PENUNTUN PRAKTIKUM
BIOLOGI
LABORATORIUM BIOLOGI
JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BINA NUSANTARA
2017
2
DAFTAR ISI
BAB 1
PENGENALAN LABORATORIUM BIOLOGI
Tujuan
Pendahuluan
Jenis bahaya yang ditemui pada masing-masing laboratorium bisa saja berbeda,
namun secara umum semua jenis bahaya wajib diketahui agar dapat bekerja dengan aman di
dalam laboratorium. Semua alat dan bahan yang digunakan di dalam laboratorium dianggap
berbahaya, sehingga setiap orang diharapkan untuk berhati-hati dalam bekerja. Panduan
keselamatan dan prosedur standar operasi atau SOP baik yang bersifat umum maupun spesifik
terhadap jenis bahaya pada laboratorium tertentu harus dimiliki setiap ruang laboratorium
untuk mencegah resiko bahaya yang terdapat di dalam laboratorium.
Jenis bahaya yang mungkin terdapat di dalam laboratorium biologi mencakup bahaya
biologis, kimia, dan fisik. Potensi bahaya tersebut dapat berakibat buruk bagi keselamatan dan
kesehatan pekerja di dalam laboratioum. Berkenaan dengan objek penelitian yang digunakan
merupakan makhluk hidup dan dapat berupa mikroba patogen atau parasit, maka bahaya
biologis termasuk ke dalam potensi bahaya di dalam laboratorium biologi. Bahan-bahan kimia
juga mungkin menjadi ancaman bahaya di dalam laboratorium biologi sebagai bahan yang
digunakan untuk mengawetkan spesimen maupun tujuan lainnya, serta bahaya fisik yang
umum terdapat di setiap jenis laboratorium yang dapat berasal dari alat-alat yang digunakan
bilamana alat tersebut memiliki bentuk yang tidak aman untuk digunakan maupun ketika alat
pecah.
4
Sebelum bekerja di dalam laboratorium, diwajibkan bagi setiap orang (personel) untuk
membaca dan memahami peraturan keselamatan kerja yang terdapat di dalam ruang
laboratorium. Berikut panduan umum keselamatan kerja di dalam laboratorium biologi :
Atribut pelindung tubuh seperti jas lab, masker, sarung tangan, penutup kepala,
sepatu tertutup, dan atribut lainnya wajib digunakan selama bekerja di dalam
laboratorium untuk melindungi tubuh dari paparan bahaya. Beberapa atribut khusus,
seperti kacamata goggle, respirator, sarung tangan tahan asam, dan sebagainya perlu
digunakan ketika bekerja dengan bahan-bahan khusus yang berbahaya. Atribut
laboratorium tersebut harus dilepas ketika akan keluar ruangan laboratorium agar
tidak terkontaminasi dengan lingkungan di luar ruang laboratorium.
3. Selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah bekerja di dalam laboratorium biologi.
Cuci tangan setiap kali akan memulai bekerja dan sesudah bekerja di dalam
laboratorium merupakan hal yang penting karena tangan merupakan sumber
kontaminasi. Upaya mencuci tangan sebelum melakukan pekerjaan di dalam
laboratorium dapat mencegah kontaminasi terhadap pekerjaan yang akan dilakukan,
sehingga didapatkan hasil yang baik, sedangkan upaya mencuci tangan sesudah
bekerja di dalam laboratorium dapat menghindarkan tubuh personel dari resiko
bahaya terinfeksi atau teracuni apabila objek yang digunakan bersifat berbahaya atau
patogen, selain itu dapat mencegah penyebaran bahaya ketika personel keluar dari
ruang laboratorium. Perhatikan tata cara mencuci tangan yang baik dan gunakan
sabun serta air mengalir saat mencuci tangan, bila perlu semprotkan alkohol setelah
mencuci tangan sebagai upaya desinfeksi.
Ketahuilah letak fasilitas keselamatan, seperti emergency shower, eye wash, kotak
P3K, kotak pemadam kebakaran, serta pintu keluar emergency supaya ketika terjadi
bahaya personel dapat menyelamatkan diri dengan cepat. Perhatikan pula jalur
evakuasi yang dibuat menuju pintu keluar emergency agar terhindar dari bahaya yang
terjadi.
Gambar 1. Contoh Label Informasi Bahan Gambar 2. Contoh Label Informasi Bahan
Sumber : http://www.americanmastertech.com Sumber : http://www.unitedadlabel.com (2015)
(2015)
Setiap bahan, sampel, atau limbah yang terdapat di dalam laboratorium perlu diberi
label keterangan yang berisi informasi, seperti nama bahan atau sampel, tanggal
pembuatan, nama pembuat atau pemilik, dan sifat bahan tersebut. Setiap peralatan di
dalam laboratorium juga perlu diberi petunjuk penggunaannya agar tidak terjadi
kesalahan saat mengoperasikan alat yang dapat menimbulkan bahaya.
