Anda di halaman 1dari 30

1

E-book ini khusus dan spesial buat kamu aja, ya.

Jadi, dilarang menyalin atau memperbanyak sebagian atau


seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penulis.

2
Daftar Isi

Mengapa Perlu Melakukan Riset Audiens? ....................................................4


Kesalahan Paling Umum Saat Melakukan Riset Audiens ..............................5

Asumsi dan Validasi .........................................................................................7

Asumsi ...............................................................................................................8
Apa-Apa Saja yang Perlu Kamu Asumsikan? .....................................................9
Contoh Asumsi yang Kita Bikin ...........................................................................9
Riset Kompetitor ................................................................................................12
10 Poin yang Perlu Kamu Cari Saat Mengintip Kompetitor ..............................12
Membuat Racikan Konten .................................................................................16

Validasi ............................................................................................................18
1. Menemukan yang Tersembunyi dengan Wawancara ...................................19
2. Mencari Tahu dengan Membuat Proyek Konten ...........................................20
3. Bongkar Pasang Sampai Bertemu Content Market Fit ..................................21

7 Tools untuk Melakukan Riset Audiens .......................................................23

5 Hal Tambahan Terkait Riset Audiens .........................................................26

Penutup ............................................................................................................29

Profil Penulis ...................................................................................................30

3
Suatu hari saya menonton video YouTube berisi obrolan bareng mantan head
marketing sebuah brand besar. Dia ditanya apa yang harus dilakukan pertama kali
dalam marketing. Dia pun menjawab, “Target market/audiensmu siapa?”

Ini sejalan dengan apa yang saya pelajari sejak 2016. Mau itu belajar copywriting,
marketing, branding, content writing, video editing. Semua kelas akan mengajarkan
ini di bab pertama: mencari tahu siapa target audiens kita.

Saya awalnya menganggap remeh bagian ini. Sampai akhirnya menyadari ini bagian
paling vital, termasuk saat mengoptimasi media sosial. Entah itu untuk personal
branding, marketing ataupun jualan.

Mengetahui target audiens akan menentukan banyak hal, mulai dari jenis, format,
desain, gaya bahasa sampai isi detail dari konten kita.

Mengapa Perlu Melakukan Riset Audiens?

Seringkali saat konten sepi, kita mengotak-atik konten. Desainnya diganti, isinya
diubah sampai mengubah personality. Namun, kontennya tetap sepi. Ternyata setelah
diusut-usut, masalahnya cuman satu, yaitu belum mengenal siapa target audiens
kontennya. Bahkan bisa lebih parah: salah mengenal target audiens.

Mengenal target audiens akan memberitahu jawaban:

- Mengapa follower stuck

- Mengapa konten sepi like dan komentar

- Mengapa follower tidak peduli dengan konten kita

- Mengapa konten kita suka di-skip pembaca

- Mengapa konten tidak mendapat sales

- Mengapa konten tidak mendatangkan leads

- Dan masih masih banyak lagi

4
Harapannya setelah melakukan riset audiens, kamu bisa:

- Bikin konten yang relatable

- Menambah engagement: like, komentar, share, save, DM

- Menentukan desain tanpa bingung

- Memilih topik yang pasti disukai

- Menentukan format dan gaya bahasa yang cocok

- Meningkatkan leads

- Meningkatkan penjualan

- Membangun personal brand lebih tepat

- Dan masih banyak lagi

Kesalahan Paling Umum Saat Melakukan Riset Audiens

“Bikin target audiens bukannya mudah?”

Awalnya saya juga berpikir begitu.

- Bikin konten tentang menulis, ya target audiensnya penulis.

- Bikin konten skincare, ya target audiensnya wanita.

- Bikin konten fashion pria, ya target audiensnya pria.

Ini kesalahan yang sering terjadi saat melakukan riset audiens:

Merasa sudah mengetahui target audiensnya siapa, tapi sebenarnya belum.

Misalkan kamu bikin konten skincare. Ketika ditanya siapa target audiensnya, kamu
menjawab, “Target audiensnya wanita.”

5
Ini sepertinya benar, namun belum tepat. Kategori wanita masih terlalu luas. Kamu
menargetkan wanita seperti apa? Umur berapa? Profesinya apa? Kepribadiannya
kayak gimana?

