Anda di halaman 1dari 66

PETUNJUK PRAKTIKUM

ALAT DETEKSI DAN PENGUKURAN RADIASI

Asisten:
1. Toto Trikasjono, S.T., M.Kes
2. Joko Sunardi, M.Kom
3. Ayu Jati Puspitasari, M.Si.
4. Risky Nurseila Karthika, M.Sc

POLITEKNIK TEKNOLOGI NUKLIR INDONESIA


BADAN RISET DAN INOVASI NASIONAL
2024
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................................................................2
TATA TERTIB........................................................................................................................................................3
PETUNJUK KESELAMATAN DI LABORATORIUM INSTRUMENTASI NUKLIR.......................................4
PERCOBAAN 1. PENGENALAN ALAT UKUR PROTEKSI RADIASI............................................................6
PERCOBAAN 2. KALIBRASI ALAT UKUR.....................................................................................................12
PERCOBAAN 3. STATISTIK PENCACAHAN..................................................................................................20
PERCOBAAN 4. DETEKTOR GEIGER MULLER (GM)..................................................................................32
PERCOBAAN 5. SPEKTROSKOPI GAMMA DENGAN DETEKTOR CdTe...................................................36
PERCOBAAN 6. SPEKTROSKOPI GAMMA DENGAN DETEKTOR SINTILASI NaI(Tl)...........................45
PERCOBAAN 7. AKTIVITAS SUMBER RADIASI...........................................................................................55
PERCOBAAN 8. LOW BACKGROUND COUNTING SPEKTROMETER TRIO (ALPHA BETA GAMMA)
...............................................................................................................................................................................59

2
3

TATA TERTIB

a. Praktikan wajib mengenakan seragam Poltek Nuklir/ kemeja sopan dan rapi serta
sepatu saat melakukan praktikum.
b. Toleransi keterlambatan 15 menit. Apabila terlambat lebih dari 15 menit tanpa alasan
yang bisa dipertanggungjawabkan, maka mahasiswa tidak dapat melakuan praktikum
maupun inhal.
c. Bagi praktikan yang sakit atau berhalangan hadir dikarenakan oleh suatu hal yang
dapat dipertanggungjawabkan, diperkenankan mengikuti praktikum susulan dengan
menunjukkan keterangan sakit atau keterangan lain yang dapat
dipertanggungjawabkan, dengan sebelumnya tetap wajib menghubungi asisten.
d. Apabila praktikan berhalangan hadir praktikum karena perlombaan atau tugas dari
kampus, wajib izin dan menghubungi asisten sebelum hari pelaksanaan praktikum.
e. Laporan praktikum harus sudah diserahkan selambat-lambatnya 7 hari sesudah
pelaksaan praktikum atau sebelm praktikum berikutnya. Bagi yang belum
menyerahkan laporan, tidak diperkenankan mengikuti praktikum berikutnya.
f. Praktikan baru diijinkan menghidupkan sistem setelah memperoleh persetujuan dari
asisten/ pembimbing praktikum. Jika tidak mentaati ketentuan ini, kerusakan
peralatan menjadi tanggung jawab praktikan
g. Selama kegatan praktikum di laboratorium, praktikan tidak diperkenankan makan,
minum, dan merokok
h. Semua praktikan diharuskan mentaati ketentuan-ketentuan ini dan ketentuan lain
yang ditentukan kemudian.

Yogyakarta, 26 Februari 2024


4

PETUNJUK KESELAMATAN DI LABORATORIUM INSTRUMENTASI


NUKLIR

1. Bersikap tanggung jawab pada setiap saat anda berada di dalam laboratorium
2. Ikuti semua peraturan tertulis dan tidak tertulis dengan baik. Jika anda tidak mengerti suatu
peraturan atau suatu prosedur, BERTANYALAH KEPADA DOSEN/ ASISTEN ANDA
SEBELUM MELANJUTKAN AKTIVITAS ANDA.
3. Jangan pernah bekerja sendirian di dalam laboratorium. Tidak ada mahasiswa yang
diijinkan bekerja di dalam ruangan tanpa kehadiran dosen.
4. Ketika memasuki ruangan, jangan menyentuh peralatan, bahan kimia, atau material lainnya
di daerah laboratorium sampai anda diperbolehkan.
5. Tidak diperbolehkan menyentuh sumber radioaktif langsung dengan menggunakan
tangan kosong, untuk memegang sumber radioaktif wajib menggunakan pinset.
6. Gunakan dosimeter personal pendose di saku baju/ jas lab, baca penunjukan dosis awal
sebelum melakukan praktikum dengan sumber radiaoaktif dan dosis akhir setelah
melaksanakan praktikum.
7. Hanya lakukan percobaan yang sudah diijinkan oleh dosen/ asisten. Ikuti semua langkah
percobaan dengan hati-hati, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Percobaan yang
tidak diijinkan tidak boleh dilakukan.
8. Dilarang makan, minum, mengunyah permen karet, dan merokok di dalam
laboratorium. Dilarang menggunakan peralatan gelas sebagai wadah makanan atau
minuman.
9. Siapkan diri untuk melakukan pekerjaan di dalam laboratorium. Baca semua prosedur
dengan seksama sebelum memasuki laboratorium. Jangan pernah bermain-main di dalam
laboratorium. Senda-gurau, candaan, dan keisengan adalah tindakan yang dilarang.
10. Selalu bekerja di daerah yang berventilasi baik.
11. Perhatikan praktik pemeliharaan yang baik. Daerah bekerja harus selalu dijaga kebersihan
dan kerapihannya setiap saat.
12. Waspada dan bekerja dengan hati-hati setiap saat ketika berada di dalam laboratorium.
Laporkan kepada dosen/asisten secepatnya jika terdapat kondisi yang tidak aman.
13. Buang semua sarung tangan pada bak/tempat sampah khusus yang disediakan.
14. Label dan instruksi peralatan harus dibaca dengan seksama sebelum penggunaan. Siapkan
dan gunakan alat sesuai petunjuk dosen/asisten anda.
15. Jauhkan tangan dari wajah, mata, mulut, dan tubuh ketika menggunakan sumber radioaktif
atau peralatan laboratorium. Cuci tangan dengan sabun dan air setelah melakukan semua
percobaan.
16. Percobaan harus dipantau pribadi setiap saat. Jangan berkeliaran di dalam ruangan,
mengganggu mahasiswa lain, mengejutkan mahasiswa lain, atau mengganggu percobaan
mahasiswa lain
5

17. Praktikan baru diijinkan menghidupkan sistem/ rangkaian modul setelah memperoleh
persetujuan dari dosen/ asisten. Jika tidak mentaati ketentuan ini, kerusakan peralatan
menjadi tanggung jawab praktikan
18. Selama kegatan praktikum di laboratorium, praktikan tidak diperkenankan makan, minum,
dan merokok
19. Semua praktikan diharuskan mentaati ketentuan-ketentuan ini dan ketentuan lain yang
ditentukan kemudian.

Yogyakarta, 26 Februari 2024


6

PERCOBAAN 1. PENGENALAN ALAT UKUR PROTEKSI RADIASI

TUJUAN
Tujuan Instruksional Umum:
Mengetahui jenis dan penggunaan instrumen radiasi untuk penanganan radiasi

Tujuan Instruksional Khusus:


1. Mengetahui beberapa alat ukur radiasi
2. Mengetahui cara kerja beberapa alat proteksi radiasi
3. Mengetahui jenis dan penggunaan instrumen radiasi
4. Mengetahui satuan yang digunakan dalam instrumen radiasi

TEORI DASAR
Alat ukur radiasi diperlukan untuk mendeteksi dan mengukur kuantitas dua jenis
potensi paparan yaitu paparan eksterna untuk penetrasi radiasi yang dipancarkan oleh
sumber diluar tubuh manusia; dan paparan interna dimana sekumpulam material radioaktif
dalam suatu bentuk mempunyai kemampuan masuk dan berinteraksi dengan tubuh manusia.
Gambar 1 berikut merupakan alat ukur radiasi yang dapat digunakan di daerah kerja.

Gambar 1. Alat ukur radiasi

Pada Gambar 1 tersebut, terdapat beberapa alat ukur radiasi yang meliputi:
A. Doseratemeter, alat ukur laju dosis, digunakan untuk mengukur potensi paparan
eksternal
B. Dosimeter, alat ukur dosis, menyangkut kumulatip paparan eksternal
C. Surface contamination meter, alat ukur kontaminasi permukaan, menyangkutpotensi
paparan interna bila substansi radioaktif yang tersebar di permukaan
D. Airborne contamination meter and gas monitor, Alat ukur kontaminasi udara
danmonitor gas, yang menyangkut potensi paparan interna bila substansi radioaktif
tersebar diatmosfer.
7

Dalam penggunaanya, alat ukur radiasi digunakan sebagai alat proteksi radiasi, yang
dibedakan atas: Surveymeter, Dosimeter personal dan Monitor radiasi.
Surveymeter
Suatu surveymeter, alat ukur laju dosis (doserate meter) menyerap energi dari radiasi
yang masuk. Respon/ tanggapannya proporsional dengan laju kerusakan jaringan (organ)
akibat dari paparan eksterna. Kesesuaian dan efisien instrumen ukur dengan besarannya
pada pekerjaan khusus, harus mampu menyediakan pembacaan langsung laju dosis
ekivalent. Nilai tanggapan instrumen yang lebih kecil menyatakan laju dosis serap.
Tanggapan ini hanya untuk radiasi sinar X atau Gamma. Doseratemeter mengukur bahaya
eksterna dalam satuan laju dosis ekivalen. Pengukuran laju dosis radiasi dapat ditunjukkan
pada Gambar 2 berikut.

Gambar 2. Pengukuran laju dosis radiasi

Instrumen khusus diperlukan untuk pengukuran laju dosis ekivalent dari neutron.
Satuan lama (CGS) laju dosis (mrem/jam; mrad/jam dan mR/jam), (10 μS/j ekivalent dengan 1
mrem/j). Surveymeter tidak dapat memberikan respon akurat terhadap kecelakaan eksterna
yang berubah secara cepat atau terpulsa. Integrasi doserate meter dalam selang waktu tertentu
atau dosimeter lebih sesuai untuk penggunaan keadaan tersebut. Doserate meter memberikan
pengukuran langsung paparan eksterna. Surveymeter yang digunakan berdasarkan jenis
radiasi yang dipancarkan adalah:
1. Surveymeter Gamma:
Merupakan surveymeter yang banyak digunakan. Detektor yang sering digunakan adalah
detektor isian gas seperti geiger muler, atau proporsional. Detektor ini dapat juga
digunakan untuk mengukur radiasi sinar-x Nilai kalibrasi surveymeter gamma energi
tinggi berbeda dengan nilai kalibrasi untuk sinar-x
2. Surveymeter Alpha/Beta:
Surveymeter ini sama dengan surveymeter gamma, hanya penggunaan detektornya harus
mempunyai window tipis dan penutup yang dapat dilepas. Bila digunakan untuk
8

mendeteksi radiasi alpha, maka penutup harus dibuka sedangkan untuk radiasi beta
penutup dipasang sehingga menyaring radiasi alpha.

3. Surveymeter netron:
Detektor yang digunakan pada surveymeter neutron biasanya detektor proporsional yang
diisi dengan gas BF3 atau surveymeter biasa (untuk gamma) yang windownya dilapisi
dengan boron. Surveymeter netron dilengkapi dengan bahan parafin sebagai bahan
penahan radiasiatau polietilen untuk membedakan energi netron.

Hal penting yang perlu diperhatikan dalam penggunakan surveymeter adalah:


1. Periksa faktor kalibrasi: merupakan parameter yang mengkonversi nilai yang ditunjukkan
oleh alat ukur menjadi nilai yang sesungguhny. Tanpa faktor kalibrasi nilai yang
ditunjukkan oleh alat tidak mempunyai makna.
2. Periksa Baterai: harus dilakukan untuk menguji kondisi catu daya tegangan tinggi
detektor. Tegangan catu yang baik akan memberikan detektor peka atau sensitif terhadap
radiasi yang masuk detektor.
3. Perhatikan faktor pengali dan tampilan surveymeter. Display laju dosis kadang dalam
satuan yang berbeda misal Sv/jam dan cpm.

