Anda di halaman 1dari 45

MODUL

PRAKTIKUM
ALAT DETEKSI DAN PROTEKSI RADIASI
(ADPR)

Oleh :
Maria Christina Prihatiningsih
Sudiono

JURUSAN TEKNOKIMIA NUKLIR


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NUKLIR
2015

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayahNya
sehingga kami sebagai dosen pembimbing praktikum Alat Deteksi dan Proteksi
Radiasi (ADPR) dapat menyelesaikan penyusunan Diktat Petunjuk Praktikum
ADPR. Petunjuk praktikum ini diharapkan sangat banyak membantu mahasiswa
mulai dari persiapan, tes, pelaksanaan praktikum, pembuatan laporan sementara
sampai dengan pembuatan laporan resmi.
Penulis menyadari bahwa penyusunan petunjuk Praktikum ini masih
terdapat kekurangan, oleh karena itu sangat mengharapkan masukan dan saran-
saran dari berbagai pihak untuk perbaikan.
Akhir kata penulis berharap semoga petunjuk praktikum Instrumentasi
Kimia ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa Sekolah tinggi Teknologi Nuklir dan
bagi yang membutuhkan.

Yogyakarta, 24 Juni 2015


Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul i
Kata Pengantar ii
Daftar isi iii
Tata Tertib Praktikum iv
Keamanan dan Keselamatan Kerja Laboratorium vi
Percobaan I. Pengenalan Peralatan Proteksi Radiasi dan 1
Personal Monitor
Percobaan II. Detektor Geiger Muller 3
Percobaan III. Detektor NaITI 10
Percobaan IV. Detektor Hpge 17
Percobaan V. Spektroskopi Sinar Gamma dengan Detektor 23
CdTe
Percobaan VI. Statistika Pencacahan 26

Percobaan VII. Penentuan Dead Time dan Resolving Time 30


Detector
Percobaan VIII. Kalibrasi Alat Ukur 34

iii
TATA TERTIB PRAKTIKUM

Mahasiswa yang diperkenankan melakukan praktikum adalah mereka yang


telah terdaftar sebagai Praktikan pada Mata Kuliah Praktikum ADPR. Seluruh
praktikan wajib mentaati semua peraturan/tata-tertib praktikum sebagai berikut:
1. Mempelajari risk assesment form for laboratory work dan material safety data
sheet serta memahami segala hal terkait aspek keselamatan kerja laboratorium.
2. Praktikan telah harus mempersiapkan segala sesuatu terkait materi praktikum,
membaca dan memahami prosedur teknis praktikum, dan membuat laporan
sementara.
3. Praktikan wajib hadir tepat waktu sesuai jadwal, jika terlambat praktikan wajib
minta ijin untuk dapat mengikuti praktikum kepada dosen pengampu
percobaan yang dilaksanakan pada jadwal praktikumnya.
4. Jika berhalangan hadir, praktikan harus dapat memberikan keterangan terkait
dengan alasan ketidakhadirannya.
5. Apabila ingin mengganti praktikum pada hari lain, praktikan wajib melaporkan
kepada dosen pengampu praktikum 1 (satu) minggu sebelumnya.
6. Praktikan wajib mengenakan alat pelindung diri (misal: jas laboratorium)
7. Praktikan mengisi daftar hadir praktikum.
8. Praktikan mengecek kelengkapan fasilitas praktikum.
9. Praktikan tidak diperbolehkan makan, minum, dan atau merokok di dalam
laboratorium.
10. Praktikan tidak diperbolehkan bersenda gurau yang mengakibatkan
terganggunya kelancararan praktikum dan berpotensi menimbulkan
kecelakaan kerja.
11. Praktikan bertanggung jawab atas peralatan yang dipinjamnya, kebersihan
meja praktikum, serta lantai di sekitarnya.
12. Setelah menggunakan alat dan bahan praktikum, praktikan wajib meletakkan
kembali pada tempatnya.
13. Praktikan menggunakan bahan praktikum secara efektif dan efisien.

iv
14. Jika akan meninggalkan ruang laboratorium, praktikan wajib meminta ijin
kepada laboran praktikum.
15. Praktikan dilarang membuang limbah di wastafel atau tempat-tempat yang
tidak sesuai.
16. Praktikan memisahkan dan membuang limbah praktikum berdasarkan sifat
atau karakter dan jenis bahaya limbah pada tempat penampungan limbah
sementara yang tersedia.
17. Praktikan wajib membuat dan mengumpulkan laporan resmi ke asisten
praktikum.

v
KEAMANAN DAN KESELAMATAN KERJA
LABORATORIUM

Untuk menghindari terjadinya kecelakaan kerja saat melakukan praktikum,


seluruh mahasiswa yang sedang melakukan praktikum maupun penelitian wajib
menjunjung tinggi dan mentaati peraturan terkait masalah keamanan dan
keselamatan kerja sebagai berikut:
1. Praktikan harus mengisi assesment form for laboratory work dan memahami
segala hal yang terkait aspek keselamatan kerja.
2. Bacalah material safety data shett (MSDS)
bahan kimia yang akan digunakan dan lakukan
indentifikasi hazard bahan kimia tersebut
3. Rencanakan percobaan yang akan dilakukan
sebelum memulai praktikum.

4. Gunakan personal protective equipment (PPE) seperti masker, jas laboratorium


untuk melindungi pakaian dan sepatu tertutup untuk melindungi kaki.
5. Reagen dan sampel disimpan dalam tempat tertutup untuk menghindari
interferensi.
6. Dilarang memakai perhiasan yang dapat rusak karena bahan kimia.
7. Dilarang memakai sandal atau sepatu terbuka atau sepatu berhak tinggi.
8. Hindari kontak langsung dengan bahan kimia.
9. Hindari menghisap langsung uap kimia, namun kipaslah uap tersebut dengan
tangan kemuka anda.
10. Dilarang mencicipi atau mencium bahan kimia kecuali ada perintah kusus.
11. Baca label bahan kimia sekurang-kurangnya dua kali untuk menghindari
kesalahan.
12. Pindahkan bahan kimia sesuai dengan jumlah yang diperlukan, jangan
menggunakan bahan kimia secara berlebihan.
13. Jangan mengembalikan bahan kimia kedalam botol semula untuk mencegah
kontaminasi.

vi
14. Biasakan mencuci tangan dengan sabun dan air bersih sebelum dan setelah
melakukan praktikum.
15. Apa bila kulit terkena bahan kimia, segera bilas dengan air bersih sampai
beberapa menit dan jangan digaruk agar tidak menyebar.
16. Dilarang makan, minum, dan merokok di dalam laboratorium.
17. Jagalah kebersihan meja praktikum, apabila meja praktikum basah segera
keringkan dengan lap.
18. Jagalah kebersihan lantai laboratorium, apabila basah segera dipel agar tidak
menimbulkan kecelakaan.
19. Hindarkan bahan-bahan kimia yang mudah terbakar seperti eter, kloroform, dll
20. Hati-hati dalam menggunakan bahan-bahan yang bersifat korosif dan dapt
menimbulkan luka bakar seperti asam-asam pekat (H2SO4,HCl,HNO3) basa-
basa kuat (NaOH,KOH,NH4OH) dan oksidtor kuat (Air brom, iod, senyawa
klor, dikromat, dan permanganat)
21. Percobaan dengan penguapan menggunakan asam-asam kuat dan
menghasilkan gas-gas beracun misalnya pada analisis nitrat dilakukan di dalam
alamari asam.
22. Jangan memanaskan zat dalam gelas ukur atau labu takar.
23. Jangan membuang limbah di wastafel atau saluran air.
24. Perhatikan dan ingatlah posisi/letak komponen-komponen alat pelindung diri
(PPE), alat pemadam kebakaran (APAR), kotak first aid kit, dan pintu darurat.
25. Buanglah limbah berdasarkan golongan limbah pada gtempat penampungan
sementara.
26. Buanglah sampah pada tempatnya.
27. Jangan membuka api di daerah yang dilaran seperti di dekat flammable gas,
dll
28. Jangan melihat langsung kearah sinar yang memiliki radiasi tinggi dan
berbahaya pada alatalat instrumen.
29. Apa bila terjadi kecelakaan kerja laboratorium segera laporkan kepada petugas
yang jaga.

