03 - Petunjuk Praktikum Adpr - 2024
03 - Petunjuk Praktikum Adpr - 2024
Asisten:
1. Toto Trikasjono, S.T., M.Kes
2. Joko Sunardi, M.Kom
3. Ayu Jati Puspitasari, M.Si.
4. Risky Nurseila Karthika, M.Sc
DAFTAR ISI............................................................................................................................................................2
TATA TERTIB........................................................................................................................................................3
PETUNJUK KESELAMATAN DI LABORATORIUM INSTRUMENTASI NUKLIR.......................................4
PERCOBAAN 1. PENGENALAN ALAT UKUR PROTEKSI RADIASI............................................................6
PERCOBAAN 2. KALIBRASI ALAT UKUR.....................................................................................................12
PERCOBAAN 3. STATISTIK PENCACAHAN..................................................................................................20
PERCOBAAN 4. DETEKTOR GEIGER MULLER (GM)..................................................................................32
PERCOBAAN 5. SPEKTROSKOPI GAMMA DENGAN DETEKTOR CdTe...................................................36
PERCOBAAN 6. SPEKTROSKOPI GAMMA DENGAN DETEKTOR SINTILASI NaI(Tl)...........................45
PERCOBAAN 7. AKTIVITAS SUMBER RADIASI...........................................................................................55
PERCOBAAN 8. LOW BACKGROUND COUNTING SPEKTROMETER TRIO (ALPHA BETA GAMMA)
...............................................................................................................................................................................59
2
3
TATA TERTIB
a. Praktikan wajib mengenakan seragam Poltek Nuklir/ kemeja sopan dan rapi serta
sepatu saat melakukan praktikum.
b. Toleransi keterlambatan 15 menit. Apabila terlambat lebih dari 15 menit tanpa alasan
yang bisa dipertanggungjawabkan, maka mahasiswa tidak dapat melakuan praktikum
maupun inhal.
c. Bagi praktikan yang sakit atau berhalangan hadir dikarenakan oleh suatu hal yang
dapat dipertanggungjawabkan, diperkenankan mengikuti praktikum susulan dengan
menunjukkan keterangan sakit atau keterangan lain yang dapat
dipertanggungjawabkan, dengan sebelumnya tetap wajib menghubungi asisten.
d. Apabila praktikan berhalangan hadir praktikum karena perlombaan atau tugas dari
kampus, wajib izin dan menghubungi asisten sebelum hari pelaksanaan praktikum.
e. Laporan praktikum harus sudah diserahkan selambat-lambatnya 7 hari sesudah
pelaksaan praktikum atau sebelm praktikum berikutnya. Bagi yang belum
menyerahkan laporan, tidak diperkenankan mengikuti praktikum berikutnya.
f. Praktikan baru diijinkan menghidupkan sistem setelah memperoleh persetujuan dari
asisten/ pembimbing praktikum. Jika tidak mentaati ketentuan ini, kerusakan
peralatan menjadi tanggung jawab praktikan
g. Selama kegatan praktikum di laboratorium, praktikan tidak diperkenankan makan,
minum, dan merokok
h. Semua praktikan diharuskan mentaati ketentuan-ketentuan ini dan ketentuan lain
yang ditentukan kemudian.
1. Bersikap tanggung jawab pada setiap saat anda berada di dalam laboratorium
2. Ikuti semua peraturan tertulis dan tidak tertulis dengan baik. Jika anda tidak mengerti suatu
peraturan atau suatu prosedur, BERTANYALAH KEPADA DOSEN/ ASISTEN ANDA
SEBELUM MELANJUTKAN AKTIVITAS ANDA.
3. Jangan pernah bekerja sendirian di dalam laboratorium. Tidak ada mahasiswa yang
diijinkan bekerja di dalam ruangan tanpa kehadiran dosen.
4. Ketika memasuki ruangan, jangan menyentuh peralatan, bahan kimia, atau material lainnya
di daerah laboratorium sampai anda diperbolehkan.
5. Tidak diperbolehkan menyentuh sumber radioaktif langsung dengan menggunakan
tangan kosong, untuk memegang sumber radioaktif wajib menggunakan pinset.
6. Gunakan dosimeter personal pendose di saku baju/ jas lab, baca penunjukan dosis awal
sebelum melakukan praktikum dengan sumber radiaoaktif dan dosis akhir setelah
melaksanakan praktikum.
7. Hanya lakukan percobaan yang sudah diijinkan oleh dosen/ asisten. Ikuti semua langkah
percobaan dengan hati-hati, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Percobaan yang
tidak diijinkan tidak boleh dilakukan.
8. Dilarang makan, minum, mengunyah permen karet, dan merokok di dalam
laboratorium. Dilarang menggunakan peralatan gelas sebagai wadah makanan atau
minuman.
9. Siapkan diri untuk melakukan pekerjaan di dalam laboratorium. Baca semua prosedur
dengan seksama sebelum memasuki laboratorium. Jangan pernah bermain-main di dalam
laboratorium. Senda-gurau, candaan, dan keisengan adalah tindakan yang dilarang.
10. Selalu bekerja di daerah yang berventilasi baik.
11. Perhatikan praktik pemeliharaan yang baik. Daerah bekerja harus selalu dijaga kebersihan
dan kerapihannya setiap saat.
12. Waspada dan bekerja dengan hati-hati setiap saat ketika berada di dalam laboratorium.
Laporkan kepada dosen/asisten secepatnya jika terdapat kondisi yang tidak aman.
13. Buang semua sarung tangan pada bak/tempat sampah khusus yang disediakan.
14. Label dan instruksi peralatan harus dibaca dengan seksama sebelum penggunaan. Siapkan
dan gunakan alat sesuai petunjuk dosen/asisten anda.
15. Jauhkan tangan dari wajah, mata, mulut, dan tubuh ketika menggunakan sumber radioaktif
atau peralatan laboratorium. Cuci tangan dengan sabun dan air setelah melakukan semua
percobaan.
16. Percobaan harus dipantau pribadi setiap saat. Jangan berkeliaran di dalam ruangan,
mengganggu mahasiswa lain, mengejutkan mahasiswa lain, atau mengganggu percobaan
mahasiswa lain
5
17. Praktikan baru diijinkan menghidupkan sistem/ rangkaian modul setelah memperoleh
persetujuan dari dosen/ asisten. Jika tidak mentaati ketentuan ini, kerusakan peralatan
menjadi tanggung jawab praktikan
18. Selama kegatan praktikum di laboratorium, praktikan tidak diperkenankan makan, minum,
dan merokok
19. Semua praktikan diharuskan mentaati ketentuan-ketentuan ini dan ketentuan lain yang
ditentukan kemudian.
TUJUAN
Tujuan Instruksional Umum:
Mengetahui jenis dan penggunaan instrumen radiasi untuk penanganan radiasi
TEORI DASAR
Alat ukur radiasi diperlukan untuk mendeteksi dan mengukur kuantitas dua jenis
potensi paparan yaitu paparan eksterna untuk penetrasi radiasi yang dipancarkan oleh
sumber diluar tubuh manusia; dan paparan interna dimana sekumpulam material radioaktif
dalam suatu bentuk mempunyai kemampuan masuk dan berinteraksi dengan tubuh manusia.
Gambar 1 berikut merupakan alat ukur radiasi yang dapat digunakan di daerah kerja.