Dosimeter
Dosimeter mengukur kumulatif energi yang diserap sebagai akibat terhadap paparan
radiasi pengion. Dosimeter personal harus dipakai pekerja radiasi untuk mengukur paparan
radiasi. Dosimeter digunakan secara rutin mencatat dosis kumulatif paparan eksterna.
Dosimeter menyediakan pembacaan seketika, dan mungkin juga memberikan alarm bila
dosis yang terukur mencapai nilai yang telah diatur oleh pemakai atau pekerja seperti
ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Personal dosimeter

Integrasi doserate meter dan dosimeter digunakan untuk menaksir/ memperkirakan


paparan eksterna yang cepat berubah. Personal dosimeter dan integrasi doserate meter
9

mengukur dosis ekivalen bahaya eksternal yang berubah terhadap waktu. Dosimeter
memberikan pengukuran kumulatif paparan radiasi. Dalam medan dengan laju dosis
tinggi, Pekerjaan harus diselesaikan dengan durasi waktu yang singkat.
Adapun terdapat tiga jenis dosimeter perorangan yang banyak digunakan yaitu:
1. Dosimeter saku (Pocket dosimeter)
Dosimeter ini menggunakan detektor kamar ionisasi, dan prinsip kerjanya sama
dengan detektor kamar ionisasi tetapitidak menghasilkan respon yang langsung.
Konstruksi alat ini berupa silinder berupa gas. Dinding silinder berfungsi sebagai katoda,
sedang sumbu logam dengan jarum quartz sebagai anoda (bermuatan positif) Dalam
pemakaiannya, radiasi yang memasuki detektor akan mengionisasi gas. Ion akan bergerak
ke anoda dan katoda, yang akan mengurangi beda potensial pada jarum quartz dan dinding
silinder, sehingga terjadi penyimpangan jarum penunjuk. Pnyimpangan jarum sebanding
dengan banyaknya dosis yang diterima detektor. Sebelum digunakan biasanya alat ini
dilakukan charging untuk menyimpangkan jarum menunjuk ke nilai nol. Nilai yang
ditunjukkan jarum quartz harus dikalibrasi kenilai dosimeter secara berkala.
Keuntungan alat ini dapat dibaca langsung, tidak membutuhkan peralatan tambahan,
kecuali alat charger. Kelemahannya, alat ini tidak dapat menyimpan informasi dosis
dalam waktu lama, karena kebocoran elektrostatis detektor, kurang teliti serta mempunyai
rentang energi tertentu. Meskipun demikian, pekerja yang berada di medan radiasi tinggi
dianjurkan menggunakan alat ini.
2. Film Badge
Detektor yang digunakan pada film badge adalah film fotografi. Film badge terdiri
dari film dan tempat film (holder). Holder terpasang beberapa filter seperti plastik dengan
tebal 0,5 mm, 1,5 mm dan 3 mm, aluminium 0,6 mm, tembaga 0,3 mm stanium (Sn) 0,8
mm, Pb 04 mm dan campuran Cd 0,8 mm, Masing-masing filter berfungsi untuk
menyaring jenis radiasi dan energi radiasi. Tanggapan film dipengaruhi oleh energi
radiasi.
Keuntungan dari alat ini, karena ada filter sehingga dapat membedakan jenis radiasi
dan mempunyai rentang energi yang lebih lebar dari dosimeter saku. Disamping itu film
yang telah diproses dapat digunakan untuk perhitungan yang teliti dan dapat digunakan
sebagai dokumen. Kekurangan film badge adalah perlu proses fill dan perlu alat baca film
yang disebut densitometer.
3. Thermoluminisensi Doser (TLD)/ Radiophoto Luminisensi Dose (RPLD)
Alat ini menyerupai film badge, hanya detektor yang digunakan adalah kristal
anorganik thermoluminisensi seperti LiF. Bila radiasi mengenai bahan ini, akan terjadi
proses seperti sintilasi, perbedaanya perbedaan cahaya akan dipercikkan setelah bahan
dipanaskan, tidak langsung seperti bahan scintntilator. Jumlah elektron yang tereksitasi
dan terperangkap dalam pita konduksi sebanding dengan dosis radiasi yang mengenai
kristal. Dosis radiasi dihitung dengan jumlah percikan transisi dari pita konduksi ke
keadaan dasar. Dalam praktiknya, pembacaan pengukuran dilakukan dengan alat yang
disebut ‘TLD
10

reader”, yang harganya cukup mahal. Keuntungan alat ini, setelah dibaca alat dapat
digunakan kembali.
Seperti halnya TLD, RPLD juga menggunakan kristal anorganik, hanya proses
pembacaannya berbeda. Jika TLD pada saat pembacaannya dilakukan dengan pemanasan
sedangkan RPLD dengan cara disinari menggunakan sinar ultraviolet

Alat Ukur Kontaminasi Permukaan


Alat ukur kontaminasi permukaan digunakan untuk mendeteksi keberadaan substansi
radioaktif pada permukaan dengan batas atau nilai yang dapat diterima. Keberadaan
substansi tersebut walaupun konsentrasi rendah memungkinkan potensi paparan interna.
Setiap instrumen mempunyai nilai efisiensi 0 hingga 30% untuk radionuklida yang
berbeda. Pengukuran harus dilakukan menggunakan instrumen yang telah dikalibrasi dan
efisiensi untuk kontaminan telah ditentukan sebelum nya. Pengukuran dalam Count
(cacah) per detik (cps), selanjutnya dikonversi menjadi Bq/cm 2. Banyak alat kontaminasi
permukaan dibuat programmable. Pengguna dapat mengatur instrumen tersebut, seperti
tanggapan terhadap radionuklida yang digunakan dan memperolah pengukuran langsung
kontaminasi permukaan dalam Bq/cm2. Alat surface contamination meter digunakan untuk
mendeteksi dan mengukur tingkat kontaminasi zat radioaktif pada permukaan seperti pada
Gambar 4.
Beberapa jenis monitor kontaminasi antara lain adalah:
1. Monitor tangan dan kaki (Hand and Foot monitor) yang digunakan untuk
mengukur tingkat kontaminasi pada tangan dan kaki. Setiap pekerja radiasi yang
menggunakan sumber terbuka, seharusnya mengukur tingkat kontaminasi tangan
dan kaki setelah selesai melaksanakan tugas.
2. Monitor seluruh tubuh (Whole body monitor) digunakan untuk mengukur tingkat
kontaminasi seluruh tubuh. Peralatan ini biasanya ditempatkan di pintu keluar
fasilitas yang mempunyai potensi kontaminasi sangat tinggi, dan setiap pekerja
radiasi harus mengukur tingkat kontaminasi seluruh tubuh.

Gambar 4. Alat ukur Kontaminasi permukaan (surface contamination meter)


11

Kontaminasi Udara Dan Monitor Gas


Alat ukur kontaminasi udara digunakan untuk mendeteksi kemungkinan keberadaan
aerosol radioaktif di atmosfer. Radioaktif mungkin terdispersi dalam aerosol (debu),
Aerosol kondensasi (asap) atau aerosol cair (kabut).
Instrumen ini digunakan, untuk menggambarkan secara umum udara yang secara
potensial terkontaminasi, yang dialirkan pada laju tetap melalui suatu filter. Instrumen ini
mampu mendeteksi akumulasi material radioaktif pada filter.
Monitor gas terdiri detektor radiasi dan secara terus menerus menyampling udara
secara langsung, untuk mengukur keberadaan gas radioaktif. Kontaminan harus
diidentifikasi, dan selanjutnya ditentukan aktivitas konsentrasi dalam Bq/m3.
Alat ukur kontaminasi udara dan monitor gas digunakan untuk memperkirakan
kontaminasi udara di ruang kerja. Personal Air Samplers (PAS) digunakan untuk
memonitor resiko/ bahaya yang lebih signifikan di daerah pekerja. Instrumen ini biasanya
merupakan peralatan pasif yang tidak dapat memberikan hasil seketika. Instrumen yang
mampu mendeteksi radionuklida, biasanya digunakan sebagai peralatan aktif yang
memberi sinyal atau alarm bila konsentrasi radioaktif udara mencapai nilai batas. Gambar
5 berikut menunjukkan sampler statis dan monitor gas untuk memonitor kontaminasi
udara.

Gambar 5. Sampler statis dan monitor gas untuk memonitor kontaminasi udara
Alat ukur kontaminasi udara (Airbonrne contamination meter) digunakan untuk
mendeteksi dan mengukur partikel radioaktif di atmosfer. Sedangkan monitor gas
digunakan untuk mendeteksi dan mengukur gas-gas radioaktif di atmosfer.

DAFTAR PUSTAKA

1. Tim Proteksi Radiasi, Diktat Kursus Proteksi Radiasi, Pusdiklat Batan, Jakarta, 2002
2. Anonim, Workplace Monitoring For Radiation and Contamination, IAEA, Vienna,
1995.
12

PERCOBAAN 2. KALIBRASI ALAT UKUR

TUJUAN
1. Mengetahui cara mengkalibrasi alat ukur radiasi
2. Menghitung factor kalibrasi dengan metoda langsung
3. Menghitung factor kalibrasi dengan metoda tak langsung
4. Menentukan kesalahan pengukuran dari alat ukur.

TEORI
Menurut ISO/IEC Guide 17025:2005 dan Vocabulary of International Metrology (VIM),
kalibrasi adalah serangkaian kegiatan yang membentuk hubungan antara nilai yang ditunjukkan
oleh instrumen ukur atau sistem pengukuran, atau nilai yang diwakili oleh bahan ukur, dengan
nilai- nilai yang sudah diketahui yang berkaitan dari besaran yang diukur dalam kondisi tertentu.
Dengan kata lain kalibrasi adalah kegiatan untuk menentukan kebenaran konvensional nilai
penunjukkan alat ukur dan bahan ukur dengan cara membandingkan terhadap standar ukur yang
mampu telusur (traceable) ke standar nasional maupun internasional untuk satuan ukuran dan/atau
internasional dan bahan-bahan acuan tersertifikasi.
Setiap alat ukur proteksi radiasi harus dikalibrasi secara periodik oleh instansi yang
berwenang. Hal ini dilakukan untuk menguji ketepatan nilai yang ditampilkan alat terhadap nilai
sebenarnya. Perbedaan nilai antara tampilan alat ukur dan nilai sebenarnya harus dikoreksi
dengan suatu parameter yang disebut sebagai factor kalibrasi (Fk). Saat melakukan pengukuran,
nilai yang ditampilkan pada alat ukur harus dikalikan dengan factor kalibrasinya. Secara ideal,
factor kalibrasi ini bernilai satu, tetapi pada kenyataannya banyak alat ukur yang factor
kalibrasinya tidak sama dengan satu. Nilai yang diterima berkisar antara 0,8 sampai 1,2 atau nilai
keidaksesuaian sama dengan 20%. Faktor kalibrasi dapat dihitung menggunakan persamaan
berikut.