vii
PERCOBAAN I
PENGENALAN PERALATAN PROTEKSI RADIASI DAN PERSONAL
MONITOR

A. Tujuan
1. Mengetahui beberapa alat ukur radiasi
2. Mengetahi cara kerja beberapa alat proteksi radiasi
3. Mengetahui jenis dan penggunaan instrumen radiasi
4. Mengetahui satuan yang digunakan dalam instrumen radiasi
B. Dasar Teori
Radiasi nuklir tidak dapat “dirasakan” oleh manusia secara langsung
seberapapun besara. Agar pekerja radiasi tidak mendapat paparan radiasi yang
melebihi batas yang diizinkan maka diperlukan alat pengukur yang dapat
menunjukan tingkat paparan radiasi di tempat kerja dan alat yang dapat
mencatat dosis radiasi yang telah diterima oleh pekerja radiasi dalam kurun
waktu tertentu.

Penggunaan Alat Ukur Radiasi


Secara garis besar dibedakan menjadi dua kelompok:
1. Untuk kegiatan proteksi radiasi, menunjukkan nilai intesitas atau
dosis radiasi yang mengenai alat tersebut
2. Untuk aplikasi radiasi/penelitian, ditekankan untuk dapat
menampilkan nilai kuantitas radiasi/spektrum energi radiasi yang
memasukinya.
Setiap alat ukur radiasi terdiri dari dua bagian utama, yaitu:
1. Detektor
Merupakan bahan yang eka terhadap radiasi yang bila terkena radiasi akan
menghasilkan respon tertentu yag lebih mudah diamati.
2. Peralatan Penunjang
Berfungsi mengubah tanggapan detektor menjadi informasi yang berarti

1
Kualifikasi Alat Ukur Proteksi Radiasi
Alat ukur proteksi radiasi merupakan suatu sistem yang terdiri dari
detektor dan peralatan penunjang, seperti sistem pengukur radiasi lainnya. Alat ukur
ini dapat memberikan informasi dosis radiasi seperti paparan dalam rontgen, dosis
serap dalam rad atau gray, dan dosis ekivalen dalam rem atau sievert.
Alat proteksi radiasi ini dibeakan menajdi tiga yaitu dosimeter
personal, surveimeter, dan monitor kontaminasi. Dosimeter persoal berfungsi
untuk mencatat dosis radiasi yang telah mengenai seorang pekerja radiasi
secara akumulasi. Surveimeter digunakan untuk melakukan pengukurn tingkat
radiassi di suatu lokasi secara langsung. Monitor kontaminasi digunakan untuk
mengukur tingkat konaminasi pada pekrja, alat maupun lingkugan.

C. Langkah Kerja
1. Menjelaskanbeberapa alat ukur radiasi
2. Menjelaskan cara kerja beberapa alt proteksi radiasi
3. Menyebutkan dan menjelaskan jenis dan penggunaan instrumen radiasi
4. Menyebutkan beberapa satuan yang digunakan dalam instrumen radiasi

D. Tugas
1. Kenapa TLD/Film Badge dipassang di saku/di dada? Kenapa tidak
diletakkan di kening atau di kaki?
2. Kenapa film badge/TLD berukuran keccil, tetapi dianggap mewakili dosis
yang diterima seluruh tubuh?

E. Daftar Pustaka
Anonim. 2005. Deteksi dam Proteksi Radiasi. Pusdiklat-BATAN
Elisabeth Supriyatni. 2009. Teknik Pegukuran Radiasi. Pusdiklat-BATAN
Tim asisten ADPR. 2012. Petunjuk Praktikum Alat Deteksi dan Proteksi
Radiasi. STTN-BATAN
Mahrus Slam. 2013. AlatUkur Proteksi Radiasi. Pusdiklat-BATAN

2
PERCOBAAN II
DETEKTOR GEIGER MULLER

A. Capaian Pembelajaran
1. Mahasiswa dapat mengetahui karakteristik pencacah Geiger-Muller
2. Mahasiswa dapat melakukan pencacahan radiasi menggunakan sistem
pencacah dengan detektor Geiger-Muller

B. Tujuan
1. Menggambar daerah plato serta menentukan tegangan kerja detektor.
2. Menguji kestabilan sistem pencacah yang digunakan.
3. Menentukan waktu mati detektor.
4. Menentukan efisiensi detektor.
5. Menentukan aktivitas suatu sumber radiasi.
C. Dasar Teori
Detektor Geiger Muller merupakan detektor yang sangat banyak digunakan
baik sebagai sistem pencacahan maupun dalam kerja lapangan (surveymeter). Detektor ini
termasuk keluarga detektor tabung isian gas yang bekerja berdasarkan ionisasi gas.
Keuntungan dari detektor ini dapat menghasilkan pulsa listrik yang relatif besar
dibandingkan dengan detektor jenis lain akan tetapi detektor ini tidak dapat
membedakan energi radiasi yang mengenainya.
Tegangan kerja (HV) yang diberikan pada detaktor GM dapat
mempengaruhi laju cacah yang dihasilkan. Hal ini merupakan salah satu
karakteristik dari setiap detektor GM. Adapun perubahan laju cacahnya mengikuti
kurva karakteristik seperti gambar 1 berikut ini,
Tegangan kerja detektor dipilih pada daerah plato atau tepatnya pada 1/3
lebar plato. Kemiringan daerah Plato juga perlu diketuhui untuk melihat keandalan
detektor. Hal ini dapat ditentukan dengan persamaan 1. berikut ;
R2  R1
Lp   100% (1)
V2  V1 R1

3
Dengan Lp = Kemiringan plato (% per Volt atau % per 100 Volt).
R1 = Laju cacah pada awal daerah plato, V1 (cpm/cps) .
R2 = Laju cacah pada akhir daerah plato V2 (cpm/cps) .

Gambar 1. Kurva plato detektor GM

Nilai kemiringan yang masih dianggap baik adalah lebih kecil daripada 0,1 %
per volt.
Kestabilan suatu alat ukur radiasi dapat ditentukan dengan menggunakan
prinsip 'Chi Square Test'. Nilai chi-square nya dapat dihitung dengan
persamaan 2. berikut.
2
1 n 

  i
2  R  R (2)
R 1  

Dengan :
2 = nilai chi square

R = laju cacahan rata-rata (cpm atau cpd)
Ri = laju cacahan setiap pengukuran (cpm atau cpd)

Untuk pengujian dengan melakukan 10 kali pengukuran berulang (N = 10),

4
sistem pencacah masih dapat dikatakan stabil bila nilai chi square-nya berkisar
antara 3,33 dan 16,9.

Detektor GM termasuk detektor yang "lambat" sehingga untuk pencacahan


aktivitas tinggi, hasil cacahnya harus dikoreksi terhadap waktu mati (  ) detektor
tersebut, yang dapat ditentukan dengan persamaan 3. berikut ini:
R1  R2  R12  Rb
 (3)
R122  R12  R22
Dengan
 = Koreksi Waktu mati detektor (menit atau detik).
R1 = Laju cacah sumber 1 (cps) .

R2 = Laju cacah sumber 2 (cps).