Pada Gambar 1 tersebut, terdapat beberapa alat ukur radiasi yang meliputi:
A. Doseratemeter, alat ukur laju dosis, digunakan untuk mengukur potensi paparan
eksternal
B. Dosimeter, alat ukur dosis, menyangkut kumulatip paparan eksternal
C. Surface contamination meter, alat ukur kontaminasi permukaan, menyangkutpotensi
paparan interna bila substansi radioaktif yang tersebar di permukaan
D. Airborne contamination meter and gas monitor, Alat ukur kontaminasi udara
danmonitor gas, yang menyangkut potensi paparan interna bila substansi radioaktif
tersebar diatmosfer.
7
Dalam penggunaanya, alat ukur radiasi digunakan sebagai alat proteksi radiasi, yang
dibedakan atas: Surveymeter, Dosimeter personal dan Monitor radiasi.
Surveymeter
Suatu surveymeter, alat ukur laju dosis (doserate meter) menyerap energi dari radiasi
yang masuk. Respon/ tanggapannya proporsional dengan laju kerusakan jaringan (organ)
akibat dari paparan eksterna. Kesesuaian dan efisien instrumen ukur dengan besarannya
pada pekerjaan khusus, harus mampu menyediakan pembacaan langsung laju dosis
ekivalent. Nilai tanggapan instrumen yang lebih kecil menyatakan laju dosis serap.
Tanggapan ini hanya untuk radiasi sinar X atau Gamma. Doseratemeter mengukur bahaya
eksterna dalam satuan laju dosis ekivalen. Pengukuran laju dosis radiasi dapat ditunjukkan
pada Gambar 2 berikut.
Instrumen khusus diperlukan untuk pengukuran laju dosis ekivalent dari neutron.
Satuan lama (CGS) laju dosis (mrem/jam; mrad/jam dan mR/jam), (10 μS/j ekivalent dengan 1
mrem/j). Surveymeter tidak dapat memberikan respon akurat terhadap kecelakaan eksterna
yang berubah secara cepat atau terpulsa. Integrasi doserate meter dalam selang waktu tertentu
atau dosimeter lebih sesuai untuk penggunaan keadaan tersebut. Doserate meter memberikan
pengukuran langsung paparan eksterna. Surveymeter yang digunakan berdasarkan jenis
radiasi yang dipancarkan adalah:
1. Surveymeter Gamma:
Merupakan surveymeter yang banyak digunakan. Detektor yang sering digunakan adalah
detektor isian gas seperti geiger muler, atau proporsional. Detektor ini dapat juga
digunakan untuk mengukur radiasi sinar-x Nilai kalibrasi surveymeter gamma energi
tinggi berbeda dengan nilai kalibrasi untuk sinar-x
2. Surveymeter Alpha/Beta:
Surveymeter ini sama dengan surveymeter gamma, hanya penggunaan detektornya harus
mempunyai window tipis dan penutup yang dapat dilepas. Bila digunakan untuk
8
mendeteksi radiasi alpha, maka penutup harus dibuka sedangkan untuk radiasi beta
penutup dipasang sehingga menyaring radiasi alpha.
3. Surveymeter netron:
Detektor yang digunakan pada surveymeter neutron biasanya detektor proporsional yang
diisi dengan gas BF3 atau surveymeter biasa (untuk gamma) yang windownya dilapisi
dengan boron. Surveymeter netron dilengkapi dengan bahan parafin sebagai bahan
penahan radiasiatau polietilen untuk membedakan energi netron.
Dosimeter
Dosimeter mengukur kumulatif energi yang diserap sebagai akibat terhadap paparan
radiasi pengion. Dosimeter personal harus dipakai pekerja radiasi untuk mengukur paparan
radiasi. Dosimeter digunakan secara rutin mencatat dosis kumulatif paparan eksterna.
Dosimeter menyediakan pembacaan seketika, dan mungkin juga memberikan alarm bila
dosis yang terukur mencapai nilai yang telah diatur oleh pemakai atau pekerja seperti
ditunjukkan pada Gambar 3.
mengukur dosis ekivalen bahaya eksternal yang berubah terhadap waktu. Dosimeter
memberikan pengukuran kumulatif paparan radiasi. Dalam medan dengan laju dosis
tinggi, Pekerjaan harus diselesaikan dengan durasi waktu yang singkat.
Adapun terdapat tiga jenis dosimeter perorangan yang banyak digunakan yaitu:
1. Dosimeter saku (Pocket dosimeter)
Dosimeter ini menggunakan detektor kamar ionisasi, dan prinsip kerjanya sama
dengan detektor kamar ionisasi tetapitidak menghasilkan respon yang langsung.
Konstruksi alat ini berupa silinder berupa gas. Dinding silinder berfungsi sebagai katoda,
sedang sumbu logam dengan jarum quartz sebagai anoda (bermuatan positif) Dalam
pemakaiannya, radiasi yang memasuki detektor akan mengionisasi gas. Ion akan bergerak
ke anoda dan katoda, yang akan mengurangi beda potensial pada jarum quartz dan dinding
silinder, sehingga terjadi penyimpangan jarum penunjuk. Pnyimpangan jarum sebanding
dengan banyaknya dosis yang diterima detektor. Sebelum digunakan biasanya alat ini
dilakukan charging untuk menyimpangkan jarum menunjuk ke nilai nol. Nilai yang
ditunjukkan jarum quartz harus dikalibrasi kenilai dosimeter secara berkala.
Keuntungan alat ini dapat dibaca langsung, tidak membutuhkan peralatan tambahan,
kecuali alat charger. Kelemahannya, alat ini tidak dapat menyimpan informasi dosis
dalam waktu lama, karena kebocoran elektrostatis detektor, kurang teliti serta mempunyai
rentang energi tertentu. Meskipun demikian, pekerja yang berada di medan radiasi tinggi
dianjurkan menggunakan alat ini.
2. Film Badge
Detektor yang digunakan pada film badge adalah film fotografi. Film badge terdiri
dari film dan tempat film (holder). Holder terpasang beberapa filter seperti plastik dengan
tebal 0,5 mm, 1,5 mm dan 3 mm, aluminium 0,6 mm, tembaga 0,3 mm stanium (Sn) 0,8
mm, Pb 04 mm dan campuran Cd 0,8 mm, Masing-masing filter berfungsi untuk
menyaring jenis radiasi dan energi radiasi. Tanggapan film dipengaruhi oleh energi
radiasi.
Keuntungan dari alat ini, karena ada filter sehingga dapat membedakan jenis radiasi
dan mempunyai rentang energi yang lebih lebar dari dosimeter saku. Disamping itu film
yang telah diproses dapat digunakan untuk perhitungan yang teliti dan dapat digunakan
sebagai dokumen. Kekurangan film badge adalah perlu proses fill dan perlu alat baca film
yang disebut densitometer.
3. Thermoluminisensi Doser (TLD)/ Radiophoto Luminisensi Dose (RPLD)
Alat ini menyerupai film badge, hanya detektor yang digunakan adalah kristal
anorganik thermoluminisensi seperti LiF. Bila radiasi mengenai bahan ini, akan terjadi
proses seperti sintilasi, perbedaanya perbedaan cahaya akan dipercikkan setelah bahan
dipanaskan, tidak langsung seperti bahan scintntilator. Jumlah elektron yang tereksitasi
dan terperangkap dalam pita konduksi sebanding dengan dosis radiasi yang mengenai
kristal. Dosis radiasi dihitung dengan jumlah percikan transisi dari pita konduksi ke
keadaan dasar. Dalam praktiknya, pembacaan pengukuran dilakukan dengan alat yang
disebut ‘TLD
10
reader”, yang harganya cukup mahal. Keuntungan alat ini, setelah dibaca alat dapat
digunakan kembali.
