Anda di halaman 1dari 23

CRITICAL JOURNAL REVIEW

CRITICAL JOURNAL REVIEW


MK.PERSPEKTIF GLOBAL
PRODI S1 PGSD-FIP

SKOR NILAI :

DISUSUN OLEH :

NAMA : NURUL KHOVIFA


NIM : 1223311075
MATA KULIAH : PERSPEKTIF GLOBAL
DOSEN PENGAMPU : Husna Tambunan ,S.Pd.,M.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga saya
dapat menyelesaikan laporan yang berjudul “CRITICAL JOURNAL REVIEW” ini dengan
tepat waktu. Saya mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu pengampu
Bapak Husna Tambunan, S.Pd., M.Pd yang telah memberikan tugas laporan ini.

Harapan saya semoga laporan ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca serta untuk kedepannya saya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi laporan agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, saya yakin masih banyak


kekurangan dalam laporan ini. Oleh karena itu saya sangat mengharapkan kritik dan
saran yang sifatnya membangun dari pembaca demi kesempurnaan laporan ini.

Medan, 12 Mei 2024

Nurul Khovifa

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................................................... i


DAFTAR ISI ....................................................................................................................................................... ii
BAB I ..................................................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................................................... 1
A. Pengantar ................................................................................................................................................ 1
B. Tujuan penulisan CJR .......................................................................................................................... 1
C. Identitas Jurnal Utama ....................................................................................................................... 1
D. Identitas Jurnal Pembanding ........................................................................................................... 2
BAB II ................................................................................................................................................................... 3
ANALISIS JURNAL ........................................................................................................................................... 3
A. Sajian materi / Topik 1 (Jurnal utama)...................................................................................... 3
B. Komentar .............................................................................................................................................. 6
A. Sajian materi / Topik 2 (Jurnal pembanding) ......................................................................... 7
B. Komentar .............................................................................................................................................. 9
BAB III ............................................................................................................................................................... 10
KESIMPULAN ANALISIS JURNAL ........................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................................... 11
LAMPIRAN ...................................................................................................................................................... 12
A. Jurnal utama ...................................................................................................................................... 12
B. Jurnal pembanding ......................................................................................................................... 15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Pengantar
Perspektif global adalah suatu pandangan, di mana guru dan murid secara bersama-
sama mengembangkan perspektif dan keterampilan untuk menyelidiki suatu yang berkaitan
dengan isu global. Yang dimaksud dengan isu global antara lain isu lingkungan, hak asasi
manusia, keadilan, studi tentang dunia, dan pengembangan pendidikan. Peserta didik harus
belajar tentang dirinya dan dunia. Dalam era globalisasi adalah era mengejar keunggulan dan
kualitas, sehingga masyarakat menjadi dinamis, aktif dan kreatif. Sebaliknya, globalisasi juga
bisa menjadi ancaman terhadap budaya bangsa. Globalisasi akan melahirkan budaya global dan
akan menjadi ancaman bagi budaya lokal, atau budaya bangsa. Rendahnya tingkat pendidikan
akan menjadi salah satu penyebab cepatnya masyarakat terseret oleh arus globalisasi dengan
menghilangkan identitas diri atau bangsa.

Di Indonesia sekarang menganut system pendidikan nasional, beberapa sistem


pendidikan Indonesia yang telah dilaksanakan, di antaranya adalah Sistem Pendidikan yang
berorientasi pada nilai, sistem pendidikan terbuka, Sistem pendidikan beragam, Sistem
pendidikan yang efisien dalam pengelolaan waktu, Sistem pendidikan yang disesuaikan dengan
perubahan zaman.

