Laporan PKL II Ip4t - Kelompok 31 - Rev
Laporan PKL II Ip4t - Kelompok 31 - Rev
NAMA NIT
Satya Haris Purnomo 20293523
Nur Fajari Septiana 20293563
Fitriana Bilqist Akilah 20293543
I Komang Indra Gupta Yogiswara 20293547
Bagus Himawan Putra 20293539
Immanuella Indah Puspitasari Togatorop 20293549
Indriana Diani Putri 20293550
LAPORAN
PRAKTIK KERJA LAPANGAN II PENGUASAAN, PEMILIKAN,
PENGGUNAAN, DAN PEMANFAATAN TANAH (P4T)
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
Kelompok 31
NAMA NIT
Satya Haris Purnomo 20293523
Nur Fajari Septiana 20293563
Fitriana Bilqist Akilah 20293543
I Komang Indra Gupta Yogiswara 20293547
Bagus Himawan Putra 20293539
Immanuella Indah Puspitasari Togatorop 20293549
Indriana Diani Putri 20293550
Dosen Pembimbing,
Koes Widarbo,S.H.,M.Kn.,M.M.
NIP. 19611111 198503 1 00
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga kami mampu
menyelesaikan Laporan Praktik Kerja Lapangan P4T (Penguasaan,
Pemilikan, Penggunaan, dan Pemanfaatan Tanah) ini. Penyusunan Laporan
ini sebagai wujud pertanggungjawaban atas praktikum yang telah kami
lakukan mulai tanggal 18 Agustus 2021 sampai 28 Agustus 2021.
i
Semoga laporan ini dapat bermanfaat sebagai salah satu rujukan
maupun pedoman bagi para pembaca, menambah wawasan, serta
pengalaman di kemudian hari. Sebelumnya kami mohon maaf setulus –
tulusnya karena kami menyadari bahwa laporan ini masih terdapat
kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, kami mengharap kritik dan
saran yang membangun untuk perbaikan ke depannya.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
DAFTAR TABEL....................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................vi
DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................vii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Maksud dan Tujuan................................................................................................2
C. Dasar, Waktu an Tempat Pelaksanaan....................................................................3
D. Peserta dan Instruktur.............................................................................................4
E. Bahan dan Peralatan...............................................................................................4
BAB II......................................................................................................................5
DASAR TEORI.......................................................................................................5
BAB III..................................................................................................................28
GAMBARAN UMUM WILAYAH......................................................................28
A. Geografis desa......................................................................................................28
Tabel 1. 1 Penggunaan lahan di Kalurahan Banjararum, Kecamatan Kalibawang,
Kabupaten Kulon Progo...........................................................................................29
B. Kependudukan......................................................................................................30
Tabel 2. 2 Keadaan penduduk di Kalurahan Banjararum menurut tingkat pendidikan
.................................................................................................................................31
Tabel 2. 3 Keadaan penduduk di Kalurahan Banjararum menurut Agama...............32
Tabel 2. 4. Keadaan Penduduk di Kalurahan Banjararum berdasarkan Pekerjaan...32
C. Sosial....................................................................................................................34
D. Pertanian..............................................................................................................36
Tabel 3. 1 Keadaan petani di Kalurahan Banjararum menurut status usaha tani......36
E. Ekonomi...............................................................................................................37
BAB IV..................................................................................................................39
PELAKSANAAN..................................................................................................39
iii
A. Tahap Perencanaan.....................................................................................39
B. Pengolahan dan Analisis Data P4t..............................................................44
C. Pengolahan dan Analisis Data P4T.............................................................48
BAB V....................................................................................................................74
PENUTUP..............................................................................................................74
A. Kesimpulan..........................................................................................................74
B. Saran....................................................................................................................75
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................76
LAMPIRAN...........................................................................................................77
iv
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perencanaan tata ruang mencakup perencanaan struktur dan pola tata
ruang yang meliputi tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara dan tata
guna sumber daya lainnya. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang telah mencabut berlakunya Undang-Undang Nomor 24
Tahun 1992 yang menerangkan tentang salah satu unsur ruang yaitu tanah.
Tanah memiliki andil yang sangat besar dalam kehidupan. Mulai dari lahir
hingga meninggalkan dunia ini kita bergantung pada tanah. Tanah merupakan
hal yang penting bagi masyarakat Indonesia. Undang-Undang Dasar Tahun
1945 mengamanatkan bahwa tanah harus dipergunakan bagi sebesar-besar
kemakmuran rakyat. Tanah bukan hanya sebagai tempat tinggal dan bercocok
tanam, tetapi memupunyai nilai historis, religious, politik dan keamanan.
Tanah juga merupakan salah satu sektor dalam menunjang pertumbuhan
ekonomi, menjaga keutuhan dan perekat Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Sehingga amanat tersebut dilaksanakan oleh kementrian
ATR/BPN sebagai perpanjangan tangan dari pemerintah dalam melaksanakan
amanat tersebut.
Badan Pertanahan Nasional dibawah Kementrian ATR/BPN sebagai
penyelenggara urusan pemerintah dibidang agraria/pertanahan dan tata ruang
memiliki tugas dan fungsinya sendiri. Untuk mendukung tugas dan fungsi
tersebut diperlukan kegiatan yang tepat, salah satunya Inventarisasi
Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (IP4T).
Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah
(IP4T) adalah kegiatan untuk memperoleh data dan informasi P4T secara
sistematis dengan unit pendataan bidang tanah dalam satu desa atau
1
kelurahan. Tujuan dari kegiatan ini yaitu menyediakan data dan informasi
penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (P4T).
Data dan Informasi pertananahan hasil dari IP4T memiliki manfaat guna
perencanaan, perancangan, dan pengambilan keputusan secara cepat, murah,
terjangkau serta tidak dibatasi waktu dan ruang. Sistem Informasi Geografis
(SIG) adalah sistem informasi yang mendukung pengelolaan pertanahan
secara terintegrasi. SIG dapat didefinisikan sebagai sistem informasi yang
mendasarkan pada kerja dasar komputer yang mampu memasukkan,
mengelola (memberi dan mengambil kembali), manipulasi dan analisis data
dan memberikan uraian (Pengertian GIS Menurut Para Ahli, 2012). SIG
memiliki kemampuan untuk kompilasi, pembaruan dan perubahan,
penyimpanan, manipulasi, analisis dan kombinasi serta penyajian sehingga
memempermudah dalam menangani data geografis. Output dari SIG dapat
berupa peta cetak atau hardcopy, rekaman soft copy atau display.
Maksud dari dilaksanakannya PKL II IP4T agar para taruna dapat melakukan
atau mensimulasikan kegiatan inventarisasi penguasaan, pemilikan,
penggunaan dan pemanfaatan tanah (IP4T). Tujuan PKL II P4T diantaranya :
4. Peserta PKL juga diharapkan juga mampu melakukan analisis data P4T,
2
mengintegrasikan data yang ada dengan data lain serta menyajikannya
sehingga dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk proses
pengambilan keputusan, baik terkait P4T maupun untuk tujuan lain.