Seperti halnya TLD, RPLD juga menggunakan kristal anorganik, hanya proses
pembacaannya berbeda. Jika TLD pada saat pembacaannya dilakukan dengan pemanasan
sedangkan RPLD dengan cara disinari menggunakan sinar ultraviolet
Gambar 5. Sampler statis dan monitor gas untuk memonitor kontaminasi udara
Alat ukur kontaminasi udara (Airbonrne contamination meter) digunakan untuk
mendeteksi dan mengukur partikel radioaktif di atmosfer. Sedangkan monitor gas
digunakan untuk mendeteksi dan mengukur gas-gas radioaktif di atmosfer.
DAFTAR PUSTAKA
1. Tim Proteksi Radiasi, Diktat Kursus Proteksi Radiasi, Pusdiklat Batan, Jakarta, 2002
2. Anonim, Workplace Monitoring For Radiation and Contamination, IAEA, Vienna,
1995.
12
TUJUAN
1. Mengetahui cara mengkalibrasi alat ukur radiasi
2. Menghitung factor kalibrasi dengan metoda langsung
3. Menghitung factor kalibrasi dengan metoda tak langsung
4. Menentukan kesalahan pengukuran dari alat ukur.
TEORI
Menurut ISO/IEC Guide 17025:2005 dan Vocabulary of International Metrology (VIM),
kalibrasi adalah serangkaian kegiatan yang membentuk hubungan antara nilai yang ditunjukkan
oleh instrumen ukur atau sistem pengukuran, atau nilai yang diwakili oleh bahan ukur, dengan
nilai- nilai yang sudah diketahui yang berkaitan dari besaran yang diukur dalam kondisi tertentu.
Dengan kata lain kalibrasi adalah kegiatan untuk menentukan kebenaran konvensional nilai
penunjukkan alat ukur dan bahan ukur dengan cara membandingkan terhadap standar ukur yang
mampu telusur (traceable) ke standar nasional maupun internasional untuk satuan ukuran dan/atau
internasional dan bahan-bahan acuan tersertifikasi.
Setiap alat ukur proteksi radiasi harus dikalibrasi secara periodik oleh instansi yang
berwenang. Hal ini dilakukan untuk menguji ketepatan nilai yang ditampilkan alat terhadap nilai
sebenarnya. Perbedaan nilai antara tampilan alat ukur dan nilai sebenarnya harus dikoreksi
dengan suatu parameter yang disebut sebagai factor kalibrasi (Fk). Saat melakukan pengukuran,
nilai yang ditampilkan pada alat ukur harus dikalikan dengan factor kalibrasinya. Secara ideal,
factor kalibrasi ini bernilai satu, tetapi pada kenyataannya banyak alat ukur yang factor
kalibrasinya tidak sama dengan satu. Nilai yang diterima berkisar antara 0,8 sampai 1,2 atau nilai
keidaksesuaian sama dengan 20%. Faktor kalibrasi dapat dihitung menggunakan persamaan
berikut.
𝐹𝑘 𝐷𝑠
=𝐷 (1)
𝑢
Dengan Ds adalah nilai dosis sebenarnya dan Du adalah nilai yang ditampilkan oleh alat ukur.
Sebelum menggunakan alat ukur radiasi, perlu dilakukan pemeriksaan sertifikat kalibrasi.
Sertifikat kalibrasi berisi informasi tentang factor kalibrasi, sumber radiasi pengkalibrasi, dan
tanggal validasi sertifikat kalibrasi. Apabila sertifikat telah melewati batas waktunya, maka alat
ukur/surveymeter tersebut harus dikalibrasi ulang ke instansi yang berwenang sebelum dapat
digunakan kembali.
Dari penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa untuk penggunaan alat deteksi radiasi baik
di lapangan maupun di laboratorium perlu dikalibrasi/distandarisasi dengan alat ukur yang sudah
standar agar tidak terjadi penyimpangan yang besar dalam pengukuran.
13
Tanggapan atau respon suatu alat ukur terhadap dosis radiasi ternyata berbeda untuk
energy radiasi yang berbeda. Setiap alat ukur seharusnya dikalibrasi dengan sumber
yang mempunyai tingkat energy yang sama dengan tingkat energy radiasi yang
digunakan di lapangan. Perbedaan respon tersebut sangat signifikan pada rentang
energy di bawah 200 keV. Pada rentang energi di atas 500 keV perbedaan responnya
sudah tidak terlalu besar.
14
PERALATAN PRAKTIKUM
1. Sumber radiasi
Zat radioaktif yang digunakan adalah sumber standar yang telah diketahui
aktivitasnya
2. Alat ukur jarak
Alat ukur digunakan untuk menentukan jarak yang diinginkan dalam pengamatan
laju dosis paparan radiasi
3. Surveymeter
Alat ukur radiasi yang akan digunakan sebagai alat ukur standar dan yang akan
dikalibrasi
4. Kontainer dan Kolimator
Tempat menyimpan sumber radiasi yang juga berfungsi sebagai penahan
(shielding) paparan radiasi dari sumber
5. Statif (penyangga)
Sebagai alat penyangga yang berfungsi sebagai tempat dudukan alat ukur radiasi
yang akan dikalibrasi
PROSEDUR KERJA
A. Kalibrasi Langsung
1. Bacalah poket dosimeter yang saudara gunakan, catat penunjukkan jarumnya.
2. Tempatkan surveymeter yang akan dikalibrasi pada penyangga (statif).
3. Periksa baterai surveymeter sebelum melakukan praktikum kalibrasi.
4. Atur titik tengah detector surveymeter agar segaris dengan titik tengah sumber
radiasi
5. Letakkan titik kaki statif pada jarak yang telah ditentukan oleh pembimbing
praktikum, kemudian shielding sumber dibuka dan tariklah sumber tersebut
hingga tepat kolimator.
6. Amati dan catat laju dosis paparan radiasi yang dtunjukkan
surveymeter, minimum tiga kali pengamatan
7. Lakukan seperti pada langkah nomor 5 pada jarak yang telah ditentukan
oleh pembimbing praktikum
15
Sumber Radiasi :
Aktivitas awal (A0):
Waktu awal :
Waktu saat ini :
Waktu Paruh (T1/2) :
Surveymeter :
𝜎𝑘𝐿(… 𝑐𝑚) =
∑(𝑋𝑘𝐿 − ̅𝑋̅𝑘̅𝐿̅)2
√ =⋯
𝑛−1
Sumber Radiasi :
Aktivitas awal (A0):
Waktu awal :
Waktu saat ini :
Waktu Paruh (T1/2) :
Surveymeter :
7
8
9
10
𝜎𝑘TL(… 𝑐𝑚) =
∑(𝑋𝑘TL − 𝑋̅̅𝑘̅T̅L̅)2 = ⋯
√ 𝑛−1
TUJUAN
1. Menghitung penyimpangan pengukuran cacahan
2. Menentukan limit deteksi dan limit kuantisasi pengukuran radiasi
3. Menerapkan chi-square test pada sekumpulan data pengukuran radiasi
DASAR TEORI
a. Sifat Acak (random)
Suatu pengukuran mengikuti kecenderungan atau distribusi tertentu. Sebagai contoh, jika kita
memiliki sebuah dadu, berapakah peluang terjadinya dadu mata satu pada satu kali pelemparan?