Personel harus berhati-hati saat bekerja agar bahan atau sampel tidak tumpah.
Apabila bahan tumpah, segera bersihkan dengan lap pembersih hingga bersih, namun
perhatikan sifat bahan yang tumpah. Bahan atau sampel yang mengandung mikroba
harus dibersihkan menggunakan disinfektan dan bahan atau sampel yang berupa
bahan kimia harus diketahui dahulu sifatnya agar dapat dibersihkan menggunakan alat
pembersih yang sesuai.
Setiap bahan yang terdapat di dalam laboratorium dianggap berbahaya kecuali apabila
personel yakin bahan tersebut tidak berbahaya. Oleh karena itu, penting untuk
membaca keterangan bahan yang terdapat di kemasan bahan berulang kali agar tidak
salah dalam menangani bahan tersebut. Gunakan bahan dalam jumlah sesedikit
mungkin. Hindari kontak langsung dengan bahan dan gunakan alat pelindung yang
sesuai agar tidak terpapar bahaya yang mungkin dibawa oleh bahan tersebut.
10. Laporkan segera bila terjadi kecelakaan kerja kepada petugas laboratorium.
Ketika terjadi kecelakan saat bekerja di dalam laboratorium, jangan panic dan segera
laporkan kepada petugas laboratorium dan dengan segera menuju fasilitas
keselamatan kerja seperti emergency shower, eye washes, atau kotak P3K sebagai
upaya pertolongan pertama pada kecelakaan.
11. Berpakaian sederhana dan tidak menggunakan perhiasan saat bekerja di laboratorium.
Gunakan pakaian yang sederhana dan lepas perhiasan dari tubuh saat bekerja di
dalam laboratorium untuk mencegah kontaminasi karena terlepasnya perhiasan
tersebut. ikat rambut atau gunakan penutup kepala (haircap) agar tidak menganggu
saat bekerja dan tidak memperbesar resiko saat bekerja dengan api.
Dilarang untuk makan dan minum di dalam laboratorium karena terdapat berbagai
potensi bahaya di dalam laboratorium dan dikhawatirkan makanan dan minuman yang
di bawa terpapar bahaya tersebut.
Setelah selesai bekerja, buang sisa bahan, sampah, atau limbah reagen pada tempat
yang sesuai. Jangan buang sisa bahan padat ke dalam sink pada bak air. Sterilisasi sisa
bahan atau sampel yang mengandung mikroba sebelum di buang ke lingkungan dan
buang limbah reagen pada tempat penampungan limbah.
Pastikan bahwa alat yang sedang broperasi berada di bawah pengawasan pengguna
supaya ketika terjadi gangguan pada alat dapat segera ditangani.
7
BAB II
PENGENALAN MIKROSKOP
Tujuan
Pendahuluan
1. Mikroskop
Mikroskop cahaya merupakan jenis mikroskop yang paling umum digunakan. Terdapat
tiga jenis lensa pada jenis mikroskop ini, yaitu lensa okuler, lensa objektif, dan kondensor.
Lensa okuler pada mikroskop cahaya dapat berbentuk lensa ganda (binokuler) atau lensa
tunggal (monokuler). Lensa okuler berfungsi untuk memperbesar bayangan yang dibentuk
oleh lensa objektif. Lensa objektif terletak pada revolver atau turret yang dapat diputar untuk
memilih perbesaran lensa objektif. Umumnya, terdapat beberapa lensa objektif dengan
beberapa macam perbesaran yang terpasang pada revolver tersebut. Lensa objektif berperan
dalam pembentukkan bayangan serta perbesaran, sehingga dihasilkan hasil perbesaran
bayangan yang baik. Perbesaran mikroskop cahaya mencapai 1000 kali perbesaran. Lensa
objektif dilengkapi dengan keterangan warna yang memudahkan pengguna untuk mengenali
perbesaran pada lensa objektif yang ingin digunakan. Perbesaran 4x ditandai dengan garis
warna merah, warna kuning untuk perbesaran 10x, hijau untuk perbesaran 20x, biru untuk
perbesaran 40x atau 60x, dan warna putih untuk perbesaran 100x. Adapun immersion oil lens
yang menggunakan minyak imersi di atas permukaan kaca preparat kemudian lensa objektif
diturunkan hingga menyentuh minyak imersi tersebut, sehingga diperoleh hasil pengamatan
yang jelas. Setiap jenis perbesaran lensa objektif memiliki nilai apertura. Nilai apertura (NA)
13
merupakan ukuran daya pisah suatu lensa yang menunjukkan kemampuan daya pisah lensa
terhadap bayangan objek. Dengan kemampuan ini, sebuah lensa mampu untuk menghasilkan
bayangan objek yang berdekatan sebagai dua benda
yang terpisah. Perbesaran yang dihasilkan dari lensa
objektif kemudian akan diperjelas dengan cara
mengatur tuas perbesaran kasar untuk
mendekatkan lensa objektif ke permukaan preparat
dan perbesaran halus yang akan memperjelas
tampilan hasil pengamatan, sehingga dihasilkan
bayangan yang tajam dan terpisah dengan baik.