R12 = Laju cacah sumber 1 dan sumber 2 bersama-sama (cps)
Rb = Laju cacah latar belakang (cps)
Adapun untuk mengoreksi hasil cacah terhadap waktu digunakan persamaan
4. berikut ini:

Ro
Rc  (4)
1  Ro.

Dengan
Rc = Laju cacah setelah dikoreksi (menit atau detik).

R0 = Laju cacah sebelum dikoreksi (menit atau detik).

Oleh karena tidak seluruh radiasi yang dilepaskan sumber dapat tercacah
oleh detektor, maka perlu menentukan efisiensi detektor yang menunjukkan
korelasi antara nilai cacah yang ditunjukkan sistem pencacah GM dan aktifitas
sumber sebenarnya. Nilai efisiensi ini dapat ditentukan dengan persamaan 5.
berikut ini:

5
R
 (5)
A. p

Dengan :  = efisiensi detektor (cpd/Bq ) .


R = laju cacah (cpd).
A = aktifitas sumber sebenarnya ( Bq )
p = probabilitas pemancaran radiasi

Nilai efisiensi dari setiap detektor sangat dipengruhi oleh faktor geometri antara
sumber dan detektor, sehingga apabila jarak antara sumber dan detektor
berubah, nilai efisiensinya juga berubah.
D. Bahan dan Peralatan
Bahan:
1. Sumber standar Ba-133
2. Sumber standar Mn-54
3. Sumber stidak diketahui
Peralatan:
1. Detektor Geiger Muller
2. Inverter
3. Tegangan Tinggi (High Voltage)
4. Pencacah
5. Timer

E. Langkah Kerja
1. Menentukan daerah Plato
a. Rangkaikan peralatan seperti pada gambar 2. kemudian sistem pencacah
dinyalakan dan ditunggu  10 menit.
b. Sebuah pemancar beta, dapat menggunakan Cs - l37 , Co - 60 atau
sumber lain, diletakkan pada ruang pencacahan
c. Penala waktu diatur untuk waktu cacah 2 menit (sesuai dengan petunjuk
Pembimbing Praktikum)

6
d. Pencacahan dimulai dengan menekan tombol ’count ' pada pencacah
dan ’start' pada penala waktu.
e. Bersamaan dengan langkah 4 di atas, sumber tegangan tinggi dinaikkan
secara perlahan-lahan dan perhatikan penunjuk cacahan (digit) pada
pencacah.
f. Apabila pada penunjuk cacahan telah menunjukkan perubahan nilai,
yang semula nol, turunkan lagi tegangan tingginya ± 50 Volt sampai
memperoleh nilai yang bulat, misalnya 400 Volt
g. Timer diatur untuk waktu cacah 60 detik.
h. Pencacahan dilakukan lagi dan catat nilai cacahnya untuk setiap
kenaikkan tegangan tinggi sebesar 25 Volt. (sesuai dengan petunjuk
Pembimbing Praktikum)
i. Apabila nilai cacah menunjukkan kenaikkan yang cukup besar, berarti
sudah mencapai daerah ’break down’, dan pencacahan dihentikan.
j. Tegangan tinggi diturunkan sampai ke tegangan kerja detektor (lihat
teori untuk penentuan tegangan kerja)

Catatan:
Untuk pencacahan selanjutnya tegangan tinggi diatur tetap pada
tegangan kerja.
2. Menguji kestabilan sistem pencacah
a. Untuk mengetahui laju cacah latar belakang, dilakukan pencacahan
selama 4 menit tanpa menggunakan sumber radiasi. Nilai yang diperoleh
merupakan cacahan latar belakang yang akan digunakan dalam
perhitungan selanjutnya.
b. Sebuah sumber radiasi diletakkan di tempat pencacahan.
c. Penala waktu diatur untuk pencacahan 1 menit.
d. Pencacahan dilakukan sebanyak 10 kali dan catat nilai cacahnya.

3. Menentukan waktu mati detektor


a. Persiapkan sumber radiasi 2 buah ( R1 dan R2).

7
b. Timer diatur untuk pencacahan 2 menit.
c. Pencacahan dilakukan masing-masing sebanyak 3 kali untuk sumber 1,
sumber 1 dan sumber 2 bersama-sama dan berikutnya sumber 2 sendiri.

Catatan:
Posisi sumber 1 dan sumber 2 pada masing-masing pencacahan hendaknya
tidak berubah.

4. Menentukan efisiensi detektor


a. Sumber radiasi beta (Tl-204) yang sudah diketahui aktivitas awalnya
diletakkan di ruang pencacahan.
b. Penala waktu diatur untuk pencacahan 10 menit.
c. Pencacahan dilakukan cukup 1 kali.

5. Menentukan aktivitas suatu sumber


a. Suatu sumber radiasi beta (dari asisten) diletakkan di ruang pencacahan.
b. Timer diatur untuk pencacahan 10 menit.
c. Pencacahan dilakukan sebanyak 10 kali

F. Perhitungan
1. Menggambarkan kurva karakteristik (daerah plato) pada kertas grafik
antara laju cacahan dan tegangan tinggi yang diberikan, menentukan
tegangan kerja dan kemiringan plato
2. Menentukan kestabilan sistem pencacahan dengan metoda 'Chi Square Test
3. Menentukan waktu mati detektor, dengan menggunakan persamaan 2.
pada teori.
4. Menentukan efisiensi detektor, menggunakan persamaan 4. pada teori.
Sedangkan untuk menentukan aktifitas sebenarnya digunakan persamaan 6.
berikut:

A  Ao . e ( 0,693 . t ) / T
1
2

8
Dengan :

A = aktifitas sebenarnya saat pengukuran (Bq )


Ao = aktifitas mula-mula pada tanggal acuannya
t = selang waktu antara tanggal acuan dan tanggal pengukuran
(jam/hari/bulan/tahun)
T1/2 = waktu paruh sumber (jam/hari/bulan/tahun).

5. Menentukan aktifitas suatu sumber radiasi, menggunakan persamaan 4.


dengan nilai efisiensi yang diperoleh dari perhitungan di atas.

G. Daftar Pustaka

Practice Exercise, EG & G ORTEC.


H. F. Knoll, Radiation Detection and Measurement, John Wiley.
I. H. J. Moe, S. R, Lasuk, Radiation Safety Technicians Training Course,
Argone National Laboratory.

9
PERCOBAAN III
DETEKTOR NaI(T1)

A. Tujuan
1. Mempelajari cara kerja detektor NaI(Tl)
2. Membuat spektrum energi gamma dengan NaI(Tl)
3. Membuat grafik kalibrasi energi, dan menentukan energi radioisotop
yang belum diketahui menggunakan detektor NaI(Tl)
4. Menghitung resolusi detektor.
B. Dasar Teori
Sintilator adalah suatu bahan yang dapat memancarkan kelipan
cahaya (sintilasi) apabila berinteraksi dengan sinar-g atau partikel a dan b.
Bahan ini dapat berupa zat padat atau cair, baik zat organik maupun
anorganik. Berdasarkan proses kelipan pada bahan sintilator tersebut dapat
dibuat detektor sinar radioaktif yang disebut detektor sintilator. Terdapat dua
jenis tipe detektor kelipan yaitu kelipan organik dan kelipan inorganik Pada
tabel di bawah ini dituliskan beberapa contoh detektor kelipan yang sering
digunakan.
Tabel1. Macam-macam detektor
Nama type detektor
Anthrance Organic solid b
Pilot B Organic a
plastic
NaI(Tl) Inorganic g
CsF Inorganic Sinar-X
Detektor sintilasi yang paling sering digunakan untuk spektroskopi
gamma adalah detektor NaI(Tl). Detektor sintilasi mampu mencacah jumlah
partikel radioaktif dan energinya. Dua bagian utama Detektor Sintilator
NaI(Tl) yaitu bagian sintilator NaI(Tl), dimana partikel yang terdeteksi akan
menimbulkan kelipan cahaya dan yang kedua adalah tabung pengubah

10
pancaran cahaya menjadi elektron mengalami proses penggandaan
dalam Photo Multiplier Tube (PMT).

