Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Pharmacia Mandala Waluya Vol.x No.

X
ISSN :xxxx-xxxx
https://farmasi.umw.ac.id/jurnal/index.php/jpmw
DOI :

Rasionalitas Penggunaan Obat Anti Tuberkulosis Pada Pasien Tuberkulosis


Paru Di Puskesmas Poasia Kota Kendari Tahun 2021
Kasni1, La Ode Ali Hanafi2, Rismayanti Fauziah1
1
Program Studi Farmasi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Mandala Waluya
2
Program Studi Farmasi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Mandala Waluya

ABSTRAK
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang umumnya
menyerang paru-paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lainnya. Di Indonesia TB Paru masih menjadi
permasalahan yang utama terutama di bidang kesehatan, Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui presentase
kerasionalitasan penggunaan OAT (Obat Anti Tuberkulosis) di Puskesmas Poasia Kota Kendari. Jenis penelitian
deskriptif non eksperimental dengan pengambilan data rekam medik secara retrospektif. Populasi penelitian ini adalah
seluruh rekam medik pasien TB Paru. Sampel pada penelitian ini adalah seluruhs populasi dijadikan sampel,
pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling dilakukan pada bulan Juli 2022 dengan metode Deskriptif
Retrospektif. Sampel sebanyak 82 responden yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Untuk mengetahui
presentase Rasionalitas dari penggunaan OAT FDC/KDT. Hasil menunjukan penggunaan OAT di Puskesmas Kota
Kendari sudah sesuai pedoman,rasionalitas penggunaan OAT di Puskesmas Poasia Kota Kendari yaitu tepat pasien
100%, tepat indikasi 100%, tepat dosis 92%,tepat lama pemberian 96%, dan tepat pemilihan obat 93%. Dihitung
x
mengunakan rumus P = x 100. Disarankan untuk penelitian selanjutnya mengenai evaluasi terkait Penggunaan Obat
n
Anti Tuberkulosis Pada Pasien Tuberkulosis Paru sebaikinya dilakukan pengambilanan lokasi observasi di 2 tempat
penelitian atau lebih sebagai perbandingan.

Kata kunci: Tuberkulosis Paru, Rasionalitas,Puskesmas Poasia Kota Kendari

The Relationality Of The Use Of Anti-Tubrculosis Drugs Un Pulmonary


Tuberculosis Patients At The Poasia Health Center Kendari City In 2021
ABSTRACT
Tuberculosis (TB) is a contagious infectious disease caused by Mycobacterium tuberculosis, which generally attacks the
lungs, but can also attack other organs of the body. In Indonesia, pulmonary TB is still a major problem, especially in
the health sector. This study aims to determine the percentage rationality of the use of OAT (Anti Tuberculosis Drugs)
at the Poasia Health Center, Kendari City. This type of non-experimental descriptive research with medical record data
collection retrospectively. The population of this study were all medical records of pulmonary TB patients. The sample
in this study was the entire population as the sample, sampling using a total sampling technique was carried out in July
2022 with a retrospective descriptive method. The sample is 82 respondents who have met the inclusion and exclusion
criteria. To find out the percentage of Rationality of the use of OAT FDC/KDT. The results showed that the use of OAT
at the Kendari City Health Center was in accordance with the guidelines, the rationality of the use of OAT at the Poasia
Health Center in Kendari City, namely 100% correct patient, 100% correct indication, 92% correct dose, 96% correct
duration of administration, and 93% correct drug selection. It is calculated using the formula P = x/n x 100. It is
recommended for further research regarding evaluations related to the use of anti-tuberculosis drugs in pulmonary
tuberculosis patients, it is better to take observation locations in 2 or more research sites for comparison.

Keywords: Pulmonary Tuberculosis, Rationality, Kendari City Poasia Health Center


Penulis Korespondensi : Info Artikel :
Kasni Submitted :
Prodi Farmasi, Fakultas Sains dan Teknologi Revised :
Universitas Mandala Waluya Accepted :
E-mail : ka@gmail.com Published :
No. Hp : 085958980751