𝐹𝑘 𝐷𝑠
=𝐷 (1)
𝑢

Dengan Ds adalah nilai dosis sebenarnya dan Du adalah nilai yang ditampilkan oleh alat ukur.
Sebelum menggunakan alat ukur radiasi, perlu dilakukan pemeriksaan sertifikat kalibrasi.
Sertifikat kalibrasi berisi informasi tentang factor kalibrasi, sumber radiasi pengkalibrasi, dan
tanggal validasi sertifikat kalibrasi. Apabila sertifikat telah melewati batas waktunya, maka alat
ukur/surveymeter tersebut harus dikalibrasi ulang ke instansi yang berwenang sebelum dapat
digunakan kembali.
Dari penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa untuk penggunaan alat deteksi radiasi baik
di lapangan maupun di laboratorium perlu dikalibrasi/distandarisasi dengan alat ukur yang sudah
standar agar tidak terjadi penyimpangan yang besar dalam pengukuran.
13

1. Klasifikasi Alat Ukur Radiasi (AUR) Standar


a. Alat Ukur Radiasi (AUR) Standar Primer
Alat Ukur Radiasi (AUR) Standar Primer adalah AUR absolut yang mempunyai
kualitas metrologi tertinggi yang mampu menentukan besaran yang diukur dari
besaran fisis dasar dan keakuratannya telah dibuktikan dengan uji banding terhadap
standar sejenis dari institusi yang berpartisipasi dalam sistem pengukuran
internasional.
b. Alat Ukur Radiasi (AUR) Standar Sekunder
Alat Ukur Radiasi (AUR) Standar Sekunder adalah AUR yang telah dikalibrasi
terhadap standar primer pada laboratorium standar primer
c. Alat Ukur Radiasi (AUR) Standar Tersier
Alat Ukur Radiasi (AUR) Standar Tersier adalah alat ukur radiasi standar yang telah
dikalibrasi terhadap standar sekunder.
d. Alat ukur radiasi standar Nasional
Suatu alat ukur radiasi standar yang ukurannya ditetapkan oleh para ahli yang
berkedudukan di IAEA sebagai standar untuk kalibrasi alat ukur radiasi di suatu
Negara.

2. Metoda Kalibrasi Alat Ukur Radiasi


Ada dua cara/metoda yang digunakan diantaranya :
a. Kalibrasi langsung :
Suatu metoda kalibrasi dengan menggunakan sumber radiasi yang diketahui
aktivitasnya. Cara kalibrasi alat ukur ini dapat dilakukan setelah terlebih dahulu
dihitung laju dosis paparan radiasi sumber standar pada jarak tertentu. Kemudian laju
dosis paparan radiasi yang dihitung tersebut sebagai pembanding terhadap laju dosis
paparan radiasi alat ukur radiasi yang diamati.
b. Kalibrasi tak langsung :
Suatu metoda kalibrasi dengan membandingkan respon alat ukur radiasi yang sedang
dikalibrasi terhadap respon alat ukur radiasi yang sudah dikalibrasi dan dianggap
standar. Pada kalibrasi ini factor hamburan balik tidak merupakan masalah pokok.

Tanggapan atau respon suatu alat ukur terhadap dosis radiasi ternyata berbeda untuk
energy radiasi yang berbeda. Setiap alat ukur seharusnya dikalibrasi dengan sumber
yang mempunyai tingkat energy yang sama dengan tingkat energy radiasi yang
digunakan di lapangan. Perbedaan respon tersebut sangat signifikan pada rentang
energy di bawah 200 keV. Pada rentang energi di atas 500 keV perbedaan responnya
sudah tidak terlalu besar.
14

PERALATAN PRAKTIKUM

1. Sumber radiasi
Zat radioaktif yang digunakan adalah sumber standar yang telah diketahui
aktivitasnya
2. Alat ukur jarak
Alat ukur digunakan untuk menentukan jarak yang diinginkan dalam pengamatan
laju dosis paparan radiasi
3. Surveymeter
Alat ukur radiasi yang akan digunakan sebagai alat ukur standar dan yang akan
dikalibrasi
4. Kontainer dan Kolimator
Tempat menyimpan sumber radiasi yang juga berfungsi sebagai penahan
(shielding) paparan radiasi dari sumber
5. Statif (penyangga)
Sebagai alat penyangga yang berfungsi sebagai tempat dudukan alat ukur radiasi
yang akan dikalibrasi

PROSEDUR KERJA

A. Kalibrasi Langsung
1. Bacalah poket dosimeter yang saudara gunakan, catat penunjukkan jarumnya.
2. Tempatkan surveymeter yang akan dikalibrasi pada penyangga (statif).
3. Periksa baterai surveymeter sebelum melakukan praktikum kalibrasi.
4. Atur titik tengah detector surveymeter agar segaris dengan titik tengah sumber
radiasi
5. Letakkan titik kaki statif pada jarak yang telah ditentukan oleh pembimbing
praktikum, kemudian shielding sumber dibuka dan tariklah sumber tersebut
hingga tepat kolimator.
6. Amati dan catat laju dosis paparan radiasi yang dtunjukkan
surveymeter, minimum tiga kali pengamatan
7. Lakukan seperti pada langkah nomor 5 pada jarak yang telah ditentukan
oleh pembimbing praktikum
15

B. Kalibrasi Tak Langsung


1. Setelah mendapatkan data dari percobaan kalibrasi secara langsung,
surveymeter diganti dengan surveymeter standar.
2. Periksa terlebih dahulu baterai dari surveymeter standar tersebut apakah masih
dalam kondisi baik atau masih dalam batas yang diperbolehkan.
3. Tempatkan surveymeter tersebut pada jarak yang telah ditentukan seperti
jarak yang telah dilakukan pada percobaan kalibrasi langsung
4. Buka shielding sumber dan tarik keatas sumber tersebut sehingga
sumbernya persis berada pada kolimator.
5. Amati dan catat laju dosis paparan radiasi yang dtunjukkan
surveymeter, minimum tiga kali pengamatan.
6. Lakukan seperti pada langkah nomor 5 pada jarak yang telah ditentukan oleh
pembimbing praktikum.
7. Setelah selesai praktikum matikan switch surveymeter pada posisi OFF.
8. Lihat pada poket dosimeter yang saudara gunakan, apakah bergeser
kekanan dari jarum semula.
9. Kembalikan poket dosimeter setelah selesai praktikum.

Tabel 1 Faktor Gamma


No Isotop (R.m2)/(jam.Ci)
1 Antimony – 122 0.24
2 Cesium – 137 0.33
3 Cobalt – 60 1.32
4 Iodine – 125 0.23
5 Iodine – 131 0.07
6 Mercury – 203 0.13
7 Potassium – 42 0.14
8 Radium – 226 0.825
9 Sodium – 22 1.2
10 Sodium – 24 1.84
11 Zink – 65 0.27
16

DATA PENGAMATAN DAN PENGOLAHAN DATA

A. Kalibrasi Langsung (menggunakan sumber standar)

Sumber Radiasi :
Aktivitas awal (A0):
Waktu awal :
Waktu saat ini :
Waktu Paruh (T1/2) :
Surveymeter :

Tabel A. Data Pengamatan Kalibrasi Langsung


Jarak Laju dosis pengukuran (XkL; μSv/jam)
(cm) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
6
9
12
15
18
21

Tabel B. Perhitungan Standar Deviasi untuk d=… cm


Untuk Jarak … cm
No 𝑋𝑘𝐿 𝑋𝑘𝐿 − ̅𝑋̅𝑘̅𝐿̅ (𝑋𝑘𝐿 − ̅𝑋̅𝑘̅𝐿̅)2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
17

̅𝑋̅𝑘̅𝐿̅ = ⋯ ∑(𝑋𝑘𝐿 − ̅𝑋̅𝑘̅𝐿̅)2 = ⋯

𝜎𝑘𝐿(… 𝑐𝑚) =
∑(𝑋𝑘𝐿 − ̅𝑋̅𝑘̅𝐿̅)2
√ =⋯
𝑛−1

Tabel C. Hasil Perhitungan Dosis Pengukuran Rata-Rata dan Standar Deviasi


No Jarak (cm) ̅𝑋̅𝑘̅𝐿̅ 𝜎𝑘𝐿
1 6
2 9
3 12
4 15
5 18
6 21

Aktivitas saat ini


0.693
−𝑇1/2 𝑡
𝐴𝑡 = 𝐴0𝑒 = ⋯ 𝐶𝑖

Laju paparan sumber (perhitungan)


Γ × 𝐴𝑡 𝑅 𝜇𝑆𝑣
𝑋𝑠 = = ⋯ =⋯
𝑑 2
𝑗𝑎𝑚 𝑗𝑎𝑚

Faktor kalibrasi alat (langsung)


𝑋𝑠
𝑓𝑘𝐿 =
̅𝑋𝑘𝐿
̅

Tabel D. Perhitungan Paparan Hitung dan Faktor kalibrasi


Jarak (cm) 𝑋𝑠 ̅𝑋̅𝑘̅𝐿̅ 𝑓𝑘𝐿
6
9
12
15
18
21
̅𝑓̅̅̅
𝑘𝐿
18

B. Kalibrasi Tak Langsung (Menggunakan Alat Standar)

Sumber Radiasi :
Aktivitas awal (A0):
Waktu awal :
Waktu saat ini :
Waktu Paruh (T1/2) :
Surveymeter :

Tabel E. Data Pengamatan Kalibrasi Tak Langsung


Jarak Laju dosis pengukuran (XkTL; mR/jam)
(cm) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
6
9
12
15
18
21

Jarak Laju dosis pengukuran (XkTL; μSv/jam)


(cm) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
6
9
12
15
18
21

Tabel F. Perhitungan Standar Deviasi untuk d=… cm


Untuk Jarak … cm
No 𝑋𝑘TL 𝑋𝑘TL − 𝑋̅̅𝑘̅T̅L̅ (𝑋𝑘TL − 𝑋̅̅𝑘̅T̅L̅)2
1
2
3
4
5
6
19

7
8
9
10

𝑋̅̅𝑘̅T̅L̅ = ⋯ ∑(𝑋𝑘TL − 𝑋̅𝑘̅T̅L̅)2 = ⋯

𝜎𝑘TL(… 𝑐𝑚) =
∑(𝑋𝑘TL − 𝑋̅̅𝑘̅T̅L̅)2 = ⋯
√ 𝑛−1

Tabel G. Hasil Perhitungan Dosis Pengukuran Rata-Rata dan Standar Deviasi


No Jarak (cm) 𝑋̅̅𝑘̅T̅L̅ 𝜎𝑘TL
1 6
2 9
3 12
4 15
5 18
6 21

Faktor kalibrasi alat (tak langsung)


𝑓𝑘𝐿 𝑋𝑠
𝑓𝑘𝑇𝐿 =
𝑋̅𝑘̅𝑇̅𝐿̅

Tabel H. Perhitungan Paparan Hitung dan Faktor kalibrasi


Jarak (cm) 𝑋𝑠 𝑓𝑘𝐿 𝑋̅𝑘̅𝑇̅𝐿̅ 𝑓𝑘𝑇𝐿
6
9
12
15
18
21
̅𝑓̅̅ ̅
𝑘𝑇𝐿
20

PERCOBAAN 3. STATISTIK PENCACAHAN

TUJUAN
1. Menghitung penyimpangan pengukuran cacahan
2. Menentukan limit deteksi dan limit kuantisasi pengukuran radiasi
3. Menerapkan chi-square test pada sekumpulan data pengukuran radiasi

DASAR TEORI
a. Sifat Acak (random)
Suatu pengukuran mengikuti kecenderungan atau distribusi tertentu. Sebagai contoh, jika kita
memiliki sebuah dadu, berapakah peluang terjadinya dadu mata satu pada satu kali pelemparan?
Maka,
𝑁𝐴
𝑃 ( 𝐴) = (1)
𝑁
Dengan P(A) adalah peluang atau probabilitas terjadinya, NA adalah banyaknya kejadian dan N
adalah kejadian seluruhnya/peristiwa yang mungkin terjadi. Persamaan (1) dapat dituliskan
kembali
𝑁𝐴 = 𝑃(𝐴) ∙ 𝑁 (2)
Peluruhan zat radioaktif dan reaksi nuklir lainnya adalah peristiwa yang bersifat random,
karena itu sistem pencacahan atau perhitungan kuantitatifnya harus dilakukan secara
statistik. Hal itu disebabkan oleh perubahan aktivitas yang konstan dari setiap cuplikan
terkait waktu paruh dan fluktuasi laju peluruhan terhadap waktu karena sifat stokastik atau
random peluruhan zat radioaktif. Persamaan aktivitas zat radioaktif adalah
A=λ⋅N (3)
A adalah aktivitas zat radioaktif, λ adalah konstanta peluruhan, sedangkan N adalah jumlah inti
yang tidak stabil. Konstanta peluruhan (λ) merupakan probabilitas salah satu inti atom tersebut
meluruh atau tidak. Dengan menganalogikan dua rumusan tersebut di atas maka dapat
disimpulkan bahwa aktivitas radioaktif bersifat acak (random). Jadi, bila suatu zat radioaktif
mempunyai aktivitas sebesar 100 Bq maka tidak berarti bahwa zat radioaktif tersebut selalu
memancarkan 100 radiasi per detik, melainkan berbeda-beda tetapi mempunyai kecenderungan
di sekitar nilai 100

b. Distribusi Gauss (Normal)


