25:15) dan 'mereka
yang menderita luka di jalan [Tuhan], dan berperang, dan terbunuh' (Q.
3:193). 'Mereka akan memiliki apa yang mereka inginkan, berdiam [di
dalamnya] selamanya' (Q. 25:15-16). Ini 'janji yang mengikat Tuhanmu',
sebagaimana ditegaskan Al-Qur'an (Q. 25:16) (S. Günther, 2020).
Nama-nama surga antara lain (Zulfikarullah, 2017):
1) Surga Firdaus
Nama surga yang pertama adalah firdaus. Firdaus adalah nama
utnuk semua surga, firdaus artinya adalah taman atau pertamanan.
Nama ini disebut di dalam al-Qur’an sebanyak dua kali, yaitu: Q.S.
Al-Kahfi: 107 dan Q.S. Al-Mu’minun: 11. Allah Swt. berfirman:
‫إن الذين آمنُوا وعملُوا الصالحات كانت ل ُهم جناتُ الفردوس نُ ُز ًل‬
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal
shaleh, bagi mereka adalah Surga Firdaus menjadi tempat tinggal.”
(Q.S. al-Kahfi: 107).
(Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi
mereka) menurut ilmu Allah (adalah surga Firdaus) yaitu bagian
tengah dan bagian teratas daripada surga. Idhafah di sini memberikan
pengertian Bayan atau menjelaskan (menjadi tempat tinggal) tempat
menetap mereka (Tafsir Jalalayn).
Firdaus adalah nama yang sering digunakan untuk menyebut
surga yang tertinggi dan terindah kenikmatannya. Kata firdaus berasal
dari kata bustan, yang artinya adalah kebun. Ibnul Qayyim Al-
Jauziyyah dalam bukunya “Surga Yang Allah Janjikan” memaparkan
beberapa pendapat dari tokoh-tokoh tertentu mengenai arti firdaus ini
seperti halnya Ka’ab, yang mengartikan firdaus adalah kebun anggur.
Sependapat dengan Ka’ab, Laits mengartikan firdaus dengan melihat
kata karamun mufradas yang dipakai untuk menyebut pohon anggur
yang terangkat dahannya.
Pendapat selanjutnya datang dari Adh-Dhahhak yang
mengartikan firdaus adalah taman yang dipenuhi pepohonan yang
berudara sejuk. Ia berdasar pada orang Arab yang biasa menyebut
pepohonan yang rimbun dengan sebutan firdaus. Biasanya yang
merimbuninya adalah anggur. Bentuk jamak dari kata firdaus adalah
faradis, seperti nama pintu kota Syam yang dipenuhi anggur.
Mujahid berpendapat, bahwa bangsa Romawi menggunakan
kata firdaus untuk menyebut suatu kebun. Az-Zujaj menambahkan,
kata yang berasal dari bahasa Romawi itu dinukil dalam bahasa Arab.
Namun, dibalik banyaknya pendapat tersebut, hakikatnya firdaus
adalah kebun dengan segala sesuatu yang terdapat di dalamnya.
2) Surga ‘Adn
Nama surga yang kedua adalah Jannat ‘adn. Surga ini di
dalam al-Quran namanya disebut sebanyak sebelas kali, yaitu: Q.S. at-
Taubah (9): 72, ar-Ra’d (13): 32, an-Nahl (16): 31, al-Kahfi (18): 31,
Maryam (19): 61, Thaha (20): 76, Fathir (35): 33, Shad (38): 50,
Ghafir (40): 8, as-Shaff (61): 12, dan al-Bayyinah (98): 8. Firman
Allah Swt.
‫مأتيًّا وعدُهُ كان إنهُ بالغيب عبادهُ الرح َٰمنُ وعد التي عدن جنات‬
Artinya: “yaitu surga ‘Adn yang telah dijanjikan oleh Tuhan Yang
Maha Pengasih kepada hamba-hamba-Nya, sekalipun (surga itu) tidak
tampak. Sungguh, (janji Allah) itu pasti ditepati.” (Q.S. Maryam: 61).
(Yaitu surga Adn) menjadi tempat tinggal mereka. Lafaz 'Adn menjadi
Badal daripada lafal Jannatin (yang telah dijanjikan oleh Tuhan Yang
Maha Pemurah kepada hamba-hamba-Nya, sekalipun surga itu tidak
tampak). Lafal Bil Ghaibi menjadi Hal, maksudnya walaupun surga
itu tidak kelihatan oleh mereka. (Sesungguhnya janji Allah itu) yakni
apa yang telah dijanjikan oleh-Nya (pasti akan ditepati). Lafal
Ma'tiyyan maknanya Aatiyan; asalnya adalah Ma'tiwyun. Yang
dimaksud dengan janji-Nya adalah surga yang akan ditempati oleh
orang-orang yang berhak memasukinya (Tafsir Jalalayn).
Menurut Ibnul Qayyim, kata ‘adn berasal dari kata iqamah wad
dawam, yang berarti tinggal untuk selamanya. Sementara itu, kata
‘adana bisa diartikan sebagai aqama, yang berarti menempati.
Misalnya adalah kata adanatil balad, yang berarti menempati suatu
negeri. Adanatil ibil makana kadza, yang berarti unta yang berada
pada suatu tempat tak pindah-pindah. Ibnul Qayyim juga mengutip
pendapat dari Al-Jauhari yang berkata jannat ‘adn dapat disebut juga
dengan jannatul iqamah, yang berarti surga tempat tinggal. Ma’din
yang berasal dari kata yang sama digunakan untuk menyebut
kelompok yang tinggal di suatu tempat dengan musim panas dan
dingin. Sementara itu, pusat tempat tersebut dinamakan ma’dan.