“Saat definisi target audiens kamu masih terlalu luas, itu artinya kamu belum
menentukan target audiens dengan tepat.”

Nah, lewat e-book yang kamu baca ini, kamu akan menemukan langkah demi langkah
supaya kamu bisa menentukan target audiens. Cara ini sudah saya lakukan sendiri
untuk membangun personal brand di media sosial, bikin konten selama 7 tahun,
membentuk komunitas online dengan 300+ member, hingga merencanakan-membuat
konten untuk klien dari berbagai bidang (franchise, FnB, akun personal).

E-book ini juga akan merangkum berbagai kesalahan saat saya melakukan riset
audiens. Sehingga kamu bisa menghindarinya. Harapan saya, setelah kamu
membaca e-book ini, kamu bisa melakukan riset audiens seperti melewati jalan tol.

6
ASUMSI DAN VALIDASI

Dari sekian banyak poin menentukan target audiens, saya mengelompokkannya


menjadi dua bagian:

1. Asumsi

2. Validasi

7
ASUMSI

8
Saat melakukan riset audiens, seringkali kita membuat asumsi terlebih dahulu. Kita
membuat perkiraan berdasarkan pengamatan yang kita lakukan.

Apa-apa saja yang perlu kamu asumsikan?

1. Gambaran demografi (jenis kelamin, usia, profesi, minat, hobi)

2. Apa saja keinginan mereka?

3. Apa saja yang menjadi hambatan/kesulitan mereka?

4. Media sosial apa yang sering mereka gunakan? Instagram, TikTok, Facebook atau
Twitter?

5. Mereka menggunakan media sosial sebagai apa? Hiburan, mencari informasi atau
yang lain?

6. Mereka suka berinteraksi dengan konten seperti apa?

7. Gaya bahasa kayak gimana yang mereka sukai?

Supaya makin jelas, kita langsung masuk ke contoh ya. Saya akan mengambil bidang
yang dekat dengan dunia saya, yaitu tentang kepenulisan.

Misalkan kamu ingin membangun personal brand sebagai penulis. Target


audiensnya: para penulis yang ingin belajar dan meningkatkan skill menulis.

Contoh asumsi yang kita bikin:

1. Gambaran demografi

- Pria dan wanita

- Usia 16-25 tahun

- Pelajar, mahasiswa dan fresh graduate

- Minat dengan dunia literasi dan media sosial

- hobi membaca dan menulis

9
2. Apa saja keinginan mereka?

- Ingin belajar menulis sebagai hobi

- Ingin meningkatkan skill menulis sebagai peluang untuk mencari penghasilan


tambahan

3. Apa saja hambatan/kesulitan yang mereka hadapi?

- Bingung belajar menulis dari mana

- Kesulitan mencari platform/akun yang cocok untuk belajar menulis

- Tidak tahu cara mencari pembaca

- Tidak tahu cara mengubah tulisan menjadi penghasilan

4. Media sosial apa yang sering mereka gunakan?

- Mereka lebih sering menggunakan Instagram dan TikTok

5. Mereka menggunakan media sosial sebagai apa?

- Sebagai hiburan, belajar dan mencari informasi

6. Mereka suka berinteraksi dengan konten seperti apa?

- Mereka suka mengonsumsi konten yang ringan, berbentuk video dan desain eye-
catching

7. Gaya bahasa seperti apa yang mereka sukai?

- Mereka menyukai gaya bahasa yang ringan dan mudah dimengerti

Nah, ini bisa di-breakdown lebih banyak lagi. Semakin rinci, semakin bagus. Misalkan:

- Apa-apa saja konten yang mereka sukai selain menulis?

- Mengapa mereka suka menulis?

- Ketakutan/kecemasan apa yang mereka miliki?

- Siapa saja penulis favorit mereka?

10
- Bacaan apa yang mereka suka?

- Dan masih banyak lagi

Gali lebih dalam dari berbagai sisi seperti kepribadian, gaya hidup, minat, prinsip
sampai pola pikir. Kamu perlu mengenal target audiens seperti mengenal teman
dekat. Semakin kenal, semakin mudah juga nantinya kamu dalam pembuatan konten
yang tepat.

Btw, semua pertanyaan untuk membuat asumsi bisa disesuaikan kembali, ya.
Tergantung akun seperti apa yang ingin kamu kembangkan.