Maka,
𝑁𝐴
𝑃 ( 𝐴) = (1)
𝑁
Dengan P(A) adalah peluang atau probabilitas terjadinya, NA adalah banyaknya kejadian dan N
adalah kejadian seluruhnya/peristiwa yang mungkin terjadi. Persamaan (1) dapat dituliskan
kembali
𝑁𝐴 = 𝑃(𝐴) ∙ 𝑁 (2)
Peluruhan zat radioaktif dan reaksi nuklir lainnya adalah peristiwa yang bersifat random,
karena itu sistem pencacahan atau perhitungan kuantitatifnya harus dilakukan secara
statistik. Hal itu disebabkan oleh perubahan aktivitas yang konstan dari setiap cuplikan
terkait waktu paruh dan fluktuasi laju peluruhan terhadap waktu karena sifat stokastik atau
random peluruhan zat radioaktif. Persamaan aktivitas zat radioaktif adalah
A=λ⋅N (3)
A adalah aktivitas zat radioaktif, λ adalah konstanta peluruhan, sedangkan N adalah jumlah inti
yang tidak stabil. Konstanta peluruhan (λ) merupakan probabilitas salah satu inti atom tersebut
meluruh atau tidak. Dengan menganalogikan dua rumusan tersebut di atas maka dapat
disimpulkan bahwa aktivitas radioaktif bersifat acak (random). Jadi, bila suatu zat radioaktif
mempunyai aktivitas sebesar 100 Bq maka tidak berarti bahwa zat radioaktif tersebut selalu
memancarkan 100 radiasi per detik, melainkan berbeda-beda tetapi mempunyai kecenderungan
di sekitar nilai 100
c. Propagasi Error
Propagasi error atau rambatan error adalah metode untuk menghitung simpangan suatu nilai
yang berasal dari beberapa faktor, misalnya beberapa hasil pengukuran dan data pendukung
lainnya.
Rumusan dasar propagasi error untuk suatu nilai F yang merupakan fungsi dari factor X, Y,
dan Z adalah sbb
𝛛𝐹 2 𝛛𝐹 2 𝛛𝐹 2
𝑠𝑓 = √( ) 𝑠 2 + ( ) 𝑠 2 + ( ) 𝑠 2 (4)
𝑥 𝑦 𝑧
𝛛𝑋 𝛛𝑌 𝛛𝑍
Laju Cacah
Laju cacah atau cacahan per detik adalah suatu nilai yang sebanding dengan aktivitas atau
intensitas radiasi.
𝐶
𝑅= (5)
∆𝑇
Karena simpangan waktu (st) dapat diasumsikan tidak ada, maka simpangan laju cacah (sr) hanya
dihitung dari satu factor saja yaitu nilai cacah (C).
22
𝑠 =√
𝛛𝑅 2 1 2
√ 2
2
𝑟 ) 𝑠𝐶 = ( 𝑠𝐶 (6)
Cacahan Rata-Rata
𝛛𝐶 )
𝛥𝑇
(
Cacahan rata-rata merupakan nilai rata-rata dari beberapa kali pengukuran, misalnya N kali
𝐶1 + 𝐶2 + 𝐶3 + ⋯ + 𝐶𝑛
𝐶̅ = 𝑁
2
𝑠𝐶̅ = √( 1 ) 2 2
𝑠𝐶 2 + ( 1 ) 𝑠𝐶 2 + ⋯ + (1 𝑠𝐶 2
)
𝑁 1 𝑁 2
𝑁 𝑛
𝐶̅
𝑠𝐶̅ = √ (7)
𝑁
Laju Cacah Sumber
Laju cacah radiasi yang hanya berasal dari sumber saja (Rs) dapat dihitung dengan cara
mengurangi laju cacah keseluruhan (Rt) dengan laju cacah latar belakang (RL).
𝑅𝑠 = 𝑅𝑡 − 𝑅𝐿 (8)
Simpangan laju cacah adalah
𝑠𝑅𝑠 2 = 𝑠𝑅𝑡 2 + 𝑠𝑅 𝐿 2
𝑠𝑅𝑠 = √𝑠𝑅𝑡 2 + 𝑠𝑅
𝐿
2 (9)
Efisiensi Pengukuran
Simpangan dari efisiensi pengukuran (η) suatu nilai yang membandingkan antara laju cacah dan
aktivitas sumber standar
𝑅𝑠 (10)
𝜂 = 𝐴.𝑝
1
𝑠 =√ 2
2
𝑅𝑠 2 2
𝜂 ( 𝐴) 𝑠𝑅𝑠 + ( 2) (11)
𝐴
𝑠𝐴
Dengan 𝑠𝐴sebesar 1% atau 0.01A . Rs adalah laju cacah sumber rata-rata, A adalah aktivitas, dan
p adalah probabilitas pancaran radiasi yang nilainya bergantung dari jenis radionuklida. Nilai p
dapat dilihat pada tabel 1.
Nilai efisiensi dipengaruhi oleh geometri (jarak, dimensi, dan posisi) pengukuran, jenis, dan
energi radiasi.
23
d. Limit Deteksi
Setiap pengukuran radiasi akan menghasilkan kesalahan atau ketidakpastian, termasuk
pengukuran radiasi latar belakang (background). Yang menjadi permasalahan sekarang adalah
bila aktivitas suatu sumber atau intensitas radiasi yang dipancarkan oleh sumber kurang
dibandingkan dengan intensitas radiasi background.
Sebagai contoh, hasil pengukuran intensitas suatu sampel (sumber dan background) adalah
120 sedangkan pengukuran tanpa sampel (background) adalah 100. Secara perhitungan dengan
mudah dapat ditentukan bahwa radiasi latar belakang adalah 100, sehingga radiasi sumbernya
saja adalah 20.
Hal tersebut tidak dapat dibenarkan karena nilai intensitas radiasi latar belakang selalu
berfluktuasi sehingga nilai 120 tersebut mungkin saja hanya fluktuasu nilai intensitas radiasi latar
belakang. Jadi sampel tersebut sebenarnya tidak mengandung zat radioaktif sama sekali.
Limit deteksi adalah suatu batas nilai yang digunakan untuk menemukan apakah zat
radioaktif “terdeteksi” ada di dalam sampel yang diukur atau memang tidak terdeteksi. Nilai
limit deteksi ditentukan sebesar simpangan pengukuran latar belakang dengan tingkat
kepercayaan 3 sigma.
𝐿𝐷 = 3𝜎 = 3√𝑅𝐿 (12)
Nilai hasil pengukuran radiasi sumber pada contoh di atas (=20) masih kurang dari limit
deteksinya (=30). Sehingga pada contoh di atas tidak ada zat radioaktif dalam sampel.
Contoh lain, hasil pengukuran intensitas suatu sampel -yang berarti pengukuran radasi
yang berasal dari sumbernya dan ditambah dengan radiasi latar belakang- adalah 150 sedangkan
pengukuran tanpa sampel -yang berarti hanya pengukuran radiasi letar belakang- adalah 100.
Secara perhitungan dengan mudah dapat ditentukan bahwa radiasi latar belakang adalah 100
sehingga radiasi sumbernya saja adalah 50.