Adapun kata ‘adin digunakan pula untk menyebut unta yang tinggal
di kandang.
3) Surga Na’im
Nama surga yang ketiga adalah jannatun na’im, yang berarti
taman kenikmatan. Nama ini di dalam Alquran disebut sebanyak
delapan kali, yaitu: Q.S. al-Maidah (5): 65, Yunus (10): 9, al-Hajj
(22): 56, as-Syu’ara (26): 85, Luqman (31): 8, As-Shaffat (37): 43, al-
Waqi’ah (56): 12, dan al- Qalam (68): 34. Firman Allah Swt.
‫النعيم جناتُ ل ُهم الصالحات وعملُوا آمنُوا الذين إن‬
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal-amal shaleh, bagi mereka surga-surga yang penuh kenikmatan.”
(Q.S. Luqman: 8).
(Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-
amal saleh, bagi mereka surga-surga yang penuh kenikmatan) (Tafsir
Jalalayn).
Nama ini dalam Alquran sering digunakan untuk mnyebut
surga. Hal ini dikarenakan ia mencakup seluruh kenikmatan di dalam
surga, dari mulai nikmat makanan, minuman, pakaian, imaji,
wewangian, pemandangan, tempat tinggal, dan beragam nikmat baik
itu bersifat dzahir maupun batin.
4) Surga Ma’wa
Nama surga yang keempat adalah Jannatul Ma’wa, yang
berarti tempat tinggal. Nama surga ini di dalam Alquran disebut
sebanyak dua kali, yaitu: Q.S. as-Sajadah: 19, an-Nazi’at: 40-41, dan
an-Najm: 12-15. Firman Allah Swt:
‫الهو َٰى عن النفس ونهى ربه مقام خاف من وأما‬
Artinya: “Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran
Tuhannya dan menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya, maka
sungguh, surgalah tempat tinggal(nya).” (Q.S. an-Nazi’at: 40).
(Dan adapun orang yang takut kepada kebesaran Rabbnya) di kala ia
berdiri di hadapan-Nya (dan menahan diri) menahan nafsu amarahnya
(dari keinginan hawa nafsunya) yang menjerumuskan ke dalam
kebinasaan disebabkan memperturutkan kemauannya (Tafsir
Jalalayn).
Ibnul Qayyim menjelaskan kata ma’wa disusun dari akar kata
awa-ya wi, yang artinya menyatu dengan suatu tempat dan menetap di
sana. Atha’ berpendapat, bahwa surga tersebut adalah tempat Jibril
dan para malaikat bertempat tinggal. Pendapat lain datang dari
Muqatil dan al-Kalbi, yang mengatakan surga tersebut adalah tempat
dari jiwa-jiwa para syuhada yang disemayamkan. Ka’ab sependapat
dengan keduanya, dengan menambahkan di surga tersebut terdapat
burung hijau.
5) Surga Darussalam
Nama surga yang kelima adalah Darus Salam, yang berarti
rumah keselamatan. Nama ini di dalam Alquran disebut sebanyak tiga
kali, yaitu: Q.S. al An’am 127 dan Q.S. Yunus: 10, 25. Firman Allah
Swt:
‫ار إ َ ىلُ َي ْد هعو َو َ ه‬ َ َ َّ َ َ َ ِ ُ‫هم ْس َت ِقيم‬
ُ‫اّلل‬ ِ ُ ‫ن وي ه ِديُ السَل ِمُ د‬ ُ‫ِصاطُ ِإ ىلُ َيش ه‬
ْ َ َ ُْ ‫اء َم‬

Artinya: “Allah menyeru (manusia) ke Dar as-Salam (surga), dan


menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus
(Islam).” (Q.S. Yunus: 25).
(Allah menyeru ke darussalam) kepada jalan keselamatan, yaitu surga;
Dia menyeru manusia pada keimanan (dan menunjuki orang yang
dikehendaki-Nya) untuk mendapat petunjuk (kepada jalan yang lurus)
yakni agama Islam (Tafsir Jalalayn).
Selain rumah keselamatan, Darus Salam juga dapat diartikan
sebagai rumah Allah Swt. mengingat salah satu dari Asmaul Husna
adalah kata as-Salam. Allah lah yang memberi keselamatan bagi
penghuni Darus Salam. Penguninya yang selalu berdoa kepada-Nya,
firman Allah Swt:
ُ ‫العالمين رب لِل الحمدُ أن دعواهُم وآخ ُر سَلم فيها وتحيت ُ ُهم الل ُهم‬
‫سبحانك فيها دعواهُم‬
Artinya: “Doa mereka di dalamnya ialah, “Subhanakallahumma”
(Mahasuci Engkau, ya Tuhan kami), dan salam penghormatan mereka
ialah, “Salam” (salam sejahtera). Dan penutup doa mereka ialah, “Al-
hamdu lillahi Rabbil ‘alamin” (segala puji bagi Allah Tuhan seluruh
alam).” (Q.S. Yunus: 10).
(Doa mereka di dalamnya) sewaktu mereka meminta apa yang mereka
inginkan di dalam surga hanya tinggal mengatakan
(Subhaanakallaahumma) artinya Maha Suci Engkau ya Allah.
Bilamana mereka telah memintanya maka mereka menemukan apa
yang mereka inginkan telah berada di hadapan mereka (dan salam
penghormatan mereka) di antara sesama mereka (di dalam surga ialah
salam. Dan penutup doa mereka ialah) huruf an di sini adalah kata
penafsir (alhamdulillaahi rabbil aalamiin) segala puji bagi Allah Rabb
alam semesta. Ayat ini diturunkan sewaktu orang-orang musyrik
meminta disegerakan turunnya azab (Tafsir Jalalayn).