Untuk membantu lebih mudah, saya sudah membuat bonus Audience Mastery
Checklist. Berisi 50+ point checklist untuk menentukan target audiens. Kamu tinggal
isi sesuai jenis akun media sosial yang kamu siapkan. Audience Mastery Checklist-
nya bisa kamu akses di sini ya (bit.ly/AudienceMasteryChecklist)

Mungkin dari kamu ada yang bertanya, “Bagaimana cara membuat asumsi
ini?”

Kamu bisa bikin asumsi berdasarkan pengamatan pribadi. Bisa juga dibantu oleh
tools seperti Google atau ChatGPT. Btw, di halaman 23, saya akan sharing tools-
tools yang biasa saya gunakan untuk melakukan riset audiens.

Tambahan dari saya

Saat menyusun daftar asumsi, saya suka menekankan dua poin ini:

1. Apa keinginan terbesar mereka?

2. Apa masalah terbesar mereka?

Kalau saya disuruh memilih, saya akan bekerja keras mencari jawaban dari dua poin
ini. Audiens akan mudah tergerak jika kita bisa “mengenai” keinginan dan masalah
mereka.

11
RISET KOMPETITOR

Jangan buru-buru membuat konten sebelum kamu melakukan riset kompetitor.


Melihat berbagai akun dengan target audiens & topik serupa akan memberikan kamu
banyak insight, mulai dari kekuatan sampai kekurangan dari akun sebelah.

Dengan melihat kompetitor, kamu bisa tahu alasan target audiens menyukai akun
tersebut. Sehingga saat kamu membuat konten, kamu bisa “mencuri” tanpa melakuan
plagiat. Steal like an artist kalau kata anak-anak kreatif, atau seperti petuah lama
“Amati, tiru, modifikasi”.

Selain itu, kamu juga bisa menganalisis kekurangan dari kompetitor, jadi kamu bisa
menambalnya di dalam konten kamu sendiri.

Yuk, kita langsung masuk ke contoh. Kita lanjutkan studi kasus sebelumnya ya, yaitu
membangun personal brand sebagai penulis.

10 Poin yang Perlu Kamu Cari saat Mengintip Kompetitor

Kita ambil contoh dua sampel akun kompetitor di Instagram. Sebut saja Akun A dan
Akun B. Kemudian kita bedah menggunakan 10 poin ini:

1. Topik yang dibahas

- Akun A membahas tulisan fiksi (cerpen, novel, puisi).

- Akun B membahas content writing (artikel, blog, caption).

2. Format yang digunakan

- Akun A fokus dengan konten carousel dan Instagram stories.

- Akun B fokus dengan reels dan Instagram stories.

12
3. Content pillar yang digunakan

- Content pillar akun A fokus ke edukasi (tips & trik, tutorial, live).

- Content pillar akun B fokus ke edukasi dan lifestyle (menambahkan cerita kehidupan
sehari-hari).

4. Frekuensi postingan

- Akun A update 4-5 kali konten feed tiap minggu dan 5-6 kali posting Instagram
Stories tiap hari.

- Akun B update 2-3 kali konten feed tiap minggu dan 2-3 kali posting Instagram
Stories tiap hari.

5. Tren postingan

Selain rutin membuat konten dengan content pillar, Akun A dan B juga suka
mengadopsi info atau berita yang lagi viral untuk dikombinasikan ke dalam konten
mereka, atau istilahnya riding the wave.

6. Desain yang digunakan

- Akun A memiliki desain warna lembut dengan penggunaan font besar-besar.

- Akun B memiliki warna desain lebih netral (hitam-putih) dengan penggunaan font
minimalis.

7. Gaya bahasa yang digunakan

- Akun A menggunakan gaya bahasa yang ringan dan santai.

- Akun B menggunakan gaya bahasa yang puitis dan cukup baku.

13
6. Cara berinteraksi dengan audiens

- Akun A suka membalas komentar dengan menyelipkan candaan.

- Akun B lebih kaku dan biasanya membalas komentar dengan kosakata singkat.

8. Bagaimana interaksi yang mereka dapatkan

- Akun A sering menerima komentar dari audiensnya berupa opini, pertanyaan dan
candaan.

- Akun B jarang mendapatkan komentar.