Kasni dkk., Jurnal Pharmacia Mandala Waluya Vol.x, No.x Hal 1


PENDAHULUAN obat dari seluruh dunia diresepkan, diracik,
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit ataupun dijual tidak rasional atau dengan kata
infeksi menular yang disebabkan oleh lain tidak sesuai menggunakan obat secara
Mycobacterium tuberculosis, yang dapat tepat. Penggunaan obat yang rasional terdiri
menyerang berbagai organ, terutama paru- dari tiga indikator utama diantaranya
paru. Tuberkulosis termasuk penyakit infeksi peresepan, pelayanan terhadap pasien, serta
pertama yang menyebabkan kematian. fasilitas. pada ketidak tepatan dalam
Kematia akibat TB dapat dicegah dengan peresepan akan menimbulkan masalah yang
diagnosis dini dan pengobatan yang tepat, tidak diinginkan seperti halnya tujuan
Tuberkulosis ditularkan melalui perantara terapinya tidak tercapai dan penigkatan efek
ludah/dahak yang mengandung basil samping dari obat, sehingga dibutuhkan
tuberculosis yang menyebar di udara ketika adanya penjaminan mutu dari penggunaan
penderita tuberkulosis paru batuk (Makhfudli, obat. Pengobatan penyakit TB paru akan
2016). berjalan efektif apabila penggunaannya tepat
Berbagai faktor yang mempengaruhi dan sesuai dengan pedoman yang digunakan.
tingginya angka TB Paru secara garis besar Ketepatan penggunaan obat tercantum dalam
terbagi atas faktor host (penderita), penggunaaan obat rasional (POR), yang
lingkungan dan agen (kuman MTB). meliputi tepat indikasi, tepat pemilihan obat,
Penelitian yang dilakukan oleh Duarte tepat dosis, tepat lama pemberian, tepat pasien
menyimpulkan bahwa banyak faktor yang (Pulungan et al., 2019).
dapat mempengaruhi terjadinya kejadian Berdasarkan data Dinas Kesehatan
penyakit TB, baik dihubungkan dengan faktor Sulawesi Tenggara pada tahun 2018-2020,
penderita seperti usia, jenis kelamin, penyakit TB merupakan salah satu penyakit yang
komorbid, konsumsi rokok dan alkohol, masuk dalam 10 penyakit tertinggi di
kondisi ekonomi, malnutrisi maupun faktor Sulawesi tenggara. Pada tahun 2018 di
lingkungan diluar penderita seperti riwayat perolehkasus Tuberkulosis paru sebanyak
kontak dengan penderita TB Paru sebelumnya 4,687 kasus, tahun 2019 di peroleh kasus
(Duarte et al, 2018). Tuberkulosis paru sebanyak 4,293 kasus dan
Berdasarkan prevalensi kasus TB Paru tahun 2020 di peroleh kasus Tuberkulosis
di Indonesia adalah sebanyak 0.42 % dari paru sebanyak 4,293 kasus. Data dari
total seluruh provinsi di Indonesia. Lima puskesmas Poasia Kota Kendari, pada tahun
provinsi dengan kasus TB Paru tertinggi 2018 di peroleh jumlah kasus Tuberkulosis
adalah Papua (0,77%), Banten (0,76%), Jawa paru yang terdaftar dan diobati sebanyak 74
Barat (0,63%), Sumatera Selatan (0,53%), dan kasus, yang terdiri dari 49 orang berjenis
DKI Jakarta (0,51%). Dari seluruh penduduk kelamin laki-laki dan 25 orang berjenis
yang didiagnosis TB Paru oleh dokter hanya kelamin perempuan, pada tahun 2019 di
69,2% yang minum obat secara teratur tanpa peroleh jumlah kasus Tuberkulosis paru yang
terlewat dalam 1 periode pengobatan. Lima terdaftar dan diobati sebanyak 67 kasus, yang
provinsi terbanyak yang dalam 1 periode terdiri 36 orang berjenis kelamin laki-laki dan
minum obat secara teratur tanpa terlewat 31 orang berjenis kelamin perempuan,pada
adalah Gorontalo (84%), Sulawesi Tenggara tahun 2020 di peroleh jumlah kasus
(80%), Bengkulu (79,3%), Kalimantan Timur Tuberkulosis paru yang terdaftar dan diobati
(78,8%), dan Papua (78,3%), angka sebanyak 47 kasus, yang terdiri dari 27 orang
keberhasilan pengobatan tertinggi berada di berjenis kelamin laki-laki dan 20 orang
angka 89,2 % pada tahun 2010, sementara berjenis kelamin perempuan dan pada tahun
tahun 2020 angka pengobatan mengalami 2021 di peroleh jumlah kasus Tuberkulosis
penurunan terendan, yakti keberhasilannya paru yang terdaftar dan diobati `mengalami
hanya mencapai 82,7% (Riskesdas, 2018). peningkatan sebanyak 82 kasus, yang terdiri
Penggunaan obat rasional adalah bentuk dari 46 orang berjenis kelamin laki-laki dan
upaya dari World Health Organization 36 orang berjenis kelamin perempuan.
(WHO) yang melatar belakangi kedaan yang Adapun tujuan penelitian ini yaitu untuk
diketahui bahwa sebanyak lebih dari 50 %