6) Surga Darul Muqamah
Surga yang keenam adalah Darul Muqamah, yang berarti
tempat tinggal abadi. Al-Fara’ dan az-Zujaj berkata, “Muqamah
serupa dengan iqamah, yang artinya menempati. Firman Allah Swt:
‫ش ُكور لغفُور ربنا إن الحزن عنا أذهب الذي لِل الحمدُ وقالُوا‬
‫*لُغُوب فيها يمسُّنا ول نصب فيها يمسُّنا ل فضله من ال ُمقامة دار أحلنا الذي‬
Artinya: “Dan mereka berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah
menghilangkan kesedihan dari kami. Sungguh, Tuhan kami benar-
benar Maha Pengampun, Maha Mensyukuri, yang dengan karunia-
Nya menempatkan kami dalam tempat yang kekal (surga); di
dalamnya kami tidak merasa lelah dan tidak pula merasa lesu.” (Q.S.
Fathir: 34-35).
(Dan mereka berkata, "Segala puji bagi Allah yang telah
menghilangkan duka cita dari kami.) yakni semua duka cita.
(Sesungguhnya Rabb kami benar-benar Maha Pengampun) terhadap
dosa-dosa kami (lagi Maha Mensyukuri) ketaatan kami. (Yang
menempatkan kami dalam tempat yang kekal) sebagai tempat tinggal
kami (dari karunia-Nya; di dalamnya kami tidak merasa lelah) yakni
tiada merasa payah (dan tiada pula merasa lesu") karena kecapekan,
sebab di dalam surga tidak ada lagi yang namanya taklif.
Disebutkannya lafal yang kedua padahal maknanya sama dengan yang
pertama, dimaksud untuk lebih menegaskan kenafiannya atau
ketiadaannya (Tafsir Jalalayn).
7) Surga Al-Maqaamul Amin
Nama surga yang ketujuh adalah al-maqamul amin, yang
berarti tempat yang aman. Ibnul Qayyim menjelaskan, kata al-maqam
berarti tempat tinggal. Al-Amin berarti yang aman dari semua
keburukan, bencana dan hal-hal yang dibenci. Firman Allah Swt:
‫أمين مقام في ال ُمتقين إن‬
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada dalam
tempat yang aman.” (Q.S. ad-Dukhān: 51).
(Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada di dalam tempat)
atau kedudukan (yang aman) dari semua hal-hal yang menakutkan
(Tafsir Jalalayn).
Jadi, al-Maqamul amin menurut Ibnul Qayyim adalah tempat
yang menyatukan semua sifat aman. Aman dari segala goncangan,
kehancuran, dan semua kekurangan. Penghuninya akan merasa aman
meskipun keluar masuk darinya. Mereka merasa aman dan tenang
tidak merasakan kesulitan maupun kekurangan.28 Selanjutnya Allah
Swt. berfirman:
َ ْ ُ َ َ
ُ‫ي ف ِاك َهةُ ِبكلُ ِف َيها َيد هعون‬
ُ ‫ِآم ِن‬

Artinya: “Di dalamnya mereka dapat meminta segala macam buah-


buahan dengan aman dan tenteram,” (Q.S. ad-Dukhan: 55).
(Mereka meminta) meminta kepada para pelayan surga (di dalamnya)
di dalam surga, supaya para pelayan itu mendatangkan buat mereka
(segala macam buah-buahan) surga (dengan aman) dari kehabisan dan
dari kemudaratannya, serta aman dari segala kekhawatiran. Lafal
Aaminiina berkedudukan menjadi Hal atau kata keterangan keadaan
(Tafsir Jalalayn).
Bersambungnya ayat tersebut menginformasikan bahwa
mereka tak hanya aman secara tempat, melainkan mereka juga aman
dari kelaparan, mereka bebas meminta apa saja yang mereka inginkan.
Mereka juga bebas dari kematian.
8) Surga Khuldi
Nama surga yang kedelapan adalah Darul Khuldi, yang berarti
rumah keabadian. Sesuai dengan namanya, mereka yang tinggal di
dalamnya akan abadi, tidak seperti sewaktu di dunia yang terikat
dengan usia. Firman Allah Swt:
‫َّ ه َ َ َ َ َ ه‬ ْ ‫َ َ ً َ َ َ ه ْ َ َ ْ ْ ه َّ ه َ ه َ َ ْ ه‬
ُ‫ت الخل ُِد َجن ُة أ ْمُ خ ْ ريُ أذ ى ِلكُ ق ْل‬
ُ ِ ِ ‫ون و ِع ُد ال‬
ُ ‫ت ُالمتق‬
ُ ‫وم ِصياُ جزاءُ لهمُ كان‬

Artinya: “Katakanlah (Muhammad), “Apakah (azab) seperti itu yang


baik, atau surga yang kekal yang dijanjikan kepada orang-orang yang
bertakwa sebagai balasan, dan tempat kembali bagi mereka?” (Q.S.
al-Furqan: 15).
(Katakanlah! "Apa yang demikian itukah) hal yang telah disebutkan
itukah, yaitu ancaman dan gambaran tentang neraka (yang baik, atau
surga yang kekal yang telah dijanjikan) (kepada orang-orang yang
bertakwa?" Surga itu untuk mereka) menurut ilmu Allah (sebagai
balasan) sebagai pahala (dan tempat kembali) tempat menetap yang
abadi (Tafsir Jalalayn).
9) Surga Darul Hayawan
Nama surga yang kesembilan adalah Darul Hayawan. Artinya,
tempat yang sesungguhnya. Allah swt. berfirman:
‫يعل ُمون كانُوا لو الحيوانُ لهي اْلخرة الدار وإن ولعب لهو إل الدُّنيا الحياة ُ َٰهذه وما‬
Artinya: “Dan kehidupan dunia ini hanya senda gurau dan permainan.