9. Berapa engagement rate mereka

- Akun A memiliki followers 15K dan mendapat engagement rate 20%

- Akun B memiliki followers 10K dan mendapat engagement rate 10%

(Kamu bisa gunakan phlanx.com untuk mengetahui engagement rate akun


kompetitor)

10. Jenis konten yang sering mendapatkan engagement tinggi

- Akun A bisa mendapatkan banyak like dan komentar di konten carousel dengan judul
yang provokatif.

- Akun B bisa mendapatkan banyak like dan komentar pada konten reels pendek di
bawah 10 detik.

Poin-poin ini bisa kamu perluas lagi sesuai kebutuhan, ya. Termasuk sampel akunnya
juga boleh diperbanyak. Biasanya saya mengambil sampel minimal 5 akun untuk saya
analisis.

14
Mau tidak mau, media sosial adalah tempat kita “bertempur” merebut perhatian target
audiens. Itu mengapa riset kompetitor menjadi penting. Ada sebuah kaidah, “Kamu
perlu mengenal rival sebaik kamu mengenal sahabat.”

Tentu saja rival di sini bukan buat gontok-gontokkan, ya.

Setelah melakukan riset audiens dan kompetitor, saatnya kita membuat ramuan untuk
konten sendiri, yaitu meramu racikan yang pas untuk menjawab satu tujuan: apa
ALASAN yang membuat audiens tertarik dengan konten kita?

15
MEMBUAT RACIKAN KONTEN

Saat membaca sampai di sini, kamu sudah mempunyai bahan baku untuk meracik
konten, mulai dari demografi, minat, kepribadian target audiens, sampai gaya bahasa,
format, desain, dan topik konten kompetior.

Sekarang waktunya meramu semua bahan menjadi konten di akun kita.

Kita kembali ke contoh membangun personal brand sebagai penulis.

Berdasarkan asumsi yang sudah kita dapat, kita akan membuat racikan konten
seperti ini:

1. Setelah mengamati keinginan dan masalah target audiens serta kekuatan dan
kelemahan kompetitor, kita berencana membuat konten menggunakan storytelling
dan personal POV yang lebih kuat, seperti pengalaman pribadi, opini dan studi kasus.
Ini bisa menjadi pembeda karena masih sedikit konten kompetitor yang menggunakan
pendekatan ini. Ditambah juga audiens sekarang lebih tertarik dengan tipe konten
storytelling.

2. Kita juga membuat content pillar yang lebih beragam supaya audiens tidak bosan,
yaitu edukasi, inspirasi, entertainment, dan daily. Rinciannya seperti berikut.

- Edukasi: berbagi trik menulis, tips membangun personal branding, tips menulis
untuk berbagai jenis konten, cara mencari penghasilan tambahan lewat tulisan.

- Inspirasi: studi kasus, behind the scene, proses kreatif.

- Entertainment: meme seputar kepenulisan, tipe-tipe penulis berdasarkan zodiak,


dll.

- Daily: membagikan momen sehari-hari di luar tema kepenulisan supaya akunnya


punya sisi humanis.

3. Karena target audiensnya masih tergolong muda, kita akan memilih gaya bahasa
yang ringan seperti ngobrol ke teman dekat.

4. Kita akan menggunakan format carousel dan reels sebagai format konten utama.

5. Kita akan menggunakan desain dengan warna cerah dan bold. Supaya sesuai
dengan karakter target audiens yang berjiwa muda.

16
6. Kita akan menggunakan judul konten yang menggelitik hingga provokatif supaya
menarik perhatian audiens di 3 detik pertama.

7. Melakukan strategi riding the wave, yaitu menggunakan berita atau informasi yang
lagi viral untuk dikombinasikan ke dalam konten.

8. Rutin membuat QnA dan polling di Instagram Stories supaya bisa berinteraksi lebih
dekat dengan audiens.

Untuk tema dan topik yang berbeda, kamu bisa meracik konten berdasarkan data
asumsi yang kamu miliki. Bisa cek kembali Audience Mastery Checklist yang sudah
kamu isi, ya. (Download Audience Mastery Checklist:
bit.ly/AudienceMasteryChecklist)

Nah, di sini kita sudah mendapat gambaran untuk memulai. Kita sudah punya amunisi.
Tahap ASUMSI selesai, saatnya kita masuk ke tahap VALIDASI.