B. Tujuan penulisan CJR


1. Meninjau isi jurnal
2. Mencari dan menemukan informasi dalam jurnal
3. Melatih diri untuk berpikir kritis dalam mencari informasi yang diberikan
4. Membandingkan isi jurnal

C. Identitas Jurnal Utama


1. Judul Artikel : Pendidikan Multikultural: Sebuah Perspektif Global
2. Jurnal : EDUKATIF: JURNAL ILMU PENDIDIKAN
3. Penulis : Allyvia Camelia & Nikmah Suryandari
4. Tahun terbit 2021
5. Edisi : Vol.3 No. 6
6. ISSN : 2656-8071
7. Alamat URL : https://doi.org/10.31004/edukatif.v3i6.1649

1
D. Identitas Jurnal Pembanding
1. Judul artikel : Pendidikan Dan Kearifan Lokal Era Perspektif Global
2. Jurnal : SINDANG: Jurnal Pendidikan Sejarah dan Kajian Sejarah
3. Penulis : Agus Susilo & Yadri Irwansyah
4. Tahun terbit 2019
5. Edisi : Vol. 1 No. 1
6. ISSN : 2623-2065
7. Alamat URL :http://ojs.stkippgri-lubuklinggau.ac.id/index.php/JS/index

2
BAB II

ANALISIS JURNAL

A. Sajian materi / Topik 1 (Jurnal utama)


Wacana multikulturalisme dalam konteks pendidikan saat ini, menjadi isu penting
dalam upaya pembangunan masyarakat di Indonesia (Primawati, 2013). Hal ini dilakukan
dengan beberapa alasan, diantaranya pertama bahwa Tuhan secara alami menciptakan manusia
dalam keragaman. Alasan kedua adalah kejadian konflik sosial ditengarai karena kurangnya
penghargaan akan perbedaan. Menurut James Banks (Lestari, 2015) pendidikan multikultural
adalah konsep atau ide sebagai suatu rangkaian kepercayaan (set of beliefe) dan penjelasan
yang mengakui dan menilai pentingnya keragaman budaya dan etnis dalam membentuk gaya
hidup, pengalaman sosial, identitas pribadi, dan kesempatan-kesempatan pendidikan dari
individu, kelompok maupun negara. Pendidikan multikultural didefinisikan juga sebagai
pendidikan untuk people of color, kemudian bagaimana kita mampu menyikapinya dengan
penuh toleran dan semangat egaliter.

Masyarakat Indonesia yang dikenal dengan plural akan mudah mengalami gejolak dis-
itegrasi bila tidak ada kesepahaman nilai-nilai multikultur, salah satu contohnya adalah
banyaknya kerusuhan dan bentrokan antar warga di tengah gejolak masyarakat, jika tidak ada
solusi pencegahan akan berdampak pada bahayanya nilai-nilai kesatuan dan keutuhan bangsa
serta tegaknya NKRI. Kenyataan ini dapat dilihat dari kondisi sosio-kultural maupun geografis
yang begitu beragam dan luas (Ali, 2000).

Menurut Ambar Sri Lestari (Lestari, 2015) di Indonesia sendiri, paradigma


multikultural secara implisit menjadi concern dari Pasal 4 UU N0. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Dalam pasal itu dijelaskan, bahwa pendidikan diselenggarakan
secara demokratis, tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, nilai
kultural dan kemajemukan bangsa. Oleh sebab itu maka pendidikan multikultural harus
senantiasa di sosialisasikan dan didesiminasikan melalui pendidikan yang dituangkan didalam
kurikulum sekolah, sehingga anak sejak dini diajarkan sikap toleransi, menghargai, mengasihi
dan menerima perbedaan menjadi sebuah konsep yang terinternalisasikan dalam diri seseorang.

3
Pendidikan multicultural adalah meningkatkan produktivitas karena tersedianya
berbagai sumber daya mental untuk menyelesaikan pendidikan tugas yang sama dan
mendorong pertumbuhan kognitif dan moral di antara semua orang. Pendidikan multikultural
meningkatkan keterampilan pemecahan masalah secara kreatif melalui perspektif berbeda yang
diterapkan pada masalah yang sama untuk mencapai solusi. Pendidikan multikultural
meningkatkan hubungan positif melalui pencapaian tujuan bersama, rasa hormat, penghargaan,
dan komitmen terhadap kesetaraan di antara para intelektual di lembaga pendidikan tinggi.
Pendidikan multikultural mengurangi stereotip dan prasangka melalui kontak langsung dan
interaksi antar individu yang beragam. Pendidikan multikultural memperbaharui ketahanan
masyarakat melalui kekayaan budaya yang berbeda dari anggotanya dan mendorong
perkembangan pandangan dunia yang lebih luas dan canggih.