3
D. Peserta dan Instruktur
Peserta PKL II IP4T Diploma IV Pertanahan Semester 2 yang
terdiri dari 40 kelompok dengan jumlah taruna sebanyak Taruna Sebanyak
282 orang. Adapun jumlah Instruktur dan Asisten Instruktur PKL II IP4T
ini instruktur berjumlah 24 orang dan Asisten Istruktur berjumlah 15
Orang. Dalan setiap kelompok terdiri dari 7 orang yang terdiri dari 1
instruktur dan 1 asisten instruktut dengan nama anggota :
1. Satya Haris Purnomo
2. Nur Fajari Septiana
3. Fitriana Bilqist Akilah
4. I Komang Indra Gupta Yogiswara
5. Bagus Himawan Putra
6. Immanuella Indah P.T
7. Indriana Diani Putri
4
BAB II
DASAR TEORI
5
1. Teori Negara Kesejahteraan
Konsep negara hukum yang semula merupakan liberal berubah ke negara
hukum yang menyelenggarakan kesejahteraan rakyat (Kusnardi & Bintan
R, 2000). Menurut konsep Negara kesejahteraan, tujuan negara adalah
untuk kesejahteraan umum. Negara dipandang hanya merupakan alat untuk
mencapai tujuan bersama kemakmuran dan keadilan social bagi seluruh
rakyat negara tersebut (CST Kansil & Christine, ST, 1997). Selain konsep
negara berdasar atas hukum (biasa disebut negara hukum), juga dikenal
konsep negara kesejahteraan (welfare state), yakni suatu konsep yang
menempatkan peran negara dalam setiap aspek kehidupan rakyatnya demi
terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat (Mustamin Dg.
Matutu, 1972). Sehubungan dengan konsep negara kesejahteraan tersebut,
maka negara yang menganut konsep negara kesejahteraan dapat
mengemban 4 (empat) fungsi yaitu :
6
negara dalam menyelenggarakan fungsi reguleren termasuk dalam bidang
agrarian adalah undang-undang, dan ini merupakan aplikasi dari asas
legalitas dalam konsep negara berdasar atas hukum.
7
Tujuan hukum dapat dikaji berdasarkan tiga sudut pandang,
Pertama, dari sudut pandang ilmu hukum positif normatif atau yuridis
dogmatik, dimana tujuan hukum dititikberatkan pada segi kepastian
hukumnya. Kedua, dari sudut pandang filsafat hukum, dimana tujuan
hukum dititikberatkan pada segi keadilan. Ketiga, dari sudut pandang
sosiologi hukum, tujuan hukum dititikberatkan pada segi kemanfaatannya
(Ali, 2000).
2. Teori Keadilan
Menurut John Rawls, semua teori keadilan merupakan teori tentang cara
untuk menentukan kepentingan-kepentingan yang berbeda dari semua warga
masyarakat. Menurut konsep teori keadilan utilitaris, cara yang adil
mempersatukan kepentingan-kepentingan manusia yang berbeda adalah dengan
selalu mencoba memperbesar kebahagiaan. Terdapat dua prinsip dasar keadilan,
pertama disebut kebebasan yang terbesar asal ia tidak menyakiti orang lain,
tegasnyabahwasa setiap orang harus diberi kebebasan memiliki kekayaan,
kebebasan dari penangkapan tanpa alasan dan sebagainya. Kedua, prinsip
keadilan yang akan disetujui oleh semua orang yang fair adalah bahwa
ketidaksamaan sosial dan ekonomi harus menolong seluruh masyarakat dan para
pejabat tinggi harus terbuka bagi semua, maksudnya ketidaksamaan sosial dan
8
ekonomi dianggap tidak adil kecuali jika ketidaksamaan ini menolong seluruh
masyarakat.
9
teori hukum Roscou Pound, dan mengolahnya menjadi suatu konsep
hukum yang memandang hukum sebagai sarana pembaharuan, disamping
sarana untuk menjamin ketertiban dan kepastian hukum (Friedman, 1984).
10
Kedua fungsi tersebut diharapkan dapat dilakukan oleh hukum
disamping fungsinya yang tradisional yakni untuk menjamin adanya
kepastian dan ketertiban.
11
lapangan ini dapat memberikan kontribusii yang signifikan terhadap
pemerintah khususnya Kementerian Agrarian dan Tata Ruang / BPN
dalam mengambil kebijakan yang berkaitan dengan Penguasaan,
Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan tanah dan bagaimana
mewuhudkan hak masyarakat terutama perlindungan dalam bentuk
perbaikan pengaturan perundang-undangan pada masa yang akan datang.
12
melakukan perbuatan hukum sebagaimana layaknya orang yang
mempunyai hak, (Boedi Harsono 2008: 23). Pengertian “penguasaan” dan
“menguasai” dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan Pasal 2 UUPA
dipakai dalam aspek publik, seperti dirumuskan dalam Pasal 2 UUPA,
bahwa:
1) Atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar
dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1, bumi, air dan
ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya
itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi
kekuasaan seluruh rakyat.
2) Hak menguasai dari Negara termasuk dalam ayat (1) pasal ini
memberi wewenang untuk :
a) Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan,
persediaan, pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa.
b) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum
antara orang-orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa.
c) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum
antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang
mengenai bumi, air, dan ruang angkasa
3) Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara
tersebut pada ayat (2) ini digunakan untuk mencapai sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan, kesejatehraan
dan kemerdekaan, berdaulat, adil dan kemakmuran dalam
masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat,
adil dan makmur.
4) Hak menguasai dari Negara tersebut di atas pelaksanaannya dapat
dikuasakan kepada daerah-daerah swatantra dan masyarakat-
masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan
dengan kepentingan Nasional, menurut ketentuan-ketentuan
Peraturan Pemerintah.
13
Peraturan hak-hak penguasaan atas tanah dalam hukum tanah yang ada
sebagai lembaga hukum. Hak penguasaan tanah merupakan suatu lembaga
hukum, jika belum dihubungkan dengan tanah dan orang atau badan
hukum tertentu sebagai pemegang haknya. Dalam hukum tanah nasional
ada bermacam-macam hak penguasaan atas tanah yaitu :
1) Hak Bangsa Indonesia disebut dalam Pasal 1 UUPA, sebagai hak
penguasaan atas tanah yang tertinggi, beraspek perdata dan publik.
2) Hak Menguasai dari Negara yang disebut dalam Pasal 2 UUPA,
semata-mata beraspek publik.
3) Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat yang disebut dalam Pasal 3
UUPA, beraspek perdata dan publik.
4) Hak Perseorangan atau Individual, semuanya beraspek perdata
terdiri atas :
a. Hak-hak atas tanah sebagai hak-hak individual yang semuanya
secara langsung atau pun tidak langsung bersumber pada hak
bangsa, yang disebut dalam Pasal 16 UUPA dan Pasal 53
UUPA. Macam-macam hak atas tanah dalam Pasal 16 UUPA,
menentukan bahwa :
1. Hak-hak atas tanah yang dapat dipunyai oleh perseorangan
itu meliputi :
a) Hak Milik
b) Hak Guna Usaha
c) Hak Guna Bangunan
d) Hak Pakai
e) Hak Sewa
f) Hak Membuka Tanah
g) Hak Memungut Hasil Hutan
h) Hak-hak yang lain termasuk dalam hak-hak tersebut
di atas akan ditetapkan dengan Undang-Undang serta
hak-hak yang sifatnya sementara sebagaimana yang
disebutkan dalam Pasal 53 UUPA.