Lensa kondensor berperan dalam menyalurkan
pencahayaan yang baik untuk objek yang akan
diamati agar tercipta kontras yang baik.
Meja preparat yang terdapat tepat di bawah tabung lensa objektif digunakan untuk
meletakkan preparat atau spesimen yang akan diamati. Meja preparat dilengkapi dengan X-
Y translational control knob untuk mengatur penjepit preparat, sehingga dapat
menggerakkan preparat ke kanan dan ke kiri, atas dan bawah.
14
Ocular Lens
Head
Objective
Lens
Frame (Arm)
Stage
Condenser Coarse
Adjustment
Base
Stage
Light
Intensity
Control
Gambar 3. Bagian-bagian Mikroskop Cahaya
b. Mikroskop Stereo
Mikroskop stereo digunakan untuk mengamati objek yang memiliki ukuran lebih besar
dibandingkan objek yang dapat diamati oleh mikroskop cahaya. Hasil gambar yang dihasilkan
bersifat tiga dimensi. Berbeda dengan mikroskop cahaya, pada mikroskop stereo cahaya tidak
dilewatkan menembus objek, namun dipantulkan kembali setelah mengenai objek karena sumber
cahaya yang terdapat pada mikroskop stereo terletak di atas objek dan di bawah objek. Hal
tersebut memungkinkan hasil bayangan tiga dimensi yang dihasilkan dapat terlihat dengan jelas
dari semua sisi objek. Mikroskop stereo memiliki perbesaran objektif sekitar 10 kali hingga 40 kali.
15
Ocular
Focus
Objective
Top – Bottom
Light Source
c. Mikroskop Elektron
Terdapat dua jenis mikroskop elektron, yaitu mikroskop elektron scanning (SEM) dan mikroskop
elektron transmisi (TEM). Perbesaran mikroskop elektron mencapai 2 juta kali. Pada mikroskop TEM,
electron dari electron gun ditembakkan hingga menembus objek dan hasil bayangan yang diamati
adalah hasil tembusan tersebut. diperlukan sampel yang sangat tipis untuk dapat diamati pada
mikroskop electron TEM, yaitu dengan ketipisan sekitar 100 nm.
Sesuai dengan namanya, mirkoskop scanning electron (SEM) merupakan teknik pengamatan
terhadap permukaan dengan ketipisan objek sekitar 20 µm. electron pantul yang dihasilkan dari
permukaan objek ketika discan diperkuat sinyalnya. Besar amplitude yang dihasilkan tampak sebagai
gradasi gelap dan terang pada layar monitor CRT (cathode ray tube).
2. Kalibrasi Mikrometer
Objek yang teramati sebagai bayangan pada lensa okuler memiliki ukuran mikron (µ). Untuk
mengukur besar bayangan yang terbentuk digunakan mikrometer.terdapat dua jenis mikrometer, yaitu
mikrometer okuler dan mikrometer objektif. Mikrometer okuler berbentuk bulat dan memiliki skala
16
angka seperti penggaris pada umumnya. Mikrometer okuler dipasang pada lensa okuler, sedangkan
mikrometer objektif berbentuk seperti kaca objek yang diletakkan seperti kaca objek biasa pada meja
preparat. Di bagian mikrometer objektif terdapat skala tanpa angka sebanyak 100 unit. Skala 100 unit
tersebut bernilai 1 mm, sehingga satu unit terkecil memiliki nilai 0,01 mm atau 10 µm.