Gambar 1. Detektor Sintilator NaI(Tl)


 Bahan Sintilator
Di dalam kristal bahan sintilator terdapat pita-pita atau daerah yang
dinamakan sebagai pita valensi dan pita konduksi yang dipisahkan dengan
tingkat energi tertentu. Pada keadaan dasar (ground state) seluruh elektron
berada di pita valensi sedangkan di pita konduksi kosong. Ketika terdapat
radiasi yang memasuki kristal, terdapat kemungkinan bahwa energinya akan
terserap oleh beberapa elektron di pita valensi, sehingga dapat meloncat ke
pita konduksi. Beberapa saat kemudian elektron-elektron tersebut akan
kembali ke pita valensi melalui pita energi bahan aktivator sambil
memancarkan percikan cahaya. Jumlah percikan cahaya sebanding dengan
energi radiasi diserap dan dipengaruhi oleh jenis bahan sintilatornya. Semakin
besar energinya semakin banyak percikan cahayanya. Percikan-percikan
cahaya ini kemudian ‘ditangkap’ oleh photocatode.

Gambar 2. Peran bahan aktivator Thalium.

11
 Interaksi sinar gamma dengan materi
a. Efek fotolistrik
Yaitu suatu gejala dimana suatu cahaya yang frekuensinya cukup
tinggi dijauhkan pada suatu permukaan logam, maka akan terjadi pemancaran
elektron dari permukaan logam tersebut.
b. Produksi Pasangan
Yaitu suatu peristiwa yang terjadi apabila suatu foton ditembakkan
pada suatu initi atom sehingga inti atom tersebut akan memancarkan sepasang
elektron (q = -e) dan positron (q = +e). Hal ini terjadi karena untuk memenuhi
hukum kekekalan energi dan momentum linier serta hukum kekekalan
muatan listrik.
c. Hamburan Compton
Yaitu suatu peristiwa dimana suatu foton menumbuk elektron dan
kemudian mengalami hamburan dari arahnya semula sedangkan elektronnya
menerima impuls dan bergerak. Dalam tumbukan ini foton dapat dipandang
sebagai partikel yang kehilangan sejumlah energi yang besarnya sama dengan
besarnya energi kinetik yang diterima elektron.
Melalui ketiga proses ini, sinar-g menyerahkan sebagian atau
seluruhnya tenaganya pada materi detektor dan sebagai hasilnya melepaskan
elektron – elektron bebas yang dipergunakan dalam proses deteksi
selanjutnya. Segera setelah elektron (fotoelektron) dibebaskan keluar dari
sistem atom, maka sebagai akibat dari pengaturan kembali konfigurasi
elektron akan dipancarkan sinar-x. Hampir semua sinar-x ini diserap oleh
bahan detektor dan tenaganya diserahkan pada fotoelektron yang dilepaskan.
Sebagian besar dari tenaga yang diserap oleh elektron ini akan dilepaskan
dalam bentuk tenaga panas dan sebagian yang lain dilepaskan foton cahaya
kelipan.
Bahan semikonduktor, yang diketemukan relatif lebih baru daripada
dua jenis detektor di atas, terbuat dari unsur golongan IV pada tabel periodik
yaitu silikon atau germanium. Detektor ini mempunyai beberapa keunggulan
yaitu lebih effisien dibandingkan dengan detektor isian gas, karena terbuat

12
dari zat padat, serta mempunyai resolusi yang lebih baik daripada detektor
sintilasi.

Pada dasarnya, bahan isolator dan bahan semikonduktor tidak dapat


meneruskan arus listrik. Hal ini disebabkan semua elektronnya berada di pita
valensi sedangkan di pita konduksi kosong. Perbedaan tingkat energi antara
pita valensi dan pita konduksi di bahan isolator sangat besar sehingga tidak
memungkinkan elektron untuk berpindah ke pita konduksi ( > 5 eV ) seperti
terlihat di atas. Sebaliknya, perbedaan tersebut relatif kecil pada bahan
semikonduktor ( < 3 eV ) sehingga memungkinkan elektron untuk meloncat
ke pita konduksi bila mendapat tambahan energi.
Energi radiasi yang memasuki bahan semikonduktor akan diserap
oleh bahan sehingga beberapa elektronnya dapat berpindah dari pita valensi
ke pita konduksi. Bila di antara kedua ujung bahan semikonduktor tersebut
terdapat beda potensial maka akan terjadi aliran arus listrik. Jadi pada detektor
ini, energi radiasi diubah menjadi energi listrik.

Sambungan semikonduktor dibuat dengan menyambungkan


semikonduktor tipe N dengan tipe P (PN junction). Kutub positif dari
tegangan listrik eksternal dihubungkan ke tipe N sedangkan kutub negatifnya
ke tipe P seperti terlihat pada Gambar 7. Hal ini menyebabkan pembawa

13
muatan positif akan tertarik ke atas (kutub negatif) sedangkan pembawa
muatan negatif akan tertarik ke bawah (kutub positif), sehingga terbentuk
(depletion layer) lapisan kosong muatan pada sambungan PN. Dengan
adanya lapisan kosong muatan ini maka tidak akan terjadi arus listrik. Bila
ada radiasi pengion yang memasuki lapisan kosong muatan ini maka akan
terbentuk ion-ion baru, elektron dan hole, yang akan bergerak ke kutub-kutub
positif dan negatif. Tambahan elektron dan hole inilah yang akan
menyebabkan terbentuknya pulsa atau arus listrik.
Oleh karena daya atau energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan
ion-ion ini lebih rendah dibandingkan dengan proses ionisasi di gas, maka
jumlah ion yang dihasilkan oleh energi yang sama akan lebih banyak. Hal
inilah yang menyebabkan detektor semikonduktor sangat teliti dalam
membedakan energi radiasi yang mengenainya atau disebut mempunyai
resolusi tinggi. Sebagai gambaran, detektor sintilasi untuk radiasi gamma
biasanya mempunyai resolusi sebesar 50 keV, artinya, detektor ini dapat
membedakan energi dari dua buah radiasi yang memasukinya bila kedua
radiasi tersebut mempunyai perbedaan energi lebih besar daripada 50 keV.
Sedang detektor semikonduktor untuk radiasi gamma biasanya mempunyai
resolusi 2 keV. Jadi terlihat bahwa detektor semikonduktor jauh lebih teliti
untuk membedakan energi radiasi.
Sebenarnya, kemampuan untuk membedakan energi tidak terlalu
diperlukan dalam pemakaian di lapangan, misalnya untuk melakukan survai
radiasi. Akan tetapi untuk keperluan lain, misalnya untuk menentukan jenis
radionuklida atau untuk menentukan jenis dan kadar bahan, kemampuan ini
mutlak diperlukan.
Kelemahan dari detektor semikonduktor adalah harganya lebih
mahal, pemakaiannya harus sangat hati-hati karena mudah rusak dan
beberapa jenis detektor semikonduktor harus didinginkan pada temperatur
Nitrogen cair sehingga memerlukan dewar yang berukuran cukup besar.