Dan sesungguhnya negeri akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya,
sekiranya mereka mengetahui.”
(Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-
main) sedangkan amal-amal takarrub termasuk perkara akhirat karena
buahnya akan dipetik di akhirat nanti. (Dan sesungguhnya akhirat
itulah yang sebenarnya kehidupan) lafal al-hayawan artinya
kehidupan (kalau mereka mengetahui) hal tersebut, niscaya mereka
tidak akan memilih perkara duniawi dan meninggalkan perkara
akhirat (Tafsir Jalalayn).
Menurut ahli tafsir, yang di maksud ayat itu adalah surga.
Mereka berpendapat, sesungguhnya ‚akhirat atau surga itulah
hayawan, tempat yang sesungguhnya. Tempat hidup tanpa mati. Al-
Kalbi juga berpendapat, hayawan berarti kehidupan tanpa kematian.
Sementara az-Zujaj mengartikan dengan kehidupan abadi.
10) Surga Maq’dush Shidqi wa Qidamush Shidqi
Nama surga yang kesepuluh adalah Maq’dush Shidqi wa
Qidamush Shidqi. Firman Allah Swt:
‫إن ال ُمتقين في جنات ونهر‬
َْ َْ ْ ْ
ُ‫ف َمق َع ِدُ ِصدقُ ِعن ُد َم ِليكُ همقت ِدر‬
ُِ ِ*

Artinya: “Sungguh, orang-orang yang bertakwa berada di taman-


taman dan sungai-sungai, di tempat yang disenangi di sisi Tuhan Yang
Mahakuasa.” (Q.S. al-Qamar: 54-55).
(Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu di dalam surga-surga)
taman-taman (dan sungai-sungai makna yang dimaksud adalah
jenisnya. Menurut suatu qiraat lafal Nahar dibaca Nuhur dalam bentuk
jamak, yang wazannya sama dengan lafal Asadun bila dijamakkan
menjadi Usudun. Makna yang dimaksud ialah, bahwa mereka
meminum dari sungai-sungai surga itu air, susu, madu dan khamar.
(Di tempat yang benar) di majelis yang benar, karena tidak ada
perkataan yang tidak berguna dan tidak pula ada perkataan yang
berdosa di dalamnya; pengertian Maq'ad di sini adalah ditinjau dari
segi jenisnya. Menurut qiraat yang lain lafal Maq'ad dibaca dalam
bentuk jamak yaitu Maqaa'id. Makna yang dimaksud ialah bahwa ahli
surga itu berada di dalam majelis-majelis surga dalam keadaan bebas
dari perkataan yang tidak ada gunanya dan bebas pula dari hal-hal
yang berdosa, keadaan mereka berbeda dengan keadaan majelis-
majelis di dunia. Karena sesungguhnya majelis-majelis di dunia itu
jarang sekali bebas dari hal-hal tersebut. Lafal ayat ini berkedudukan
sebagai Khabar yang kedua, dan lafal Shidqin menjadi Badal dari lafal
Shaadiqin, yakni Badal Ba'dh atau lainnya (di sisi Yang Maha Raja)
merupakan perumpamaan yang mengandung makna Mubalaghah,
yakni Maha Raja Yang Maha Perkasa lagi Maha Luas (lagi Maha
Berkuasa) tiada sesuatu pun yang melemahkan-Nya, Dia adalah Allah
swt. Lafal 'Inda menunjukkan isyarat yang mengandung makna
derajat dan kedudukan mereka yang dekat di sisi-Nya, sebagai
anugerah dari Allah swt. kepada para penghuni surga (Tafsir Jalalayn).
Surga disebut maq’adush shidqi biasa digunakan untuk
menunjukkan kesahihan dan kesempurnaan. Misalnya, digunakan
pada perkataan dan perbuatan. Shadaqa dapat diartikan dengan inti
panah. Ia juga digunakan untuk menyebut lelaki pemberani. Kalimat
dzu mashdaq dipakai untuk menyebut sesuatu yang jumlahnya sesuai
dengan yang seharusnya. Adapun mashdaq diartikan dengan sesuatu
yang dipercaya. Shadaqah dipakai untuk menunjuk kejernihan cinta
kasih.
Beberapa kelompok orang menafsirkan qadama shidqin
dengan surga. Sebagian yang lain menafsirkannya dengan tindakan-
tindakan untuk meraih surga. Ada pula yang menafsirkannya dengan
sesuatu pemberian Allah yang telah lampau. Beberapa penafsir
mengartikannya dengan rasul yang dapat menuntun orang
mendapatkan surga melalui hidayahnya.
b) Neraka
Neraka paling sering disebut 'Api' (al-nār) dalam Al-Qur'an.
Sebutan lainnya adalah 'tempat (atau keadaan) rasa sakit dan siksaan'
(jahannam; neraka dalam bahasa Yunani, dan gêhinnōm dalam Dia
menyeduh) dan dengan cara yang sama, 'Api yang hebat' (jahim). Ini juga
disebut 'jurang' (hāwiya), 'kobaran api yang dahsyat' (saʿīr), 'api yang
menyala-nyala, mengamuk' (laẓẓā), 'api yang menyala-nyala' (sakar), dan
'menghancurkan Api' (uṭām). Neraka adalah lokasi 'Api yang disiapkan
untuk orang-orang kafir, yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu'
(Q. 2:24). Di sini, air mendidih akan dituangkan ke atas kepala orang-
orang kafir, 'melelehkan isi perut dan kulit mereka; akan ada penjahat besi
untuk menyaringnya kembali; setiap kali, dalam penderitaan mereka,
mereka mencoba untuk melarikan diri, mereka akan didorong kembali dan
diberitahu, "Rasakan penderitaan Api" ' (Q. 22:19-22). Neraka adalah
tempat yang jahat, tempat siksaan yang menyiksa, dan terbakar dalam
nyala api (Q. 56:88-94). Api neraka dijaga oleh sembilan malaikat remaja,
sementara Allah menjadikan jumlah mereka sebagai 'ujian bagi orang-
orang kafir' (Q. 74:30-1). Pohon Zaqqūm, yang tumbuh di jantung Api
yang menyala-nyala dan buahnya berbentuk seperti kepala setan, akan
menjadi makanan orang-orang berdosa: panas 'seperti logam cair,
mendidih di perut mereka seperti air mendidih' (Q. 37 :62–8; 44:43–6).