Berdasarkan pembahasan limit deteksi, sampel pada contoh tersebut di atas dapat
dinyatakan mengandung zat radioaktif karena hasil pengukuran sumber ( = 50 ) sudah lebih besar
daripada limit deteksi pengukurannya. Tetapi nilai hasil pengukuran ( = 50 ) belum dapat
dinyatakan sebagai kuantitas (atau dalam contoh ini adalah aktivitas) sumber. Limit kuantisasi
adalah suatu batas nilai yang digunakan untuk menentukan apakah nilai hasil pengukuran dapat
dinyatakan secara kuantitatif atau tidak. Nilai limit kuantisasi harus ditetapkan secara konvensi,
dari satu negara atau laboratorium ke negara atau laboratorium lain mempunyai nilai yang
berbeda. Nilai limit kuantisasi yang banyak digunakan adalah sebesar simpangan pengukuran
latar belakang dengan tingkat kepercayaan 7 sigma.
𝐿𝐾 = 7𝜎 = 7√𝑅𝐿 (13)
Jadi pada contoh pengukuran di atas hanya dapat dinyatakan secara kualitatif saja bahwa
di dalam sampel terdeteksi adanya zat radioaktif tetapi kuantitas atau aktivitas sumber tidak
layak untuk dinyatakan karena masih kurang dari limit kuantisasinya ( = 70 ).
24
e. Chi-Square Test
Pengukuran besaran fisis yang bersifat acak secara berulang selalu akan menghasilkan
nilai yang berubah-ubah, sebagai contoh 10 kali pengukuran intensitas radiasi akan
menghasilkan 10 nilai yang berbeda-beda. Hal ini menimbulkan kesulitan untuk mengetahui
bahwa perubahan nilai tersebut memang karena sifat acak dari sumber yang diukur, bukan
disebabkan oleh ”anomali” alat pengukur.
Chi square test adalah sebuah metode yang lazim digunakan untuk menguji apakah
sekumpulan data mengikuti distribusi Gauss atau tidak. Nilai Chi Square ditentukan
dengan persamaan berikut
2
∑(𝑥 −𝑥̅)
𝜒2 = 𝑥̅𝑖 (14)
Cara pembacaan tabel chi square n adalah derajat kebebasan pengukuran yaitu jumlah
pengulangan dikurangi 1 ( N – 1 ). Nilai-nilai pada kolom χ 2 0,50 adalah nilai ideal bila semua
nilai hasil pengukuran tepat sesuai dengan distribusi Gauss, tentu saja hal ini sangat sulit dicapai
dalam pengukuran sebenarnya. Seberapa besar toleransi tidak ideal harus ditentukan oleh
masing- masing keperluan atau laboratoriumnya.
Berdasarkan IAEA-TECDOC-602, data hasil 10 kali pengukuran “layak diterima”
apabila nilai χ2 berada antara 3.325 dan 16.919. Artinya, pada instrumentasi nuklir, alat dapat
dikatakan stabil apabila nilai χ2-nya berada pada tingkat kepercayaan 0.05 hingga 0.95 (tabel chi-
square terlampir)
Langkah Kerja
A. Mendapatkan nilai cacah latar
1. Jauhkan sumber dari detector
2. Pilih menu Experiment Half Life
3. Tentukan banyak cacahan “number of runs” sebanyak 30, waktu cacah (count time) 45
detik, HV menggunakan tegangan kerja yang didapatkan dari percobaan sebelumnya
4. Klik graph result kemudian klik Start.
5. Catat data cacah yang tertampil pada laporan sementara.
3. Tentukan banyak cacahan “number of runs” sebanyak 30, waktu cacah (count time) 45
detik, HV menggunakan tegangan kerja yang didapatkan dari percobaan sebelumnya.
4. Klik graph result. Klik START.
5. Catat data cacah yang tertampil pada laporan sementara.
DAFTAR PUSTAKA
1. G.F. Knoll. 1989. Radiation Detection and Measurement. Toronto: John Wiley.
2. Harinaldi. 2005. Prinsip-Prinsip Statistik untuk Teknik dan Sains. Jakarta: Erlangga
3. K. Debertin and R.G. Helmer. 1988. Gamma and X-ray Spectrometry with
Semiconductor Detectors. Amsterdam: North-Holland
4. Murray R. Spiegel. 1968. Mathematical Handbook. New York: Mc Graw Hill
5. N. Tsoulfanidis. 1995. Detection and Measurement of Radiation. New York: Taylor and
Francis
6. Pusdiklat. Statistik Pencacahan Radiasi
7. IAEA. 2008. IAEA-TECDOC-1599 Quality Control Procedures Applied to Nuclear
Instruments
8. IAEA. 1991. IAEA-TECDOC-602 Quality Control of Nuclear Medicine Instruments.
26
Tabel Chi-Square
27
LAPORAN SEMENTARA
STATISTIK PENCACAHAN
PRAKTIKUM ALAT DETEKSI DAN PENGUKURAN RADIASI (ADPR)
Kelompok …
Anggota :
1.
2.
3.
4.
5.
Sumber radioaktif :
Aktivitas awal :
Waktu Paro :
Waktu Awal :
Waktu saat ini :
𝐶𝑡 𝐶𝐿 𝐶𝑆
No 𝐶𝑡 𝐶𝑡 − 𝐶̅𝑡 (𝐶𝑡 − 𝐶̅𝑡)2 𝐶𝐿 𝐶𝐿 − ̅𝐶̅𝐿̅ (𝐶𝐿 − ̅𝐶̅𝐿̅)2 𝐶𝑆 𝐶𝑆 − ̅𝐶̅𝑆̅ (𝐶𝑆 − ̅𝐶̅𝑆̅)2 𝑅𝑡 = 𝑅𝐿 = 𝑅𝑆 =
∆𝑇 ∆𝑇 ∆𝑇
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
29
𝐶𝑡 𝐶𝐿 𝐶𝑆
No 𝐶𝑡 𝐶𝑡 − 𝐶̅𝑡 (𝐶𝑡 − 𝐶̅𝑡)2 𝐶𝐿 𝐶𝐿 − ̅𝐶̅𝐿̅ (𝐶𝐿 − ̅𝐶̅𝐿̅)2 𝐶𝑆 𝐶𝑆 − ̅𝐶̅𝑆̅ (𝐶𝑆 − ̅𝐶̅𝑆̅)2 𝑅𝑡 = 𝑅𝐿 = 𝑅𝑆 =
∆𝑇 ∆𝑇 ∆𝑇
𝐶̅𝑡 = ∑(𝐶𝑡 − 𝐶̅𝑡)2 = ̅𝐶̅𝐿̅ = ∑(𝐶𝐿 − ̅𝐶̅𝐿̅)2 = ̅𝐶̅𝑆̅ = ∑(𝐶𝑆 − ̅𝐶̅𝑆̅)2 = ̅𝑅̅̅𝑡 = ̅𝑅̅𝐿̅ = ̅𝑅̅𝑆̅ =
Keterangan :
𝐶𝑡 adalah cacahan total
𝐶𝐿 adalah cacahan latar
𝐶𝑆 adalah cacahan sumber 𝐶𝑆 = (𝐶𝑡 − 𝐶𝐿)
𝑅𝑆
adalah laju cacah sumber = ∆𝑇
𝐶𝑆
𝑅𝑆
0.693𝑡
−
A adalah aktivitas radiasi 𝐴 = 𝐴0𝑒 𝑇1/2
=⋯
30
2) Varian
Varian cacah total 𝑠𝑡𝐶 2 = ⋯
Varian cacah latar 𝑠𝐶𝐿 2
=⋯
Varian cacah netto 𝑠𝐶 𝑆2 = ⋯
3) Propagasi error
30
31
̅ ̅̅
𝐶𝑡
̅
Simpangan cacah total rata-rata (𝐶𝑡) 𝑠̅𝐶̅𝑡̅ = √ = ⋯
𝑁
31
32
4) Efisiensi Pengukuran
𝑅𝑠
Efisiensi (η) 𝜂 = =⋯
𝐴.𝑝
6) Nilai chi-square
∑(𝐶𝑆 − ̅𝐶̅𝑆̅ ) 2
𝜒 =
2
=⋯
̅𝐶𝑆̅
Yogyakarta, …………………………….