Sifat acak suatu pengukuran selalu mengikuti suatu distribusi tertentu, sebagai contoh
eksperimen uang logam dan dadu di atas mengikuti distribusi binomial. Bila distribusi binomial
tersebut mempunyai probabilitas sangat kecil maka akan berubah menjadi distribusi Poisson,
sedangkan bila distribusi Poisson tersebut menghasilkan nilai ukur yang besar (beberapa
literatur menuliskan > 40) maka berubah menjadi distribusi Gauss (Normal).
21

Gambar 1. Distribusi Gauss


Zat radioaktif mempunyai konstanta peluruhan (λ) yang sangat kecil, misalnya U-238
adalah 4.88×10-18 dan aktivitas sumber biasanya bernilai “sangat besar” dalam orde Bq
(peluruhan per detik), misalnya aktivitas 1 µCi setara dengan 3.7×10 4 peluruhan per detik. Oleh
karena itu pancaran radiasi mengikuti distribusi Gauss (Normal).
Oleh karena aktivitas zat radioaktif bersifat acak mengikuti distribusi Gauss (Normal)
maka intensitas radiasi yang terukurpun akan bersifat acak sehingga data hasil pengukurannya
juga akan mengikuti distribusi Gauss. Pengukuran intensitas radiasi yang dilakukan secara
berulang pasti akan memperoleh hasil pengukuran yang berbeda-beda. Yang menjadi pertanyaan
adalah “berapakah nilai ukur yang sebenarnya”.
Dengan fenomena tersebut di atas maka pengukuran intensitas radiasi harus dilakukan secara
berulang, baik beberapa kali atau dalam selang waktu cukup panjang, yang berarti akumulasi
nilai dari pengulangan waktu beberapa detik. Nilai ukur sebenarnya diduga berada di dalam
rentang nilai rata-rata ± nilai simpangannya.

c. Propagasi Error
Propagasi error atau rambatan error adalah metode untuk menghitung simpangan suatu nilai
yang berasal dari beberapa faktor, misalnya beberapa hasil pengukuran dan data pendukung
lainnya.
Rumusan dasar propagasi error untuk suatu nilai F yang merupakan fungsi dari factor X, Y,
dan Z adalah sbb
𝛛𝐹 2 𝛛𝐹 2 𝛛𝐹 2
𝑠𝑓 = √( ) 𝑠 2 + ( ) 𝑠 2 + ( ) 𝑠 2 (4)
𝑥 𝑦 𝑧
𝛛𝑋 𝛛𝑌 𝛛𝑍
Laju Cacah
Laju cacah atau cacahan per detik adalah suatu nilai yang sebanding dengan aktivitas atau
intensitas radiasi.
𝐶
𝑅= (5)
∆𝑇
Karena simpangan waktu (st) dapat diasumsikan tidak ada, maka simpangan laju cacah (sr) hanya
dihitung dari satu factor saja yaitu nilai cacah (C).
22

𝑠 =√
𝛛𝑅 2 1 2
√ 2
2
𝑟 ) 𝑠𝐶 = ( 𝑠𝐶 (6)
Cacahan Rata-Rata
𝛛𝐶 )
𝛥𝑇
(
Cacahan rata-rata merupakan nilai rata-rata dari beberapa kali pengukuran, misalnya N kali
𝐶1 + 𝐶2 + 𝐶3 + ⋯ + 𝐶𝑛
𝐶̅ = 𝑁
2
𝑠𝐶̅ = √( 1 ) 2 2
𝑠𝐶 2 + ( 1 ) 𝑠𝐶 2 + ⋯ + (1 𝑠𝐶 2
)
𝑁 1 𝑁 2
𝑁 𝑛

𝐶̅
𝑠𝐶̅ = √ (7)
𝑁
Laju Cacah Sumber
Laju cacah radiasi yang hanya berasal dari sumber saja (Rs) dapat dihitung dengan cara
mengurangi laju cacah keseluruhan (Rt) dengan laju cacah latar belakang (RL).

𝑅𝑠 = 𝑅𝑡 − 𝑅𝐿 (8)
Simpangan laju cacah adalah
𝑠𝑅𝑠 2 = 𝑠𝑅𝑡 2 + 𝑠𝑅 𝐿 2
𝑠𝑅𝑠 = √𝑠𝑅𝑡 2 + 𝑠𝑅
𝐿
2 (9)
Efisiensi Pengukuran
Simpangan dari efisiensi pengukuran (η) suatu nilai yang membandingkan antara laju cacah dan
aktivitas sumber standar
𝑅𝑠 (10)
𝜂 = 𝐴.𝑝
1
𝑠 =√ 2
2
𝑅𝑠 2 2
𝜂 ( 𝐴) 𝑠𝑅𝑠 + ( 2) (11)
𝐴
𝑠𝐴
Dengan 𝑠𝐴sebesar 1% atau 0.01A . Rs adalah laju cacah sumber rata-rata, A adalah aktivitas, dan
p adalah probabilitas pancaran radiasi yang nilainya bergantung dari jenis radionuklida. Nilai p
dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Probablitias dan Energi Beberapa Jenis Radionuklida


Jenis Radionuklida Energi Probabilitas
Cd-109 88 keV 3.70%
Cs-137 662 keV 85%
Co-60 1173 keV dan 1332 keV 99% dan 100%

Nilai efisiensi dipengaruhi oleh geometri (jarak, dimensi, dan posisi) pengukuran, jenis, dan
energi radiasi.
23

d. Limit Deteksi
Setiap pengukuran radiasi akan menghasilkan kesalahan atau ketidakpastian, termasuk
pengukuran radiasi latar belakang (background). Yang menjadi permasalahan sekarang adalah
bila aktivitas suatu sumber atau intensitas radiasi yang dipancarkan oleh sumber kurang
dibandingkan dengan intensitas radiasi background.
Sebagai contoh, hasil pengukuran intensitas suatu sampel (sumber dan background) adalah
120 sedangkan pengukuran tanpa sampel (background) adalah 100. Secara perhitungan dengan
mudah dapat ditentukan bahwa radiasi latar belakang adalah 100, sehingga radiasi sumbernya
saja adalah 20.
Hal tersebut tidak dapat dibenarkan karena nilai intensitas radiasi latar belakang selalu
berfluktuasi sehingga nilai 120 tersebut mungkin saja hanya fluktuasu nilai intensitas radiasi latar
belakang. Jadi sampel tersebut sebenarnya tidak mengandung zat radioaktif sama sekali.
Limit deteksi adalah suatu batas nilai yang digunakan untuk menemukan apakah zat
radioaktif “terdeteksi” ada di dalam sampel yang diukur atau memang tidak terdeteksi. Nilai
limit deteksi ditentukan sebesar simpangan pengukuran latar belakang dengan tingkat
kepercayaan 3 sigma.
𝐿𝐷 = 3𝜎 = 3√𝑅𝐿 (12)
Nilai hasil pengukuran radiasi sumber pada contoh di atas (=20) masih kurang dari limit
deteksinya (=30). Sehingga pada contoh di atas tidak ada zat radioaktif dalam sampel.
Contoh lain, hasil pengukuran intensitas suatu sampel -yang berarti pengukuran radasi
yang berasal dari sumbernya dan ditambah dengan radiasi latar belakang- adalah 150 sedangkan
pengukuran tanpa sampel -yang berarti hanya pengukuran radiasi letar belakang- adalah 100.
Secara perhitungan dengan mudah dapat ditentukan bahwa radiasi latar belakang adalah 100
sehingga radiasi sumbernya saja adalah 50.
Berdasarkan pembahasan limit deteksi, sampel pada contoh tersebut di atas dapat
dinyatakan mengandung zat radioaktif karena hasil pengukuran sumber ( = 50 ) sudah lebih besar
daripada limit deteksi pengukurannya. Tetapi nilai hasil pengukuran ( = 50 ) belum dapat
dinyatakan sebagai kuantitas (atau dalam contoh ini adalah aktivitas) sumber. Limit kuantisasi
adalah suatu batas nilai yang digunakan untuk menentukan apakah nilai hasil pengukuran dapat
dinyatakan secara kuantitatif atau tidak. Nilai limit kuantisasi harus ditetapkan secara konvensi,
dari satu negara atau laboratorium ke negara atau laboratorium lain mempunyai nilai yang
berbeda. Nilai limit kuantisasi yang banyak digunakan adalah sebesar simpangan pengukuran
latar belakang dengan tingkat kepercayaan 7 sigma.
𝐿𝐾 = 7𝜎 = 7√𝑅𝐿 (13)
Jadi pada contoh pengukuran di atas hanya dapat dinyatakan secara kualitatif saja bahwa
di dalam sampel terdeteksi adanya zat radioaktif tetapi kuantitas atau aktivitas sumber tidak
layak untuk dinyatakan karena masih kurang dari limit kuantisasinya ( = 70 ).
24

e. Chi-Square Test
Pengukuran besaran fisis yang bersifat acak secara berulang selalu akan menghasilkan
nilai yang berubah-ubah, sebagai contoh 10 kali pengukuran intensitas radiasi akan
menghasilkan 10 nilai yang berbeda-beda. Hal ini menimbulkan kesulitan untuk mengetahui
bahwa perubahan nilai tersebut memang karena sifat acak dari sumber yang diukur, bukan
disebabkan oleh ”anomali” alat pengukur.
Chi square test adalah sebuah metode yang lazim digunakan untuk menguji apakah
sekumpulan data mengikuti distribusi Gauss atau tidak. Nilai Chi Square ditentukan
dengan persamaan berikut
2
∑(𝑥 −𝑥̅)
𝜒2 = 𝑥̅𝑖 (14)
Cara pembacaan tabel chi square n adalah derajat kebebasan pengukuran yaitu jumlah
pengulangan dikurangi 1 ( N – 1 ). Nilai-nilai pada kolom χ 2 0,50 adalah nilai ideal bila semua
nilai hasil pengukuran tepat sesuai dengan distribusi Gauss, tentu saja hal ini sangat sulit dicapai
dalam pengukuran sebenarnya. Seberapa besar toleransi tidak ideal harus ditentukan oleh
masing- masing keperluan atau laboratoriumnya.
Berdasarkan IAEA-TECDOC-602, data hasil 10 kali pengukuran “layak diterima”
apabila nilai χ2 berada antara 3.325 dan 16.919. Artinya, pada instrumentasi nuklir, alat dapat
dikatakan stabil apabila nilai χ2-nya berada pada tingkat kepercayaan 0.05 hingga 0.95 (tabel chi-
square terlampir)

Alat dan Bahan


- Detektor Geiger Muller
- Sumber radioaktif Sr
- Counter
- PC
- Software STX

Langkah Kerja
A. Mendapatkan nilai cacah latar
1. Jauhkan sumber dari detector
2. Pilih menu Experiment  Half Life
3. Tentukan banyak cacahan “number of runs” sebanyak 30, waktu cacah (count time) 45
detik, HV menggunakan tegangan kerja yang didapatkan dari percobaan sebelumnya
4. Klik graph result kemudian klik Start.
5. Catat data cacah yang tertampil pada laporan sementara.