14
2. Hak-hak atas air dan ruang angkasa sebagai yang
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) adalah :
a) Hak guna air
b) Hak pemeliharaan dan penangkapan ikan,
c) Hak guna ruang angkasa
b. Wakaf, yaitu hak milik yang sudah diwakafkan dalam Pasal 49
UUPA.
c. Hak jaminan atas tanah yang disebut hak tanggungan dalam
Pasal 25, Pasal 33, Pasal 39, dan Pasal 51 UUPA, (Boedi
Harsono, 2008: 24, 208).
Berdasarkan Pasal 16 ayat (1) sub (h) diatur hak atas tanah yang
sifatnya sementara sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 53 UUPA.
Berdasarkan Pasal 53 UUPA hak atas tanah yang sifatnya sementara
adalah hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang, dan hak sewa
tanah pertanian.
2. Pemilikan Tanah
Pemilikan tanah diawali dengan menduduki suatu wilayah oleh suatu
masyarakat adat yang kemudian disebut dengan tanah komunal (tanah
milik bersama). Di wilayah pedesaan di luar Jawa, tanah diakui oleh
hukum adat tidak tertulis baik berdasarkan hubungan keturunan maupun
wilayah. Seiring dengan perubahan pola sosial ekonomi dalam setiap
masyarakat, tanah milik bersama masyarakat adat bersama ini secara
tertahap dikuasai oleh anggota masyarakat melalui penggarapan yang
bergiliran. Sistem kepemilikan individual kemudian mulai dikenal dalam
sistem kepemilikan komunal. Situasi ini terus berlangsung di dalam
wilayah kerajaan dan kesultanan sejak abad ke-5 dan berkembang seiring
kedatangan kolonial Belanda pada abad ke-17 yang membawa konsep
hukum pertanahan mereka.
Selama masa penjajahan Belanda, pemilikan tanah secara perorangan
menyebabkan dualisme hukum pertanahan, yaitu tanah-tanah di bawah
hukum adat dan tanah-tanah yang tunduk kepada hukum barat. Menurut
15
hukum pertanahan Belanda, tanah bersama milik adat dan tanah milik adat
perorangan adalah dibawah penguasaan Negara. Hak individu atas tanah
seperti hak milik atas tanah diakui terbatas yang tunduk kepada hukum
Barat. Hak milik ini umumnya diberikan kepada tanah-tanah diperkotaan
dan tanah perkebunan di pedesaan, (Siregar Oscar, 1987: 133).
Pemilikan tanah adat adalah suatu pengertian hak milik dalam arti
yang luas, sehingga untuk mencoba menemukan pengertian yang umum
dari hak milik itu maka akan diuraikan istilah dari hak pemilikan itu.
Istilah hak milik ini pada hakekatnya sudah bersifat lebih konkrit karena
menuju pada pengertian suatu benda yang akan dimiliki oleh seseorang.
Menurut gunawan wiradi, pemilikan tanah adalah: Kata pemilikan
menunjukan penguasaan efektif, misalnya sebidang tanah disewakan
kepada orang lain, maka orang lain itulah secara efektif menguasainya,
jika seseorang menganggap tanah miliknya sendiri, misalnya dua hektar
tanah yang telah disewakan kepada orang lain, maka ia menguasai lima
hektar, (Gunawan Wiradi, 1989: 113). Van Vollenhoven dalam bukunya
De Indonesier en zijn Grond (orang Indonesdia dan tanahnya),
mengatakan bahwa hak milik adalah suatu hak eigendom timur (Ooster
eigendomsrecht), adalah suatu hak kebendaan (zakelijk rech) yang
mempunyai wewenang untuk; (a) Mempergunakan atau menikmati benda
itu dengan batas dan sepenuh-penuhnya, (b) Menguasai benda itu seluas-
luasnya, (Van Vollenhoven, 1926: 92).
Dalam hubungan dengan pemilikan tanah ini di dalam UUPA diartikan
penguasaan atas tanah yang didasarkan pada suatu hak dengan status hak
milik, maka Pasal 20 UUPA, ditentukan bahwa :
(1) Hak milik adalah hak atas tanah turun-temurun, terkuat dan terpenuh
yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan
dalam Pasal 6.
(2) Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
Turun-temurun artinya hak milik atas tanah dapat berlangsung terus
selama pemiliknya masih hidup dan apabila pemiliknya meninggal dunia,
16
maka hak miliknya dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya sepanjang
memenuhi syarat sebagai subjek hak milik. Terkuat artinya hak milik atas
tanah lebih kuat apabila dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain,
tidak mempunyai batas waktu yang tertentu, mudah dipertahankan
gangguan dari pihak lain dan mudah hapus. Terpenuh artinya hak milik
atas tanah memberi wewenang kepada pemiliknya paling luas apabila
dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain, dapat menjadi induk bagi
hak atas tanah yang lain, tidak berinduk pada hak atas tanah yang lain, dan
penggunaan tanahnya lebih luas apabila dibandingkan dengan hak atas
tanah yang lain. (Urip Santoso, 2010: 90-91).
Hak milik menurut UUPA adalah hak yang turun-temurun, terkuat dan
terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah. Pemberian sifat ini tidak
berarti bahwa hak itu merupakan hak mutlak yang tidak terbatas dan tidak
dapat di ganggu gugat. Sifat yang demikian jelas-jelas bertentangan
dengan sifat sosial dari tiap-tiap hak, akan tetapi pengertian yang terkuat
dan terpenuh itu hanya dimaksudkan untuk membedakannya dengan hak-
hak atas tanah lainnya. Kata terkuat dan terpenuh itu didalam memori
penjelasan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) adalah bermaksud
untuk membedakan dengan hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai
dan hak-hak lainnya, yaitu untuk menunjukkan bahwa di antara hak-hak
tanah yang dipunyai orang hak miliknya yang “ter” (artinya paling kuat
dan terpenuh) yang dapat dipunyai oleh seseorang. (Penjelasan Pasal 16
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Negara
Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Hak
Ulayat Masyarakat Hukum Adat). Pada kepustakaan hukum adat di kenal
adanya dua pola penguasaan dan pemilikan atas tanah. Hak-hak
penguasaan dan pemilikan atas tanah yaitu penguasaan oleh kelompok
masyarakat yang disebut sebagai tanah ulayat dan tanah perorangan atau
tanah milik adat. Pemilikan hak ulayat dikelompokkan pada penguasaan
formal yuridis, sedangkan tanah milik adat yang bersifat perorangan itu
selalu dikuasai secara aktif oleh pemiliknya dengan berbuat sesuatu yang
17
nyata di atas tanah disebut dengan cara mendirikan bangunan, menanam
dan sebagainya. Unsur-unsur penting dari hak milik adalah :
1) Menguasai artinya si pemilik tanah dapat menyewakan, mengadaikan,
meminjamkan, menukarkan, menghibahkan, dan menjual tanah
menurut kehendak pemilik.
2) Memungut hasil, yang berhak atas tanah adalah :
a) Perorangan dan dapat turun-temurun kepada ahli warisnya.
b) Persekutuan-persekutuan hukum adat.
Dalam penjelasan unsur-unsur pemilikan atas tanah, maka hak
pemilikan atas tanah adalah merupakan hak yang terpenting yang dapat
dimiliki oleh warga Negara atas sebidang tanah. Hak ini memberi
kesempatan kepada pemegang haknya untuk mengusahakan tanahnya
demi kesejahteraannya, akan tetapi penguasaan atas tanah ini tidak boleh
bertentangan dengan ketentuan Perundang-Undangan. (Parlindungan A.P,
1991: 92).