Asisten Praktikum,
( )
32
33
DASAR TEORI
Detektor Geiger Muller merupakan detektor yang sangat banyak digunakan baik
sebagai sistem pencacahan maupun dalam kerja lapangan (surveymeter). Detektor ini
termasuk keluarga detektor tabung isian gas yang bekerja berdasarkan ionisasi gas.
Keuntungan dari detektor ini dapat menghasilkan pulsa listrik yang relatif besar
dibandingkan dengan detektor jenis lain akan tetapi detektor ini tidak dapat membedakan
energi radiasi yang mengenainya.
Tegangan kerja (HV) yang diberikan pada detaktor GM dapat mempengaruhi laju
cacah yang dihasilkan. Hal ini merupakan salah satu karakteristik dari setiap detektor
GM. Adapun perubahan laju cacahnya mengikuti kurva karakteristik seperti Gambar 1
berikut ini. Tegangan kerja detektor dipilih pada daerah plato atau tepatnya pada 1/3
lebar plato.
33
34
(1)
Dengan:
Lp = Kemiringan plato (% per Volt atau % per 100 Volt)
R1 = Laju cacah pada awal daerah plato, 1 V (cpm/cps)
R2 = Laju cacah pada akhir daerah plato 2 V (cpm/cps)
Nilai kemiringan yang masih dianggap baik adalah lebih kecil daripada 10% atau
0,1 % per volt atau 10% per 100 volt
Detektor GM termasuk detektor yang "lambat" sehingga untuk pencacahan
aktivitas tinggi, hasil cacahnya harus dikoreksi terhadap waktu mati ( 𝜏 ) detektor
tersebut, yang dapat ditentukan dengan Persamaan 3. berikut ini:
(3)
Dengan
𝜏 = Waktu mati detektor (menit atau detik)
R1 = Laju cacah sumber 1 (cps)
R2 = Laju cacah sumber 2 (cps)
R12 = Laju cacah sumber 1 dan sumber 2 bersama-sama (cps)
Rb = Laju cacah latar belakang (cps)
Adapun untuk mengoreksi hasil cacah terhadap waktu digunakan Persamaan 4. berikut:
(4)
Dengan
Rc = Laju cacah setelah dikoreksi (menit atau detik).
Ro = Laju cacah hasil pengamatan (menit atau detik).
Oleh karena tidak seluruh radiasi yang dilepaskan sumber dapat tercacah oleh
detektor, maka perlu menentukan efisiensi detektor yang menunjukkan korelasi antara
nilai cacah yang ditunjukkan sistem pencacah GM dan aktivitas sumber sebenarnya.
Nilai efisiensi ini dapat ditentukan dengan Persamaan 5 berikut:
(5)
Dengan:
𝜂 = efisiensi detektor
34
35
PROSEDUR KERJA.
Penentuan daerah Plato
1. Hubungkan detektor GM, counter dan PC seperti. Nyalakan PC dan counter
seperti Gambar 2.
2. Catat informasi sumber radiaoaktif yang digunakan (aktivitas, waktu paro, dan
waktu awal)
3. Letakkan sumber Sr pada posisi sejajar dengan detektor GM pada jarak tertentu.
Ukur jarak sumber dan detektor.
Detektor
GM Counter
HV PC
7. Catat hasil cacahan dan buat grafik cacahan untuk menentukan tegangan kerja.
8. Tegangan kerja didapat dari 1/3 sampai 1/2 lebar plato.
Catatan: Untuk pencacahan selanjutnya tegangan tinggi diatur tetap pada tegangan kerja.
PERHITUNGAN.
1. Menggambarkan kurva karakteristik (daerah plato) pada kertas grafik antara laju
cacahan dan tegangan tinggi yang diberikan, menentukan tegangan kerja dan
kemiringan plato
2. Menentukan waktu mati detektor, dengan menggunakan Persamaan 2. pada teori.
3. Menentukan efisiensi detektor, menggunakan Persamaan 4 pada teori. Untuk
menentukan aktivitas sebenarnya digunakan Persamaan 6. berikut:
Dengan:
A = aktivitas sebenarnya saat pengukuran (Bq)
Ao = aktivitas mula-mula pada tanggal acuannya
t = selang waktu antara tanggal acuan dan tanggal pengukuran
(jam/hari/bulan/tahun)
T1/2 = waktu paruh sumber (jam/hari/bulan/tahun).
4. Menentukan aktivitas suatu sumber radiasi, menggunakan Persamaan 4. dengan
nilai efisiensi yang diperoleh dari perhitungan di atas.
36
37
LANDASAN TEORI
Energi radiasi yang memasuki bahan semikonduktor akan diserap oleh bahan, dan
memberikan energi yang cukup, sehingga beberapa electron dalam kristal berpindah dari pita
valensi ke pita konduksi, sehingga menyisakan hole. Pasangan elektron dan hole ini seperti juga
pasangan ion dalam zat cair atau gas, akan bergerak apabila ada beda tegangan, seperti ion positif
dan ion negatif. Ingat bahwa muatan positif dalam bahan semikonduktor pada kenyataannya
tidak bergerak. Yang sebenarnya terjadi adalah bahwa hole-hole dalam kristal akan diisi oleh
elektron- elektron tetangganya, elektron-elektron yang bergerak ini pun akan meninggalkan/
membuat hole- hole baru di tempatnya semula. Hal ini menyebabkan seolah-olah hole itu
bergerak.
Detektor semikonduktor terdiri atas bahan tipe–n dan tipe–p seperti ditunjukkan pada
Gambar 1a. Semikonduktor tipe–n dihubungkan dengan kutub positif tegangan listrik,
sedangkan semikonduktor tipe–p dihubungkan dengan kutub negatif tegangan listrik. Hal ini
menyebabkan pembawa muatan positif akan tertarik ke kutub negatif (atas), dan pembawa
muatan negatif akan tertarik ke kutub positif (bawah). Hal ini menyebabkan timbulnya lapisan
kosong muatan (depletion layer) seperti ditunjukkan pada Gambar 1b. Lapisan kosong muatan
ini sama dengan halnya volume sensitif pada ruangan dalam kamar ionisasi
Bila ada radiasi pengion memasuki daerah ini, akan terbentuk pasangan “ion-ion” baru,
yaitu elektron dan hole yang masing-masing akan bergerak ke kutub positif dan kutub negatif.
Tambahan elektron dan hole inilah yang akan menyebabkan terbentuknya pulsa atau arus listrik.