Skala pada mikrometer okuler ditentukan nilai satuan panjangnya menggunakan mikrometer
obyektif. Jarak tiap unit pada mikrometer okuler diketahui dengan cara menghimpitkan (alignment) 10
unit garis pada mikrometer okuler dengan garis pada mikrometer obyektif. Hal ini dapat disebut dengan
tahap kalibrasi. Adapun perhitungan kalibrasi, sebagai berikut :
Untuk perbesaran lensa objektif 10x
10 unit mikrometer okuler = 15 unit mikrometer objektif
10 x 15 μm
1 unit mikrometer okuler = = 15 µm
10
Untuk perbesaran lensa objektif 40 x
10 unit mikrometer okuler = 3 unit mikrometer objektif
10 x 3 μm
1 unit mikrometer okuler = = 3 µm
10
Untuk perbesaran lensa objektif 100 x
10 unit mikrometer okuler = 1,5 unit mikrometer objektif
10 x 1,5 μm
1 unit mikrometer okuler = = 1,5 µm
10
Misal, didapatkan ukuran Hydrilla sp pada perbesaran 10x sebesar 5 unit mikrometer okuler,
maka panjang Hydrilla sp sebenarnya adalah 15 µm x 5 = 75 µm.
17
Prosedur
3.Bersihkan kelebihan air pada kaca objek dengan menggunakan tisu atau kertas hisap.
4. Letakkan kaca objek tersebut pada meja preparat dan jepit kedua ujung kaca objek menggunakan
penjepit preparat.
5. Posisikan lensa objek dengan perbesaran lemah (4x atau 10x) tepat di atas objek dengan cara
memutar revolver.
6. Atur jarak meja preparat dengan ujung lensa objek dengan cara memutar tuas perbesaran kasar,
sehingga meja preparat mendekati lensa objek pada jarak ±0,5 cm.
7. Amati bayangan yang terbentuk melalui lensa okuler. Apabila bayangan masih belum jelas, putar
tuas perbesaran kasar dan perbesaran halus hingga diperoleh bayangan yang jelas dan tajam.
8. Amati bayangan huruf “a” atau “b” yang terlihat.
9. Geser kaca objek ke kanan dan ke kiri serta ke atas dan ke bawah dengan cara memutar tuas
pengatur penjepit preparat yang ada di sisi sebelah kanan meja preparat.
10. Amati sifat bayangan, sama atau terbalik. Amati juga pergerakan bayangan dan tulis hasil
pengamatan pada lembar pengamatan.
B. Kalibrasi Mikrometer
Alat :
1. Mikrometer okuler
2. Mikrometer objektif
18
Bahan :
1. Preparat sediaan
Prosedur :
1. Mikrometer okuler dipasangkan pada lensa okuler dengan cara melepas bagian bawah lensa
okuler. Pasangkan mikrometer okuler dengan tepat, kemudian pasangkan kembali penutup lensa
okuler bagian bawah (cara ini bergantung pada merek dan jenis lensa okuler).
2. Letakkan mikrometer objektif pada meja preparat dan gunakan perbesaran 10x hingga skala pada
mikrometer objektif tampak.
3. Fokus bayangan diatur sedemikian rupa, sehingga skala pada kedua mikrometer tampak jelas.
4. Posisikan skala pada mikrometer lensa okuler hingga sejajar dengan skala pada mikrometer
objektif dengan cara memutar lensa okuler tanpa merubah fokus yang sudah didapat.
5. Sisi kiri kedua mikrometer disejajarkan, sehingga skala kedua mikrometer tampak berhimpitan.
6. Amati skala pada sisi sebelah kanan kedua micrometer yang berhimpitan dan hitung panjang
skala yang berhimpitan tersebut.
7. Hitung nilai kalibrasi micrometer okuler.
8. Gunakan preparat sediaan untuk diketahui panjang, lebar, serta diameternya menggunakan
mikrometer okuler. Sertakan pula gambar yang tampak pada lembar hasil pengamatan.
6. Letakkan preparat di atas meja preparat mikroskop. Atur posisinya agar tepat di atas diafragma
dan tepat di bawah lensa objektif.
7. Posisikan lensa objek dengan perbesaran lemah (4x atau 10x) tepat di atas objek dengan cara
memutar revolver.
8. Atur jarak meja preparat dengan ujung lensa objek dengan cara memutar tuas perbesaran kasar,
sehingga meja preparat mendekati lensa objek pada jarak ±0,5 cm.
9. Amati bayangan yang terbentuk melalui lensa okuler. Apabila bayangan masih belum jelas, putar
tuas perbesaran kasar dan perbesaran halus hingga diperoleh bayangan yang jelas dan tajam.
10. Amati pula bayangan yang terbentuk pada perbesaran lainnya dengan cara memutar revolver.
11. Gambar hasil pengamatan untuk semua perbesaran dan beri keterangan setiap bagian-bagian
yang terlihat.
b. Pengamatan Jaringan Tubuh
1. Bersihkan tusuk gigi dengan menggunakan alkohol 70%.
2. Keriklah bagian dalam pipi dengan menggunakan tusuk gigi secara perlahan, kemudian oleskan
di atas kaca preparat.