14
C. Bahan dan Peralatan
Bahan:
1. Sumber Cs-137
2. Sumber Co-60
3. Sumber Co-57
4. Sumber Na-22
5. Sumber Ba-133
6. Sumber Unknown

Peralatan:
Detektor NaI(Tl)

D. Langkah Kerja
1. Alat di rangkai seperti blok diagram pada Gambar 5.seperti berikut:

SINTILATOR
PENCACAH
PHOTO KATODA HV ORTEC
ORTEC 875
456

PM
SUMBER T PRE AMP AMPLIFIER TSCA
RADIASI ORTEC 113 ORTEC 571 ORTEC 551
LIGTH PIPE

PULSER
ORTEC 580 OSILOSKOP

Gambar 5. Diagram detektor Sintilasi NaI(Tl)

2. Mengatur tegangan tinggi detektor, penguatan (gain) Amplifier serta jendela


sebesar 0,2 Volt.
3. Pencacahan dilakukan untuk beberapa sumber standard, untuk setiap nomor
kanal.
4. Intensitas pencacahan vs nomor kanal (spektrum energi) untuk berbagai
energi di gambar.

15
5. Grafik energi vs nomor kanal puncak fotolistrik di buat.
6. Efisiensi detektor di hitung.
7. Grafik detektor terhadap energi gamma di buat.

16
PERCOBAAN IV
DETEKTOR HPGE

A. Tujuan
1. Mempelajari cara kerja detektor HPGe
2. Membuat spektrum energi gamma dengan HPGe
3. Membuat grafik kalibrasi energi, dan menentukan energi radioisotop yang
belum diketahui menggunakan detektor HPGe
4. Menghitung resolusi detektor.

B. Dasar Teori
Sintilator adalah suatu bahan yang dapat memancarkan kelipan
cahaya (sintilasi) apabila berinteraksi dengan sinar-g atau partikel a dan b.
Bahan ini dapat berupa zat padat atau cair, baik zat organik maupun anorganik.
Berdasarkan proses kelipan pada bahan sintilator tersebut dapat dibuat detektor
sinar radioaktif yang disebut detektor sintilator. Terdapat dua jenis tipe
detektor kelipan yaitu kelipan organik dan kelipan inorganik Pada tabel di
bawah ini dituliskan beberapa contoh detektor kelipan yang sering digunakan.
Tabel1. Macam-macam detektor
Nama type detektor
Anthrance Organic b
solid
Pilot B Organic a
plastic
NaI(Tl) Inorganic g
CsF Inorganic Sinar-X
Detektor sintilasi yang paling sering digunakan untuk spektroskopi
gamma adalah detektor NaI(Tl). Detektor sintilasi mampu mencacah jumlah
partikel radioaktif dan energinya. Dua bagian utama Detektor Sintilator
NaI(Tl) yaitu bagian sintilator NaI(Tl), dimana partikel yang terdeteksi akan

17
menimbulkan kelipan cahaya dan yang kedua adalah tabung pengubah
pancaran cahaya menjadi elektron mengalami proses penggandaan
dalam Photo Multiplier Tube (PMT).

Gambar 1. Detektor Sintilator NaI(Tl)


 Bahan Sintilator
Di dalam kristal bahan sintilator terdapat pita-pita atau daerah yang
dinamakan sebagai pita valensi dan pita konduksi yang dipisahkan dengan
tingkat energi tertentu. Pada keadaan dasar (ground state) seluruh elektron
berada di pita valensi sedangkan di pita konduksi kosong. Ketika terdapat
radiasi yang memasuki kristal, terdapat kemungkinan bahwa energinya akan
terserap oleh beberapa elektron di pita valensi, sehingga dapat meloncat ke pita
konduksi. Beberapa saat kemudian elektron-elektron tersebut akan kembali ke
pita valensi melalui pita energi bahan aktivator sambil memancarkan percikan
cahaya. Jumlah percikan cahaya sebanding dengan energi radiasi diserap dan
dipengaruhi oleh jenis bahan sintilatornya. Semakin besar energinya semakin
banyak percikan cahayanya. Percikan-percikan cahaya ini kemudian
‘ditangkap’ oleh photocatode.

Gambar 2. Peran bahan aktivator Thalium.

18
 Interaksi sinar gamma dengan materi

a. Efek fotolistrik
Yaitu suatu gejala dimana suatu cahaya yang frekuensinya cukup
tinggi dijauhkan pada suatu permukaan logam, maka akan terjadi pemancaran
elektron dari permukaan logam tersebut.
b. Produksi Pasangan
Yaitu suatu peristiwa yang terjadi apabila suatu foton ditembakkan
pada suatu initi atom sehingga inti atom tersebut akan memancarkan sepasang
elektron (q = -e) dan positron (q = +e). Hal ini terjadi karena untuk memenuhi
hukum kekekalan energi dan momentum linier serta hukum kekekalan muatan
listrik.
c. Hamburan Compton
Yaitu suatu peristiwa dimana suatu foton menumbuk elektron dan
kemudian mengalami hamburan dari arahnya semula sedangkan elektronnya
menerima impuls dan bergerak. Dalam tumbukan ini foton dapat dipandang
sebagai partikel yang kehilangan sejumlah energi yang besarnya sama dengan
besarnya energi kinetik yang diterima elektron.
Melalui ketiga proses ini, sinar-g menyerahkan sebagian atau
seluruhnya tenaganya pada materi detektor dan sebagai hasilnya melepaskan
elektron – elektron bebas yang dipergunakan dalam proses deteksi selanjutnya.
Segera setelah elektron (fotoelektron) dibebaskan keluar dari sistem atom,
maka sebagai akibat dari pengaturan kembali konfigurasi elektron akan
dipancarkan sinar-x. Hampir semua sinar-x ini diserap oleh bahan detektor dan
tenaganya diserahkan pada fotoelektron yang dilepaskan. Sebagian besar dari
tenaga yang diserap oleh elektron ini akan dilepaskan dalam bentuk tenaga
panas dan sebagian yang lain dilepaskan foton cahaya kelipan.
Bahan semikonduktor, yang diketemukan relatif lebih baru daripada
dua jenis detektor di atas, terbuat dari unsur golongan IV pada tabel periodik
yaitu silikon atau germanium. Detektor ini mempunyai beberapa keunggulan

19
yaitu lebih effisien dibandingkan dengan detektor isian gas, karena terbuat dari
zat padat, serta mempunyai resolusi yang lebih baik daripada detektor sintilasi.

Pada dasarnya, bahan isolator dan bahan semikonduktor tidak dapat


meneruskan arus listrik. Hal ini disebabkan semua elektronnya berada di pita
valensi sedangkan di pita konduksi kosong. Perbedaan tingkat energi antara
pita valensi dan pita konduksi di bahan isolator sangat besar sehingga tidak
memungkinkan elektron untuk berpindah ke pita konduksi ( > 5 eV ) seperti
terlihat di atas. Sebaliknya, perbedaan tersebut relatif kecil pada bahan
semikonduktor ( < 3 eV ) sehingga memungkinkan elektron untuk meloncat ke
pita konduksi bila mendapat tambahan energi.
Energi radiasi yang memasuki bahan semikonduktor akan diserap
oleh bahan sehingga beberapa elektronnya dapat berpindah dari pita valensi ke
pita konduksi. Bila di antara kedua ujung bahan semikonduktor tersebut
terdapat beda potensial maka akan terjadi aliran arus listrik. Jadi pada detektor
ini, energi radiasi diubah menjadi energi listrik.