Jadi pada detektor ini, energi radiasi diubah menjadi energi listrik. Dalam detektor CdTe akan
dihasilkan sepasang elektron dan hole untuk tiap energi 4,43 eV. Pada Gambar 2a dan Gambar
2b ditunjukkan spektrum Cs-137 dan spektrum Am-241 yang dicacah dengan detektor CdTe.
tipe-n tipe-p
power supply
Gambar 1a. konfigurasi detektor
semikonduktor Gambar 1b. Depletion region
37
38
PROSEDUR
1. Siapkan bahan dan peralatan yang dibutuhkan.
2. Periksa sambungan sistem seperti ditunjukkan pada Gambar 3.
3. Masukkan kabel power spektrometer dan PC ke jala-jala PLN kemudian hidupkan.
4. Letakkan sumber radioaktif di depan detektor dengan jarak sesuai kebutuhan.
5. Atur gain amplifier, ADC (jumlah saluran, LLD & ULD), waktu cacah (real time atau live
time) sesuai kebutuhan.
6. Jalankan akuisisi dan tunggu hingga selesai.
7. Catat data-data yang diperlukan dan masukkan dalam tabel
38
39
6. Ganti dengan sumber X kemudian bersihkan layar dengan erase spectrum dan clear ROI.
ulangi langkah 1 s.d. 5
∑ 𝑈1 − ∑ 𝑈𝑏 1
𝐸𝑝 =
𝑡 𝑓𝐴𝑈1
dimana :
39
40
Ep = efisiensi detektor
t = waktu pencacahan (s)
U1 = intensitas cacah total di bawah puncak
Ub = intensitas latar pada waktu pencacahan yang sama dengan U1
f = fraksi peluruhan gamma
AU1 = aktivitas sumber (dps)
= faktor geometri :
𝑑
=2𝜋 (1 − 2 2),
√𝑑 +𝑟
d = jarak detektor ke sumber (cm),
r = jari-jari detektor (cm)
2. Catat parameter lain yang akan digunakan untuk menghitung efisiensi detektor seperti jarak
sumber ke detektor, diameter detektor, aktivitas sumber, fraksi peluruhan gamma dan
sebagainya.
3. Buat grafik energi vs efisiensi.
DATA PENGAMATAN
1. Gambar spektrum Am-241
40
41
PEMBAHASAN :
41
42
Hasil perhitungan resolusi dan efisiensi detektor untuk berbagai puncak energi sumber –X seperti
ditunjukkan pada Tabel 4 berikut ini :
42
43
PEMBAHASAN :
43
44
PEMBAHASAN :
KESIMPULAN :
44
45
SARAN :
DAFTAR PUSTAKA :
Yogyakarta, ...............................
PRAKTIKAN,
NIM.
45
46
LANDASAN TEORI
Detektor sintilasi NaI(Tl) terdiri atas sintilator dan tabung pelipat ganda elektron. Bahan
sintialtor dibuat dari kristal tunggal natrium iodida (NaI) yang sudah sedikit diberi pengotor
Talium (Tl)
Apabila radiasi gamma memasuki tabung detektor maka akan terjadi interaksi radiasi
gamma dengan bahan detektor. Interaksi itu dapat menghasilkan efek fotolistrik, hamburan
compton dan produksi pasangan. Karena reaksi ini maka elektron-elektron bahan detektor akan
terpental keluar sehingga atom-atom itu berada dalam keadaan tereksitasi. Atom-atom yang
tereksitasi akan kembali ke keadaan dasarnya sambil memancarkan kerlipan cahaya seperti
ditunjukkan pada Gambar 1
46
47
cahaya,
47
48
maka dari permukaan fotokatoda itu akan dilepaskan elektron. Elektron yang dilepaskan oleh
fotokatoda akan dipercepat oleh medan listrik dalam tabung pelipat ganda elektron menuju
dinoda pertama dan seterusnya hingga dinoda terakhir (anoda). bisa didapatkan faktor
penggandaan elektron antara 107-108. Dengan demikian, sinar gamma yang dideteksi akan
menghasilkan pulsa listrik sebagai keluaran dari detektor NaI(Tl).
Tenaga elektron yang dilepaskan ini bergantung pada intensitas sinar gamma yang
mengenai detektor. Makin tinggi energi elektron, makin tinggi pula pulsa listrik yang
dihasilkannya, sedang makin banyak elektron yang dilepaskan, makin banyak pula cacahan
pulsanya. Pulsa listrik yang dihasilkan oleh detektor tersebut kemudian dapat ditampilkan bentuk
spektrumnya serta dapat dianalisa secara kuantitatif maupun kualitatif menggunakan
spektrometer gamma seperti ditunjukkan pada Gambar 3.
Contoh tampilan spektrum radiasi gamma yang ditangkap oleh detektor sintilasi NaI(Tl)
seperti ditunjukkan pada Gambar 4 dan Gambar 5 berikut.
RESOLUSI DETEKTOR
Resolusi detektor adalah kemampuan detektor untuk membedakan energi radiasi yang
berdekatan. Suatu detektor diharapkan mempunyai resolusi yang sangat kecil (high resolution)
sehingga dapat membedakan energi radiasi secara teliti. Resolusi detektor disebabkan oleh
peristiwa statistik yang terjadi dalam proses pengubahan energi radiasi, noise dari rangkaian
48
49
elektronik, serta ketidakstabilan kondisi pengukuran. Nilai resolusi dapat dihitung dengan
Persamaan 1.
(1)
dimana:
E = Lebar setengah puncak maksimum
(FWHM) E = nomor saluran puncak foto
EFISIENSI DETEKTOR
Efisiensi detektor adalah suatu nilai yang menunjukkan perbandingan antara jumlah pulsa listrik
yang dihasilkan detektor terhadap jumlah radiasi yang diterimanya. Nilai efisiensi detektor dapat
dihitung dengan Persamaan 2 dan sangat ditentukan oleh bentuk geometri dan densitas bahan
detektor
(2)
dimana:
Ep = efisiensi detektor
t = waktu pencacahan (detik)
Ui = intensitas cacah total di bawah puncak
Ub = intensitas latar pada waktu pencacahan yang sama dengan Ui
f = fraksi peluruhan gamma
AUi = aktivitas sumber (dps)
= faktor geometri untuk sumber titik:
𝑑
𝛺 = 2𝜋 (1 − ) (3)
√𝑑2+𝑟2
d = jarak detektor ke sumber (cm),
r = jari-jari detektor (cm).
49
50
PROSEDUR
1. Siapkan bahan dan peralatan yang dibutuhkan.
2. Periksa sambungan sistem UCS30 seperti ditunjukkan pada Gambar 6 berikut:
3. Masukkan kabel power spektrometer dan PC ke jala-jala PLN kemudian hidupkan.
4. Hitung aktivitas dan catat raksi peluruhan gamma sumber radioaktif yang digunakan.
5. Ukur dan catat diameter detektor NaI(Tl) yang digunakan.
6. Letakkan sumber radioaktif di depan detektor dengan jarak sesuai kebutuhan, kemudian catat.
7. Lakukan percobaan untuk menentukan tegangan kerja terlebih dahulu.
8. Atur gain amplfier (coarse dan fine), ADC (jumlah saluran, LLD & ULD), waktu cacah
(realtime atau livetime) sesuai kebutuhan.