17
VALIDASI

18
Bagian ini untuk melakukan klarifikasi dan validasi untuk apa-apa yang kita miliki di
bagian ASUMSI.

3 Cara untuk Melakukan Validasi

1. Menemukan yang tersembunyi dengan wawancara

2. Mencari tahu dengan membuat proyek konten

3. Bongkar pasang sampai bertemu content market fit

1. Menemukan yang Tersembunyi dengan Wawancara

Nah, kamu sudah memiliki daftar asumsi terkait target audiens. Seperti demografi,
kepribadian, keinginan, masalah, dan lain-lain. Ini masih asumsi. Masih dugaan. Kamu
perlu memastikannya langsung ke target audiens yang bersangkutan. Caranya
dengan melakukan wawancara. Kesannya kayak jurnalis gitu, ya. Bukan, bukan gitu
maksudnya. Wawancara, tuh, artinya kamu ngobrol langsung dengan target audiens.
Kita bisa menemui orang-orang yang dimaksud. Bisa lewat media sosial, komunitas
atau kenalan dari teman.

Saat bertemu, kamu rinci satu per satu daftar asumsi yang kamu punya, lalu pastikan
dengan target audiens:

- Apakah keinginan yang kamu asumsikan tepat?

- Apakah hambatan yang kamu asumsikan benar?

- Apakah benar konten yang mereka sukai begini dan begitu?

- Mengapa mereka suka konten seperti itu?

- Dan lain-lain.

Nah, jika ada asumsi yang keliru, kamu bisa tanyakan versi benarnya seperti apa.
Lalu, catat untuk mengoreksi asumsi yang kamu miliki.

“Boleh gak ya misalkan saya menyebarkan google form aja atau buka polling di
Instagram Stories?”

19
Sebenarnya kurang oke ya, karena google form atau polling di medsos itu kurang bisa
mengulik lebih jauh tentang target audiens. Berbeda dengan wawancara, kamu bisa
mendapatkan banyak insight yang tidak terduga. Lantaran dari satu pertanyaan, kamu
bisa berbincang banyak hal sebelum lanjut ke pertanyaan berikutnya.

Namun, kalau kamu pemalu atau sungkan buat wawancara, sah-sah aja kok nyebarin
google form atau bikin polling di story. Lebih baik ada daripada tidak sama sekali, kan,
ya.

Ditambah juga masih ada cara berikutnya untuk melakukan validasi.

2. Mencari Tahu dengan Membuat Proyek Konten

Cara berikutnya untuk melakukan validasi adalah dengan membuat proyek konten.
Kamu bisa bikin target dan periodenya. Misalkan, kamu membuat proyek konten
dalam 1 bulan dengan target:

- Mendapat 100 followers baru

- Mendapat rata-rata 50 likes tiap postingan

- Mendapat total 30 komentar dari semua konten.

Target proyek konten gak perlu muluk-muluk, tapi gak terlalu mudah juga, yang
penting masih memungkinkan untuk tercapai.

Nah, pantau hasilnya setelah 1 bulan. Sudah mencapai target atau belum. Jika ada
target yang belum tercapai, kamu perlu melakukan evaluasi. Analisis bagian mana
yang perlu diperbaiki berdasarkan riset audiens yang sudah kamu lakukan.

Misalkan kamu membuat konten fotografi, tapi like-nya sepi:

- Kamu merasa fotonya sudah bagus, ternyata kekurangan ada di caption-nya.

- Kamu merasa caption-nya udah oke, ternyata audiens lebih suka konsep street
fotografi dibanding foto lanskap alam.

20
Misalkan kamu membuat konten menulis, tapi follower bertambah sedikit:

- Kamu merasa tulisan kamu udah bagus, ternyata kekurangan ada di desainnya.

- Kamu merasa tulisan dan desain udah bagus, ternyata follower kurang tertarik
karena judulnya.

Misalkan kamu membuat konten review makanan, tapi kolom komentar lesu:

- Kamu merasa editing videonya udah bagus, ternyata kekurangan ada di cara
presentasi makanannya.

- Kamu merasa presentasinya udah oke, ternyata makanan yang direview kurang
cocok dengan target audiens yang kamu miliki. Misalkan kamu review sate bumbu
kacang, tapi target audiensnya adalah gen Z. Dibanding sate bumbu kacang yang
udah umum, mereka lebih suka review makanan yang unik atau tempatnya yang
hidden gem.