Orang-orang yang tidak percaya dan orang berdosa akan mengalami di
neraka 'kematian kedua' simbolis, kematian jiwa; sebagaimana Al-Qur'an
menyatakan bahwa mereka 'telah kehilangan jiwa mereka, tinggal [di
neraka] selamanya' (Q. 23:103) (S. Günther, 2020).
Adapun neraka terdiri dari tujuh tingkatan, sebagaimana akan
penulis jelaskan berikut ini (Zelvia, 2020):
1) Jahannam
Jahannam berasal dari Bahasa Arab yang memiliki banyak arti.
Secara harfiah berarti memiliki penampilan jahat atau berwajah
murung. Dinamakan jahannam karena ia membuat masam setiap
muka, baik lelaki maupun perempuan, lalu ia membakar daging-
daging mereka. Ia merupakan siksaan yang terendah daripada yang
lain.
2) Lazha
Neraka ini disediakan untuk orang-orang yang membelakangi
Tauhid dan berpaling dari risalah Nabi Muhammad saw. Tentang
neraka ini dijelaskan Allah dalam surah Al-Ma‟arij ayat 15-16.
‫لظ َٰى إنها كَل‬
ً‫*للشو َٰى نزاعة‬
Artinya: “sekali-kali tidak dapat, Sesungguhnya neraka itu adalah api
yang bergolak, yang mengelupas kulit kepala” (Q.S al- Ma‟arij/70:15-
16).
(Sekali-kali tidak dapat) lafal ini merupakan sanggahan terhadap apa
yang dia harapkan itu (sesungguhnya neraka ini) neraka yang mereka
saksikan itu (adalah api yang bergejolak) lafal lazhaa adalah nama lain
dari neraka Jahanam, dinamakan demikian karena apinya bergejolak
membakar orang-orang kafir. (Yang mengelupaskan kulit kepala) asy-
syawaa bentuk jamak dari lafal syawaatun, artinya kulit kepala (Tafsir
Jalalayn).
3) Saqar
Ini adalah tempat bagi orang-orang munafik yang
mendustakan
(tidak menaati) perintah Allah dan Rasulullah. Dinamakan saqar
karena ia hanya memakan daging tanpa tulangnya, sebagaimana yang
difirmankan Allah dalam surah Al-Muddatsir ayat 26-27.
‫سق ُر ما أدراك وما‬
‫تذ ُر ول تُبقي ل‬
Artinya: “tahukah kamu Apakah (neraka) Saqar itu? Saqar itu tidak
meninggalkan dan tidak membiarkan” (Q.S Al-Muddatsir/74:26-27).
(Tahukah kamu, apakah Saqar itu?) ungkapan ini menggambarkan
tentang kedahsyatannya. (Saqar itu tidak meninggalkan dan tidak
membiarkan) sedikit pun dari daging dan otot melainkan dia
melahapnya habis-habisan, kemudian daging dan otot itu kembali
seperti semula, lalu dilahapnya lagi, demikianlah seterusnya (Tafsir
Jalalayn).
Yang dimaksud dengan tidak meninggalkan dan tidak
membiarkan ialah apa yang dilemparkan ke dalam neraka itu
diazabnya sampai binasa kemudian dikembalikannya sebagai semula
untuk diazab kembali.
4) Huthamah
Neraka huthamah adalah api yang memecah dan membakar
dari kedua kaki, tulang-tulang, hingga hati, serta melontarkan bunga
api sebesar istana. Hal ini dijelaskan Allah dalam firman-Nya surah
al- Humazah ayat 7 “yang membakar sampai ke hati”, dan surah al-
Mursalat ayat 32-33 “sesungguhnya neraka itu melontarkan bunga api
sebesar dan setinggi istana. Seolah-olah ia iringan unta yang kuning”.
Bunga api itu berwarna hitam, naik ke langit kemudian turun
dan membakar wajah, tangan dan badan-badan mereka hingga
bercucuranlah air mata hingga kering. Kemudian mereka menangis
meneteskan darah, juga meneteskan nanah hingga nanah itu habis.
Sampai-sampai seandainya ada kapal, ia dapat berlayar di atasnya.
Neraka ini diperuntukkan bagi orang-orang yang suka
mengumpulkan harta, serakah, dan menghina orang-orang miskin.
Mereka berpaling dari agama, tidak mau bersedekah, dan tidak mau
pula membayar zakat.
5) Jahim
Dinamakan Jahim karena bara apinya sangat besar. Satu bara
api lebih besar dari pada dunia. Neraka ini diperuntukkan bagi orang-
orang musyrik. Neraka ini disebut dalam surah As-Syu‟ara ayat 91-
92.
‫للغاوين الجحي ُم وبُرزت‬
‫تعبُدُون ُكنتُم ما أين ل ُهم وقيل‬
Artinya: “dan diperlihatkan dengan jelas neraka Jahim kepada orang-
orang yang sesat", dan dikatakan kepada mereka: "Dimanakah
berhala-berhala yang dahulu kamu selalu menyembah(nya)” (Q.S As-
Syu‟ara/26:91-92).