9. Jalankan akuisisi dan tunggu hingga selesai.
10. Catat data-data yang diperlukan dan masukkan dalam tabel
50
51
DATA PENGAMATAN
1. Spektrum Cs-137,
Aktivitas sekarang , At
𝐴𝑡 = 𝐴0𝑒−𝜆𝑡
51
52
Resolusi, R
∆𝐸
𝑅= 𝑥 100%
𝐸
Efisiensi, ∈ 𝒑
𝑑
∑ 𝑈 𝑖 −∑ 𝑈 𝑏 1 𝛺 = 2𝜋 (1 − )
∈𝑝=
𝑡 𝑓𝐴𝑈𝑖 √𝑑2+𝑟2
PEMBAHASAN:
2. Spektrum Co-60.
52
53
Aktivitas sekarang, At
𝐴𝑡 = 𝐴0𝑒−𝜆𝑡
𝑅 = ∆𝐸
𝑥 100%
𝐸
𝑅 = ∆𝐸
𝑥 100%
𝐸
𝑑 ∑ 𝑈𝑖 − ∑ 𝑈𝑏 1
𝛺 = 2𝜋 (1 − ) ∈𝑝=
√𝑑2 + 𝑟2 𝑡 𝑓𝐴𝑈𝑖
53
54
54
55
𝑑 ∑ 𝑈𝑖 − ∑ 𝑈𝑏 1
𝛺 = 2𝜋 (1 − ) ∈𝑝=
√𝑑2 + 𝑟2 𝑡 𝑓𝐴𝑈𝑖
PEMBAHASAN :
3. Spektrum Sumber X
55
56
Data sumber X
Aktivitas awal (A0) = Bq, pada tanggal =
Energi (sebagai hasil proses kalibrasi secara otomatis), resolusi, dan efisiensi detektor untuk
berbagai puncak energi Sumber X seperti ditunjukkan pada Tabel 4 sebagai berikut:
PEMBAHASAN :
KESIMPULAN :
56
57
SARAN :
DAFTAR PUSTAKA :
YOGYAKARTA,
PRAKTIKAN,
NIM.
57
58
TUJUAN:
Mahasiswa dapat menentukan aktivitas sumber radiasi
Mahasiswa dapat memahami peluruhan radioaktivitas
LANDASAN TEORI :
Suatu sumber radiasi pemancar foton gamma apabila dilihat spektrum energinya akan diperoleh
gambar sebagai berikut :
58
59
59
60
PROSEDUR
Penentuan Aktivitas Sumber Dengan Metode Relatif
1. Rangkai peralatan seperti gambar berikut:
DATA PRAKTIKUM
Sumber radiasi:
Jarak sumber dengan detektor:
Waktu pencacahan:
1. Tabel Peak
No. Sumber Percobaan Percobaan Percobaan Rerata
1 2 3
1. …
2. …
60
61
2. FWHM
No. Sumber Percobaan Percobaan Percobaan Rerata
1 2 3
1. …
2. …
3. Gross Area
No. Sumber Percobaan Percobaan Percobaan Rerata
1 2 3
1. …
2. …
4. Net Area
No. Sumber Percobaan Percobaan Percobaan Rerata
1 2 3
1. …
2. …
PEMBAHASAN:
KESIMPULAN:
SARAN:
DAFTAR PUSTAKA:
YOGYAKARTA,
PRAKTIKAN,
NIM.
61
62
TUJUAN
1. Mahasiswa mampu memahami teknik dasar pengukuran energi radiasi
menggunakan LBC spektrometer TRIO (Alpha Beta Gamma).
2. Mahasiswa dapat melakukan pengaturan parameter awal dalam pengukuran cacah
radiasi low background spectrometer alpha beta dan gamma
3. Mahasiswa dapat melakukan kalibrasi energi, menghitung resolusi dan efisiensi detektor
4. Mahasiswa mampu mengidentifikasi sumber radioaktif
5. Mahasiswa mampu mengoperasikan software ASW
TEORI
Tabel 1 berikut merupakan rentang distribusi energi gamma, beta, dan alpha yang dapat diukur
pada sistem spektrometer TRIO.
Tabel 1. Rentang Energi Radiasi Spektrometer TRIO
No. Jenis Energi Radiasi Rentang Energi (keV)
1 Gamma 40 – 3.000
2 Alpha 65 – 4.000
3 Beta 1.500 – 10.000
Resolusi energi relatif spektrometer dengan unit pendeteksi kilau BDEG-63-63 dan BDEG-
76-76 oleh spektrum line radiasi gamma radionuklida 137Cs masing-masing 661,7 keV tidak
melebihi 8,5 dan 9%. Resolusi energi relatif spektrometer dengan unit pendeteksi kilau BDEG-
150-100 oleh spektrum line radiasi gamma radionuklida 137Cs sebesar 661,7 keV tidak melebihi
12%. Resolusi energi relatif spektrometer dengan unit deteksi beta BDEB-70-10 oleh garis
elektron konversi radionuklida 137Cs pada 624 keV tidak melebihi 15%.
Pengukuran resolusi detektor R dapat ditentukan dengan persamaan berikut :
∆𝐸
𝑅= 𝑥 100%
𝐸
dengan
E adalah lebar setengah puncak maksimum (FWHM)
E adalah energi radiasi
Efisiensi pada pengukuran radiasi gamma spectrometer TRIO dengan detektor sintilasi
BDEG 63 63 adalah tidak kurang dari 1,2% pada full energy peak 661,7 keV dengan
radionuklida 137Cs pada 50 mm dari bagian permukaan atas detektor. Dengan kondisi posisi
jarak dan radionuklida yang sama, efisiensi detektor sintilasi BDEG 76 76 adalah tidak kurang
dari 2% dan pada detektor sintilasi BDEG 150 100 adalah tidak kurang dari 7,5%.
PROSEDUR
Setting Parameter Awal
1. Rangkai peralatan/ pastikan koneksi peralatan seperti diagram berikut seperti gambar berikut:
63
64
6. Masukkan wadah sampel ke dalam tempat sampel yang berada tepat di bawah detektor
7. Sumber standar yang dipakai untuk pengukuran spektroskopi alpha adalah Po-210
8. Sumber standar yang dipakai untuk pengukuran spektroskopi beta adalah Sr-90
9. Sumber standar yang dipakai untuk pengukuran spektroskopi gamma adalah Cs-137 dan Co-
60 (dapat berubah sesuai instruksi asisten)
10. Pada software ASW2, tekan toolbar atau pilih Device configuration pada konteks
menu kolom Analysers di panel Device Manager. Klik set connection sehingga status
menjadi switched on.
11. Setting parameter awal seperti tabel passport spektrometer TRIO berikut
Detector Type HV CV Ratio Threshold ADC Input
Gamma 1100 V 20 5 Direct
Beta 1880 20 5 Shaping
Alpha 1200 20 10 Shaping
64
65
3. Saat analyser telah siap, control buttons (Start, Stop, Read dan Clear) pada main toolbar
dapat di klik dan berwarna, namun, semua buttons menjadi abu dan tidak aktif saat
5. Lakukan kalibrasi dengan mengeklik icon Energy Calibration for Current Spectrum
6. Arahkan ke peak yang akan dianalisis
7. Isi nilai energi radiasi sesuai library
8. Klik icon (+) untuk menambahkan data peak energi kedua jika dibutuhkan atau pada sumber
radiasi yang multipeak
9. Tentukan resolusi peak energi radiasinya dengan cara mengeklik peak mode
10. Pilih Region of Interest (ROI) pada peak energi dengan melakukan penandaan menggunakan
kursor, Klik gaussian , maka akan tampil informasi energi channel resolusi dan FWHM
65
66
11. Ikon Multiplet with high resolution dapat menampilkan left edge atau posisi peak yang
lebih detail.
12. Klik Calibration – FWHM – Calc Calibration
13. Identifikasi setiap peak energi yang tertampil pada hasil measurement
14. Lengkapi data sementara
66