Dengan membuat proyek konten, kamu bisa melakukan validasi lewat evaluasi tiap
konten yang kamu lakukan. Bikin proyek konten secara berkala hingga kamu bisa
mencapai target.

3. Bongkar Pasang sampai Bertemu Content Market Fit

Dalam bisnis, ada yang namanya product market fit. Dalam membangun media sosial
ada yang namanya content market fit, yaitu apakah konten kamu sudah:

- Sesuai dengan minat audience

- Sesuai dengan masalah yang mereka hadapi

- Sesuai dengan desain yang mereka sukai

- Sesuai dengan gaya bahasa yang mereka minati

- dan lain-lain.

21
Dalam menentukan target audiens, seringkali kamu butuh waktu. Kamu perlu
melakukan evaluasi berulang kali. Ada yang 1 bulan udah ketemu content audiens fit,
ada pula yang butuh 1 tahun untuk menemukan formula konten yang tepat.

Jadi, menemukan target audiens tidak harus saklek sebelum membuat konten. Bisa
jadi target audiensnya baru beneran oke setelah berhari-hari, berminggu-minggu,
berbulan-bulan.

Ingat, riset audiens adalah pondasi. Jika masih perlu diperbaiki, jangan malas untuk
dibenahi. Bahkan kalau dibutuhkan, rombak habis-habisan. Adakalanya kamu perlu
mengecek lagi asumsi yang kamu punya, mulai dari minat, masalah, hobi sampai
behaviour target audiens. Kemudian validasi sampai benar-benar valid.

Kuncinya kamu perlu telaten. Rasa malas akan sering menghantui. Apalagi ketika
konten tidak perform juga, frustrasi seringkali muncul. Tapi, ingat selalu, saat target
audiens kamu belum pas, ini akan membuang lebih banyak waktu dan tenaga.

Saat konten sudah market fit, maka konten akan mudah mendatangkan likes,
comments, replies tiap upload Instagram Stories, hingga mudah mendapatkan
transaksi jika kamu memiliki produk untuk dijual.

22
7 Tools untuk Melakukan Riset Audiens

“Tools apa aja yang bisa kita gunakan untuk mempermudah riset audiens?”

Ada banyak, tapi saya share apa-apa aja yang biasa saya pakai, ya.

1. Google (google.com)

Ini alat paling basic dan wajib. Kita bisa googling apa saja tentang target audiens.
Kamu bisa mencari tahu tentang demografi, kepribadian, minat, keinginan, hingga
kesulitan dari target audiens. Saya juga suka mencari artikel berdasarkan data untuk
mengumpulkan informasi. Misalkan terkait gen Z, saya bisa menemukan banyak
artikel menarik dari bbc.com, vice.com atau portal website lainnya.

2. ChatGPT (chat.openai.com)

Siapa yang tidak kenal ChatGPT? Ini adalah AI yang sangat membantu para content
creator. Termasuk saat melakukan riset audiens. Semisal saya ingin mencari tahu
perkiraan audiens untuk konten kepenulisan, saya tinggal ketik di ChatGPT “Bantu
saya melakukan riset audiens untuk konten seputar kepenulisan”. Langsung keluar,
tuh, semua hasilnya. Ini sungguh membantu saat kita membuat daftar asumsi. Kita
bisa mendapatkan banyak data. Nanti tinggal divalidasi ke target audiensnya.

3. Quora (id.quora.com)

Quora adalah gudang untuk mendapatkan insight dari kategori pasar yang kamu incar.
Misalkan kategori pasarnya membahas seputar gagdet. Kamu bisa mendapatkan
insight tentang:

- Apa yang mereka obrolin seputar gadget?

- Apa yang biasa mereka tanyakan tentang gagdet?

- Apa masalah dan keinginan yang biasanya mereka alami terkait gadget?

Kamu bisa pantau daftar pertanyaan, jawaban hingga profil penggunanya. Dari sini
kamu akan mendapatkan banyak informasi untuk membuat daftar asumsi bahkan ide
konten.

23
4. TikTok Creative Center (ads.tiktok.com)

Ingin mengintip konten apa yang lagi ramai di TikTok? Kamu bisa lihat di TikTok
Creative Center. Di sini tempatnya informasi terkait tren konten, lagu, hashtag, creator,
hingga iklan dari brand yang lagi perform. Main TikTok, tapi gak mengulik isi dari
TikTok Creative Center? Sayang banget.