B. Mendapatkan nilai cacah total


1. Letakkan sumber Sr pada posisi sejajar dengan detector GM pada jarak tertentu. Ukur
jarak sumber dan detector.
2. Pilih menu Experiment  Half Life.
25

3. Tentukan banyak cacahan “number of runs” sebanyak 30, waktu cacah (count time) 45
detik, HV menggunakan tegangan kerja yang didapatkan dari percobaan sebelumnya.
4. Klik graph result. Klik START.
5. Catat data cacah yang tertampil pada laporan sementara.

DAFTAR PUSTAKA

1. G.F. Knoll. 1989. Radiation Detection and Measurement. Toronto: John Wiley.
2. Harinaldi. 2005. Prinsip-Prinsip Statistik untuk Teknik dan Sains. Jakarta: Erlangga
3. K. Debertin and R.G. Helmer. 1988. Gamma and X-ray Spectrometry with
Semiconductor Detectors. Amsterdam: North-Holland
4. Murray R. Spiegel. 1968. Mathematical Handbook. New York: Mc Graw Hill
5. N. Tsoulfanidis. 1995. Detection and Measurement of Radiation. New York: Taylor and
Francis
6. Pusdiklat. Statistik Pencacahan Radiasi
7. IAEA. 2008. IAEA-TECDOC-1599 Quality Control Procedures Applied to Nuclear
Instruments
8. IAEA. 1991. IAEA-TECDOC-602 Quality Control of Nuclear Medicine Instruments.
26

Tabel Chi-Square
27

LAPORAN SEMENTARA
STATISTIK PENCACAHAN
PRAKTIKUM ALAT DETEKSI DAN PENGUKURAN RADIASI (ADPR)

Kelompok …
Anggota :
1.
2.
3.
4.
5.

Sumber radioaktif :
Aktivitas awal :
Waktu Paro :
Waktu Awal :
Waktu saat ini :

Tabel Perhitungan Simpangan Nilai Cacah


𝐶𝑡 𝐶𝐿 𝐶𝑆
No 𝐶𝑡 𝐶𝑡 − 𝐶̅𝑡 (𝐶𝑡 − 𝐶̅𝑡)2 𝐶𝐿 𝐶𝐿 − ̅𝐶̅𝐿̅ (𝐶𝐿 − ̅𝐶̅𝐿̅)2 𝐶𝑆 𝐶𝑆 − ̅𝐶̅𝑆̅ (𝐶𝑆 − ̅𝐶̅𝑆̅)2 𝑅𝑡 = 𝑅𝐿 = 𝑅𝑆 =
∆𝑇 ∆𝑇 ∆𝑇
1
2
3
4
5
6
28

𝐶𝑡 𝐶𝐿 𝐶𝑆
No 𝐶𝑡 𝐶𝑡 − 𝐶̅𝑡 (𝐶𝑡 − 𝐶̅𝑡)2 𝐶𝐿 𝐶𝐿 − ̅𝐶̅𝐿̅ (𝐶𝐿 − ̅𝐶̅𝐿̅)2 𝐶𝑆 𝐶𝑆 − ̅𝐶̅𝑆̅ (𝐶𝑆 − ̅𝐶̅𝑆̅)2 𝑅𝑡 = 𝑅𝐿 = 𝑅𝑆 =
∆𝑇 ∆𝑇 ∆𝑇
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
29

𝐶𝑡 𝐶𝐿 𝐶𝑆
No 𝐶𝑡 𝐶𝑡 − 𝐶̅𝑡 (𝐶𝑡 − 𝐶̅𝑡)2 𝐶𝐿 𝐶𝐿 − ̅𝐶̅𝐿̅ (𝐶𝐿 − ̅𝐶̅𝐿̅)2 𝐶𝑆 𝐶𝑆 − ̅𝐶̅𝑆̅ (𝐶𝑆 − ̅𝐶̅𝑆̅)2 𝑅𝑡 = 𝑅𝐿 = 𝑅𝑆 =
∆𝑇 ∆𝑇 ∆𝑇
𝐶̅𝑡 = ∑(𝐶𝑡 − 𝐶̅𝑡)2 = ̅𝐶̅𝐿̅ = ∑(𝐶𝐿 − ̅𝐶̅𝐿̅)2 = ̅𝐶̅𝑆̅ = ∑(𝐶𝑆 − ̅𝐶̅𝑆̅)2 = ̅𝑅̅̅𝑡 = ̅𝑅̅𝐿̅ = ̅𝑅̅𝑆̅ =

Keterangan :
𝐶𝑡 adalah cacahan total
𝐶𝐿 adalah cacahan latar
𝐶𝑆 adalah cacahan sumber  𝐶𝑆 = (𝐶𝑡 − 𝐶𝐿)

𝑅𝑆
adalah laju cacah sumber  = ∆𝑇
𝐶𝑆
𝑅𝑆
0.693𝑡

A adalah aktivitas radiasi  𝐴 = 𝐴0𝑒 𝑇1/2
=⋯
30

1) Standar deviasi sampel

Standar deviasi cacah total (𝐶 )  ∑(𝐶𝑡−̅𝐶̅𝑡̅)2


𝑠 =√ =⋯
𝑡 𝐶𝑡 𝑛−1

Standar deviasi cacah latar (𝐶 )  𝑠 ∑(𝐶𝐿−̅𝐶̅̅𝐿̅)2


𝐿 𝐶𝐿 =√ 𝑛−1
= ⋯

Standar deviasi cacah sumber (𝐶 )  𝑠 ∑(𝐶𝑆−̅𝐶̅̅𝑆̅)2


𝑆 𝐶𝑆 =√ 𝑛−1
=⋯

2) Varian
Varian cacah total  𝑠𝑡𝐶 2 = ⋯
Varian cacah latar  𝑠𝐶𝐿 2
=⋯
Varian cacah netto  𝑠𝐶 𝑆2 = ⋯

3) Propagasi error

Simpangan cacah sumber (𝐶𝑆)  = √𝑠𝐶 2 + 2 =⋯


𝑠𝐶 𝑠𝐶
𝑆 𝑡 𝐿

Simpangan laju cacah total (𝑅 )  𝑠 2


1 =⋯
=√( 2
𝑡 𝑅𝑡 𝑠𝐶 𝑡
)
∆𝑇

Simpangan laju cacah latar = √( ) 𝑠𝐶𝐿


2
2
(𝑅𝐿 ) 1
=⋯
𝑠𝑅𝐿
∆𝑇

Simpangan laju cacah sumber (𝑅 )  𝑠 2


1 =⋯
=√( 2
𝑆 𝑅𝑆 𝑠𝐶 𝑆
)
∆𝑇

30
31

Simpangan laju cacah sumber (𝑅𝑆)  𝑠𝑅 = √𝑠𝑅 2 + 𝑠𝑅 2 = ⋯


𝑠 𝑡 𝐿

̅ ̅̅
𝐶𝑡
̅
Simpangan cacah total rata-rata (𝐶𝑡)  𝑠̅𝐶̅𝑡̅ = √ = ⋯
𝑁

31
32

4) Efisiensi Pengukuran
𝑅𝑠
Efisiensi (η)  𝜂 = =⋯
𝐴.𝑝

𝑠Simpangan efisiensi pengukuran (jika = 0.01𝐴)  𝑠 1 𝑅𝑆 2


2 =⋯
=√ 2 2
𝐴 𝜂 (𝐴) 𝑠𝑅𝑆 + ( 2) 𝑠𝐴
𝐴

5) Limit Deteksi dan Kuantisasi


Limit Deteksi  𝐿𝐷 = 3√𝑅𝐿 =

Limit Kuantisasi  𝐿𝐾 = 7√𝑅𝐿 = ⋯

6) Nilai chi-square
∑(𝐶𝑆 − ̅𝐶̅𝑆̅ ) 2
𝜒 =
2
=⋯
̅𝐶𝑆̅

Yogyakarta, …………………………….
Asisten Praktikum,

( )

32
33

PERCOBAAN 4. DETEKTOR GEIGER MULLER (GM)

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM


Agar mahasiswa mengetahui karakteristik pencacah Geiger-Muller serta dapat melakukan
pencacahan radiasi menggunakan sistem pencacah dengan detektor Geiger-Muller.

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS


Agar mahasiswa mampu:
1. Menggambar daerah plato serta menentukan tegangan kerja detektor.
2. Menentukan waktu mati detektor.
3. Menentukan efisiensi detektor.
4. Menentukan aktivitas suatu sumber radiasi.

DASAR TEORI
Detektor Geiger Muller merupakan detektor yang sangat banyak digunakan baik
sebagai sistem pencacahan maupun dalam kerja lapangan (surveymeter). Detektor ini
termasuk keluarga detektor tabung isian gas yang bekerja berdasarkan ionisasi gas.
Keuntungan dari detektor ini dapat menghasilkan pulsa listrik yang relatif besar
dibandingkan dengan detektor jenis lain akan tetapi detektor ini tidak dapat membedakan
energi radiasi yang mengenainya.
Tegangan kerja (HV) yang diberikan pada detaktor GM dapat mempengaruhi laju
cacah yang dihasilkan. Hal ini merupakan salah satu karakteristik dari setiap detektor
GM. Adapun perubahan laju cacahnya mengikuti kurva karakteristik seperti Gambar 1
berikut ini. Tegangan kerja detektor dipilih pada daerah plato atau tepatnya pada 1/3
lebar plato.

Gambar 1. Kurva plato detektor GM


Kemiringan daerah Plato juga perlu diketuhui untuk melihat keandalan detektor.
Hal ini dapat ditentukan dengan Persamaan 1. berikut:

33
34

(1)

Dengan:
Lp = Kemiringan plato (% per Volt atau % per 100 Volt)
R1 = Laju cacah pada awal daerah plato, 1 V (cpm/cps)
R2 = Laju cacah pada akhir daerah plato 2 V (cpm/cps)
Nilai kemiringan yang masih dianggap baik adalah lebih kecil daripada 10% atau
0,1 % per volt atau 10% per 100 volt
Detektor GM termasuk detektor yang "lambat" sehingga untuk pencacahan
aktivitas tinggi, hasil cacahnya harus dikoreksi terhadap waktu mati ( 𝜏 ) detektor
tersebut, yang dapat ditentukan dengan Persamaan 3. berikut ini:
(3)

Dengan
𝜏 = Waktu mati detektor (menit atau detik)
R1 = Laju cacah sumber 1 (cps)
R2 = Laju cacah sumber 2 (cps)
R12 = Laju cacah sumber 1 dan sumber 2 bersama-sama (cps)
Rb = Laju cacah latar belakang (cps)
Adapun untuk mengoreksi hasil cacah terhadap waktu digunakan Persamaan 4. berikut:
(4)

Dengan
Rc = Laju cacah setelah dikoreksi (menit atau detik).
Ro = Laju cacah hasil pengamatan (menit atau detik).

Oleh karena tidak seluruh radiasi yang dilepaskan sumber dapat tercacah oleh
detektor, maka perlu menentukan efisiensi detektor yang menunjukkan korelasi antara
nilai cacah yang ditunjukkan sistem pencacah GM dan aktivitas sumber sebenarnya.
Nilai efisiensi ini dapat ditentukan dengan Persamaan 5 berikut:
(5)

Dengan:
𝜂 = efisiensi detektor

34
35

R = laju cacah (cpd)


A = aktivitas sumber sebenarnya
(Bq) p = probabilitas pemancaran radiasi
Nilai efisiensi dari setiap detektor sangat dipengaruhi oleh faktor geometri antara
sumber dan detektor, sehingga apabila jarak antara sumber dan detektor berubah, nilai
efisiensinya juga berubah.