3. Teteskan 1-2 tetes metilen biru di atas olesan sampel pada kaca preparat. Tutup dengan kaca
penutup.
4. Kelebihan zat warna dibersihkan dengan menggunakan tisuue atau kertas hisap.
5. Amati dengan mikroskop dimulai dari perbesaran terendah kemudian tertinggi.
6. Gambar hasil pengamatan untuk semua perbesaran dan beri keterangan setiap bagian-bagian
yang terlihat.
BAB III
DIFUSI DAN OSMOSIS
Tujuan
Mengamati peristiwa osmosis yang terjadi pada sel serta mengamati pengaruh perostiwa
osmosis terhadap bentuk sel.
Pendahuluan
Pada keadaan normal sel akan mengalami kondisi isotonik, yaitu saat volume sel konstan. Air yang
masuk dan keluar seimbang. Ketika sel berada di lingkungan hipotonik, maka sel akan cenderung
menarik air dari lingkungan yang akan menyebabkan sel membesar. Hal tersebut dapat menyebabkan
lisis (pecah) pada sel hewan dan turgiditas tinggi pada sel tumbuhan. Sedangkan lingkungan yang
hipertonik akan membuat bentuk sel semakin kecil dan dapat menyebabkan kematian karena air dari
dalam sel akan cenderung tertarik ke lingkungan hipertonik. Oleh karena itu, proses osmoregulasi atau
proses pengaturan keseimbangan air di dalam tubuh makhluk hidup merupakan proses sangat penting.
Prosedur
Alat :
1. Pelubang gabus
2. Beaker glass
3. Gelas ukur 100 ml
4. Pinset
5. Tissue
6. Kaca objek
7. Cover glass
8. Mikroskop cahaya
9. Jangka sorong atau mistar
10. Stop watch
Bahan :
1. Pepaya muda
2. Air
3. Spirogyra
4. Larutan CaCl2 3%
22
Prosedur :
a. Perubahan Ukuran Jaringan Akibat Peristiwa Osmosis
1. Buatlah potongan silinder pepaya muda dengan menggunakan pelubang gabus.
Ukur panjang dan diameter potongan silinder tersebut dengan menggunakan jangka sorong.
2. Siapkan gelas ukur 10 ml yang terisi air dengan volume tertentu, contoh : 5 ml.
3. Ukur volume potongan silinder dengan cara mencelupkan potongan tersebut ke dalam gelas ukur
yang terisi aquades. Amati pertambahan volume air setelah potongan silinder dimasukkan.
(Volume potongan silinder = volume akhir aquades setelah potongan silinder dimasukkan –
volume awal aquades dalam gelas ukur)
Pengukuran volume tersebut harus dilakukan dengan cepat dan tepat agar air tidak keluar masuk
sel, sehingga mempengaruhi kondisi awalnya.
4. Siapkan beaker glass yang berisi 200 ml larutan sukrosa 0.3M.
5. Rendam potongan silinder di dalam larutan sukrosa tersebut. Diamkan selama 1 jam. Setiap 15
menit digoyang.
6. Setelah selesai angkat potongan silinder dengan menggunakan pinset dan letakkan di atas tissue
agar sisa larutan sukrosa pada permukaan potongan silinder terangkat.
7. Ukur volumenya dengan cara yang sama. Ukur pula panjang dan diameternya menggunakan
jangka sorong.
8. Catat hasil pengukuran. Amati perubahan volume dan ukuran yang terjadi pada potongan silinder
tersebut.
BAB IV
RESPIRASI ANAEROBIK
Tujuan
Mempelajari proses respirasi anaerobik yang terjadi pada mikroorganisme melalui percobaan
pembuatan produk fermentasi.
Pendahuluan
Makhluk hidup membutuhkan sumber energi untuk mendukung aktivitas hidupnya. Makhluk
hidup yang bersifat autotrof dapat memenuhui kebutuhan akan sumber energinya sendiri dengan
menggunakan sinar matahari secara langsung sebagai bahan baku utamanya, berbeda dengan makhluk
hidup heterotrof yang mencukupi kebutuhan akan energinya melalui bahan makanan yang
dikonsumsinya.
Untuk dapat menjadi sumber energi, bahan makanan yang dikonsumsi oleh makhluk hidup
heterotrof tersebut perlu melalui berbagai tahapan proses metabolisme hingga akhirnya berada dalam
bentuk yang dapat digunakan sebagai sumber energi bagi sel-sel tubuhnya. Energi tersebut didapatkan
melalui reaksi pemecahan secara kimia atau katabolisme. Reaksi katabolisme akan memecah bahan
makanan yang dikonsumsi makhluk hidup dan merubahnya menjadi bentuk yang dapat digunakan, yaitu
ATP.