Sambungan semikonduktor dibuat dengan menyambungkan


semikonduktor tipe N dengan tipe P (PN junction). Kutub positif dari tegangan
listrik eksternal dihubungkan ke tipe N sedangkan kutub negatifnya ke tipe P
seperti terlihat pada Gambar 7. Hal ini menyebabkan pembawa muatan positif

20
akan tertarik ke atas (kutub negatif) sedangkan pembawa muatan negatif akan
tertarik ke bawah (kutub positif), sehingga terbentuk (depletion layer) lapisan
kosong muatan pada sambungan PN. Dengan adanya lapisan kosong muatan
ini maka tidak akan terjadi arus listrik. Bila ada radiasi pengion yang memasuki
lapisan kosong muatan ini maka akan terbentuk ion-ion baru, elektron dan hole,
yang akan bergerak ke kutub-kutub positif dan negatif. Tambahan elektron dan
hole inilah yang akan menyebabkan terbentuknya pulsa atau arus listrik.
Oleh karena daya atau energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan
ion-ion ini lebih rendah dibandingkan dengan proses ionisasi di gas, maka
jumlah ion yang dihasilkan oleh energi yang sama akan lebih banyak. Hal
inilah yang menyebabkan detektor semikonduktor sangat teliti dalam
membedakan energi radiasi yang mengenainya atau disebut mempunyai
resolusi tinggi. Sebagai gambaran, detektor sintilasi untuk radiasi gamma
biasanya mempunyai resolusi sebesar 50 keV, artinya, detektor ini dapat
membedakan energi dari dua buah radiasi yang memasukinya bila kedua
radiasi tersebut mempunyai perbedaan energi lebih besar daripada 50 keV.
Sedang detektor semikonduktor untuk radiasi gamma biasanya mempunyai
resolusi 2 keV. Jadi terlihat bahwa detektor semikonduktor jauh lebih teliti
untuk membedakan energi radiasi.
Sebenarnya, kemampuan untuk membedakan energi tidak terlalu
diperlukan dalam pemakaian di lapangan, misalnya untuk melakukan survai
radiasi. Akan tetapi untuk keperluan lain, misalnya untuk menentukan jenis
radionuklida atau untuk menentukan jenis dan kadar bahan, kemampuan ini
mutlak diperlukan.
Kelemahan dari detektor semikonduktor adalah harganya lebih
mahal, pemakaiannya harus sangat hati-hati karena mudah rusak dan beberapa
jenis detektor semikonduktor harus didinginkan pada temperatur Nitrogen cair
sehingga memerlukan dewar yang berukuran cukup besar.

21
C. Bahan dan Peralatan
Bahan:
1. Sumber Cs-137
2. Sumber Co-60
3. Sumber Co-57
4. Sumber Na-22
5. Sumber Ba-133
6. Sumber Unknown

Peralatan: Detektor HPGe

D. Langkah Kerja
1. Detektor dinyalakan
2. Tegangan tinggi di atur sebesar 3000 volt dengan bertahap.
3. Waktu di atur dengan mengeklik MDA preset.
4. Sumber Co-60, Cs-137, Ba-133, Na-22, dan Co-57 dimasukkan secara
bersamaan kedalam detektor.
5. Pencacahan di mulai.
6. Kemudian pencacahan di ulangi dengan mengganti sumber menjadi
sumber unknown.

22
PERCOBAAN V
SPEKTROSKOPI SINAR GAMMA DENGAN DETEKTOR CdTe

A. Capaian Pembelajaran
Capaian Pembelajaran umum:
Agar Mahasiswa dapat melakukan spektrometri sinar gamma dengan detektor
CdTe
Capaian Pembelajaran khusus:
1. Agar Mahasiswa dapat mengetahui spektrum gamma sumber radioaktif
2. Agar mahasiswa dapat melakukan kalibrasi energi
3. Agar mahasiswa dapat melakukan identifikassi unsur radioaktif

B. Tujuan
1. Mengetahui spektrum gamma sumber radioaktif
2. Melakukan kalibrasi energi
3. Melakukan identifikassi unsur radioaktif

C. Dasar Teori
Detektor CdTe merupakan detektor yang dibuat dari bahan Cadmium
dan Tellurium. Seperti halnya detektor semikonduktor lainnya, detektor ini
bekerja berdasarkan interaksi sinar-X atau sinar- dengan atom-atom CdTe
yang kemudian
menghasilkan sebuah ANODA (+)

pasangan elektron-
ARUS ELEKTRON
hole untuk setiap FOTON
  
energi sebesar 4,43   
eV. Medan listrik ARUS HOLE

dari luar digunakan


KATODA (-)
untuk memisahkan
pasangan elektron- Gambar 1. Struktur Detektor CdTe

23
hole sebelum mereka bergabung kembali, selain itu menyebabkan elektron
bergerak menuju anoda dan hole menuju katoda, sehingga terkumpul muatan
pada elektroda dan menghasilkan isyarat. Melalui proses pengolahan dan
analisa tinggi pulsa akhirnya isyarat tersebut dapat dicacah dan ditampilkan
bentuk spektrumnya. Sruktur detektor CdTe seperti ditunjukkan pada gambar
1.

D. Bahan dan Peralatan


Bahan:
Sumber radioaktif

Peralatan:
1. Accuspec.
2. Detektor CdTe & Preamp Model XR-100T-CdTe.
3. Power Supply & Amplifier Model PX2T.

E. Langkah Kerja

1. Hubungkan sistem seperti gambar 2 .


2. Letakkan sumber standar Cs-137 dengan jarak  1 cm di depan jendela
detektor CdTe.
3. Hidupkan accuspec dan modul power supply & amplifier model PX2T
4. Amati keluaran amplifier dengan CRO, kemudian atur tinggi pulsa sesuai
kebutuhan dengan memutar knop gain.
5. Atur waktu cacah (livetime preset atau realtime preset) sebesar 30 menit.
6. Jalankan accuspec dengan mengaktifkan akuisisi, tunggu beberapa saat
hingga proses selesai.
7. Catat dan masukkan pada tabel 1 nomor saluran puncak spektrum.
8. Ganti dengan sumber standar Co-60, ulangi proses akuisisi.
9. Ganti dengan sumber X, ulangi proses akuisisi.

24
10. Lakukan kalibrasi tenaga dengan terlebih dulu memasukkan data energi
gamma dan nomor saluran puncak untuk masing-masing sumber
radioaktif.
11. Lakukan identifikasi terhadap sumber x berdasarkan besarnya energi
gamma yang diperoleh melalui proses kalibrasi.

Gambar 2. Sistem spektroskopi sinar gamma dengan detektor CdTe

Tabel 1.
Peristiwa Tenaga (MeV) No. Saluran
1 Puncak foto 0,662 MeV 0,662
2 Puncak foto 1,17 MeV 1,17
3 Puncak foto 1,33 MeV 1,33
4 Compton edge Cs-137
5 Backscatter Cs-137
6 Backscatter Co-60

25
PERCOBAAN VI
STATISTIKA PENCACAHAN

A. Capaian Pembelajaran
Praktikan dapat melakukan pencacahan radiasi, menganalisis secara
statistik untuk menentukan aktivitas sumber menggunakan system pencacahan
spektrokopi.

B. Tujuan
1. Melakukan pengukuran laju cacah, laju cacah rata-rata dan deviasi
pengukuran
2. Melakukan koreksi perhitungan laju cacah terhadap cacah latar belakang
dan waktu mati (tidak dilakukan)
3. Melakukan pengukuran untuk menentukan efisiensi system pencacahan.
4. Menentukan aktivitas satu sumber yang tidak diketahui (unknown)

C. Dasar Teori
Jumlah radiasi yang dipancarkan oleh sumber bersifat random (acak)
sehingga nilai yang ditampilkan oleh sistem pencacah juga bernilai acak. Bila
dilakukan pengukuran berulang dengan kondisi yang sama maka akan
ditampilkan nilai yang berbeda. Puncak spektrum - tidak berbentuk garis
lurus, melainkan terjadi pelebaran simetris sehingga berbentuk suatu fungsi
Gauss atau fungsi distribusi normal (lihat gambar Distribusi Gauss). Jumlah
radiasi yang memasuki detektor tidak hanya berasal dari sumber radiasi yang
sedang diukur karena terdapat sumber radiassi lainnya disekitar lokasi
pengukuran sehingga nilai yang ditampilkan oleh sistem pencacah harus
dikoreksi.