Kasni dkk., Jurnal Pharmacia Mandala Waluya Vol.x, No.x Hal 2


Untuk mengetahui Peggunaan OAT di pasien serta nomor rekam medis, data lab,
puskesmas Poasia Kota Kendari tahun 2021. diagnosis, terapi pengobatan, gejala,hasil
tes laboraturium, kategori pasien, obat
METODELOGI PENELITIAN
yang diresepkan.
Waktu dan Lokasi Penelitian
Sedangkan kriteria ekslusi dalam
Waktu penelitian telah di laksanakan pada
penelitian ini yaitu Pasien TB Paru yang
bulan Juli sampai September 2022. Lokasi
meninggal
penelitian dilakukan dibagian rekam medis
Pengolahan Dan Analisis Data
Puskesmas Poasia Kota Kendari.
Analisis ini digunakan untuk
Jenis Penelitian
memperoleh gambaran distribusi
Jenis penelitian ini merupakan
frekuensi atau besarnya proporsi
penelitian observasional yang bersifat
berdasarkan variabel yang diteliti. Data
deskriptif dengan pengambilan data rekam
yang terkumpul diolah dengan metode
medik secara restrospektif.
kuantitatif untuk memperoleh gambaran
Populasi Dan Sampel Penelitian
dalam bentuk frekuensi dan persentase.
Populasi Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Populasi adalah keselurusan obyek
Karakteristik Responden
elemen yang di teliti, populasi dalam
Dari hasil penelitian yang telah
penelitian ini adalah seluruh data rekam
dilakukan mengenai rasionalitas penggunaan
medik pasien TB Paru di Puskesmas Poasia
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) pada pasien
Kota kendari periode Januari – Desember
Tuberkulosis Paru di puskesmas Poasia Kota
tahun 2021.
Kendari tahun 2021, jumlah sampel yang
Sampel Penelitian
dipilih sebanyak 82 sampel. Ditinjau dari
Sampel penelitian ini adalah semua
karakteristik berdasarkan jenis kelamin tabel
populasi yang di diagnosi pasien TB Paru di
1 menunjukan terdapat total sampel sebanyak
Puskesmas Poasia Kota Kendari tahun 2021.
82 rekam mendik yang telah memenuhi
Teknik pengambilan sampel adalah teknik
kriteria inklusi dan eksklusi dengan rincian 46
Total sampling. Total sampling adalah teknik
responden laki-laki (56,09%) dan 36 responde
pengambilan sampel dimana jumlah sampel
perempuan (43,90%). Berdasarkan data yang
sama dengan populasi (Sugiyono, 2007).
diperoleh diketahui bahwa jumlah laki-laki
Alasan mengambil total sampling karena
penderita TB Paru di puskesmas Poasia Kota
menurut Sugiyono (2007) jumlah populasi
kendari lebih tinggi dibadingkan dengan
yang kurang dari 100 seluruh populasi
jumlah penderita TB Paru perempuan.
dijadikan sampel penelitian semuanya.
Hasil tersebut selaras dengan data WHO
Sampel yang digunakan harus
yang menyatakan bahwa presentase pasien
memenuhi kriteria inkulusi dan eksklusi yang
TB Paru di Indonesia tahun 2018 sebesar 52%
ditetapkan, adapun kriteria inklusi dalam
terjadi pada laki-laki dan sebesar 37% terjadi
penelitian ini adalah :
pada perempuan. Hal tersebut juga didapatkan
a. Pasien Tuberkulosis Paru dengan
pada Penelitian yang dilakukan di Puskesmas
pengobatan lengkap selama 6 bulan
Jumpandang Baru Makasar, tentang Evaluasi
b. pasien dengan pengobatan tidak lengkap
Penggunaan OAT pada Pasien TB Paru,
selama 6 bulan
menyatakan bahwa frekuensi kasus penderita
c. Pasien Tuberkulosis Paru dengan data
TB berjenis kelamin laki-laki lebih tinggi dari
rekam medik lengkap mencangkup
penderita berjenis kelamin perempuan yakni
identitas pasien : nama pasien, umur
dari total sampel 60 rekam medik terdapat
pasien, jenis kelamin, berat badan pada
63,3% berjenis kelamin laki-laki dan 21,7%
Kasni dkk., Jurnal Pharmacia Mandala Waluya Vol.x, No.x Hal 3
berjenis kelamin laki-laki . Hal ini terjadi terkena penyakit TB Paru (baik karena
kemungkinan karena laki-laki lebih sering kambuh atau terkena infeksi) berdasarkan
terpapar pada faktor resiko TB misalnya hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis,
kebiasaan merokok, kebiasaan mengosumsi dan pasien dengan status kasus drop out
alkohol dan ketidak patuhan minum obat terdapat 3 responded (3,6%). Pasien drop out
(Elisa Rahmawati dkk., 2016). merupakan pasien yang telah berobat tetapi
Kebiasaan merokok, mengonsumsi putus berobat selama 2 bulan atau lebih