Sampai saat ini, pandangan utama pendidikan multikultural di dunia adalah asimilasi
atau perspektif “melting-pot” (McNergney et al., 2001) di mana budaya mikro diharapkan
melepaskan identitas budaya mereka untuk berbaur atau terserap. Oleh masyarakat arus utama
atau budaya makro (Bennett, 1986). Dalam perspektif asimilasi atau "melting-pot".

Pada pengembangan budaya bersama (shared cultures), anggota budaya mikro diterima
hanya setelah mereka melepaskan identitas asli, nilai-nilai, gaya perilaku, bahasa, dan gaya
komunikasi nonverbal mereka. Dalam perspektif asimilasi, kekhasan budaya lainnya dan
identifikasi dengan cara hidup yang berbeda dianggap tidak dapat diterima,rendah, dan
merupakan ancaman bagi persatuan bangsa.

Segala sesuatu yang mungkin adalah dilakukan oleh budaya populer untuk menekan
budaya lain dan kontribusi kelompok lain (Bennett, 1986). Menurut data Sensus di Amerika
Serikat, 2002, meskipun tujuan awal perspektif asimilasi atau “melting-pot” adalah untuk
menciptakan kesatuan melalui pengembangan budaya bersama karena setiap mikrokultur
diserap ke dalam makrokultur bersama, dalam kenyataannya menjadi lebih sulit untuk
mencapai demokrasi luas di antara mikrokultur karena budaya yang dihasilkan tidak
mencerminkan budaya dan keragaman dalam bangsa.

4
Mengapa Institusi Pendidikan Tinggi?

Institusi pendidikan tinggi di sebagian besar wilayah dunia memiliki populasi


mahasiswa yang beragam secara budaya. Pluralisme budaya ini membuat model demokrasi
dan interaksi yang pluralistik. Dengan demikian, penerapan prinsip inti perspektif global
mengenai pendidikan multikultural dalam praktik belajar-mengajar menjadi sangat penting.

Pendidikan memiliki peranan penting dalam memberikan pemahaman kepada


masyarakat bahwa negara Indonesia adalah negara yang dikenal sebagai negara dengan
latarbelakang sosial, agama, etnik, budaya, yang beragam. Menurut Budimansyah
(Budimansyah, 2012) unsur-unsur yang membentuk bangsa dan negara Indonesia adalah suku
bangsa, kepulauan, kebudayaan, golongan, dan agama. Persatuan bangsa dan wilayah negara
Indonesia digambarkan dalam lambing negara Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka
Tunggal Ika.

Membangun keharmonisan melalui multikultural, berkaitan dengan tugas pendidikan


adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Paradigma multikultural secara implisit
menjadi perhatian dari Pasal 4 UU N0. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Dalam pasal itu dijelaskan, bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis, tidak
diskriminatif dengan menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, nilai kultural dan
kemajemukan bangsa. Oleh sebab itu maka pendidikan multikultural harus senantiasa di
sosialisasikan dan didesiminasikan melalui pendidikan yang dituangkan didalam kurikulum
sekolah, sehingga anak sejak dini diajarkan sikap toleransi, menghargai, mengasihi dan
menerima perbedaan menjadi sebuah konsep yang terinternalisasikan dalam diri seseorang
(Lestari, 2015).

Pembelajaran multikultural adalah kebijakan dalam praktik pendidikan dalam


mengakui, menerima dan menegaskan perbedaan dan persamaan manusia yang dikaitkan
dengan gender, ras, kelas (Christine E. Sleeter, 2007). Pembelajaran multicultural pada
dasarnya merupakan program pendidikan bangsa agar komunitas multikultural dapat
berpartisipasi dalam mewujudkan kehidupan demokrasi yang ideal bagi bangsanya (Banks,
1993).