PERALATAN DAN BAHAN


1. Detektor Geiger Muller
2. Inverter, berfungsi untuk membalik pulsa negatif yang dihasilkan oleh detektor
Geiger Muller.
3. Tegangan Tinggi (High Voltage), berfungsi untuk mencatu tegangan tinggi
detektor.
4. Pencacah (Counter), berfungsi untuk mencacah jumlah pulsa yang
dihasilkan sistem pencacah.
5. Sumber standar, berfungsi sebagai sumber radiasi yang sudah diketahui aktivitas
awalnya.
6. Sumber yang akan ditentukan aktivitasnya.

PROSEDUR KERJA.
Penentuan daerah Plato
1. Hubungkan detektor GM, counter dan PC seperti. Nyalakan PC dan counter
seperti Gambar 2.
2. Catat informasi sumber radiaoaktif yang digunakan (aktivitas, waktu paro, dan
waktu awal)
3. Letakkan sumber Sr pada posisi sejajar dengan detektor GM pada jarak tertentu.
Ukur jarak sumber dan detektor.
Detektor
GM Counter

HV PC

Gambar 2. Skema Percobaan Detektor Geiger Muller

4. Nyalakan PC. Buka software “STX”.


5. Pilih menu Experiment  Plateu
6. Tentukan rentang tegangan dari 700 sampai 1200 V, dengan step voltage 50 V
dan time per step 60 detik. Klik show graph untuk menampilkan grafik
pencacahan secara langsung. Klik RUN
35
36

7. Catat hasil cacahan dan buat grafik cacahan untuk menentukan tegangan kerja.
8. Tegangan kerja didapat dari 1/3 sampai 1/2 lebar plato.
Catatan: Untuk pencacahan selanjutnya tegangan tinggi diatur tetap pada tegangan kerja.

Penentuan Waktu Mati Detektor


1. Persiapkan sumber radiasi 2 buah (R1 dan R2).
2. Penala waktu diatur untuk pencacahan 1 menit.
3. Pencacahan dilakukan masing-masing sebanyak 3 kali untuk sumber 1, sumber 1 dan
sumber 2 bersama-sama dan berikutnya sumber 2 sendiri. Catatan: Posisi sumber 1
dan sumber 2 pada masing-masing pencacahan hendaknya tidak berubah.
Penentuan Efisiensi Detektor
1. Sumber radiasi beta (Sr-90) yang sudah diketahui aktivitas awalnya diletakkan di
ruang pencacahan.
2. Penala waktu diatur untuk pencacahan 10 menit.
3. Pencacahan dilakukan cukup 1 kali.
Penentuan Aktivitas Suatu Sumber
1. Suatu sumber radiasi beta (dari asisten) diletakkan di ruang pencacahan.
2. Penala waktu diatur untuk pencacahan 10 menit.
3. Pencacahan dilakukan sebanyak 10 kali.

PERHITUNGAN.
1. Menggambarkan kurva karakteristik (daerah plato) pada kertas grafik antara laju
cacahan dan tegangan tinggi yang diberikan, menentukan tegangan kerja dan
kemiringan plato
2. Menentukan waktu mati detektor, dengan menggunakan Persamaan 2. pada teori.
3. Menentukan efisiensi detektor, menggunakan Persamaan 4 pada teori. Untuk
menentukan aktivitas sebenarnya digunakan Persamaan 6. berikut:

Dengan:
A = aktivitas sebenarnya saat pengukuran (Bq)
Ao = aktivitas mula-mula pada tanggal acuannya
t = selang waktu antara tanggal acuan dan tanggal pengukuran
(jam/hari/bulan/tahun)
T1/2 = waktu paruh sumber (jam/hari/bulan/tahun).
4. Menentukan aktivitas suatu sumber radiasi, menggunakan Persamaan 4. dengan
nilai efisiensi yang diperoleh dari perhitungan di atas.

36
37

PERCOBAAN 5. SPEKTROSKOPI GAMMA DENGAN DETEKTOR CdTe

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM


Agar peserta mampu memahami teknik dasar pengukuran tenaga sinar gamma menggunakan
detektor CdTe.

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS


Agar peserta mampu melakukan kalibrasi energi, dan mengidentifikasi sumber radioaktif.

LANDASAN TEORI
Energi radiasi yang memasuki bahan semikonduktor akan diserap oleh bahan, dan
memberikan energi yang cukup, sehingga beberapa electron dalam kristal berpindah dari pita
valensi ke pita konduksi, sehingga menyisakan hole. Pasangan elektron dan hole ini seperti juga
pasangan ion dalam zat cair atau gas, akan bergerak apabila ada beda tegangan, seperti ion positif
dan ion negatif. Ingat bahwa muatan positif dalam bahan semikonduktor pada kenyataannya
tidak bergerak. Yang sebenarnya terjadi adalah bahwa hole-hole dalam kristal akan diisi oleh
elektron- elektron tetangganya, elektron-elektron yang bergerak ini pun akan meninggalkan/
membuat hole- hole baru di tempatnya semula. Hal ini menyebabkan seolah-olah hole itu
bergerak.
Detektor semikonduktor terdiri atas bahan tipe–n dan tipe–p seperti ditunjukkan pada
Gambar 1a. Semikonduktor tipe–n dihubungkan dengan kutub positif tegangan listrik,
sedangkan semikonduktor tipe–p dihubungkan dengan kutub negatif tegangan listrik. Hal ini
menyebabkan pembawa muatan positif akan tertarik ke kutub negatif (atas), dan pembawa
muatan negatif akan tertarik ke kutub positif (bawah). Hal ini menyebabkan timbulnya lapisan
kosong muatan (depletion layer) seperti ditunjukkan pada Gambar 1b. Lapisan kosong muatan
ini sama dengan halnya volume sensitif pada ruangan dalam kamar ionisasi
Bila ada radiasi pengion memasuki daerah ini, akan terbentuk pasangan “ion-ion” baru,
yaitu elektron dan hole yang masing-masing akan bergerak ke kutub positif dan kutub negatif.
Tambahan elektron dan hole inilah yang akan menyebabkan terbentuknya pulsa atau arus listrik.
Jadi pada detektor ini, energi radiasi diubah menjadi energi listrik. Dalam detektor CdTe akan
dihasilkan sepasang elektron dan hole untuk tiap energi 4,43 eV. Pada Gambar 2a dan Gambar
2b ditunjukkan spektrum Cs-137 dan spektrum Am-241 yang dicacah dengan detektor CdTe.
tipe-n tipe-p

tipe-n tipe-p depletio n region

 power supply

Gambar 1a. konfigurasi detektor
semikonduktor Gambar 1b. Depletion region

37
38

Gambar 2a. Spektrum Cs-137 Gambar 2b. Spektrum Am-241

ALAT DAN BAHAN


1. Detektor CdTe XR-100T
2. Power Supply & Amplifier Model PX2T
3. Multi Channel Analyzer
4. Sumber radiasi Am-241
5. Pinset

KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA


1. Dilarang makan, minum selama praktikum berlangsung.
2. Hindari kontak langsung dengan sumber radioaktif, gunakan pinset/alat sejenisnya untuk
memegang sumber.
3. Pastikan sambungan sistem sudah benar dan tegangan tinggi untuk detektor sesuai yang
dibutuhkan.

PROSEDUR
1. Siapkan bahan dan peralatan yang dibutuhkan.
2. Periksa sambungan sistem seperti ditunjukkan pada Gambar 3.
3. Masukkan kabel power spektrometer dan PC ke jala-jala PLN kemudian hidupkan.
4. Letakkan sumber radioaktif di depan detektor dengan jarak sesuai kebutuhan.
5. Atur gain amplifier, ADC (jumlah saluran, LLD & ULD), waktu cacah (real time atau live
time) sesuai kebutuhan.
6. Jalankan akuisisi dan tunggu hingga selesai.
7. Catat data-data yang diperlukan dan masukkan dalam tabel

PERCOBAAN I. IDENTIFIKASI SPEKTRUM GAMMA


1. Letakkan sumber Am-241 sedekat mungkin dengan detektor
2. Jalankan akuisisi dan tunggu hingga selesai.
3. Catat nomor saluran untuk puncak-puncak yang muncul
4. Tentukan FHWM pada daerah masing-masing dengan cara set ROI. Catat nomor saluran
puncak, FWHM, cacah peak area gross, cacah peak area net.
5. Simpan file dalam folder.

38
39

6. Ganti dengan sumber X kemudian bersihkan layar dengan erase spectrum dan clear ROI.
ulangi langkah 1 s.d. 5

Gambar 3. Blok Diagram Spektrometri Gamma dengan Detektor CdTe

PERCOBAAN II. RESOLUSI ENERGI GAMMA


1. Buka file untuk sumber Am-241.
2. Hitung resolusi detektor R dengan persamaan berikut :
∆𝐸
𝑅= 𝑥 100%
𝐸
dimana
E adalah lebar setengah puncak maksimum (FWHM)
E adalah energi
3. Ulangi langkah 1 dan 2 untuk puncak-puncak lainnya.
4. Buatlah grafik energi vs resolusi.

PERCOBAAN III, KALIBRASI ENERGI GAMMA


1. Jalankan kalibrasi secara manual dengan memasukkan data energi dan nomor saluran puncak
untuk sumber Am-241
2. Tetapkan energi Am241 berdasarkan nomor saluran puncaknya.

PERCOBAAN IV. EFISIENSI DETEKTOR


1. Hitung efisiensi detektor untuk sumber Am-241 pada masing-masing puncaknya dengan
persamaan seperti berikut :

∑ 𝑈1 − ∑ 𝑈𝑏 1
𝐸𝑝 =
𝑡 𝑓𝐴𝑈1
dimana :

39
40

Ep = efisiensi detektor
t = waktu pencacahan (s)
U1 = intensitas cacah total di bawah puncak
Ub = intensitas latar pada waktu pencacahan yang sama dengan U1
f = fraksi peluruhan gamma
AU1 = aktivitas sumber (dps)
 = faktor geometri :
𝑑
 =2𝜋 (1 − 2 2),
√𝑑 +𝑟
d = jarak detektor ke sumber (cm),
r = jari-jari detektor (cm)

2. Catat parameter lain yang akan digunakan untuk menghitung efisiensi detektor seperti jarak
sumber ke detektor, diameter detektor, aktivitas sumber, fraksi peluruhan gamma dan
sebagainya.
3. Buat grafik energi vs efisiensi.

DATA PENGAMATAN
1. Gambar spektrum Am-241

TABEL 1. Data Pengamatan Am-241 (T½ = 432,2 th)


No. Nama Energi f (%) Nomor FWHM Cacah area Cacah area
Puncak (keV) saluran nett gross
1 Photopeak 1 13.9
2 Photopeak 2 17.8
3 Photopeak 3 20.8
4 Photopeak 4 26.4
5 Photopeak 5 59.5

Aktivitas awal, A0 = Bq, pada tanggal =

40
41

Aktivitas Am-241 saat ini, At (Bq) :

Resolusi (semua peak energi radiasi):

Efisiensi (semua peak energi radiasi):

PEMBAHASAN :

41
42

Gambar Spektrum Sumber X

TABEL 3. Data Pengamatan Sumber-X


No. Nama Puncak Energi f (%) Nomor FWHM Cacah Cacah
(keV) saluran area nett area gross
1 Photopeak (1)
”X”
2 Photopeak (2)
”X”
3 Photopeak (3)
”X”
4 Photopeak (4)
”X”
5 Photopeak (5)
”X”

 Aktivitas awal, A0 = Bq, pada tanggal =


 Aktivitas Sumber-X saat ini, At (Bq) :

Hasil perhitungan resolusi dan efisiensi detektor untuk berbagai puncak energi sumber –X seperti
ditunjukkan pada Tabel 4 berikut ini :

42
43

TABEL 4. Hasil Perhitungan Resolusi dan Efisiensi Detektor


No. Nama Puncak Energi (keV) Resolusi Efisiensi
1 Photopeak (1) ”X”
2 Photopeak (2) ”X”
3 Photopeak (3) ”X”
4 Photopeak (4) ”X”
5 Photopeak (5) ”X”

PEMBAHASAN :

43
44

GRAFIK ENERGI GAMMA VERSUS RESOLUSI DAN EFISIENSI DETEKTOR


(gunakan berbagai energi gamma pada Am-241 dan sumber-X)

PEMBAHASAN :

KESIMPULAN :

44
45

SARAN :

DAFTAR PUSTAKA :

Yogyakarta, ...............................