Fermentasi, respirasi aerobik, dan respirasi anaerobik merupakan tiga jalur untuk alternatif
untuk menghasilkan ATP. Reaksi katabolisme yang terjadi pada respirasi normal (respirasi aerobik)
terjadi dalam tiga tahapan, yaitu glikolisis, siklus Krebs, dan rantai transport electron hingga terbentuk
ATP dalam jumlah yang besar sebagai hasil reaksi. Begitu juga pada organisme tertentu yang melakukan
respirasi secara anaerobik, seperti mikroorganisme pada proses fermentasi, yaitu khamir
Saccharomyces cereviceae.
Mikroorganisme pada proses fermentasi menggunakan substrat berupa gula untuk dipecah dan
diubah menjadi etanol. Fermentasi merupakan perluasan glikolisis yang dapat menghasilkan ATP hanya
dengan fosforilasi tingkat substrat, sepanjang terdapat pasokan NAD + yang cukup untuk menerima
electron selama langakah oksidasi dalam tahap glikolisis. Pada fermentasi alkohol, glukosa diubah
menjadi piruvat melalui tahap glikolisis. Piruvat kemudian diubah menjadi alkohol dalam dua tahapan,
yaitu pelepasan karbon dioksida dari piruvat yang diubah menjadi senyawa asetaldehida berkarbon dua
kemudian dilanjutkan dengan reduksi asetaldehida oleh NADH menjadi etanol. Jumlah ATP yang
dihasilkan dalam proses fermentasi, yaitu 2 ATP, 19 kali lebih kecil dibandingkan pada respirasi normal.
Keseluruhan reaksi pada proses fermentasi sebagai berikut :
Prosedur
Alat :
1. Erlenmeyer 500 ml
2. Sumbat karet atau plastisin
3. Selang penghubung
4. Tabung reaksi
5. Panci kukusan
6. Termometer
7. Kompor
8. Daun pisang
9. Spatula
Bahan :
1. Gula
2. Air
3. Ragi (Fermipan)
4. Singkong
5. Ragi tape
6. Air kapur
7. Phenolphthalein
25
Prosedur :
a. Pengamatan Kualitatif Hasil Respirasi Anaerob
1. Siapkan rangkaian percobaan seperti pada Gambar 2. Termometer
2. Buat larutan di bawah ini.
Larutan A : Larutkan 50 gram gula dalam 100 ml air.
Larutan B : Larutkan 25 gram kapur (CaCO 3) dalam 100 ml
air.
3. Masukkan larutan A ke dalam Erlenmeyer 500 ml dan 10 ml
larutan B ke dalam tabung reaksi. Gambar 2. Rangkaian percobaan
Respirasi Anaerob
4. Tambahkan ragi atau fermipan ke dalam larutan A dan aduk hingga merata. Ukur suhu awal
larutan A.
5. Teteskan indikator PP (phenolphthalein) pada larutan B hingga terbentuk warna merah muda.
6. Pasang rangkaian selang penghubung seperti pada Gambar 2. Pastikan sumbat karet atau
plastisin yang digunakan terpasang dengan rapat.
7. Letakkan rangkaian percobaan ini pada tempat yang hangat.
8. Tunggu beberapa saat hingga tampak adanya perubahan yang tampak pada kedua larutan.
9. Amati perubahan yang terjadi pada kedua larutan. Catat hasilnya.
BAB V
LAJU FOTOSINTESIS
Tujuan
Pendahuluan
Fotosintesis merupakan proses fisikokimia yang hanya dapat dilakukan oleh tumbuhan, alga,
dan organism tertentu yang dapat menggunakan cahaya matahari secara langsung untuk mensintesis
komponen organik, berupa karbohidrat dan oksigen. Senyawa organik yang dihasilkan dari proses
fotosintesis menyediakan sumber energi dan materi pembangun untuk ekosistem. Selain cahaya
matahari, proses fotosintesis membutuhkan air dan karbon dioksida. Fotosintesis disebut juga sebagai
asimilasi karbon karena pada proses fotosintesis, karbon bebas dari karbon dioksida difikasi menjadi
gula sebagai molekul penyimpanan energi.
Tumbuhan menangkap cahaya matahari menggunakan pigmen yang disebut klorofil yang
terdapat di dalam kloroplas pada daun sebagai pemberi warna hijau pada daun. Kloroplas tersusun dari
dua bagian, yaitu grana dan stroma. Cahaya yang ditangkap untuk proses fotosintesis adalah cahaya
tampak (380-700 nm) yang terdiri dari warna violet (< 400 nm), biru (400-450 nanometer), hijau (500-
600 nanometer), serta merah (650-700 nanometer). Gelombang dengan panjang cahaya tertentu dapat
menghasilkan energi yang lebih banyak melalui proses fotosintesis. Panjang gelombang yang pendek
menyimpan energi lebih besar.