18
seperti vegetasi, salju, dan lain sebagainya, dan sebagian lagi berupa
kenampakan hasil aktivitas manusia (penggunaan tanah).
Identifikasi, pemantauan, dan evaluasi penggunaan tanah perlu selalu
dilakukan pada setiap periode tertentu, karena ia dapat menjadi dasar untuk
penelitian yang mendalam mengenai perilaku manusia dalam memanfaatkan
tanah. Dengan demikian, penggunaan tanah menjadi bagian yang penting
dalam usaha melakukan perencanaan dan pertimbangan dalam merumuskan
kebijakan keruangan di suatu wilayah. Prinsip kebijakan terhadap tanah
perkotaan bertujuan untuk mengoptimalkan penggunaan tanah dan pengadaan
tanah untuk menampung berbagai aktivitas perkotaan. Dalam hubungannya
dengan optimalisasi penggunaan tanah, kebijakan penggunaan tanah diartikan
sebagai serangkaian kegiatan tindakan yang sitematis dan terorganisir dalam
penyediaan tanah, serta tepat pada waktunya, untuk peruntukan pemanfaatan
dan tujuan lainnya sesuai dengan kepentingan masyarakat (Suryantoro, 2002).
Menurut Malingreau (1979), penggunaan tanah merupakan campur tangan
manusia baik secara permanen atau periodik terhadap tanah dengan tujuan
untuk memenuhi kebutuhan, baik kebutuhan kebendaan, spiritual maupun
gabungan keduanya. Penggunaan tanah merupakan unsur penting dalam
perencanaan wilayah. Bahkan menurut Campbell (1996), disamping sebagai
faktor penting dalam perencanaan, pada dasarnya perencanaan kota adalah
perencanaan penggunaan tanah. Kenampakan penggunaan tanah berubah
berdasarkan waktu, yakni keadaan kenampakan penggunaan tanah atau
posisinya berubah pada kurun waktu tertentu.
Perubahan penggunaan tanah dapat terjadi secara sistematik dan non-
sistematik. Perubahan sistematik terjadi dengan ditandai oleh fenomena yang
berulang, yakni tipe perubahan penggunaan tanah pada lokasi yang sama.
Kecenderungan perubahan ini dapat ditunjukkan dengan peta multiwaktu.
Fenomena yang ada dapat dipetakan berdasarkan seri waktu, sehingga
perubahan penggunaan tanah dapat diketahui. Perubahan non-sistematik
terjadi karena kenampakan luasan tanah yang mungkin bertambah, berkurang,
ataupun tetap. Perubahan ini pada umumnya tidak linear karena
19
kenampakannya berubah-ubah, baik penutup tanah maupun lokasinya
(Murcharke, 1990).
Penggunaan tanah mencerminkan sejauh mana usaha atau campur tangan
manusia dalam memanfaatkan dan mengelola lingkungannya. Data
penggunaan/tutupan tanah ini dapat disadap dari foto udara secara relatif
mudah, dan perubahannya dapat diketahui dari foto udara multitemporal.
Teknik interpretasi foto udara termasuk di dalam sistem penginderaan jauh.
Penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh informasi
tentang objek, daerah atau gejala dengan cara menganalisis data yang
diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung dengan objek,
daerah, atau gejala yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1997).
Klasifikasi penggunaan tanah merupakan pedoman atau acuan dalam
proses interpretasi apabila data pemetaan penggunaan tanah menggunakan
citra penginderaan jauh. Tujuan klasifikasi supaya data yang dibuat informasi
yang sederhana dan mudah dipahami. Sedangkan para ahli berpendapat
Penggunaan tanah yaitu segala macam campur tangan manusia, baik secara
menetap maupun berpindah-pindah terhadap suatu kelompok sumberdaya
alam dan sumberdaya buatan, yang secara keseluruhan disebut tanah, dengan
tujuan untuk mencukupi kebutuhan baik material maupun spiritual, ataupun
kedua-duanya (Malingreau, 1978).
Pengelompokan objek-objek ke dalam kelas-kelas berdasarkan persamaan
dalam sifatnya, atau kaitan antara objek-objek tersebut disebut dengan
klasifikasi. Menurut Malingreau (1978), klasifikasi adalah penetapan objek-
objek kenampakan atau unit-unit menjadi kumpulan-kumpulan di dalam suatu
sistem pengelompokan yang dibedakan berdasarkan sifat-sifat yang khusus
berdasarkan kandungan isinya. Klasifikasi penggunaan tanah merupakan
pedoman atau acuan dalam proses interpretasi apabila data pemetaan
penggunaan tanah menggunakan citra penginderaan jauh. Tujuan klasifikasi
supaya data yang dibuat informasi yang sederhana dan mudah dipahami.
Sistem klasifikasi penggunaan tanah yang digunakan adalah sistem klasifikasi
penggunaan tanah menurut Malingreu. Dalam suatu kerangka kerja, menurut
20
Dent (1981) dalam membuat klasifikasi penggunaan tanah dibagi menjadi
tingkatan-tingkatan ynag terbagi menjadi kelompok-kelompok sebagai
berikut:
a) Land cover/land use Order (cover type)
b) Land cover/land use Cover Classes
c) Land cover/land use Sub-Classes
d) Land cover/land use Management Units (comparable to land utilization
types).
Dari klasifikasi tersebut oleh Malingreu diubah menjadi 6 kategori sebagai
berikut:
a) Land cover/land use Order e.g. vegetated area
b) Land cover/land use Sub-Order e.g. cultivated area
c) Land cover/land use Family e.g. permanently cultivated area
d) Land cover/land use Class e.g. Wetland rice (sawah)
e) Land cover/land use Sub-Class e.g. irrigated sawah
f) Land Utilization Type e.g. continous rice.
Selain dari Malingreau terdapat beberapa klasifikasi peggunaan tanah
menurut beberapa ahli seperti Ida Made Sandhi (UI), Krostowizsky
(Polandia), Sutanto (UGM), dan sebagainya. Beberapa pemerintah daerah
melalui Bapeda juga membuat klasifikasi pengunaan tanah agar sesuai dengan
kondisi setempat.
2. Pemanfaatan Tanah
Pemanfaatan Tanah adalah kegiatan untuk mendapatkan nilai tambah
tanpa mengubah wujud fisik penggunaan tanahnya (PP Nomor 16 Tahun
2004). Pemanfaatan tanah diaplikasikan di atas suatu penggunaan tanah, ini
berarti pemanfaatan tanah tergantung dari penggunaan tanah di bawahnya.
Misalnya dicontohkan di atas penggunaan tanah pertanian tentu terdapat
pemanfaatan tanaman musiman atau tanaman keras misalnya.
Sesuai dengan pengertian di atas, tentunya pemanfaatan tanah ini tanpa
mengubah bentuk asli penggunaan tanahnya. Ini terkait dengan adanya
21
kebijakan RTRW setempat yang telah membuat zonasi penggunaan tanah
tertentu pada lokasi tertentu yang telah ditentukan. Jika ingin melakukan
perubahan penggunaan tanah, tentunya harus didasari Ijin Perubahan
Penggunaan Tanah dari Kantor Pertanahan setempat.