5. Facebook Ads Library (facebook.com/ads/library)

Pengin tahu daftar iklan yang ramai digunakan di dunianya Facebook? Kamu bisa intip
di Facebook Ads Library. Saya sesekali suka mampir di sini. Semisal waktu saya
memegang akun instagram di bidang franchise, saya penasaran konten seperti apa
yang kompetitor gunakan dan sukses? Lewat Facebook Ads Library, saya bisa
menemukan referensi untuk membuat konten.

6. Phlanx.com

Situs ini berguna untuk melihat metriks dari akun kompetitor, salah satunya untuk
mengecek engagement rate mereka. Di phlanx.com juga tersedia daftar engagement
rate yang bagus untuk akun dengan jumlah follower tertentu.

1K-5K terbilang bagus saat engagement rate-nya di atas 6,08%

5K-20K terbilang bagus saat engagement rate-nya di atas 4,8%

20K-100K terbilang bagus saat engagement rate-nya di atas 5,1%

Ini sangat membantu saat melakukan riset kompetitor. Semisal saya bertemu akun
kompetitor dengan follower 2K, tapi memiliki engagement rate di atas 20%. Ini tinggi
banget. Saya akan membedah akunnya untuk mendapatkan informasi dan referensi.

7. Media sosial itu sendiri

Ingin riset audiens di IG? Jelajahi IG sedalam-dalamnya.

Ingin riset audiens di Tiktok? Scroll tiktok sampai mata sepet.

Simpel, tapi banyak yang kurang telaten melakukannya.

Apa-apa saja yang bisa kamu lakukan saat menjelajahi media sosial:

1. Melihat referensi konten

24
2. Memantau tren konten

3. Melihat obrolan target audiens di kolom komentar akun kompetitor

4. Menganalis konten yang mendapatkan banyak engagement

5. Dan masih banyak lagi

25
5 Hal Tambahan Terkait Riset Audiens

1. Semua upaya ini adalah untuk menemukan HOT BUTTON

Bayangkan sebuah coffee shop baru buka di tengah kota. Pemiliknya berpikir kopi
enak akan mendatangkan banyak pengunjung. Dia pun melakukan promosi, yang
digencar-gencarkan adalah menu kopi yang enak.

Setelah 1 minggu promosi, eh coffee shop-nya masih sepi.

Pemiliknya pun bingung, lalu diberitahu temannya, “Eh, coffee shop kamu ini
tempatnya enak banget, loh. Adem, desain interiornya cakep, terus banyak spot buat
foto. Kan, kamu bilang target audiensnya anak muda umur 17-25 tahun. Kenapa gak
bagian ini yang kamu promosikan gencar-gencaran?”

Pemiliknya pun melakukan saran dari temannya itu, lalu dalam seminggu coffee shop-
nya mendapatkan lebih banyak pengunjung.

Nah, ini yang disebut HOT BUTTON.

Ternyata hot button target audiensnya bukan kopi enak, melainkan tempatnya.

Ini sering terjadi pada content creator. Saat kontennya sepi, mereka mengira
desainnya yang salah sehingga bagian itu terus diperbaiki. Padahal yang menjadi hot
button follower-nya adalah topik kontennya.

Hot button seperti tombol yang membuat target audiens tertarik dan memberikan like,
komentar, share, save, klik tautan, bertanya, DM.

Cara menemukan hot button adalah membuat daftar asumsi dan validasi serinci dan
setepat mungkin. Dengan kata lain, kamu perlu bekerja keras saat melakukan riset
audiens.

2. Menemukan riset audiens bisa sambil jalan

Seperti disinggung sebelumnya, menemukan target audiens yang tepat itu terkadang
bisa sambil jalan. Jadi, tidak mengapa jika di awal-awal target audiens kamu belum
fix. Ketika target audiens belum tepat, itu bukan akhir dunia. Kamu punya waktu untuk
terus membenahinya.

26
3. Gunakan data daripada perasaan

Coba bandingkan dua kalimat ini:

1. Para remaja kayaknya lebih suka konten yang lucu.

2. Berdasarkan data, para remaja lebih suka konten yang lucu.

Hasilnya mungkin sama, tapi mindset-nya berbeda.