Tumbuhan mempunyai dua jenis pigmen yang berfungsi sebagai fotosistem atau pusat reaksi.
Terdapat dua fotosistem, yaitu fotosistem I dan fotosistem II. Pada fotosistem II terdapat molekul
klorofil yang dapat menangkap cahaya dengan panjang gelombang 680 nm, sedangkan pada fotosistem I
700 nm. Keduanya berjalan secara simultan. Saat cahaya mengionisasi klorofil pada fotosistem II, terjadi
pelepasan elektron. Energi dari elektron tersebut digunakan untuk fosforilasi yang menghasilkan ATP.
Reaksi ini menyebabkan fotosistem II mengalami kekurangan elektron. Kekurangan elektron ini
kemudian digantikan oleh elektron yang dihasilkan dari proses ionisasi air yang terjadi bersamaan
dengan ionisasi klorofil. Hasil ionisasi air adalah elektron dan oksigen. Selain ionisasi fotosistem II,
cahaya juga mengionisasi fotosistem I yang melepaskan elektron untuk mereduksi NADP menjadi
NADPH. ATP dan NADPH yang dihasilkan memicu terjadinya reaksi lain berupa siklus Calvin yang
27
mengikat karbon dioksida untuk membentuk ribulosa. Ribulosa tersebut pada akhirnya membentuk gula
berupa sukrosa.
Gambar 2. Reaksi Terang dan Reaksi Gelap (Siklus Calvin) dalam Kloroplas
Sumber : Pearson Education, 2008
Hal tersebut menerangkan bahwa fotosintesis terjadi dalam dua tahap, yaitu reaksi terang dan
reaksi gelap (siklus Calvin). Reaksi terang terjadi di dalam grana. Pada reaksi terang terjadi konversi
energi cahaya matahari menjadi energi kimia dan oksigen, sedangkan pada rekasi gelap yang terjadi di
dalam stroma gula dibentuk dari CO2. Reaksi ini disebut reaksi gelap karena reaksi ini tidak bergantung
pada ada tidaknya cahaya matahari, sehingga dapat terjadi meskipun dalam keadaan gelap.
Secara keseluruhan, faktor-faktor yang mempengaruhi laju fotosintesis adalah keberadaan air,
intensitas cahaya matahari, konsentrasi CO 2, dan suhu.
PROSEDUR
Alat :
1. Corong kaca
2. Beaker glass
3. Kawat
4. Tabung reaksi
5. Lampu sorot
6. Mistar
7. Stopwatch
28
Bahan :
1. Tanaman air Hydrilla verticillata
2. Air
3. NaHCO3
Prosedur :
1. Isi beaker glass dengan air hingga mencapai ketinggian tertentu.
2. Masukkan beberpa helai tanaman air Hydrilla verticillata ke dalan corong kaca.
3. Isi tabung reaksi dengan air hingga penuh.
4. Buatlah rangkaian percobaan seperti pada Gambar 3.
5. Letakkan rangkaian percobaan tersebut sejauh 1; 0,75; 0,50; 0,25; 0,05 meter dari sumber cahaya
berupa lampu sorot. Amati gelembung udara yang dihasilkan pada masing-masing perlakuan jarak
selama 15 menit.
1 meter
Gambar 3. Rangkaian Percobaan Ingenhousz
6. Amati banyaknya gelembung udara yang dihasilkan dengan cara mengukur tinggi ruang kosong yang
terbentuk pada ujung tabung reaksi dengan menggunakan mistar.
7. Buat perlakuan lainnya dengan menggunakan larutan NaHCO 3 0.5% sebagai pengganti media air.
8. Selain itu, buat perlakuan dengan mengganti sumber cahaya dengan menggunakan sinar matahari
seperti kondisi pada umumnya (tanpa perlakuan jarak). Amati gelembung udara yang terbentuk
selama 15 menit.
BAB VI
MITOSIS DAN MEIOSIS
Tujuan
Pendahuluan
Meiosis
Sebagai salah satu contoh, peristiwa pembelahan sel secara mitosis dan meiosis dapat
ditemukan pada proses penyerbukan dan pembuahan pada bunga. Pembentukan sel gamet pada putik
dan benang sari terbentuk melalui proses pembelahan sel secara meiosis yang kemudian diikuti oleh
pembelahan secara mitosis untuk persiapan proses pembuahan.