Menurut Waston dan Abdullah Aly (Waston, 2018) pendidikan yang ramah terhadap
keragaman menjadi semakin dibutuhkan dalam kondisi tersebut. Salah satu konsep yang paling
banyak diterima oleh masyarakat internasional adalah pendidikan multikultural. Model
pendidikan tersebut menjamin terwujudnya pencapaian optimal dalam pendidikan sehingga

5
setiap entitas dapat meraih prestasi sesuai upayanya. Pendidikan multikultural bahkan
menjanjikan kesetaraan dalam prosesnya sehingga setiap budaya dan agama tidak ada yang
mengalami diskriminasi, bahkan minoritas tidak akan terdesak oleh mayoritas. Hubungan di
antara populasi yang beragam di pendidikan tinggi ini sekarang lebih penting dari pada
sebelumnya. Institusi pendidikan tinggi telah menjadi model masyarakat di mana mereka
berada, dan dengan demikian telah menjadi pilar keunggulan akademik, model untuk
kompetensi multicultural dalam masyarakat, dan model untuk dunia yang saling bergantung,
serta model untuk kesetaraan dan nilai-nilai demokrasi. Institusi Pendidikan Tinggi adalah
model keunggulan akademik.

B. Komentar
Sampai saat ini, pendidikan multikultural difokuskan terutama pada pedagogi
kesetaraan sebagai sarana untuk mengatasi masalah yang diciptakan oleh asimilasi atau
perspektif "melting-pot" dari pendidikan multikultural. Hari ini, dengan interkoneksi yang
meningkat pesat di antara semua negara-negara di dunia, terutama saat kita menghadapi isu-
isu global terkait isu lingkungan, nuklir senjata, terorisme, hak asasi manusia, dan sumber daya
nasional yang langka, ruang lingkup pendidikan multikultural harus diperluas untuk
memasukkan perspektif global. Institusi pendidikan tinggi adalah model bagi masyarakat dan
negara di mana mereka berada dan dapat berfungsi sebagai lokus untuk merangkul perspektif
global tentang pendidikan multikultural.

Empat prinsip dan dimensi interaktif dari perspektif global pendidikan multikultural
yangmemungkinkan perspektif global menjadi lebih berguna dalam mempromosikan nilai-
nilai inti kemanusiaan daripada dibanding perspektif “melting-pot” adalah kompetensi
multikultural, pedagogi kesetaraan, kurikulum ulang bentuk, dan pengajaran untuk keadilan
sosial. Institusi pendidikan tinggi memiliki perspektif global dalam pendidikan multikultural
tidak hanya akan menuai manfaat dari multikultural. Namun juga akan tetapi menjadi pilar
keunggulan akademik, model demokrasi masyarakat yang pluralisistik, dan daya tarik untuk
ekonomi internasional dan sumber daya manusia karena mereka hubungan manusia yang lebih
baik dalam bangsa mereka sendiri dan dengan negara-negara lain di hari ini dunia yang
semakin saling bergantung.

Tujuan utama dari pendidikan multikultural adalah mengembangkan tanggung jawab


kepada masyarakat dunia, bentuk penghormatan pada bumi, penerimaan dan penghargaan

6
terhadap keragaman budaya, serta menghormati martabat manusia. Tujuan kedua adalah
mengembangkan beragam perspektif sejarah, tujuan selanjutnya adalah untuk memperkuat
kesadaran budaya dan memperkuat kompetensi antar budaya. Tujuan ketiga untuk memerangi
rasisme, seksisme, bentuk prasangka lainnya, diskriminasi. Terakhir adalah untuk untuk
meningkatkan kesadaran kondisi dan dinamika global.

A. Sajian materi / Topik 2 (Jurnal pembanding)

Pendidikan Berbasis Kearifan Lokal

Dalam Perspektif Global Mutu pendidikan dengan sendirinya akan tercermin dari mutu
sumber daya manusia, dimana sumber daya manusia kita pada umumnya masih rendah, berarti
mutu pendidikan saat ini mayoritas masih rendah. Pemahaman tentang perilaku siswa dalam
proses belajar merupakan yang sangat penting terutama bagi guru. Ada kecenderungan saat ini
untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah.

Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan
mengetahuinya. Pembelajaran berorientasi pada penguasaan materi yang bertujuan memotivasi
siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengaitkan materi
tersebut dengan konnteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural)
sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan
(ditransfer) dari satu permasalahan/konteks ke permasalahan/konteks lainnya (Daryanto &
Rahardjo, Muljo, 2012: 156).