PRAKTIKAN,

NIM.

45
46

PERCOBAAN 6. SPEKTROSKOPI GAMMA DENGAN DETEKTOR


SINTILASI NaI(Tl)

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM


Agar mahasiswa mampu memahami teknik dasar pengukuran tenaga sinar gamma menggunakan
detektor sintilasi.

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS


Agar mahasiswa mampu menentukan tegangan kerja detektor, melakukan kalibrasi energi,
menghitung resolusi dan efisiensi detektor serta mengidentifikasi sumber radioaktif

LANDASAN TEORI
Detektor sintilasi NaI(Tl) terdiri atas sintilator dan tabung pelipat ganda elektron. Bahan
sintialtor dibuat dari kristal tunggal natrium iodida (NaI) yang sudah sedikit diberi pengotor
Talium (Tl)
Apabila radiasi gamma memasuki tabung detektor maka akan terjadi interaksi radiasi
gamma dengan bahan detektor. Interaksi itu dapat menghasilkan efek fotolistrik, hamburan
compton dan produksi pasangan. Karena reaksi ini maka elektron-elektron bahan detektor akan
terpental keluar sehingga atom-atom itu berada dalam keadaan tereksitasi. Atom-atom yang
tereksitasi akan kembali ke keadaan dasarnya sambil memancarkan kerlipan cahaya seperti
ditunjukkan pada Gambar 1

Cahaya yang dipancarkan selanjutnya diarahkan ke fotokatoda sensitif dalam tabung


pelipat ganda elektron seperti ditunjukkan pada Gambar 2. Apabila fotokatoda terkena kerlipan

46
47

cahaya,

47
48

maka dari permukaan fotokatoda itu akan dilepaskan elektron. Elektron yang dilepaskan oleh
fotokatoda akan dipercepat oleh medan listrik dalam tabung pelipat ganda elektron menuju
dinoda pertama dan seterusnya hingga dinoda terakhir (anoda). bisa didapatkan faktor
penggandaan elektron antara 107-108. Dengan demikian, sinar gamma yang dideteksi akan
menghasilkan pulsa listrik sebagai keluaran dari detektor NaI(Tl).
Tenaga elektron yang dilepaskan ini bergantung pada intensitas sinar gamma yang
mengenai detektor. Makin tinggi energi elektron, makin tinggi pula pulsa listrik yang
dihasilkannya, sedang makin banyak elektron yang dilepaskan, makin banyak pula cacahan
pulsanya. Pulsa listrik yang dihasilkan oleh detektor tersebut kemudian dapat ditampilkan bentuk
spektrumnya serta dapat dianalisa secara kuantitatif maupun kualitatif menggunakan
spektrometer gamma seperti ditunjukkan pada Gambar 3.

Contoh tampilan spektrum radiasi gamma yang ditangkap oleh detektor sintilasi NaI(Tl)
seperti ditunjukkan pada Gambar 4 dan Gambar 5 berikut.

RESOLUSI DETEKTOR
Resolusi detektor adalah kemampuan detektor untuk membedakan energi radiasi yang
berdekatan. Suatu detektor diharapkan mempunyai resolusi yang sangat kecil (high resolution)
sehingga dapat membedakan energi radiasi secara teliti. Resolusi detektor disebabkan oleh
peristiwa statistik yang terjadi dalam proses pengubahan energi radiasi, noise dari rangkaian

48
49

elektronik, serta ketidakstabilan kondisi pengukuran. Nilai resolusi dapat dihitung dengan
Persamaan 1.

(1)
dimana:
E = Lebar setengah puncak maksimum
(FWHM) E = nomor saluran puncak foto

EFISIENSI DETEKTOR
Efisiensi detektor adalah suatu nilai yang menunjukkan perbandingan antara jumlah pulsa listrik
yang dihasilkan detektor terhadap jumlah radiasi yang diterimanya. Nilai efisiensi detektor dapat
dihitung dengan Persamaan 2 dan sangat ditentukan oleh bentuk geometri dan densitas bahan
detektor

(2)
dimana:
Ep = efisiensi detektor
t = waktu pencacahan (detik)
Ui = intensitas cacah total di bawah puncak
Ub = intensitas latar pada waktu pencacahan yang sama dengan Ui
f = fraksi peluruhan gamma
AUi = aktivitas sumber (dps)
 = faktor geometri untuk sumber titik:
𝑑
𝛺 = 2𝜋 (1 − ) (3)
√𝑑2+𝑟2
d = jarak detektor ke sumber (cm),
r = jari-jari detektor (cm).

ALAT DAN BAHAN


1. Universal Computer Spectrometer UCS30
2. Source kit
3. Pinset

49
50

KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA


1. Pastikan tegangan tinggi untuk detektor sesuai yang dibutuhkan, jangan memegang terminal
keluaran tegangan tinggi saat HV hidup
2. Dalam menggunakan sumber radioaktif, hindari kontak langsung atau gunakan pinset/alat
sejenisnya untuk memegang sumber.

PROSEDUR
1. Siapkan bahan dan peralatan yang dibutuhkan.
2. Periksa sambungan sistem UCS30 seperti ditunjukkan pada Gambar 6 berikut:
3. Masukkan kabel power spektrometer dan PC ke jala-jala PLN kemudian hidupkan.
4. Hitung aktivitas dan catat raksi peluruhan gamma sumber radioaktif yang digunakan.
5. Ukur dan catat diameter detektor NaI(Tl) yang digunakan.
6. Letakkan sumber radioaktif di depan detektor dengan jarak sesuai kebutuhan, kemudian catat.
7. Lakukan percobaan untuk menentukan tegangan kerja terlebih dahulu.
8. Atur gain amplfier (coarse dan fine), ADC (jumlah saluran, LLD & ULD), waktu cacah
(realtime atau livetime) sesuai kebutuhan.
9. Jalankan akuisisi dan tunggu hingga selesai.
10. Catat data-data yang diperlukan dan masukkan dalam tabel

PERCOBAAN I. IDENTIFIKASI SPEKTRUM GAMMA


1. Letakkan sumber Cs-137 pada jarak 3 cm di depan detektor
2. Jalankan akuisisi dan tunggu hingga selesai.
3. Catat nomor saluran photopeak, compton edge, dan backscatter.
4. Tentukan FHWM pada daerah photopeak dengan cara set ROI. Catat harga FWHM, cacah
peak area gross, cacah peak area net, dan centroid.
5. Simpan file dalam folder.
6. Ganti dengan sumber Co-60, bersihkan layar dengan erase spectrum dan clear ROI. Ulangi
langkah 1 s.d. 5
7. Ulangi langkah 6 untuk sumber X.
PERCOBAAN II. RESOLUSI ENERGI GAMMA
1. Buka file untuk sumber Cs-137.
2. Hitung resolusi detektor dengan persamaan 1 di atas
3. Ulangi langkah 1 dan 2 untuk sumber Co-60 dan sumber X.

50
51

PERCOBAAN III. KALIBRASI ENERGI GAMMA


1. Jalankan kalibrasi secara manual dengan memasukkan data energi dan nomor saluran puncak
untuk sumber Cs-137, Co-60 dan sumber X.
2. Tetapkan energi sumber-X berdasarkan nomor saluran puncaknya.
3. Dengan perolehan energi sumber-X cari nama unsur dalam tabel energi

DATA PENGAMATAN
1. Spektrum Cs-137,

Gambar 7. Spektrum Cs-137

Tabel. 1 Data Pencacahan Cs-137


No. Nama Puncak Energi f (%) Nomor FWHM Cacah Area Cacah Area
(keV) Saluran Nett Gross
1. Photopeak 661,6 85
2. Compton Edge - -
3. Backscatter - -

Data sumber Cs-137


 Waktu paro (T½) = tahun.
 Aktivitas awal (A0) = Bq, pada tanggal =

Aktivitas sekarang , At
𝐴𝑡 = 𝐴0𝑒−𝜆𝑡

51
52

Resolusi, R
∆𝐸
𝑅= 𝑥 100%
𝐸

Efisiensi, ∈ 𝒑
𝑑
∑ 𝑈 𝑖 −∑ 𝑈 𝑏 1 𝛺 = 2𝜋 (1 − )
∈𝑝=
𝑡 𝑓𝐴𝑈𝑖 √𝑑2+𝑟2

PEMBAHASAN:

2. Spektrum Co-60.

Gambar 8. Spektrum Co-60

52
53

Tabel 2. Data Pencacahan Co-60


No. Nama Puncak Energi f (%) Nomor FWHM Cacah Cacah
(keV) Saluran Area Nett Area Gross
1. Photopeak-1 1173,2 100
2. Photopeak-2 1332,5 100
3. Compton Edge
4. Backscatter

Data sumber Co-60


Waktu paro (T½) = tahun
Aktivitas awal (A0) = Bq, pada tanggal =

Aktivitas sekarang, At
𝐴𝑡 = 𝐴0𝑒−𝜆𝑡

Resolusi, R (E 1172,2 keV)

𝑅 = ∆𝐸
𝑥 100%
𝐸

Resolusi, R (E 1332,5 keV)

𝑅 = ∆𝐸
𝑥 100%
𝐸

Efisiensi, Ep (E 1173,2 keV)

𝑑 ∑ 𝑈𝑖 − ∑ 𝑈𝑏 1
𝛺 = 2𝜋 (1 − ) ∈𝑝=
√𝑑2 + 𝑟2 𝑡 𝑓𝐴𝑈𝑖

53
54

54
55

Efisiensi, Ep (E 1332,5 keV)

𝑑 ∑ 𝑈𝑖 − ∑ 𝑈𝑏 1
𝛺 = 2𝜋 (1 − ) ∈𝑝=
√𝑑2 + 𝑟2 𝑡 𝑓𝐴𝑈𝑖

PEMBAHASAN :

3. Spektrum Sumber X

Gambar 9. Spektrum Sumber X

Tabel 3. Data Pencacahan Sumber X


No. Nama Puncak Nomor FWHM Cacah Cacah
Saluran Area Nett Area
Gross
1. Photopeak-1
2. Photopeak-2
3. Photopeak-3
4. Photopeak-4
5. Photopeak-5

55
56

Data sumber X
Aktivitas awal (A0) = Bq, pada tanggal =

Energi (sebagai hasil proses kalibrasi secara otomatis), resolusi, dan efisiensi detektor untuk
berbagai puncak energi Sumber X seperti ditunjukkan pada Tabel 4 sebagai berikut:

Tabel 4. Energi, resolusi, dan efisiensi detektor untuk berbagai puncak


No. Nama Puncak Energi Resolusi Efisiensi
(keV) (%)
1. Photopeak-1
2. Photopeak-2
3. Photopeak-3
4. Photopeak-4
5. Photopeak-5

GRAFIK ENERGI GAMMA VERSUS RESOLUSI DAN EFISIENSI DETEKTOR


(gunakan berbagai energi gamma sumber Cs-137, Co-60, dan Sumber-X)

Gambar 10. Pengaruh energi terhadap resolusi dan efisiensi detektor

PEMBAHASAN :

KESIMPULAN :

56
57

SARAN :

DAFTAR PUSTAKA :

YOGYAKARTA,

PRAKTIKAN,

NIM.