alkohol dapat menyebabkan turunnya sistem (Kemenkes, 2014).
pertahanan tubuh manusia, sehingga tubuh Tabel 2. Karateristik Responden Berdasarkan Tipe
akan mudah terinfeksi kuman. Akan tetapi Pasien
Tipe Respon Jumlah Presentase
dalam penelitian tentang Rasionalitas
(n) (%)
Penggunaan Obat Anti Tuberkulosis pada Pasien Baru 74 90%
pasien Tuberkulosis paru di Puskesmas Poasia Pasien Kambuh 5 6, 09 %
Kota Kendari tahun 2021 belum dapat Pasien drop out 3 3,6 %
dipastikan bahwa merokok dan Total 82 100 %
Sumber: data primer, 2022
mengkonsumsi alkohol merupakan penyebab
Ditinjau dari karakteristik umur pasien
laki-laki mempunyai resiko lebih tinggi untuk
menunjukan karakterstik responden
terinfeksi TB Paru. Hal ini disebabkan karena
berdasarkan usia digolongkan dalam 6
tidak ada data pendukung yang meliputi
kelompok yaitu 15-24 tahun, 25-34 tahun, 35-
riwayat kebisaan merokok dan mengkonsumsi
44 tahun, 45-54 tahun, 55-64 tahun, ≥65
alkohol pada rekam medik pasien yang
tahun. Dapat dilihat pada tabel 3,
bersangkutan.
Tabel 1. Karateristik Responden Berdasarkan Jenis
menunjukan rentang terjadi pada pasien
Kelamin berusia remaja yaitu umur (25-24 tahun)
No Jenis Frekuensi Presentase dengan presentase sebesar 21,95 %, diikuti
kelamin (n) (%) rentang usia dewasa awal (25-34 tahun )
1. Laki-laki 46 56,09 % dengan presentase sebesar (17,07%). Pada
2 Perempuan 36 43.90 %
Jumlah 82 100 %
rentang usia (35-44 tahun) sebesar 17,07 %,
Sumber: data primer, 2022 sedangkan pada rentang usia (45-54 tahun)
Ditinjau dari karakteristik tipe sebesar 15,85%, kemudian pada rentang usia
responden diperoleh data terdapat 3 tipe (55-64 tahun) menempati jumlah terbanyak
pasien yang ada di Puskesmas Poasia Kota yaitu sebesar 23,17%, sedangkan pada
Kendari tahun 2021 yang terdiri dari pasien rentang usia manula ( ≥ 65 tahun ) sebesar 4,8
baru, pasien kambuh dan pasien drop out. %.
Dari data riwayat pengobatan mayoritas Berdasarkan hasil tersebut frekuensi
responden TB paru di Puskesmas Poasia kasus terbesar ada pada rentang usia (55-64
merupakan responden dengan dengan tipe tahun) yaitu sebesar 23,17% dimana Guptan
kasus baru yaitu sebanyak 74 responden dkk (2009) mengungkapkan bahwa pada usia
(90%) tabel 2. Dimana pasien baru 50 tahun keatas, sistem imun tubuh akan
merupakan pasien yang belum pernah semakin berkurang karena terjadi penurunan
terpapar TB sebelumnya, sedangkan pasien fungsi paru silia sehingga elastisitas paru
dengan status kambuh hanya terdapat 5 semakin menurun, berupa penurunan
responden (6,09%).Pasien kambuh kekuatan pada otot pernapasan, serta
merupakan pasien yang pernah dinyatakan menurunkan aktvitas tubuh,Kemudian
sembuh dari penyakit TB Paru dengan frekuensi dengan kasus terbesar kedua di ikuti
pengobatan lengkap dan saat ini terdiagnos
Kasni dkk., Jurnal Pharmacia Mandala Waluya Vol.x, No.x Hal 4
pada rentang usia (17-24 tahun) yaitu sebesar tersebut menunjukan bahwa dari total sampel
21,95%. 82 responden terdapat 82 responden yang
Sedangkan berdasarkan departemen melakukan pengobatan kategori I (100 %),
kesehatan indonesia menyatakan bahwa usia dan tidak ada pasien yang melakukan
yang berkisar 17-24 merupakan usia remaja pengobatan kategori 2. Pengobtan kategori I
akhir, dimana usia yang berkisar 17-24 tahun merupakan pengobatan TB Paru/ekstra paru
tergolong usia produktif. Usia produktif yang diperuntukan untuk pasien baru yang
merupakan usia dimana seseorang berada telah terdiagnosis TB BTA positif atau TB
pada tahap untuk bekerja/melakukan sesuatu BTA negatif dengan foto toraks positif TB,
baik untuk diri sendiri maupun orang lain, pengobatan kategori 1 terdiri dari RHZE
pada usia produktif tingkat penularannya (Rifampisin 150 mg, Pirazinamid 400 mg,
sangat tinggi karena pada usia tersebut isoniazid 75 mg, dan etambutanol 275 mg)
penderita mudah berinteraksi dengan orang untuk tahap intensif selama 56 hari,
lain. Hal ini serupa dengan penelitian yang sedangkan untuk tahap lanjutan terdiri dari
telah dilakukan di Puskesmas IBU Kabupaten (Rifampisin 150 mg dan Isoniazid 150 mg) 3