Guru tidak dapat menanamkan nilai, memberikan pengetahuan dan menyebarkan


kebijaksanaan dalam diri siswa kalau ia sendiri berhenti belajar. Situasi kerja guru yang telah
menghabiskan waktu untuk kegiatan rutin tidak memngkinkan guru menambah informasi
untuk membaca buku yang relevan dengan pengajarannya, atau merefleksikan hakikat
perubahan nilai yang terjadi dalam masyarakat. Guru menjadi pendidik karakter karena ia
memberikan diri dan hidupnya secara total kepada para siswanya. Ia memberikan ilmu
pengetahuan yang dimilikinya, ia menawarkan nilai-nilai, kekayaan rohani, keprihatinan,
kegembiraan, kegairahan, dan lain-lain, yang dimilikinya kepada para siswa.

Guru mengajar dan mendidik membaktikan profesinya untuk mengubah dirinya sendiri
dan hidup orang lain. Sebab apa hakikat pendidikan karakter, yaitu mengubah individu agar

7
tumbuh menjadi manusia yang semakin utuh. Melalui ajaran dan didikannya guru mengubah
anak didiknya menjadi manusia yang berkembang dan tumbuh sebagai manusia secara utuh
dan semakin baik, mengantar mereka ke sebuah masa depan yang penuh tantangan agar mereka
dapat terlibat secara aktif membentuk dan menata masyarakat menjadi lebih baik (Koesoema
A, Doni, 2015: 148).

Arti nilai itu sendiri yaitu sesuatu yang memiliki nilai guna (memiliki keindahan),
kebenaran atau kebaikan (Chotib, 2006: 153). Nilai juga memiliki arti lain yaitu kumpulan
sikap atau perasaan atau anggapan tentang sesuatu hal mengenai baik atau buruk,benar atau
salah, patut atau tidak patut, mulia atau hina, dan penting atau tidak penting. Nilai juga
dianggap sebagai sesuatu yang selalu diinginkan, dicitapcitakan, dan dianggap penting oleh
seluruh manusia sebagai anggota masyarakat.

Kearifan itu sendiri merujuk pada sebuah nilai universal tentang keadilan sosial,
kesejahteraan masyarakat dan kelestraian sumberdaya penghidupan masyarakat yang
melandasi pola hubungan antar warga maupun dengan komunitas yang lain. Tidak disebut
kearifan bilamana yang terjadi adalah sebuah ketidakadilan, kemiskinan, kelaparan, kerusakan
ekositem dan penindasan (Widjajaputra, 2008: 2-3). Dengan demikian hal tersebut menjadi
sangat penting untuk meninjau kembali keberadaan sistem lokal serta dinamika perubahannya
untuk dapat dikatakan sebagai suatu kearifan (Haris, 2010).

Kearifan Lokal terdapat dalam semua aspek kehidupan karena berasal dari unsur
budaya yang ada pada suatu daerah tertentu. Oleh karena itu, kearifan lokal dapat digunakan
sebagai solusi alternatif dalam menangani permasalahan kehidupan. Kearifan lokal yang
berasal dari unsur budaya daerah yang memiliki kemampuan untuk bertahan hidup, yaitu

1) mampu bertahan terhadap budaya luar


2) memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar
3) mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam budaya asli
4) mempunyai kemampuan mengendalikan
5) mampu memberi arah pada perkembangan budaya

Pendidikan Berbasis Kearifan Lokal Dalam Perspektif Global

Model pendidikan berbasis kearifan lokal merupakan model pendidikan yang memiliki
relevansi tinggi bagi pengembangan kecakapan hidup (life skills) dengan bertumpu pada
pemberdayaan ketrampilan dan potensi lokal di masing-masing daerah, Dalam model

8
pendidikan ini, materi pembelajaran harus memiliki makna dan relevansi tinggi terhadap
pemberdayaan hidup mereka secara nyata, berdasarkan realitas yang mereka hadapi.
Kurikulum yang harus disiapkan adalah kurikulum yang sesuai dengan kondisi lingkungan
hidup, minat, dan kondisi psikis peserta didik juga harus memerhatikan kendala-kendala
sosiologis dan kultural yang mereka hadapi. Dalam pembelajaran, harus ditanamkan pada
pikiran anak-anak, bahwa manusia tidak sekedar hidup (to live), namun juga bereksistensi
untuk berusaha mengatasi situasi serba terbatasnya.