22
menghasilkan informasi telah mendorong dan meningkatkan: efisiensi,
efektifitas, keterbukaan, jangkauan pelayanan dan interaksi karena
kemampuannya mereduksi ruang dan waktu/time and space. Sistem Informasi
merupakan sekumpulan data dasar yang memiliki keterkaitan satu dengan
lainnya dan telah melalui proses pengolahan (basis data) dengan menggunakan
teknologi informasi (media/alat/tool) guna: perencanaan, perancangan dan
pengambilan berbagai keputusan berbasis keruangan. Sedangkan teknologi
informasi dapat kita katakana merupakan sekumpulan media/tool/alat
utamanya komputer dan segala software pengolahannya dan juga jaringan
internet yang digunakan.
Lahirnya sistem informasi pertanahan ini dilatarbelakangi adanya
kebutuhan/demand informasi guna perencanaan, perancangan dan
pengambilan keputusan secara cepat, murah dan terjangkau yang tidak
dibatasi oleh waktu dan ruang. Informasi pertanahan yang dikelola dalam
Sistem Informasi Pertanahan (SIP) menerapkan teknologi-teknologi tersebut
di bidang pertanahan dan merupakan unsur dasar dalam perencanaan,
perancangan dan pengambilan keputusan keruangan. Sistem Informasi
Pertanahan (SIP) merupakan sistem informasi pendukung dalam pengelolaan
(management) pertanahan secara terintegrasi. SIP dapat didefinisikan sebagai
kombinasi manusia dan sumberdaya keteknikan yang disertai dengan tata-
laksana organisasi untuk memproduksi informasi yang diperlukan untuk
pendukung pengelolaan pertanahan. Sistem Informasi Pertanahan (SIP) adalah
kombinasi sumberdaya manusia dan sumberdaya teknik bersama dengan
seperangkat prosedur mengorganisir yang menghasilkan pengumpulan,
penyimpanan, pemanfaatan, penyebaran, dan pemakaian informasi pertanahan
dalam suatu cara yang sistematis (Walijatun; 2002).
Satuan spasial pertanahan yang dijadikan dasar pengelolaan adalah persil,
lengkap dengan informasi kepemilikan, ukuran, posisi (koordinat, alamat
administratif) dan atribut lainnya yang melekat dengan keberadaan tanah itu
pada suatu saat tertentu. Persil dan kumpulan persil lazimnya dikelola dan
disajikan dalam bentuk peta. Bisa dipahami, karena persil harus bisa disajikan
23
dengan teliti dan akurat, maka peta persil pertanahan merupakan peta skala
besar. Tampilan dan keluaran data ataupun informasi SIP dengan bantuan
komputer berupa peta, tabel dan bagan terpadu dalam bentuk hardcopy
(cetakan) dan softcopy (file digital)
Sejalan dengan perkembangan teknologi informasi, maka proses
pendataan/ inventarisasi data P4T sampai dengan penyajian informasi P4T
dalam bentuk tabulasi P4T dan pemetaan P4T dapat dilakukan dengan
menggunakan sistem informasi. Sistem informasi yang digunakan untuk
mengelola data pertanahan dengan satuan data terkecil adalah bidang tanah
atau yang disebut Sistem Informasi Geospasial Berbasis Bidang
(ParcelBasedGeo-InformationSystem) dikenal sebagai sistem informasi
pertanahan atau LandinformationSystem. Proses pengumpulan/inventarisasi
P4T, tabulasi data, analisis data, sampai penyajian dalam format data tekstual
maupun dalam bentuk peta-peta dapat dilakukan dengan tahapan-tahapan.
Pelaksanaan kegiatan inventarisasi P4T di Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/BPN dilaksanakan melalui tahapan-tahapan penyuluhan, pembuatan
sket bidang tanah dan pendataan P4T (Data Primer P4T), Pengumpulan data
sekunder yang berkaitan dengan Potensi Desa atau Dusun, Kontrol Kualitas,
Pengukuran dan Pemetaan Bidang Tanah, Pengolahan (Tabulation) Data,
Penggabungan (Merger) Data Spasial dan Data Tekstual, serta analisa data.
1. Penyuluhan
Penyuluhan merupakan tahap awal yang tentunya berpengaruh terhadap
keberhasilan pelaksanaan kegiatan inventarisasi Penguasaan, Pemilikan,
Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah, penyuluhan dikoordinasikan oleh
Ketua Pelaksana selaku coordinator kegiatan. Para penyuluh (Satgas
Penyuluhan) adalah mereka yang memahami dan mengerti kegiatan
IP4T. materi penyuluhan meliputi :
a. Gambaran umum kegiatan IP4T yang mencakup latar belakang,
tujuan dan tahapan.
b. Manfaat kegiatan IP4T bagi masyarakat antara lain masyarakat akan
memperoleh Kutipan Peta Bidang Tanah, serta tidak dipungut biaya
24
pengukuran apabila ingin mendaftarkan tanahnya secara swadaya
melalui pelayanan pendaftaran tanah secara rutin.
c. Kewajiban masyarakat terhadap pelaksanaan kegiatan IP4T antara
lain yakni ikut berpartisipasi secara aktif dalam memberikan
informasi tentang IP4T (terhadap bidang tanahnya masing-masing),
serta menetaokan dan memasang batas-batas bidang tanahnya.
2. Pembuatan Peta Bidang Tanah dan Pendataan Penguasaan, Pemilikan,
Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (P4T)
Peta bidang tanah adalah gambaran umum bidang-bidang tanah dalam
satu desa/kelurahan atau satu dusun untuk memastikan posisi relative
tiap-tiap bidang tanah yang terdapat dalam satu desa/kelurahan atau
dusun lokasi IP4T. Penyiapan data spasial bidang tanah dapat dibuat
dengan menggunakan data/peta yang bersumber dari peta PBB, peta
garis, citra satelit, foto udara, google earthmap dan data/peta lainnya.
Sket bidang-bidang tanah dibuat sebelum melakukan pendataan P4T
yang digunakan sebagai peta kerja kegiatan IP4T.
Pendataan data primer P4T dilakukan dengan mengumpulkan
data/informasi setiap bidang tanah yang ada di dususn baik sudah
bersertipikat maupun yang belum bersertipikat mengenai penguasaan,
pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah, serta informasi lainnya.
Penyediaan data spasial bidang tanah dilakukan denga mengolah
peta pendaftaran dengan melakukan clean up dan membangun topologi
bidang tanah. Data spasial dapat dilekati informasi tekstual apabila
bidang atau feature geometri tersebut sudah dibangun topologinya.
Topologi dapat dilakukan jika feature geometri tersebut bebas dari
kesalahan plotting/penggambaran seperti overshoot, undershoot,
dangdling, pseudonode, duplikasi, silver, dan sebagainya. Proses
pembersihan dilakukan dengan Clean-Up menggunakan software
AutoCad Map atau FASAS maupun GeoKKP.
3. Inventarisasi/Pendataan data P4T bidang tanah
25
Inventarisasi dilakukan dengan mewawancarai anggota masyarakat yang
pada saat ini menguasai atau memiliki bidang tanah, sekaligus
mengidentifikasi penggunaan dan pemanfaatan tanah pada bidang tanah
tersebut. Hasil wawancara tersebut diisikan pada Formulir Data Primer
P4T sebagaimana terlampir.
4. Pengumpulan Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder adalah pengumpulan data yang berisikan
gambaran umum dan potensi desa yang diperoleh dari kantor desa lokasi
IP4T dan atau data profil desa dari Kantor Badan Pusat Statistik (BPS)
setempat. Data sekunder nantinya digunakan untuk penyusunan laporan
IP4T per desa/kelurahan.