6) Sa’ir
Dinamakan sa‟ir karena dengannya ia dinyalakan dan tidak
dipadamkan sejak diciptakan. Di dalamnya terdapat ular,
kalajengking, tali-tali, rantai-rantai, dan belenggu-belenggu. Selain
itu, juga terdapat sumur tanah yang kasar, tidak ada siksa yang lebih
pedih daripadanya. Saat pintu tanah yang kasar itu dibuka, para
penghuni neraka sangat bersedih. Neraka ini diisi oleh orang-orang
yang mengingkari Allah dan memakan harta anak yatim, sebagaimana
disebutkan dalam firman-Nya.
‫السعير عذاب ل ُهم وأعتدنا للشياطين ُر ُجو ًما وجعلناها بمصابيح الدُّنيا السماء زينا ولقد‬
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat
dengan bintang-bintang, dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-
alat pelempar syaitan, dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka
yang menyala-nyala.” (Q.S Al- Mulk/26:5).
(Dan sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat) yang
dekat dengan bumi (dengan lampu-lampu) dengan bintang-bintang
(dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar) alat untuk
melempar dan merajam (setan-setan) bilamana mereka mencuri
pembicaraan para malaikat dengan telinga mereka; umpamanya
terpisah batu meteor dari bintang-bintang itu yang bentuknya
bagaikan segumpal api, lalu mengejar setan dan membunuhnya atau
membuatnya cacat. Pengertian ini bukan berarti bahwa bintang-
bintang itu lenyap dari tempatnya (dan Kami sediakan bagi mereka
siksa neraka yang menyala-nyala) yang besar apinya (Tafsir Jalalayn).
7) Hawiyah
Siapa saja yang jatuh ke dalamnya, ia tidak akan bisa keluar
untuk selama-lamanya. Sebagaimana Allah berfirman dalam surah al-
Isra‟ ayat 97.
Di dalamnya terdapat debu. Setiap kali debu itu dibuka,
darinya akan keluar api yang mana neraka meminta perlindungan
darinya. Neraka ini diperuntukkan bagi orang-orang yang ringan
timbangan amal kebaikannya, sebagaimana firman Allah dalam surah
Al-Qari‟ah ayat 8-11.
‫موازينُهُ خفت من وأما‬
ُ‫هاوية فأ ُ ُّمه‬
‫هيه ما أدراك وما‬
‫حامية نار‬

Artinya: “dan Adapun orang-orang yang ringan timbangan


(kebaikan)nya, Maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah.
tahukah kamu Apakah neraka Hawiyah itu? (yaitu) api yang sangat
panas.
(Dan adapun orang yang ringan timbangannya) artinya amal
keburukannya lebih berat daripada amal kebaikannya. (Maka tempat
kembalinya) yaitu tempat tinggalnya (adalah neraka Haawiyah). (Dan
tahukah kamu, apakah Haawiyah itu?) atau apakah neraka Haawiyah
itu? Neraka Haawiyah itu adalah (api yang sangat panas) yang
panasnya luar biasa; huruf Ha yang terdapat pada lafal Hiyah adalah
Ha Sakat, baik dalam keadaan Washal ataupun Waqaf tetap dibaca.
Tetapi menurut suatu qiraat tidak dibaca bila dalam keadaan Washal
(Tafsir Jalalayn).
d. Waktu Hari Kiamat
Tanda-tanda datangnya hari kiamat cukup jelas, dari mulai tanda-
tanda kecil hingga yang besar dengan kemunculan figur-figur penting
kedatangan kiamat yakni Imam Mahdi, Dajjal, Nabi Isa, Ya’juj wa Ma’juj
sampai kaum Habsyi yang datang menghancurkan Ka’bah (Novi Setyowati,
2017).
Kiamat sebagai gerhana yang membuat bumi menjadi gelap, ketika itu
manusia akan kebingungan mencari arah. Kegelapan total membuat manusia
berlari ke sana kemari karena kebingungan bercampur takut. Dalam keadaan
bingung dan takut itulah manusia akan menyadari dengan fitrahnya bahwa
mereka butuh perlindungan. Setelah dilanda ketakutan, barulah manusia
menyadari kesalahan- kesalahan yang pernah mereka lakukan.
Secara teologis umat Islam meyakini bahwa kiamat pasti akan datang,
namun tidak ada yang tahu kapan datangnya hari kiamat itu. Hari kiamat
adalah hari berakhirnya kehidupan dunia yang fana, pada hari itu bumi di
goncangkan dengan goncangan yang sangat dahsyat dan mengeluarkan
beban-beban berat yang di kandungnya (QS. Al Zalzalah/kegoncangan),
gunung-gunung dihancur luluhkan menjadi debu yang berterbangan (QS. AL
Waqi’ah, 5-6) Matahari di gulung, bintang-bintang berjatuhan (QS. At
Takwir, 1,2,3,6 dan 11).