57
58

PERCOBAAN 7. AKTIVITAS SUMBER RADIASI

TUJUAN:
Mahasiswa dapat menentukan aktivitas sumber radiasi
Mahasiswa dapat memahami peluruhan radioaktivitas

PERALATAN YANG DIGUNAKAN:


Seperangkat sistem spektoskopi gamma menggunakan NaI(Tl):
1. Detektor Sintilasi NaI(Tl)
2. Preamplifier
3. Amplifier
4. MCA

LANDASAN TEORI :
Suatu sumber radiasi pemancar foton gamma apabila dilihat spektrum energinya akan diperoleh
gambar sebagai berikut :

Gambar 1. Spektrum energi gamma


Gambar diatas menunjukan bahwa sumber radiasi memancarkan foton dengan satu tingkat
energi, yang ditunjukan dengan adanya sebuah puncak. Aktivitas sumber radiasi meluruh secara
eksponensial mengikuti rumus :
𝐴𝑡 = 𝐴0𝑒−𝜆𝑡 (1)
dengan 𝐴𝑡 = aktivitas sumber pada saat t
𝐴0 = aktivitas mula-mula pada saat t = 0
λ = konstanta peluruhan
t = waktu mulai t= 0, sampai saat perhitungan dilakukan
Dengan mengetahui jumlah cacah dibawah puncak, dapat ditentukan aktivitas sumber radiasi
yang dideteksi. Untuk menentukan aktivitas sumber dapat dilakukan dengan dua metode yaitu
metode aktivitas mutlak dan metode aktivitas relatif.

58
59

1. MENENTUKAN AKTIVITAS SUMBER DENGAN METODE RELATIF.


Metode ini dilakukan dengan membandingkan hasil pencacahan sumber (X) yang akan dicari
aktivitasnya terhadap sumber standar (S) yang telah diketahui aktivitasnya. Dari gambar 1. dapat
diketahui jumlah cacah pada puncak foto baik sumber (X) ΣUx; maupun sumber (S) ΣUs.
Aktivitas sumber standar dihitung dengan menggunakan rumus (1) diatas, sehingga diperoleh
aktivitas saat pengukuran. Untuk menghitung aktivitas sumber (X) digunakan rumus (2) sebagai
berikut:
𝑨𝒙 ∑ 𝑼𝒙 (2)
=
𝑨𝒔 ∑ 𝑼𝒔
∑ 𝑼𝒙 (3)
𝑨𝒙 = × 𝑨𝒔
∑ 𝑼𝒔

2. MENENTUKAN AKTIVITAS SUMBER DENGAN METODE MUTLAK.


Metode ini dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
𝑨𝒙 = ∑ 𝑼𝒙 𝟏 (4)
𝒕 𝑮𝜺 𝒇
𝒑
Dengan:
Ax = Aktivitas sumber (X)
ΣUx = Jumlah cacah dibawah puncak foto (sum under the photopeak)
t = lamanya waktu pencacahan
f = fraksi peluruhan gamma

Tabel fraksi peluruhan gamma (f) untuk beberapa sumber

59
60

PROSEDUR
Penentuan Aktivitas Sumber Dengan Metode Relatif
1. Rangkai peralatan seperti gambar berikut:

Gambar 2. Rangkaian peralatan


2. Letakkan sumber standard pada sekitar 4 cm dari permukaan detektor
3. Hidupkan power sistem, atur tegangan tinggi detektor (sesuai petunjuk asisten);
4. Lakukan pencacahan dalam waktu yang cukup agar diperoleh spektrum di MCA
5. Dengan menggunakan kursor, atur ROI (region of interest) pada spektrum yang diperoleh
kemudian catat jumlah cacah dibawah puncak net ΣUs;
6. Hapus (erase) spektrum pada MCA
7. Ganti sumber standar dengan sumber yang akan dicari aktivitasnya dan diletakkan pada
posisi sama, lakukan hal seperti langkah 3 dan 4, catat jumlah cacah dibawah puncak foto net
ΣUx.
8. Hitung aktivitas sumber (X) Ax dengan menggunakan rumus 3.
9. Menentukan aktivitas sumber dengan metode relatif.

Penentuan Aktivitas Sumber Dengan Metode Mutlak


1. Buat rangkaian seperti pada percobaan A (Gambar 2).
2. Catat jumlah cacah dibawah puncak foto neto, dengan cara mengatur ROI, dan catat
waktu pengamatan.
3. Tentukan aktivitas sumber dengan menggunakan rumus 4.

DATA PRAKTIKUM
Sumber radiasi:
Jarak sumber dengan detektor:
Waktu pencacahan:

1. Tabel Peak
No. Sumber Percobaan Percobaan Percobaan Rerata
1 2 3
1. …
2. …

60
61

2. FWHM
No. Sumber Percobaan Percobaan Percobaan Rerata
1 2 3
1. …
2. …

3. Gross Area
No. Sumber Percobaan Percobaan Percobaan Rerata
1 2 3
1. …
2. …

4. Net Area
No. Sumber Percobaan Percobaan Percobaan Rerata
1 2 3
1. …
2. …

PEMBAHASAN:

KESIMPULAN:

SARAN:

DAFTAR PUSTAKA:

YOGYAKARTA,

PRAKTIKAN,

NIM.

61
62

PERCOBAAN 8. LOW BACKGROUND COUNTING SPEKTROMETER


TRIO (ALPHA BETA GAMMA)

TUJUAN
1. Mahasiswa mampu memahami teknik dasar pengukuran energi radiasi
menggunakan LBC spektrometer TRIO (Alpha Beta Gamma).
2. Mahasiswa dapat melakukan pengaturan parameter awal dalam pengukuran cacah
radiasi low background spectrometer alpha beta dan gamma
3. Mahasiswa dapat melakukan kalibrasi energi, menghitung resolusi dan efisiensi detektor
4. Mahasiswa mampu mengidentifikasi sumber radioaktif
5. Mahasiswa mampu mengoperasikan software ASW

PERALATAN YANG DIGUNAKAN


1. Low Background Counting Spektrometer TRIO (alpha beta gamma)
2. Polynom MCA
3. Wadah sampel
4. Sumber radioaktif (Cs-137; Co-60; Sr-90; Po-210)
5. Pinset
6. Komputer dan Software ASW2

TEORI

Low Background Counting (LBC) Spektrometer TRIO dirancang untuk pengukuran


distribusi energi radiasi gamma, beta, dan alfa dan untuk mengukur aktivitas radionuklida alami
(misalnya Ra-226, Th-232, K-40, Rn-222), radionuklida teknogenik (misalnya Cs-137, Cs-134,
Co-60, mTc-99, Sr-90 dan lainnya). Detektor yang dipakai pada spektrometer TRIO merupakan
jenis detektor sintilasi BDEG. Pada pendeteksian radiasi gamma digunakan detektor sintilasi
jenis BDEG 63 63; 76 76; dan 150 100. Sedangkan untuk pendeteksian radiasi beta digunakan
detektor sintilasi BDEB 70 10 dan radiasi alpha dengan detektor sintilasi BDEB 70 1.
Penganalisa saluran ganda (MCA) yang digunakan merupakan Polynom Multi Channel
Analyzer.

Gambar 1. LBC Spektrometer TRIO


62
63

Tabel 1 berikut merupakan rentang distribusi energi gamma, beta, dan alpha yang dapat diukur
pada sistem spektrometer TRIO.
Tabel 1. Rentang Energi Radiasi Spektrometer TRIO
No. Jenis Energi Radiasi Rentang Energi (keV)
1 Gamma 40 – 3.000
2 Alpha 65 – 4.000
3 Beta 1.500 – 10.000

Resolusi energi relatif spektrometer dengan unit pendeteksi kilau BDEG-63-63 dan BDEG-
76-76 oleh spektrum line radiasi gamma radionuklida 137Cs masing-masing 661,7 keV tidak
melebihi 8,5 dan 9%. Resolusi energi relatif spektrometer dengan unit pendeteksi kilau BDEG-
150-100 oleh spektrum line radiasi gamma radionuklida 137Cs sebesar 661,7 keV tidak melebihi
12%. Resolusi energi relatif spektrometer dengan unit deteksi beta BDEB-70-10 oleh garis
elektron konversi radionuklida 137Cs pada 624 keV tidak melebihi 15%.
Pengukuran resolusi detektor R dapat ditentukan dengan persamaan berikut :
∆𝐸
𝑅= 𝑥 100%
𝐸
dengan
E adalah lebar setengah puncak maksimum (FWHM)
E adalah energi radiasi

Efisiensi pada pengukuran radiasi gamma spectrometer TRIO dengan detektor sintilasi
BDEG 63 63 adalah tidak kurang dari 1,2% pada full energy peak 661,7 keV dengan
radionuklida 137Cs pada 50 mm dari bagian permukaan atas detektor. Dengan kondisi posisi
jarak dan radionuklida yang sama, efisiensi detektor sintilasi BDEG 76 76 adalah tidak kurang
dari 2% dan pada detektor sintilasi BDEG 150 100 adalah tidak kurang dari 7,5%.

PROSEDUR
Setting Parameter Awal
1. Rangkai peralatan/ pastikan koneksi peralatan seperti diagram berikut seperti gambar berikut:

Gambar 2. Sistem LBC Spektrometer TRIO Alpha Beta Gamma


2. Hidupkan power pada Polynom MCA
3. Buka software ASW2
4. Gunakan sarung tangan
5. Letakkan sumber standard di wadah sampel menggunakan pinset

63
64

6. Masukkan wadah sampel ke dalam tempat sampel yang berada tepat di bawah detektor
7. Sumber standar yang dipakai untuk pengukuran spektroskopi alpha adalah Po-210
8. Sumber standar yang dipakai untuk pengukuran spektroskopi beta adalah Sr-90
9. Sumber standar yang dipakai untuk pengukuran spektroskopi gamma adalah Cs-137 dan Co-
60 (dapat berubah sesuai instruksi asisten)

10. Pada software ASW2, tekan toolbar atau pilih Device configuration pada konteks
menu kolom Analysers di panel Device Manager. Klik set connection sehingga status
menjadi switched on.

11. Setting parameter awal seperti tabel passport spektrometer TRIO berikut
Detector Type HV CV Ratio Threshold ADC Input
Gamma 1100 V 20 5 Direct
Beta 1880 20 5 Shaping
Alpha 1200 20 10 Shaping

Detector Type Choice of Shaping Flat Top Coarse Fine


Shaping Time Time Gain Gain
Gamma 1 1 1.2 10 3.95
Beta 1 0.5 1.5 10 2.4
Alpha 1 1 1.2 50 2.5

Pencacahan dan Kalibrasi Energi Radiasi


1. Lakukan pencacahan dengan waktu pencacahan pada setiap pengukuran spektrum radiasi
alpha, beta, gamma sebesar 180 detik (dengan variasi coarse gain dan fine gain sesuai
data sementara)
2. Pengaturan waktu dapat dilakukan pada menu Measurement parameters
window (tekan button atau klik F2) pada field Preset time seperti gambar berikut.

64
65

3. Saat analyser telah siap, control buttons (Start, Stop, Read dan Clear) pada main toolbar
dapat di klik dan berwarna, namun, semua buttons menjadi abu dan tidak aktif saat

pencacahan telah berlangsung. Untuk start measurement, tekan , sehingga window


spectrum tertampil seperti gambar berikut

4. Amati spektrum energi radiasi yang tampak

5. Lakukan kalibrasi dengan mengeklik icon Energy Calibration for Current Spectrum
6. Arahkan ke peak yang akan dianalisis
7. Isi nilai energi radiasi sesuai library
8. Klik icon (+) untuk menambahkan data peak energi kedua jika dibutuhkan atau pada sumber
radiasi yang multipeak

9. Tentukan resolusi peak energi radiasinya dengan cara mengeklik peak mode
10. Pilih Region of Interest (ROI) pada peak energi dengan melakukan penandaan menggunakan

kursor, Klik gaussian , maka akan tampil informasi energi channel resolusi dan FWHM

65
66

11. Ikon Multiplet with high resolution dapat menampilkan left edge atau posisi peak yang
lebih detail.
12. Klik Calibration – FWHM – Calc Calibration
13. Identifikasi setiap peak energi yang tertampil pada hasil measurement
14. Lengkapi data sementara

66

Anda mungkin juga menyukai