5. Pengolahan Data
Data Primer P4T dan data sekunder hasil kegiatan di lapangan
selanjutnya diolah atau ditabulasi. Pengolahan data menggunakan format
*.xls (Excel). Pengolahan data dapat juga dilakukan dengan perangkat
lunak sistem Manajemen Basis Data (SMBD) seperti Ms. Acces, atau
dapat juga dikembangkan dengan perangkat lunak yang lain. Seperti
mysql, sqlserver.
6. Penggabungan (Merger) Data Spatial dan Data Tekstual
Data tekstual hasil pemdataan P4T yang dilaksanakan oleh satgas
Pendataan dan data spasial hasil pengukuran dan pemetaan yang
dilaksanakan oleh satgas pengukuran dan pemetaan untuk selanjutnya
dilakukan integrasi data.
Integrasi data spasial dan data tekstual merupakan kegiatan
penggabungan antara peta bidang-bidang tanah dengan data P4T hasil
pendataan dengan menggunakan field kunci, yaitu NIB atau nomor
identitas lain, sepanjanng dokumen itu bisa dipertanggungjawabkan.
Penggabungan data dilaksanakan dengan menggunakan software
ArcGIS.
7. Analisa Data P4T Per Desa/Kelurahan
26
Analisa Data P4T Per Desa/Kelurahan/Dusun adalah kegiatan
kategorisasi dan perhitungan-perhitungan terhadap hasil pengolahan data
primer dan data sekunder per dusun menggunakan sistem informasi yang
ada untuk memperoleh informasi tentang :
a. Gambaran penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan
tanah;
b. Struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan
tanah;
c. Potensi obyek landreform (tanah kelebihan maksimum, tanah
absente, tanah bekas swapraja dan tanah-tanah yang telah ditegaskan
sebagai tanah obyek landreform) serta tanah-tanah garapan yang
berstatus tanah negara.
d. Potensi legalisasi asset dan kegiatan pertanahan lainnya di
desa/kelurahan yang bersangkutan.
27
BAB III
GAMBARAN UMUM WILAYAH
A. Geografis desa
Kalurahan Banjararum berdiri pada tahun 1947 yang merupakan
salah satu desa/kalurahan yang ada di Kecamatan Kalibawang, Kabupaten
Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Letak Kalurahan Banjararum
dengan Pusat Pemerintahan Kecamatan Kalibawang sejauh 7 km, jarak
dengan Pusat Kabupaten Kulon Progo sejauh 20,6 km, sedangkan jarak
dengan Ibu Kota Provinsi sejauh 23,4 km. Batas administrasi Kalurahan
Banjararum dengan kalurahan di sekitarnya yaitu sebagai berikut :
(Profil Desa Banjararum, 2019)
Sebelah Utara : Kalurahan Banjarasri dan Kalurahan Banjarharjo,
Kecamatan Kalibawang
Sebelah Timur : Sungai Progo, Kabupaten Sleman
Sebelah Selatan : Kalurahan Pendoworejo, Kecamatan Girimulyo
dan Kalurahan Kembang, Kecamatan Nanggulan
Sebelah Barat : Kalurahan Purwosari, Kecamatan Girimulyo dan
Kalurahan Purwoharjo, Kecamatan Samigaluh
28
potensi di sektor pertanian yang cukup besar mengingat wilayahnya di
dominasi pada usaha pertanian.
B. Kependudukan
1. Keadaan penduduk berdasarkan jenis kelamin
Keadaan jumlah penduduk pada setiap tahunnya tentunya
mengalami perubahan, hal tersebut disebabkan karena kematian
29
kelahiran serta perpindahan penduduk. Jumlah penduduk Kalurahan
Banjararum tercatat berjumlah 9.251 jiwa yang terbagi dalam 2.750
KK. Tabel 2. 1 Keadaan penduduk di Kalurahan Banjararum menurut
jenis kelamin
30
No Nama Laki-Laki Perempuan Jumlah
2 Belum Tamat Sd 389 515 904
3 Tamat Sd 889 1.074 1.963
4 Tamat Smp 699 697 1.396
5 Tamat Sma 1.498 1.360 2.858
6 Diploma I/II 20 27 47
7 Diploma Iii 53 92 145
8 Srata I 230 295 525
9 Srata II 13 7 20
Jumlah 4.521 4.730 9.251
Sumber : Sistem Informasi Kalurahan Banjararum Tahun 2020
32
10. Peternak 0 1 1
11. Industri 0 2 2
12. Konstruksi 2 3 5
13. Karyawan Swasta 595 389 984
14. Karyawan BUMN 10 5 15
15. Karyawan BUMD 2 2 4
16. Karyawan Honorer 4 3 7
17. Buruh Harian Lepas 92 14 106
18. Buruh Tani/Perkebunan 34 15 49
19. Pembantu Rumah 0 2 2
Tangga
20. Tukang Batu 1 0 1
21. Tukang Kayu 2 0 2
22. Tukang Jahit 0 3 3
23. Wartawan 0 1 1
24. Dosen 4 0 4
25. Guru 16 60 76
26. Dokter 3 6 9
27. Bidan 0 5 5
28. Perawat 1 11 12
29. Apoteker 1 1 2
30. Sopir 28 0 28
31. Pedagang 24 113 137
32. Perangkat Desa 35 5 40
33. Wiraswasta 567 252 819
34. Lainnya 1 1 2
Jumlah 4.521 4.730 9.251
Sumber : Sistem Informasi Kalurahan Banjararum Tahun 2020
33
sebagai lahan pertanian/ladang. Hal tersebut berarti Kalurahan
Banjararum memiliki potensi pertanian yang sangat tinggi. (Statistik
Penduduk Menurut Pekerjaan, 2021)
C. Sosial
Struktur Komunitas
Struktur sosial pada suatu komunitas dapat ditinjau dari beberapa aspek
yaitu :
1. Pelapisan Sosial
Sistem pelapisan sosial dalam masyarakat dapat terjadi dengan
sendirinya dalam proses pertumbuhan masyarakat, namun dapat juga
terjadi dengan sengaja, disusun untuk mengejar suatu tujuan bersama.
Pelapisan sosial penduduk Kalurahan Banjararum terbentuk karena
adanya penghargaan terhadap hal –hal sebagai berikut:
a. Kekayaan/kepemilikan barang-barang seperti bangunan rumah,
mobil dan sebagainya. Orang akan memandang mereka dapat
dimintai bantuan finansial sewaktu waktu dibutuhkan misalnya
sebagai donatur dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan dan atau
dapat menolong apabila ada yang sedang mengalami kesulitan.
b. Kepemimpinan formal seperti Ketua RT, RW, Kepala Dukuh,
Kepala Desa, biasanya peranannya menyangkut hal-hal yang
bersifat prosedural administrasi seperti pembuatan KTP,
pengesahan surat-surat yang mensyaratkan pengesahan dari Kepala
Desa dan sebagainya
c. Keaktifan dalam kegiatan keagamaan/kemasyarakatan, yang biasa
disebut pemimpin informal, hal ini terbentuk karena adanya para
pendukung yang menokohkan seseorang, seperti mereka yang
memimpin suatu kelompok keagamaan (ustad), kelompok
pendidikan (guru), kelompok usaha (bapak angkat), kelompok
pemanfaat dana PPK dan sebagainya.