Pendidikan berbasis kearifan lokal adalah pendidikan yang mengajarkan peserta didik
untuk selalu dekat dengan situasi konkret yang mereka hadapi sehari-hari. Model pendidikan
kearifan lokal merupakan sebuah contoh pendidikan yang mempunyai relevansi tinggi bagi
kecakapan pengembangan hidup, dengan berpijak pada pemberdayaan keterampilan serta
potensi pada setiap daerah. Pendidikan berbasis kearifan lokal dapat digunakan sebagai media
untuk melestarikan potensi masing-masing daerah. Kearifan lokal harus dikembangkan dari
potensi daerah. Potensi daerah merupakan potensi sumber daya spesifik yang dimiliki suatu
daerah tertentu.

Oleh karena itu, pendidikan harus sedapat mungkin memberikan independensi kepada
peserta didik untuk menghargai dan mengembangkan potensinya. Mengenalkan kembali nilai-
nilai kearifan lokal di Sekolah-Sekolah setidaknya dapat terus menguatkan budaya lokal agar
tidak hilang dan ditinggalkan oleh masyarakat.

B. Komentar
Di era globalisasi saat ini, dengan maraknya produksi budaya asing yang bebas masuk
ke wilayah Indonesia dengan mudah mempengaruhi karakter anak bangsa, tentu perlu dicegah
keberadaannya. Dunia pendidikan juga terkena dampak globalisasi, anak bangsa lebih suka
yang instan, meninggalkan budaya lama yang dianggap sudah usang.

Keinginan untuk belajar budaya sendiri sangat berkurang, padahal ciri khas bangsa
Indonesia adalah keanekaragamannya di dunia. Karakter generasi muda yang sangat
memprihatinkan tentunya membutuhkan sebuah perhatian yang lebih untuk mengurangi
dampak negatif globalisasi. Untuk mengembangkan karakter anak bangsa tentunya
membutuhkan perjuangan dan kerjasama yang lebih erat. Pengenalan budaya lokal bagi
generasi muda sangat baik untuk mengenalkan sekaligus membentuk generasi muda lebih
mencintai budaya bangsanya sendiri.

9
BAB III

KESIMPULAN ANALISIS JURNAL

Mata kuliah Perspektif Global dengan standar kompetensi mahasiswa mampu


memandang dan berfikir dari sudut kepentingan dan perspektif global terhadap suatu
masalah, kejadian, atau kegiatan di sekitarnya, banyak menyajikan masalah-masalah
yang terkait dengan isu-isu global.

Globalisasi mendatangkan implikasi besar pada perkembangan aspek sosial,


budaya, politik, dan ekonomi. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi,
komunikasi, dan transportasi yang sedemikian pesat, tata pergaulan dunia di satu sisi
semakin terbuka dan di sisi lain semakin penuh persaingan. Semakin banyak orang
“terdesak” oleh fenomena kehidupan yang merangsang tumbuhnya kesadaran bahwa
mereka merupakan bagian dari umat manusia di bumi yang tunggal.

Ini semua membawa implikasi bagi dunia pendidikan, bahwa semua manusia
perlu saling belajar dan tidak membiarkan diri berfikir sempit dan terkotak-kotak.
Bagaimanapun, kesadaran baru tentang segala konsekuensi dan dampak globalisasi tidak
dapat tumbuh tanpa proses belajar yang konstruktif.

Pendidikan sekolah merupakan tempat paling tepat untuk menumbuhkan


perspektif global pada anak-anak sejak usia dini, yang harus dirancang sedemikian rupa
agar memungkinkan bagi peserta didik untuk mengembangkan potensi yang dimiliki
secara alamiah dan kreatif dalam suasana penuh kebebasan, kebersamaan, dan tanggung
jawab.

10
DAFTAR PUSTAKA

Agus Susilo, Y. I. (2019). PENDIDIKAN DAN KEARIFAN LOKAL ERA PERSPEKTIF GLOBAL.
SINDANG: Jurnal Pendidikan Sejarah dan Kajian Sejarah, 1-11.

Allyvia Camelia, N. S. (2021). Pendidikan Multikultural: Sebuah Perspektif Global.


EDUKATIF: JURNAL ILMU PENDIDIKAN, 5143 - 5149.

11
LAMPIRAN

A. Jurnal utama

12
13
14
B. Jurnal pembanding

15
16
17
18
19
20

Anda mungkin juga menyukai