26
h

Detekt t
or

Efisiensi Detektor Sinar -

Nilai yang ditampilkan oleh sistem pencacah tidak sama dengan radiasi
yang memasuki sistem. Paarameter yang menunjukan hubungan nilai yang
ditampilkan dengan jumlah radiasi yang memasuki detektor atau dengan
aktivitas sumber radiasi dikenal sebagai efisiensi.
Sistem pencacah radiasi memerlukan selang waktu tertentu untuk
memproses setiap radiasi yang memasukinya menjadi suatu informasi. Dalam
selang waktu tersebut (waktu mati detektor) sistem pencacah tidak peka
terhadap radiasi sehingga radiasi yang datang pada selang waktu tersebut tidak
tercacah. Nilai tampilan yang ditunjukan perlu dilakukan koreksi.

r
R
1
1  r  (r) 2
2
R = Laju pencacahan terkoreksi
R = Laju pencacahan hasil pengamatan
 = Waktu mati

Cacahan (C) : adalah nilai yang dihasilkan oleh sistem pencacah setelah
mengukur radiasi selama selang waktu tertentu (t); laju cacah (R) adalah
jumlah cacahan persatuan waktu. Nilai ini sebanding dengan intensitas radiasi
yang memasuki detektor atau sebanding dengan aktivitas sumber radiasi.

27
Kegunaan sistem Spektroskopi adalah untuk melakukan analisis bahan
misalnya Spektroskopi dapat juga digunakan untuk menentukan aktivitas
sumber radiasi alpha atau gamma.

Uji hipotesis disederhanakan sbb :


1. Lima cacahan terakhir diuji terhadap rata-rata 30 cacahan sebelumnya (telah
dikoreksi cacahan latar) 2 standart deviasi. Tolak nilai di luar itu.
2. Koreksi rambatan ralat (ditambahkan bukan dikurangi)
2 2
 dx   dx 
 CVs    CV1 
 dy   dy 

D. Bahan dan Peralatan


Bahan :
Sumber radioaktif

Peralatan :
1. Detektor Geiger-Muller
2. Rangkaian pembangkit pulsa
3. Sumber tegangan tinggi
4. Timer
5. Alat cacah (counter)

E. Langkah Kerja
1. Sumber standar C0-60 dimasukkan dalam detector GM.
2. Sumber tegangan tinggi diatur pada tegangan kerja 780 HV.
3. Dilakukan pencacahan sumber radiasi Co-60 dengan variasi waktu yaitu 20
second, 30 second, dan 50 second
4. Setiap pencacahan dengan variasi tertentu dilakukan pengulangan sebanyak
10 kali.
5. Dilakukan cacah latar untuk tiap variasi.

28
6. Langkah kerja 1-5 diulangi untuk variasi jarak yaitu 1 cm, 5 cm, dan 10 cm,
dengan pengulangan cacahan setiap variasi sebanyak 5 kali.

F. Daftar Pustaka
Wardhana, Wisnu Arya. 2007. Teknologi Nuklir Proteksi Radiasi dan
Aplikasinya. Yogyakarta: ANDI.

29
PERCOBAAN VII
PENENTUAN DEAD TIME DAN RESOLVING TIME DETECTOR

A. Tujuan
Mengetahui tujuan waktu mati dan waktu pisah dari detrktor Geiger Muller

B. Dasar Teori
Detektor GM adalah salah satu detector yang digunakan untuk mengukur
cacah radiasi nuklir. Detektor ini berbentuk tabung dari gelas yang bagian
dalamnya dilapis logam. Lapisan ini berfungsi sebagai katoda. Sepanjang sumbu
tabung ini diberi kawat logam yang berfungsi sebagai anoda. Antara anoda dan
katoda dipasang tegangan tinggi. Tabung ini berisi gas mulia (Argon) dan gas
quenching (Halogen).

Jika ada radiasi pengion masuk ke dalam tabung maka akan terbentuk
sejumlah pasangan ion positif dan elektron akibat proses eksitasi ataupun
ionisasi primer atom gas. Pulsa timbul akibat elektron lebih cepat sampai ke
anoda daripada ion positif ke katoda dan juga menentukan tinggi pulsa.
Avalance atau proses ionisasi berantai adalah regenerasi pasangan ion tadi
akibat kelebihan tenaga setelah bertumbukan dengan atom-atom gas dalam

30
tabung. Ada kalanya Avalance terjadi karena radiasi dari luar sehingga
diperlukan sejumlah gas yang dapat meredam radiasi luar ini sehingga halogen
dipakai.
Sifat penting alat ini adalah bahwa pulsa keluarnya cukup besar akibat
pulsa–pulsa avalance yang mencapai jenuh, meskipun berakibat tidak dapat
membedakan tenaga radiasi yang masuk.

Resolving Time (Waktu Pisah)


Resolving time adalah selisih waktu minimum yang diperlukan untuk
dapat meperlihatkan hasil cacahan radiasi sumber radioaktif, atau selang waktu
minimum antara satu cacahan hingga cacahan berikutnya. Keadaan dimana
detektor tidak dapat mendeteksi radiasi yang masuk disebut keadaan mati.
Selang waktu dimana detektor tidak dapat membentuk pulsa disebut waktu mati,
tm (dead time).
Ketika ion positif sudah terkumpul pada katoda, kuat medan listrik telah
pulih kembali seperti semula dan tinggi pulsa kembali. Selang waktu antara akhir
waktu mati (dead time) sampai dengan pulihnya kembali disebut waktu
pemulihan, tp (recovery-time). Waktu pisah, τ (resolving time) yaitu selisih
waktu minimum yang diperlukan oleh radiasi yang berurutan agar radiasi dapat
tercacah.
Akibat adanya dead time dan recovery time, maka partikel-partikel radiasi
yang masuk kedalam tabung GM, selama dead time dan recovery time tidak akan
tercatat, sehingga menimbulkan hilangnya cacahan. Untuk mendapatkan laju
cacahan seharusnya perlu ditentuakn terlebih dahulu resolving time kemudian
digunakan untuk mengoreksi laju cacahan yang terbaca. Koreksi ini menjadi
penting terutama pada laju cacahan yang cukup tinggi. Resolving time
merupakan ciri yang karateristik dari system pencacahan, karena makin kecil
resolving time system pencacah makin baik untuk mencacah pada laju cacahan
yang tinggi. Misalkan n = Laju cacahan yang seharusnya, g = laju cacahan yang
tercacah, b = laju cacahn latar atau background, maka cacahan yang sebenarnya
adalah :

31
𝑔
𝑛=
1 − 𝑔𝜏
Dan rumus yang digunakan untuk mencari resolving time adalah :
𝑔1 + 𝑔2 − 𝑔12 − 𝑏
𝜏= 2
𝑔12 − 𝑔12 − 𝑔22

C. Bahan dan Peralatan


Bahan:
1. Sumber radioaktif Co-60
2. Sumber radioaktif Cs-137
3. Sumber radioaktif Sr-90
Peralatan:
1. Detektor Geiger – Muller (GM)
2. Counter (alat pencacah)
3. Stopwatch
4. Mistar

D. Langkah Kerja
1. Peralatan dirangkai
2. Radiasi latar dicacah dengan interval waktu 10 detik sebanyak 20 kali
pengulangan.
3. Sumber pertama (S1) yaitu Co-60 dilektakkan pada tempatnya, lalu
dicacah dengan interval waktu 10 detik sebanyak 20 kali pengulangan (g1)
4. Sumber kedua (S2) yaitu Cs-137 dilektakkan di sebelah sumber pertama,
dan keduanya dicacah dengan interval waktu 10 detik sebanyak 20 kali
pengulangan dan catat hasilnya (g12)
5. Sumber pertama diambil, sumber kedua dibiarkan tetap pada tempatny.
Kemudian sumber kedua saja yang dicacah dengan interval 10 detik
sebanyak 20 kali pengulangan dan catat hasilnya (g2)
6. Resolving time dan dead time dapat dihitung.