34
d. Pendidikan formal yang pernah ditempuh, masyarakat memandang
mereka yang berhasil menyelesaikan pendidikan formal pada
tingkat tertinggi, merupakan orang yang pantas dimintai saran atau
sebagai tempat bertanya.
e. Pekerjaan seseorang, masyarakat Kalurahan Banjararum
memandang jenis pekerjaan sebagai karyawan baik PNS,
TNI/POLRI maupun swasta sebagai orang yang sudah mapan.
f. Usia seseorang/pinisepuh, berdasarkan adat yang ada di
Yogyakarta, masyarakat akan selalu menghormati orang yang lebih
tua, dengan kata lain orangtua dianggap sebagai ”pepunden” (orang
yang didudukan pada posisi di atas)
Dalam kehidupan sehari-hari, pelapisan sosial tersebut tidak
menimbulkan terjadinya konflik dan justru mewarnai kehidupan,
interaksi sosial terjalin sesuai norma-norma yang berlaku di
masyarakat.
2. Jejaring Sosial dalam komunitas.
Jejaring sosial kepemimpinan formal di tingkat desa dalam
membangun hubungan dengan masyarakat terjalin melalui 26 Kepala
Dukuh, 52 Ketua Rukun Warga, sedang masing-masing Rukun Warga
menjalin hubungan dengan 104 Ketua Rukun Tetangga masing-
masing, dan Ketua Rukun Tetangga membangun hubungan dengan
warga masyarakatnya melalui pertemuan-pertemuan yang
diselenggarakan sebulan sekali. Jejaring sosial yang terbentuk antara
pemimpin formal dan informal, terjalin dalam bentuk komunikasi yang
sifatnya informal dalam konteks kepentingan yang menyangkut
persoalan kehidupan sehari hari.
Dalam kaitan dengan Program Pengembangan Kecamatan, yang
dikelola oleh warga masyarakat yang difasilitasi pihak Kecamatan
melalui Unit Pengelola Kegiatan mendapat dukungan dari berbagai
pihak seperti Kepala Desa dengan membentuk Tim Pelaksana
Kegiatan, Ketua LPMD, Kepala Dukuh, Pengurus RW, Pengurus RT,
35
Tokoh masyarakat, dan lembaga-lembaga lain dari masyarakat untuk
masyarakat dan dijalankan oleh masyarakat.
Dengan adanya dana PPK pemerintah desa dapat memfasilitasi
penduduk yang tidak mempunyai pekerjaan tetap dan tidak memiliki
lahan, pemerintah desa memberi kesempatan berusaha melalui
menggarap lahan kas desa dengan sistem bagi hasil. Di samping itu
dari tokoh masyarakat (pemilik modal) juga memberi kesempatan
berusaha melalui beternak sapi, juga dengan sistem bagi hasil. (Peta
Sosial Desa Banjararum, 2021)
D. Pertanian
1. Keadaan petani menurut status usahatani
Petani merupakan pelaku utama dalam kegiatan pertanian. Petani
biasanya menggunakan lahan milik sendiri maupun lahan milik orang
lain dan bahkan hanya bekerja sebagai tenaga bayaran untuk
melakukan berbagai kegiatan usahatani. Keadaan petani di Desa
Banjararum berdasarkan status.
36
perempuan yaitu sebanyak 2.391 laki-laki dan 1.804 perempuan.
Petani di Desa Banjararum lebih banyak sebagai petani dan bukan
buruh tani, sehingga hal itu memungkinkan petani lebih leluasa
mengoptimalkan lahan pertanian karena lahan milik sendiri.
2. Hasil tanaman pangan dan hortikultura menurut komoditas pada tahun
2016
Tanaman pangan dan hortikultura merupakan sektor pertanian yang
paling banyak diusahakan oleh para petani, terutama petani yang
memiliki luas lahan yang sempit. Hal itu karena dengan luas lahan
yang sempit maka petani akan memiliki kesempatan menghasilkan
keuntungan yang lebih besar jika mengusahakan tanaman yang
sifatnya musiman, sehingga lahan akan dapat digunakan secara
berulang kali dalam satu tahun. Hal ini berbeda dengan usaha tanaman
perkebunan yang sifatnya tahunan dan tentunya membutuhkan luasan
lahan yang luas
E. Ekonomi
Faktor yang sangat berpengaruh terhadap sistem perekonomian
suatu daerah adalah peran pemerintah daerah, swasta dan masyarakat itu
sendiri. Ketiga pilar ini apabila dapat bekerjasama secara sinergis akan
menentukan keberhasilan perekonomian daerah tersebut. Kondisi sistem
ekonomi di Desa Banjararum, dari unsur pemerintah dapat dikatakan
sudah memberikan fasilitas berupa bantuan modal bergulir bagi
masyarakat ekonomi lemah yang tergabung dalam kelompok- kelompok
usaha seperti kelompok pemanfaat PPK, Dana IDT dan lain-lain.
Demikian juga pihak swasta telah berpartisipasi dalam bentuk
penyediaan lapangan kerja seperti sebagai bapak angkat dalam hal
pertanian, dalam arti petani yang dipandang sudah berhasil akan
membimbing patani pemula dari proses pengadaan modal, pengolahan
lahan sampai ke pemasaranan hasil, terutama palawija, dan cabe. Mata
pencaharian penduduk
37
Desa Banjararum relatif heterogen, hal ini disebabkan karena letak
wilayahnya yang relatif strategis sehingga penduduknya mempunyai
banyak pilihan mencari sumber penghidupan.
Sebagai penunjang sistem perekonomian masyarakat desa
Banjararum, pemerintah melengkapinya dengan fasilitas perdagangan
yang berupa ; 1 buah pasar dengan 12 kios, dan 11 buah toko, 53 warung,
dan 21 kaki lima, sedang di bidang jasa terdapat BRI, koperasi simpan –
pinjam. Di samping itu dengan adanya PPK, masyarakat yang bermata
pencaharian di bidang jasa, mendapat pinjaman modal usaha, antara lain
dapat digunakan untuk membeli hasil bumi dari pohonnya (nebas) untuk
dijual di pasar. (Sistem Ekonomi Desa Banjararum , 2021)
38
BAB IV
PELAKSANAAN
A. Tahap Perencanaan
a. Lokasi Kerja
Pengolahan dan Analisis Data P4T Lokasi kegiatan Praktik Kerja
Lapangan II P4T Kelompok 31 dilaksanakan di Sekolah Tinggi
Pertanahan Nasional (STPN) dengan mengolah data hasil P4T tahun
2017-2019 di Kalurahan Banjararum Kapanewon Kalibawang Kabupaten
Kulon Progo , Daerah Istimewa Yogyakarta.
b. Gambaran Umum Data Awal
Data yang tersedia di Kalurahan Banjararum Kapanewon
Kalibawang terdiri dari 16 padukuhan diantaranya ; Degan I, Degan II,
Ngepikrejo I, Ngepikrejo II, Kagongan, Ngentak A, Ngentak B,
Kedondong I, Kedondong II, Semakan I, Semaken II, Semaken III,
Jagobayan, Kisik, Kamesu, dan Sayangan I. Masing-masing padukuhan
memiliki data SHP dan tabel Excel.
Data Excel yang tersedia terdiri dari beberapa atribut diantaranya :
No, Nama , NUB , NIK , Nama , Pemilikan, Penguasaan,Penggunaan,
Pemanfaatan, Domisili, Nama Dusun, Kluster, Asuransi, Jenis Perolehan,
Jenis Hak, Sengketa , Potensi TORA, IMB , Kondisi Bangunan, Tanah
Terlantar,dan Luas. Kemudian untuk data dari referensi lain
menggunakan : Citra Google Satelit Maps dari UMD , data RT-RW Kab.