Halmahera barat tentang Evaluasi kali seminggu selama 16 minggu.
Rasionalitas Penggunan Obat Anti Tabel 4. Kategori Pengobatan
Tuberkulosis Pada Pasien Tuberkulosis Paru No Kategori Frekuensi Presentase
Pengobatan (n) (%)
dimana frekuensi terbanyak terdapat pada
1. Kategori 1 82 100%
rentang usia 17-24 tahun yaitu sebesar (31%) 2. Kategori 2 0 0%
dimana pada usia tersebut merupakan Jumlah 82 100%
tergolong usia produktif. Sumber: data primer, 2022
Tabel 3. Karateristik Responden Berdasarkan Usia Kerasionalitasan Penggunaan Obat Anti
Pasien Tuberkulosis (OAT)
No Usia Frekuensi Presentase
a. Tepat Indikasi
(n) (%)
1. 15-24 tahun 18 21,95 % Ditinjau dari tepat pasien hasil
2. 25-34 tahun 14 17,07 % menunjukan bahwa total rekam medik
3. 35-44 tahun 14 17,07 % sebanyak 82 responden, dari total rekam
4. 45-54 tahun 13 15, 85 % medik yang berjumlah 82 responden
5 55-64 tahun 19 23,17 % (100%) sudah dinyatakan tepat pasien,
6 ≥ 65 tahun 4 4,8 %
dan tidak ditemukan ketidak tepatan
Total 82 100 %
Sumber: data primer, 2022 pasien (0%) tabel 5, hal itu dikarenakan
Kategori Pengobatan tidak adanya pasien yang mengosumsi
Ditinjau dari karakteristik kategori OAT dalam keadaan khusus seperti
pengobatan tabel 4 di Puskesmas Poasia Kota pasien hamil, pasien dengan kelainan hati
Kendari digolongkan menjadi 2 kategori yaitu kronik, pasien hepatitis akut, maupun
kategori 1 diberikan untuk pasien TB pasien dengan gangguan ginjal berat,
Paru/ekstra Paru baru yang terkonfirmasi Sehingga presentase ketepatan pasien
bakteriologis dan terdiagnosis klinis, sebesar 100%. Dimana penggunaan obat
sedangkan pengobatan kategori 2 diberikan yang diresepkan suda sesuai dengan
untuk pasien yang memiliki hasil BTA positif kondisi pasien, Sama halnya dengan
dan sebelumnya perna mengosumsi OAT penelitian yang dilakukan oleh
(pengobatan ulang) yaitu pasien kambuh, Rahmawati, (2017) di RSUD Pandan
pasien gagal dan pasien dengan pengobatan Arang Bayolali yang menyatakan bahwa
setelah putus berobat. Dari hasil penelitian persentase ketepatan pasien sebesear
100% dari total sampel 35 rekam medik.
Kasni dkk., Jurnal Pharmacia Mandala Waluya Vol.x, No.x Hal 5
Ketepatan pasien dilihat dari kesesuaian Jumla 82 100 %
pemberian OAT yang dilihat dari ada h
atau tidaknya keadaan fisiologis maupun Sumber: data primer, 2022
patologis pasien yang menghalangi Ditinjau dari ketepatan dosis
pemakaian obat seperi adanya alergi penggunaan OAT menunjukan bahwa di
terhadap OAT atau pasien dengan kondisi Puskesmas Poasia Kota Kendari,
khusus. ketepatan dosis sebesar 92% sedangkan
Tabel 5. Katepatan Indikasi ketidak tepatan dosis sebesar 7,3 % ,
No Ketepatan Frekuensi Presentase Ketidak tepatan dosis terjadi karena dosis
Indikasi (n) (%) yang di berikan kurang atau tidak sesuai,
1. Tepat 82 100% dosis yang diberikan tidak sesuai dengan
2. Tidak Tepat 0 0%
berat badan pasien, yang dapat
Jumlah 82 100%
Sumber: data primer, 2022 menyebabkan efektifitas terapi menjadi
b. Tepat dosis tidak maksimal sehingga memicu
Dari ketepatan indikasi penggunaan terjadinya resistensi. Hal ini sesuai
OAT menunjukan ketepatan indikasi dengan penelitian yang telah dilakukan
yang diperoleh yaitu sebanyak 82 oleh puspita et al (2020) di RS TK. II
responden (100%) artinya sampel Kartika Husada Kubu Raya menyatakan
responden TB paru dinilai tepat indikasi presentase ketepatan dosis sebesar 89,7
pada pasien tabel 6, berdasarkan gejala % dan ketidak tepatan dosis sebesar
dan keluhan yang dialami responden, 10,3% dari total sampel 29 rekam medik.
diagnosa dan hasil tes laboraturium yang Ketepatan sangat diperlukan dalam
telah ditetapkan. Hasil tersebut dilihat keberhasilan terapi, apabila frekuensi
dari data rekam medik responden TB dosis yang diberikan kurang bisa
Paru di Puskesmas Poasia Kota Kendari menyebabkan ketidak optimalnya suatu
tahun 2021. Hal ini selaras dengan terapi ( Priyanto 2009).
penelitian yang telah dilakukan oleh Elsy Menurut Andriyana (2018) apabila
Afidayanti (2018) di Puskesmas Pomotan suatu obat diberikan tanpa indikasi yang
Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang, sesuai maka gejala serta penyakit yang