Salah satu tanda kiamat adalah kerusakan akhlak, hilangnya cita-cita
luhur dan lenyapnya nilai. Kehidupan bangsa Arab khususnya bangsa
Quraisy, yang berorientasi pada materialisme dan pragmatisme menyebabkan
kurangnya perhatian terhadap aspek nilai dan moral. Kiamat, merupakan
indzar (peringatan) atau tarhib (upaya untuk membuat pembaca menjadi
takut). Melalui narasi kiamat Alquran mengajak pembaca untuk melakukan
pengamatan kritis terhadap fenomena sosial budaya yang telah mengalami
kemerosotan moral dan kehilangan visi kemanusiaan. Kemerosotan dan
kemunduran moral tersebut merupakan warning tentang kehancuran sebuah
tatanan sosial, peradaban, bahkan eksistensi sebuah bangsa (Hadiyanto,
2018).
e. Waktu Manusia Tinggal
Allah telah menjanjikan kebahagian akhirat untuk orang-orang yang
beriman, manusia yang dalam kehidupan didunianya mencapai
kesempurnaan dia akan dimasukan ke dalam Surga. Dan Surga ini adalah
balasan bagi manusia yang bertaqwa dan selalu berbuat kebaikan. Dan
diantara kesenangan-kesenangannya adalah digambarkan dengan sungai-
sungai yang mengalir dibawahnya. Surga ini digambarkan oleh Al-Niffa>ri
sebagai bentuk penyingkapan tertinggi antara manusia dengan Allah, dengan
lain kata, manusia akan masuk Surga ketika mampu mengaktualisasikan
semua bentuk yang menjadi penciptaan seseorang dan mencapai kasih
sayang. Al-Ghaza>li dengan mengutip firman Allah meyakini bahwa Surga
itu sesuatu yang penuh dengan keindahan dan kenikmatan, dan bagi orang
yang takut kepada Allah akan mendapatkan dua Surga.
Kebalikan dari pembalasan terhadap orang yang berbuat kebaikan
yakni pembalasan terhadap orang yang tidak mencapai kesempurnaan yaitu
Neraka. Neraka adalah bentuk balasan bagi manusia yang durhaka terhadap
Tuhan. Tuhan tidak mendholimi manusia, tapi justru Neraka ini dihasilkan
oleh perbuatannya sendiri. Mengenai Neraka sebagai balasan bagi manusia
kafir, Al-Niffa>ri mengemukan bahwa Neraka adalah keterhijaban manusia
dari Allah dan dari hakikat azalinya. Pendeknya, Neraka berarti dipisahkan
dari jiwa- teomorfik orang itu.
Neraka adalah penjelmaan dari amal-amal manusia selama di dunia.
Perbuatan buruk dan mengikuti hawa nafsu mengakibatkan manusia akan
dihantui oleh penjelmaan nafsunya. Tidak semua manusia bisa mencapai
kesempurnaan dalam amalnya, sehingga banyak yang gagal dalam perjalanan
menuju akhirat (Abdillah, 2016).
Perbuatan baik dan jahat ditimbang dalam keseimbangan. Mereka
yang menerima buku di tangan kanan mereka telah mendapatkan keridhaan
ilahi dan akan masuk surga. Yang diberikan Buku di tangan kiri mereka (atau
di belakang punggung mereka) adalah orang-orang yang, di dunia mereka
hidup, memberikan kebebasan pada keinginan dan nafsu mereka, rasakan
siksaan neraka yang digambarkan dengan keterusterangan yang mengejutkan
di bagian-bagian yang tersebar di seluruh volume suci, mereka akan berharap
demikian debu dan tidak pernah ada (Akhtar, 2007).
F. Penelitian Perihal Akhirat
a) Abdillah. 2016. “Eskatologi: Kematian Dan Kemenjadian Manusia.” Jaqfi:
Jurnal Aqidah Dan Filsafat Islam. Menyebutkan bahwa Manusia tidak hanya
terdiri dari tubuh material saja dan tidak berakhir keberadaannya dengan
kehancuran fisik melalui kematian, sebagaimana perkiraan para filosof
berpaham materialisme, namun juga memiliki daya-daya spiritual yang fungsi-
fungsinya akan tersempurnakan justru setelah kematian fisikal, yakni gerbang
ke tahap kehidupan manusia berikutnya yang lebih riil dan sempurna. Di
sinilah barangkali pembicaraan tentang eskatologi menemukan kembali
signifikansinya.Dalam konteks Islam, tujuan akhir yang dimaksud adalah
penyaksian manusia atas wajah Tuhan, sebuah puncak kebahagiaan.
b) Istinganatul Ngulwiyah, Bai Rohimah, Suaidi. 2021. “Peran Islam Dalam
Mewujudkan Keselamatan Hidup Di Dunia Dan Akhirat Dalam Konteks
Kehidupan Modern.” Jurnal Pendidikan Karakter “JAWARA” (JPKJ).
Menyebutkan bahwa Islam merupakan agama rahmatan lil ,alamin yang sangat
memperhatikan kemaslahatan dan kebahagiaan kehidupan manusia baik di
dunia maupun di akhirat.
c) Mujahidin, Muhammad Saekul. 2021. “Surga Dan Neraka, Kekekalan Umat
Manusia Di Akhirat Perspektif Al-Quran.” Tasamuh: Jurnal Studi Islam. Yang
menjelaskan tentang Pemahaman terhadap adanya surga dan neraka beserta
nikmat dan siksanya yang sifatnya kekal atau ada untuk selama-lamaya. Allah
swt. telah menjelaskan dalam firman-Nya, siapa-siapa yang mentaati Allah dan
Rasul-Nya dimaksudkan ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-
sungai, mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar, dan orang-
orang kafir dan mendustakan ayat-ayat kami mereka adalah penghuni-
penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya selama- lamanya. Takwa adalah
sebaik-baik bekal untuk menuju akhirat.
d) Hadiyanto, Andy. 2018. “Makna Simbolik Ayat-Ayat Tentang Kiamat Dan
Kebangkitan Dalam Alquran Andy Hadiyanto.” Journal of Multidisciplinary
Islamic Studies. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa ayat-ayat eskatologis
dalam Alquran di samping memiliki makna tekstual-teologis memiliki makna
simbolik. Pemaknaan teologis mengandaikan bahwa peristiwa-peristiwa
kiamat, kebangkitan, kehidupan syurga dan neraka adalah wilayah keimanan
yang harus diyakini sebagai peristiwa nyata yang sifatnya ghaib.