32
E. Daftar Pustaka
Beiser,Arthur.1987. Konsep Fisika Modern. Jakarta : Erlangga.
Krane,Kenneth. Fisika Modern. Jakarta : Erlangga
Tipler,Paul.2001. Fisika untuk sains dan Tehnik. Jakarta : Erlangga

33
PERCOBAAN VIII
KALIBRASI ALAT UKUR

A. Tujuan
1. Mengetahui cara mengkalibrasi alat ukur radiasi
2. Menghitung faktor kalibrasi dengan metoda langsung
3. Menghitung faktor kalibrasi dengan metoda tak langsung
4. Menentukan kesalahan pengukuran dari alat ukur.

B. Dasar Teori
1. Pengertian Kalibrasi
1). Kalibrasi alat ukur adalah sustu sistem yang digunakan untuk
standarisasi alat ukur yang belum standar terhadap alat ukur standard.
2). Kalibrasi alat ukur radiasi adalah suatu sistem yang digunakan untuk
standarisasi alat ukur radiasi yang belum standard terhadap alat ukur
radiasi standard.

Dari definisi diatas dapat dikatakan bahwa untuk penggunaan alat


deteksi baik dilapangan maupun di laboratorium perlu
dikalibrasi/distandarisasi dengan alat ukur yang sudah standard agar tidak
terjadi penyimpangan yang besar dalam pengukuran.

2. Klasifikasi Alat Ukur Radiasi Standard


- Alat ukur radiasi standard primer
Alat ukur radiasi standard yang mempunyai tingkat ketelitian sangat akurat,
dan mempunyai penyimpangan (standard deviasi) lebih kecil dari 5 %. Alat
ukur radiasi standard ini digunakan untuk kalibrasi alat ukur radiasi standard
sekunder.

34
- Alat ukur radiasi standard sekunder
Alat ukur radiasi standard yang dikalibrasi dengan membandingkan
ketelitian pengukurannya dengan alat ukur standard primer. Alat ukur
radiasi standard ini digunakan untuk kalibrasi alat ukur radiasi standard
tersier.

- Alat ukur radiasi standard tersier


Alat ukur radiasi standard yang dikalibrasi dengan membandingkan
ketelitian pengukurannya dengan alat ukur standard sekunder.

- Alat ukur radiasi standard Nasional


Suatu alat ukur radiasi standard yang ukurannya ditetapkan oleh para ahli
yang berkedudukan di IAEA sebagai standard untuk kalibrasi alat ukur
radiasi di suatu Negara.

3. Metoda kalibrasi alat ukur radiasi.


Ada dua cara/metoda yang digunakan yaitu :
a. Kalibrasi langsung :
adalah suatu metoda kalibrasi dengan menggunakan sumber radiasi
yang diketahui aktivitasnya. Cara kalibrasi alat ukur ini dapat dilakukan
setelah terlebih dahulu dihitung laju dosis paparan radiasi sumber standard
pada jarak tertentu. Kemudian laju dosis paparan radiasi yang dihitung
tersebut sebagai pembanding terhadap laju dosis paparan radiasi alat ukur
radiasi yang diamati.
b. Kalibrasi tak langsung :
adalah suatu metoda kalibrasi dengan membandingkan respon alat
ukur radiasi yang sedang dikalibrasi terhadap respon alat ukur radiasi yang
sudah dikalibrasi dan dianggap standard. Pada kalibrasi ini faktor
hamburan balik tidak merupakan masalah pokok.

35
4. Rumus-rumus yang digunakan.

1. At  A0 e t
ln 2
dengan  
T1 / 2

  At
2. X s  (R/jam)
d2
fs X s
3. fk  ; dengan X k  laju dosis paparan radiasi dari percobaan
Xk

1
4. E p 
n 1
 ( X r ) 2  100%

Xk  Xs
dengan X r 
Xs

5. Et  (Es  E p ) 2

Keterangan :
At = aktivitas sumber pada saat dilakukan percobaan (satuan currie :
Ci)
A0 = aktivitas awal sumber ((satuan currie : Ci)

t = selang waktu dari aktivitas sumber mula-mula sampai dengan


aktivitas sumber akhir ( saat waktu pengukuran dilakukan)
T1 / 2 = waktu paro sumber standard (satuan hari; bulan; atau tahun)

X s = laju dosis paparan radiasi sumber standard pada jarak tertentu


berdasarkan perhitungan (satuan : R/jam)
X k = harga rata-rata laju dosis paparan radiasi sumber berdasarkan

pembacaan alat ukur radiasi yang dikalibrasi pada jarak yang


sama (satuan : R/jam)
 = Faktor gamma sumber standard dengan alat ukur radiasi yang
dikalibrasi (satuan : meter)

36
E p = besar kesalahan relatife dari pengukuran

E s = besar kesalahan dari sumber standard (1 %)

n = jumlah kali pengukuran


fk = faktor kalibrasi alat yang dihitung

fs = faktor kalibrasi standard (sudah ditentukan)

C. Bahan dan Peralatan


Bahan:
Sumber radioaktif Cs-137

Peralatan:
1. Alat ukur jarak
2. Surveymeter
3. Kontainer dan kolimator
4. Statif
5. Kamera
6. Monitor

D. Langkah Kerja
1. Kalibrasi Langsung
a. Bacalah poket dosimeter yang saudara gunakan, catat penunjukkan
jarumnya.
b. Tempatkan survey meter yang akan dikalibrasi pada penyangga
(statif).
c. Periksa bateray surveymeter sebelum melakukan praktikum
kalibrasi.
d. Atur titik tengah detektor surveymeter agar segaris dengan titik
tengah sumber radiasi

37
e. Letakkan titik kaki statif pada jarak yang telah ditentukan oleh
pembimbing praktikum, kemudian shielding sumber dibuka dan
tariklah sumber tersebut hingga tepat berada pada kolinmator.
f. Amati dan catat laju dosis paparan radiasi yang dtunjukkan
surveymeter, minimum tiga kali pengamatan
g. Lakukan seperti pada langkah nomor 5 pada jarak yang telah
ditentukan oleh pembimbing praktikum

B. Kalibrasi Tak Langsung


a. Setelah mendapatkan data dari percobaan kalibrasi secara langsung,
surveymater diganti dengan surveymeter standard.
b. Periksa terlebih dahulu bateray dari surveymeter standar tersebut
apakah masih dalam kondisi baik atau masih dalam batas yang
diperbolehkan.
c. Tempatkan surveymeter tersebut pada jarak yang telah ditentukan
seperti jarak yang telah dilakukan pada percobaan kalibrasi
langsung.
d. Buka shielding sumber dan tarik keatas sumber tersebut sehingga
sumbernya tepat berada pada kolimator.
e. Amati dan catat laju dosis paparan radiasi yang dtunjukkan
surveymeter, minimum tiga kali pengamatan
f. Lakukan seperti pada langkah nomor 5 pada jarak yang telah
ditentukan oleh pembimbing praktikum (jarak disamakan dengan
langkah 7 pada kalibrasi langsung)
g. Setelah selesai praktikum matikan surveymeter, switch pada posisi
OFF.
h. Lihat poket dosimeter yang saudara gunakan, apakah jarum bergeser
kekanan dari posisi semula.
i. Kembalikan poket dosimeter setelah selesai praktik

38

Anda mungkin juga menyukai