tentang Evalusai Penggunanaan OAT, diderita pasien tidak akan hilang karena
menyatakan persentase rasionalitas suatu obat memiliki spektrum terapi yang
ketepatan indikasi sebesar 100% dari spesifik dan berbeda-beda. Untuk
total sampel sebanyak 58 rekam medik. menentukan seseorang postif
Ketepatan indikasi merupakan suatu Bakteriologis terlebih dahulu seorang
faktor pengobatan yang bertujuan untuk dokter melakukan tes bakteriologis tetapi
mengetahui spektrum terapi yang spesifik terlebih dahulu melihat gejala atau
(Kemenkes 2011). Dari data hasil keluhan yang dialami seorang pasien,
penelitian menunjukan bahwa rasionalitas dimana menurut pedoman
ketepatan indikasi di Puskesmas Poasia penanggulangan TB gejala yang biasa
Kota Kendari tahun 2021 sebesar 100%. dialami pasien Berdasarkan pedoman
Tabel 6. Ketepatan Dosis nasional penanggulangan TB, gejala
No Ketepatan Frekuensi Presentase utama pasien TB paru yaitu batuk
Dosis (n) (%) berdahak bercampur darah, batuk darah,
1. Tepat 76 92 % sesak nafas, badan lemas, nafsu makan
2. Tidak 6 7,3 % menurun, berat badan menurun,
Tepat berkeringat dimalam hari tanpa kegiatan
Kasni dkk., Jurnal Pharmacia Mandala Waluya Vol.x, No.x Hal 6
fisik, demam meriang lebih dari 1 bulan barulah bisa melakukan pemeriksaan
(Kemenkes, 2016). Setelah melihat berikutnya.
gejalan dan keluhan yang dialami pasien
Tabel 7. Ketepatan Pasien Yang Menerima Dosis
No Responden Obat yang diberikan Menurut pedoman Keterangan
1 Sampel 3 3 tablet FDC (4 KDT) setiap 3 tablet (4 KDT) + 750 mg Tidak tepat
Pasien kambu hari selama 56 hari streptomisin inj. Setiap hari
BB 51 kg selama 56 hari
3 tablet FDC ( 2 KDT ) 3 kali 3 tablet (2KDT) + 3 tab Tidak tepat
seminggu selama 16 minggu Etambutol 3 kali seminggu
selama 20 minggu
2 Sampel 15 3 tablet FDC (4 KDT) setiap 3 tablet (4 KDT) + 750 mg Tidak tepat
Pasien kambu hari selama 56 hari streptomisin inj. Setiap hari
BB 53 kg selama 56 hari
3 tablet FDC ( 2 KDT ) 3 kali 3 tablet (2KDT) + 3 tab Tidak tepat
seminggu selama 16 minggu Etambutol 3 kali seminggu
selama 20 minggu
3 Sampel 24 3 tablet FDC (4 KDT) setiap 3 tablet (4 KDT) + 750 mg Tidak tepat
pasien kambu hari selama 56 hari streptomisin inj. Setiap hari
BB 50 kg selama 56 hari
3 tablet FDC ( 2 KDT ) 3 kali 3 tablet (2KDT) + 3 tab Tidak tepat
seminggu selama 16 minggu Etambutol 3 kali seminggu
selama 20 minggu
4 Sampel 47 3 tablet FDC (4 KDT) setiap 3 tablet (4 KDT) + 750 mg Tidak tepat
pasien kambuh hari selama 56 hari streptomisin inj. Setiap hari
BB 51 selama 56 hari
3 tablet FDC ( 2 KDT ) 3 kali 3 tablet (2KDT) + 3 tab Tidak tepat
seminggu selama 16 minggu Etambutol 3 kali seminggu
selama 20 minggu
5 Sampel 64 4 tablet FDC (4KDT) setiap 4 tablet (4 KDT) + 1000 mg Tidak tepat
pasien kambu hari sealama 56 hari streptomisin inj. Setiap hari
selama 56 hari
4 tablet (2 KDT) 3 kali 4 tablet (2KDT) + 4 tab Tidak tepat
seminggu selama 16 minggu Etambutol 3 kali seminggu
selama 20 minggu
6 Sampel 73 3 tablet (4KDT) setiap hari 4 tablet (4KDT) setiap hari Kekurangan
BB 55 selama 56 hari selama 56 hari dosis
3 tablet (2KDT) 3 kali 4 tablet (2KDT) 3 kali Kekurangan
seminggu selama 16 minggu seminggu selama 16 dosis
minggu
Sumber: data primer, 2022
Berdasarkan tabel 3 Menunjukan pedoman pengobatan untuk pasien
bahwa pasien dengan nomor rekam medik kambuh dengan nomor rekam medik
3,15,24,dan 47 dengan berat badan rata- 3,15,24,dan 47 denganberat badan rata-
rata 51 kg menerima pengobatan kategori rata 51 kg seharusnya deberikan dosis
1 yaitu pada fase intensif diberikan RHZE RHZE sebanyak 3 tablet 4 KDT + 750 mg
sebanyak 3 tablet FDC (4 KDT) setiap streptomisin inj. Setiap hari selama 56
hari selama 56 hari, dan fase lanjutan di hari untuk fase intensif. Sedangkan untuk
berikan RH sebanyak 3 tablet 2 KDT ,hal fase lanjutan diberikan 3 tablet (2KDT) +
ini tidak sesuai dengan Program Nasional 3 tab Etambutol 3 kali seminggu selama
Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia 20 minggu. Pada nomor rekam medik 64
tahun 2019 yang dimana menurut dengan berat badan 67 kg menerima