Gambar 5. Tahap Pembelahan Sel Secara Mitosis dan Meiosis pada Proses
Penyerbukan dan Pembuahan Angiosperma
Sumber : http://www.common.wikimedia.org
32
Prosedur
Alat :
1. Mikroskop cahaya
Bahan :
1. Preparat permanen ujung akar bawang (Allium cepa)
2. Preparat permanen benang sari (anther) Amarillidaceae
Prosedur :
Pembelahan Mitosis
1. Pasang preparat permanen ujung akar bawang (Allium cepa) pada meja preparat mikroskop cahaya.
2. Amati pada perbesaran 100x, 400x, dan 1000x.
3. Gambar hasil pengamatan yang didapat dan berilah keterangan.
4. Amati hasil pengamatan tersebut untuk mengetahui tahapan siklus sel yang sedang berlangsung
(interfase, profase, metaphase, anaphase, telofase).
Pembelahan Meiosis
1. Pasang preparat permanen benang sari Amarillidaceae pada meja preparat mikroskop cahaya.
2. Amati pada perbesaran 100x, 400x, dan 1000x.
3. Gambar hasil pengamatan yang didapat dan berilah keterangan.
4. Amati hasil pengamatan tersebut untuk mengetahui tahapan siklus sel yang sedang berlangsung.
33
BAB VII
DIVERSIFIKASI MIKROORGANISME
FUNGI, BAKTERI, PROTISTA
Tujuan
Pendahuluan
Secara garis besar, pada system klasifikasi lima kingdom tersebut, makhluk hidup dibedakan
berdasarkan struktur sitoplasmanya menjadi prokariot dan eukariot. Makhluk hidup prokariot memiliki
struktur sitoplasma yang sangat sederhana dengan beberapa struktur internal, namun tidak memiliki
organel di dalamnya, seperti mitokondria dan inti sel, sedangkan makhluk hidup eukariot memiliki
struktur sitoplasma yang kompleks dengan adanya berbagai organel di dalamnya. Ukuran sel prokariot
lebih kecil dibandingkan sel eukariot. Seluruh jenis bakteri diklasifikasikan sebagai makhluk hidup
prokariot.
Prosedur
Alat :
1. Mikroskop cahaya
2. Jarum pentul
4. Kaca objek
5. Cover glass
Bahan :
1. Preparat permanen jaringan otot
2. Preparat permanen Amoeba
3. Preparat permanen Paramaecium
4. Oncom
5. Tempe
6. Preparat permanen Allium cepa
7. Preparat permanen bakteri
8. Preparat permanen Spirogyra
9. Air
DAFTAR PUSTAKA
Abramowitz, Mortimer. 2003. Microscope: Basic and Beyond. Revised Edition. Olympus America Inc. :
US.
Campbell, Neil A., Jane B. Reece, Lisa A. Urry, Michael L. Cain , Steven A. Wasserman, Peter V. Minorsky,
Robert B. Jackson. 2011. Biology. Tenth Edition. Pearson Education : USA.
Campbell, Neil A., Jane B. Reece, Lawrence G. Mitchell. 2002. Biologi. Edisi Kelima – Jilid 1. Erlangga :
Jakarta.
Dam-Mieras, M.C.E. van, B C Currell, R C E Dam-Mieras. 1991. Infrastructure and Activities of Cells:
Biotechnology by Open Learning. Butterworth-Heinemann Ltd : Oxford.
Fullick, Anne. 2001. Biology for AQA Coordinated Award. Heinemann Educational Publishers : Oxford.
[Kementrian Ristek dan Teknologi]. 2000. Tapai Singkong. [terhubung berkala]
http://www.warintek.ristek.go.id/pangan_kesehatan/pangan/piwp/tapai_singkong.pdf. Diakses
pada tanggal 14 Juli 2015.
King, Tim, Michael Reiss, Michael Roberts. 2001. Practical Advanced Biology. Nelson Thrones Ltd. : UK.
Respati, SMB. 2008. Macam-macam Mikroskop dan Cara Penggunaannya. Universitas Wahid Hasyim :
Semarang.
Tim Dosen Biologi Umum Jurusan Biologi Universitas Brawijaya. 2014. Petunjuk Praktikum Biologi
Umum. Keanekaragaman Hayati. Fakultas MIPA, Universitas Brawijaya : Malang.
Tim Pengajar Departemen Biologi Institut Pertanian Bogor. 2013. Penuntun Praktikum Biologi Dasar.
Departemen Biologi, Fakultas MIPA, Institut Pertanian Bogor : Bogor.
University of Utah. Investigating Microbial Diversity: Then and Now. [terhubung berkala]
http://learn.genetics.utah.edu/content/gsl/diversity/ . Diakses pada tanggal 8 Juli 2015.
Work Safe BC. 2008. Laboratory Health and Safety Handbook. Workers Compensation Boards of British
Columbia : Canada.