Banyak yang tersesat ketika melakukan riset audiens karena sering menggunakan
perasaan. Kayaknya begini, kayaknya begitu. Ini berbahaya karena asumsinya tanpa
data. Meskipun namanya asumsi, selalu gunakan data, ya. Bukan sekadar bayangan
di kepala.

4. Riset audiens lebih mudah dengan sosok khayalan

Kalau bisa, bayangkan target audiens seperti sosok utuh. Ini biasa disebut juga
audiens persona. Sosok “khayalan” yang menjadi bayangan ideal target audiens kita.
Sosok ini bisa kita jadikan acuan saat membuat konten.

Pro tips: Kamu bisa mengambil contoh sosok di dunia nyata sebagai audiens
persona. Semakin konkret bayangannya di kepala, semakin terarah nantinya ketika
kamu merencanakan strategi konten.

Misalkan, kamu membuat konten tentang motivasi olahraga buat pemula. Kamu bisa
tuh mengambil sosok temen kamu yg milenial dan butuh motivasi olahraga. Kamu
sudah tahu apa yang bikin dia mager, apa yang bisa memotivasinya, sampai tipe
olahraga seperti apa yang cocok.

Nah, ini akan membantu banget saat bikin konten. Kamu bisa membayangkan teman
kamu yang membaca kontennya.

5. Ketulusan itu menular

Saat melakukan riset audiens, niatkan untuk membantu.

- Bikin konten tutorial make up, niatkan untuk membantu mereka yang belum mengerti
cara make up yang cantik.

- Bikin konten street fotografi, niatkan untuk menghibur teman-teman lewat keindahan
visual.

27
- Bikin konten tutorial desain grafis, niatkan untuk membantu desainer pemula.

- Bikin konten review makanan, niatkan untuk memberi informasi dan membantu
promosi para pedagang kaki lima.

- Bikin konten self development, niatkan untuk memotivasi mereka yang sedang
bersedih.

Ketulusan itu bisa dirasakan. Apa yang dari hati akan sampai ke hati. Meskipun kamu
berjualan, membuka endorsement, mendapatkan bayaran saat melakukan review,
membuat webinar berbayar, tetap lakukan untuk kebaikan target audiens. Niatkan
untuk membantu, menghibur dan menginspirasi. Ini akan memotivasi kamu untuk
membuat konten sepenuh hati. Bahkan saat kamu mulai lelah, selalu kembali ke sini.
Saat tujuan kamu berbentuk ketulusan, maka dia akan menjadi bensin untuk kamu
terus berjalan.

28
Penutup
Kita telah sampai di akhir e-book Riset Dulu Sebelum Ngonten. Terima sudah membeli
dan membaca. Saya mencoba untuk memasukkan apa yang saya tahu ke dalam e-
book ini. Terutama membuat formula yang lebih praktis, sehingga kamu bisa
melakukan riset audiens jadi lebih mudah. Harapannya konten yang kamu buat jadi
lebih tepat dan terarah, serta mendatangkan angka yang kamu suka: angka followers,
angka likes, angka comments, angka DM, angka replies, angka leads, hingga angka
sales.

Tentu e-book ini masih ada kekurangan. Untuk itu saya mohon maaf. Jika ada yang
ingin kamu tanyakan tentang isi e-book-nya, boleh banget untuk menghubungi saya
di sini:

Email: baihaqirazan@gmail.com

Instagram: @razan_tata

Atau bisa juga berdiskusi bareng 300+ temen-temen yang suka nulis dan bikin konten
di Grup WA Bisa Nulis Konten. Kamu bisa join di sini ya: bit.ly/GrupBisaNulisKonten

29
Profil Penulis

Halo, saya Razan Tata. Seorang penulis


buku dan content writer dengan
pengalaman lebih dari 7 tahun—sejak
2016. Berpengalaman membuat konten
tulisan untuk berbagai platform. Saya juga
mendalami marketing, copywriting dan
branding untuk membuat tulisan yang
lebih menarik dan menjual. Ingin ngobrol
atau kerja sama terkait penulisan dan
pembuatan konten di media
sosial/website? Bisa hubungi saya via
email atau media sosial, ya.

Email: baihaqirazan@gmail.com

Instagram: @razan_tata

30

Anda mungkin juga menyukai