Kasni dkk., Jurnal Pharmacia Mandala Waluya Vol.x, No.x Hal 7


pengobatan dosis kategori 1 yaitu 4 tablet pasien hepatitis akut, maupun pasien
KDT (4KDT) setiap hari sealama 56 hari dengan gangguan ginjal berat.
untuk fase intensif sedangkan untuk fase Tabel 8. Katepatan Pasien
lanjutan diberikan 4 tablet (2 KDT) 3 kali No Ketepatan Frekuensi Presentase
Pasien (n) (%)
seminggu selama 16 minggu hal ini tidak
1. Tepat 82 100%
sesuai dengan Program Nasional 2. Tidak Tepat 0 0%
Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia Jumlah 82 100%
tahun 2019 dimana menurut pedoman Sumber: data primer, 2022
untuk pasien kambuh seharusnya d. Tepat Pemilihan Obat
mendapatkan pengobatan kategori 2 yaitu Ditinjau dari tepat pemilihan obat
4 tablet (4 KDT) + 1000 mg streptomisin Menunjukan ketepatan obat di Puskesmas
inj. Setiap hari selama 56 hari untuk fase Poasia Kota Kendari tahun 2021 terdapat
intensif, sedangkan untuk fase lanjutan 82 sampel pasien TB, dimana dari total 82
seharusnya duberikan 4 tablet (2KDT) + 4 responden yang tepat pemilihan obat
tab Etambutol 3 kali seminggu selama 20 sebanyak 77 pasien (93,38%) sedangkan
minggu. Terdapat pula pasien dengan ketidak tepatan pemilihan obat sebanyak 5
nomor rekam medik 73 memiliki berat pasien (6 %) tabel 9. Dari hasil ketepatan
badan 55 kg dimana menerima OAT KDT obat diketahui menjalani pengobatan TB
intensif sebanysk 3 tablet sekali sehari Paru kategori 1, dimana pasien merupakan
selama 56 hari dan untuk pengobatan pasien dengan tipe kasus baru, dosis
lanjutan pasien menerima OAT KDT pengobatan disesuaikan dengan berat
sebanyak 3 tablet sekali sehari dengan 3 badan pasien yang sesuai dengan
kali seminggu selama 16 minggu, pedoman pengendalian Tuberkulosis
pemberian dosis pasien dengan berat tahun 2020. Sedangkan ketidak tepatan
badan 55 kg berdasarkan pedoman obat diketahui pada pemberian OAT
pengendalian Tuberkulosis seharusnya kepada pasien tidak sesuai dengan
mendapatkan 4 tablet OAT KDT sekali rekomendasi Pedoman Nasional
sehari selama 56 hari dan untuk Pengendalian Tuberkulosis Departemen
pengobatan lanjutan pasien seharusnya Kesehatan Republik Indonesia tahun
diberikan OAT KDT sebanyak 4 tablet 2020. Sama halnya dengan penelitian
sekali sehari dengan 3 kali seminggu yang telah dilakukan oleh Camila (2013)
selama 16 minggu artinya pasien tersebut Di Instalasi Rawat Jalan Balai Besar
menerima dosis obat lebih kecil dari Kesehatan Paru “X” Tahun 2011 Tentang
pedoman nasional pelayanan kedokteran Evaluasi Penggunaan Obat Anti
tata laksana Tuberkulosis , Dari hasil ini Tuberkulosis Pada Pasien Tuberkulosis
menunjukan rasionalitas ketepatan dosis Paru Dewasa diperoleh hasil tepat obat
penggunaan OAT di Puskesmas Poasia sebesar (90,38%) dan ketidak tepatan obat
Kota Kendari tahun 2021 sebesar 92%. diperoleh sebesar (9,62%).
c. Tepat Pasien Tabel 9. Katepatan Pemilihan Obat
Pada tabel 8 menunjukan dari total No Ketepatan Frekuensi Presentase
Obat (n) (%)
rekam medik berjumlah 82 responden 1. Tepat 77 93%
100% sudah tepat pasien, dan ketidak 2. Tidak 5 6%
tepatan pasien yaitu 0%, hal itu Tepat
dikarenakan tidak ditemukan adanya Jumlah 82 100%
keadaan-keadaan khusus seperti pasien Sumber: data primer, 2022
hamil, pasien dengan kelainan hati kronik, e. Tepat Lama Pemberian