G. Pencegahan Covid-19 berdasarkan Agama Islam
Ikhtiar adalah suatu daya dan upaya yang dilakukan manusia dengan
mengerahkan segala potensi yang dimiliknya untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Ikhtiar dapat berbentuk ikhtiar secara jasmani dan secara rohani.
Kedua ikhtiar tesebut saling mempengaruhi dan tidak dapat ditinggalkan salah
satunya. Sebagai umat islam, kita meyakini bahwa ikhtiar tidak boleh terlepas dari
adanya doa dan tawakkal kepada Allah. Ketiga hal tersebut merupakan kunci
keberhasilan dalam islam.
Wabah penyakit covid-19 adalah coronavirus jenis baru yang dapat
menginfeksi manusia dan hewan. Virus ini pertama kali muncul akhir tahun 2019
di Wuhan China, yang kemudian menyebar di hampir seluruh wilayah di dunia.
Organisasi kesehatan dunia (WHO) kemudian menetapkan covid-19 sebagai
status pandemi global. Gejala umum yang muncul ketika seseorag terinfeksi
covid-19 adalah demam tinggi, sesak nafas, batuk kering dan mudah kelelahan.
Sudah banyak korban berjatuhan akibat terinfeksi covid-19. Adanya covid-19
membawa pengaruh pada banyak bidang, antara lain pada bidang ekonomi,
pendidikan, pembangunan, dan masih banyak lagi yang lainnya. Pemerintah dan
semua pelaksana kebijakan, termasuk juga masyarakat bergotong royong
memutus mata rantai penyebaran virus covid-19 ini dengan sebaik-baiknya.
Ikhtiar yang kita lakukan dalam menghadapi wabah penyakit covid-19
adalah dengan cara pencegahan seoptimal mungkin. Sebagai seorang muslim,
ikhtiar yang kita lakukan tidak saja ikhtiar yang berbentuk fisik, akan tetapi harus
dibarengi dengan ikhtiar secara batin (mental). Ikhtiar jasmani misalnya dengan
selalu menjaga kebersihan diri dan lingkungan, rajin mencuci tangan, menjaga
jarak dengan orang lain, menjaga pola hidup sehat dan sebagainya. Bentuk ikhtiar
batin kita antara lain dengan mendekatkan diri kepada Allah dengan selalu berdoa
memohon pertolongan dan perlindungan kepada Allah, memperbanyak ibadah
dari pada mencari-cari berita yang belum tentu kebenarannya, rajin wudhu,
memperbanyak istighfar dan sholawat dan masih banyak lagi ikhtiar rohani
lainnya yang dapat kita lakukan (Kudus, 2013).
DAFTAR PUSTAKA

Abdillah. 2016. “Eskatologi: Kematian Dan Kemenjadian Manusia.” Jaqfi: Jurnal


Aqidah Dan Filsafat Islam 1(1):121–34.
Abdul Kosim, Tajudin Nur, T. Fuad Wahab dan Wahya. 2018. “Alquran.” Jurnal Studi
Al-Qur’an Dan Tafsir 2(Desember):119–29.
Akhtar, Shabbir. 2007. The Quran and the Secular Mind: A Philosophy of Islam. Vol.
9780203935.
Eliana, Srii Sumiati. 2016. “Kesehatan Masyarakat. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.” 207.
Günther, Hinrich Biesterfeldt and Sebastian. 2012. Islamic History and Civilization.
Vol. 1.
Günther, Sebastian. 2020. “Eschatology and the Qur ’ an. The Oxford Handbook of
Qur’anic Studies.” (June):1–18.
Hadiyanto, Andy. 2018. “Makna Simbolik Ayat-Ayat Tentang Kiamat Dan
Kebangkitan Dalam Alquran Andy Hadiyanto.” Journal of Multidisciplinary
Islamic Studies 2(2):187–212.
Index Surat. Tafsirq.com. Accessed November 25, 2021. https://tafsirq.com/index.
Istinganatul Ngulwiyah, Bai Rohimah, Suaidi. 2021. “Peran Islam Dalam
Mewujudkan Keselamatan Hidup Di Dunia Dan Akhirat Dalam Konteks
Kehidupan Modern.” Jurnal Pendidikan Karakter “Jawara” (JPKJ) 7:61–72.
Kudus, Iain. 2013. “Ikhtiar Jasmani dan Rohani Seorang Muslim Menghadapi Wabah
Covid-19.” Jurnal Pendidikan Islam 4462(x):1–11.
Muadz, Puspita Handayani, Anita Puji Astutik, and Supriyadi. 2016. Islam Dan Ilmu
Pengetahuan: Buku Ajar Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) 4.
Mujahidin, Muhammad Saekul. 2021. “Surga Dan Neraka, Kekekalan Umat Manusia
Di Akhirat Perspektif Al-Quran.” Tasamuh: Jurnal Studi Islam 13(1):139–56.
Najikh, Ahmad Hayyan. 2021. “Komunikasi Dakwah pada Ayat Pandemi.” Jurnal Al
Hikmah 19(1):39–50.
Nashr, Sutomo Abu. n.d. 2018. Antara Fiqih Dan Syariah.
Novi Setyowati, Dkk. 2017. “Eskatologi Islam Dalam Syair Ibarat Dan Khabar
Kiamat.” Smart 03(02):219–30.
Zelvia, Oktria Novi. 2020. “Makna dan Fungsi Jahannam Menurut Perspektif Al-
Qur’an.” (72).
Zulfikarullah, Muhammad. 2017. “Surga dalam Literatur Al-Qur’an.” Jurnal Al-
Burhan 17(1):20–95.

Anda mungkin juga menyukai