Kasni dkk., Jurnal Pharmacia Mandala Waluya Vol.x, No.x Hal 8


Ditinjau dari ketepatan lama telah sesuai dengan Panduan OAT yang
pemberian diperoleh 2 variasi yaitu pasien digunakan oleh Program Nasional
dengan pengobatan lengkap selama 6 Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia tahun
bulan dan pasien yang menerima 2019, dimana pengobatan dilakukan dengan 2
pengobatan kurang dari 6 bulan, diketahui tahap yaitu Tahap Pertama dan tahap lanjutan.
banyaknya sampel di Puskesmas Poasia
Kota kendari yaitu 82 sampel, dimana UCAPAN TERIMA KASIH
ketepatan lama pemberian sebesar 96% Ucapan terima kasih yang
dari total populasi sampel, sedangkan sebesarbesarnya kepada Program Studi
untuk ketidak tepatan lama pemberian Farmasi, Fakultas Sains dan Teknologi
yaitu sebesar 3%. Penelitian lain tentang Universitas Mandala Waluya dan kepada
Evaluasi ketepatan lama pemberian Obat semua pihak yang yang telah berkontribusi
Anti Tuberkulosis pada pasien Baru di dalam penelitian ini.
Puskesmas Lombok Barat tahun 2018 DAFTAR PUSTAKA
diperoleh hasil tepat lama pemberian Ahmad Sabri, Strategi Belajar Mengajar,( Cet. I;
Jakarta: Ciputat Press, 2005) : 138.
sebesar (67,53%) yaitu yang melakukan
pengobatan selama 6 bulan. Lama Aditama, T. Y. 2013.Tuberkulsis paru Masalah dan
pengobatan dapat dikatakan tepat bila penanggulangannya.Penerbit Universitas
Indonesia (UI Press), Jakarta.
pasien melakukan pengobatan TB pada
tahap intensif selama 56 hari (setiap hari) Afidayati, Elsy, 2018, Evaluasi penggunaan obat
dan tahap lanjutan selama 48 hari dalam antituberkulosis pada pasien tuberkulosis
paru periode tahun 2016-2017 : Studi
16 minggu. Dilakukan pengobatan awal dilakukan di Puskesmas Pamotan
bertujuan untuk menurunkan secara Kecamatan Dampit Kabupaten Malang.
Thesis. Fakultas Sains dan Teknologi,
efektif kuman penyebab TB dalam tubuh
Jurusan Farmasi. Universitas Islam
sedangkan tahap lanjutan untuk Negeri Maulana Malik Ibrahim.
membunuh sisa kuman yang masih ada
Andriyana, N. 2018, Evaluasi Terapi Penggunaan Obat
dalam tubuh (Kemenkes RI, 2014). Antihipertensi pada Pasien Geriatri di
Ketidak tepatan lama pemberian terdapat Instalasi Rawat Inap RSUD Dr.
pada nomor rekam medik 15,16 dan 25 Moewardi Surakarta Tahun 2016. Skripsi.
Program Studi Farmasi, Fakultas Farmasi,
yang dimana sampel dengan nomor rekam Universitas Muhammadiyah Surakarta.
medik tersebut termaksud dalam kategori
pasien Drop Out artinya pasien yang telah Departemen Kesehatan Republik Indonesia. . 2007.
Pedoman Nasional Penanggulangan
berobat dan putus berobat selama 2 bulan Tuberkulosis. Edisi ke-2.Jakarta :
atau lebih. Departemen Kesehataan Republik
Tabel 10. Katepatan Lama Pemberian Indoinesia.
No Lama Frekuensi Presentase
Darsyah, Moh. Yamin. 2014. Klasifikasi Tuberkulosis
Pemberian (n) (%) Dengan Pendekatan Metode Supports
1. Tepat 6 79 96% Vector Machine (SVM). Statistika, Vol.
bulan 2, No. 2.
2. ¿ 6 bulan 3 3,6 %
Jumlah 82 100% Kemenkes, 2018. Pusat Data dan Informasi Kementria
Sumber: data primer, 2022 Kesehatan RI Tentang Tuberklosis.
Infodatin. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Repblik Idonesia.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas dapat Kemenkes RI. 2011. Pedoman Nasional Pengendalian
Tuberkulosis.
disimpulkan bahwa Penggunaan OAT
dipuskesmas Poasia kota kendari tahun 2021
Kasni dkk., Jurnal Pharmacia Mandala Waluya Vol.x, No.x Hal 9
Kardela et al,. 2014. Perbandingan Penggunaan Obat World Health Organization. 2019.Global Tuberculosis
Rasional Berdasarkan Indikator WHO di Report 2019. World Health
Puskesmas Kecamatan antara Kota Organization.Geneva : 27-206
Depok dan Jakarta Selatan,.Jurnal
Kefarmasian Indonesia.Vol.4.2.:91-102 World Health Organization.2019. Treatment of
Tuberculosis, Fourth Edition.World
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2020. Health Organization. Geneva: 16-35
Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran : Tata Laksana Tuberkulosis.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia Kemenkes RI. (2011). Pedoma
nasional pengendalian tuberculosis

Kementerian Kesehatan Kemenkes. 2016. Peraturan


Menteri Kesehatan RI No 67 Tahun 2016
Tentang Penanggulangan Tuberkulosis.
Jakarta: Kemenkes

Makhfudli. 2016. Pengaruh Modifikasi Model Asuhan


Keperawatan Adaptasi Roy Terhadap Self
Efficacy, Respons Penerimaan, Dan
Respons Biologis Pada Pasien
Tuberkulosis Paru. Universitas Airlangga

Nasirah Bahaudin. 2010 Implementasi Kebijakan


Penggunaan Obat Rasional (POR) Di
Indonesia. Presentasi Direktur Bina
Penggunaan Obat Rasional. Ditjen Bina
Kefarmasian Dan Alat Kesehatan
Departemen Kesehatan RI.

Notoatmodjo . 2012. Metode Penelitian Kesehatan.


Jakarta : Rineka Cipta

Palungan, R.,A., & Fransiska, E. 2019. Evaluasi


Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas
Kabupaten Serdang Bedagai. Jurnal
Dunia Farmasi, 3(3), 144-152.

Permenkes RI no. 75 Tahun 2014. “Tentang


Puskesmas”

Priyanto, 2009, Farmakoterapi dan Terminologi


Medis, hal 143-155 Leskonfi, Depok.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia.


Nomor 72 tahun 2016 tentang standar
pelayanan kefarmasian di Puskesmas.

Rahmawati, D., Budiono, I. 2015. Faktor Pelayanan


Kesehatan Yang Berhubungan Dengan
Keberhasilan Pengobatan (Success Rate)
Tb Paru Di Kabupaten Sragen. Unnes
Journal of Public Health, 4(4).

Sumawa, P .M.R., Adeanne, C. W., dan Paulina,


V.Y.Y. 2015. Evaluasi Kerasionalitasan
Penggunaan Obat Antituberkulosis pada
pasien Rawat Jalan di Rumah sakit paru
sindawangi jawa barat, periode januari-
juni 2015. Naskah publikasi FKIK UMY,
1-4 Yoagyakarta : UMY

Kasni dkk., Jurnal Pharmacia Mandala Waluya Vol.x, No.x Hal 10

Anda mungkin juga menyukai