Kulon Progo tahun 2019 , dan data dari Peta RBI.
39
c. Pembagian Tugas
40
1. Membuat Peta Potensi Konflik dan
Indriana Diani 19/08/2021- 25/08/2021
Putri Peta Pemilikan
2. Laporan PKL BAB III
3. Penyusunan Dashboard Peta hasil
IP4T
41
NO RENCANA Output Penanggungjawab
KEGIATAN Hari Hari Hari Hari Hari Hari Hari Hari Hari ke- Hari Hari ke-11
ke-1 ke-2 ke-3 ke-4 ke-5 ke-6 ke-7 ke-8 9 ke-10
42
2 Mengolah dan menganalisis data spasial dan atribut atribut
2. Shp Desa
Banjararum
43
B. Pengolahan dan Analisis Data P4T
Sumber data yang digunakan adalah data Excel dan data SHP setiap
dusun, masing-masing dusun sudah terdapat data tersebut. Data yang
digunakan kelompok kami adalah Kalurahan Banjararum Kapanewon
Kalibawang , Kulon Progo. Cara pengolahannya untuk menjadikan Peta-peta
sesuai tema , sebagai berikut :
a) Membuka data excel setiap dusun kemudian merapikan atribut disetiap
kolom ;
b) Kemudian data excel per dusun tersebut digabung menjadi satu dengan
format penamaan kolom yang sama , seperti gambar dibawah ini ;
44
o Pemanfaatan : Untuk kegiatan ekonomi, Untuk produksi pertanian,
Untuk usaha jasa , Untuk pemanfaatan tempat tinggal, dan Tidak ada
pemanfaatan;
o Potensi TORA : Bukan Potensi Tora , Potensi Tora , dan Tidak ada
data.
o Dan sebagainya .
d) Setelah excel tersusun rapi maka langkah selanjutnya adalah
memasukkan data excel tersebut ke arcgis, sebelumnya mengabungkan
dulu data SHP per dusun menjadi per desa dengan menggunakan tools
“Marge”.
e) Setelah di Marge maka datanya menjadi 1 shp dalam satu desa dengan
menggunakan acuan data kolom NUB . Kemudian klik kanan pada layer
desa tersebut , Klik Join and reletes-Join , hasilnya data akan ter export
dari excel ke format shp dengan mengecek data atribut tabel.
45
g) Setelah itu atur simbology pada peta dengan klik kanan pada shp
tersebut- properties- simbology- catagories-dengan values kolom yang
diinginkan.
h) Maka data shp tampilannya akan berubah sesuai dengan yang kita atur
tadi.
46
i) Langkah terakhir adalah pembuatan frame peta sesuai kaidah Kartografi
, dengan unsur unsurnya sebagai berikut ;
47
C. Pengolahan dan Analisis Data P4T
48
22 SEMAKEN II 20
23 SEMAKEN III 36
24 SENTUL 62
25 SOROTANON 44
TOTAL 1180
Terdaftar
Kelompok Hak Guna Tidak Ada
Hak Milik Hak Wakaf Hak Pakai
No Luas Bangunan Jenis Hak
. Pemilikan ∑ ∑
∑ ∑ Luas m² ∑ ∑ Luas ∑ ∑ ∑ Luas
Tanah ∑ Bid Luas Luas
Bid ± Bid m² ± Bid Bid m² ±
m² ± m² ±
1 0-500 554 184463 - - 3 617 2 403 234 75447
2 501-1000 729 521574 1 666 2 1521 1 757 213 154781
3 1001-5000 650 1204314 1 2018 3 4503 3 4811 228 407057
4 5001-10000 20 129519 - - 1 6122 - - 7 40403
5 >10000 2 23250 - - - - - - 2 90654
6
Total 1955 2063120 2 2684 9 12763 5971 684 768342
Belum Terdaftar
Kelompok Luas Tidak Ada Data
Letter C Belum
No. Pemilikan Tidak Ada Data
Turun Waris
Tanah
∑ ∑ Luas ∑
Bid m² ± ∑ Bid ∑ Luas m² ± Bid ∑ Luas m² ±
1
0-500 5 1654 285 92388 21 5556
2
501-1000 9 5852 356 261540 16 12091
3 1001-5000 20 54097 529 1015462 14 25057
4 5001-10000 - - 28 175980 - -
5 >10000 - - 6 122264 - -
49
Tabel 4.4 Struktur Kepemilikan di Kalurahan Banjararum
Pemilik tanah adalah subyek tanah yang secara nyata menguasai, memiliki
dan memanfaatkan tanah dengan luas bidang tanah yang dimilikinya. Kelompok
bidang tanah yang sudah terdata dikompilasi dan dianalisis yang disesuaikan
dengan luas kepemilikan tanahnya dengan memperhatikan luasan kepemilikan
tanah terkecil dan luasan terbesar pada suatu wilayah tersebut.
Untuk tanah yang belum terdaftar terdapat data ‘Letter C belum Turun
Waris’ yang berarti sertipikat tersebut belum diturunwariskan kepada pemilik
tanah yang baru. Data tersebut, merupakan data dari Dusun Ngentak yang
berjumlah 34 bidang dengan jumlah luas bidang keseluruhannya sebanyak 61.603
m². Terdapat juga tanah belum terdaftar yang jenis haknya kosong atau tidak ada
data, sebanyak 1.204 bidang. Kemudian dari tabel di atas juga terdapat data
kepemilikan yang kosong, baik jenis kepemilikannya maupun jenis haknya
sejumlah 51 bidang dengan jumlah keseluruhan bidangnya sebanyak 42.704 m².
50
c. Penguasaan Tanah
Rentang Luas Bidang Luas Bidang Luas Bidang Luas Bidang Luas Bidang
51
Total 3.552.992 3.326 441.535 260 242.991 47 90.710 85 296.593 227
Total
Bidang 3945
Total Luas 4.624.821
Berdasarkan dari table diatas ± 84% bidang tersebut dikuasai secara
pribadi atau dikuasai langsung oleh pemiliknya. Kondisi ini terjadi karena
pemiliknya berdomisili langsung di desa tersebut. Sebanyak ±39,11% bidang yang
dikuasai langsung oleh pemiliknya dimanfaatkan dibidang produksi
pertanian.Walaupun demikian terdapat juga bidang yg dimiliki oleh pemiliknya
namun pemiliknya diberada di luar desa. Pada penguasaan yang dilakukakn oleh
orang lain bias dikarenakan pemiliknya yang berdomisili di luar desa sehingga
memberika penguasaan tersebut kepada orang lain sehingga tanah tersebut masih
dapat menghasilkan dan tidak dikategorikan sebagai tanah terlantar, dengan
perjanjian atau kesepakatan yang telah disetujui oleh kedua belah pihak. Selain itu
terdapat tanah yang dikuasai oleh orang namun pemiliknya merupakan orang lain,
itu bisa dikarenakan bidang tersebut belum dibalik nama sehingga pemiliknya
pada sertipikat masih dimiliki orang lain atau pemegang tanah pertama.
52
53
d. Struktur Penguasaan
Penggunaan tanah di Kalurahan Banjararum seluas ± 143,45 Ha adalah sebagai lahan pertanian. Lahan banyak
dimanfaatkan sebagai sawah. Penggunaan tanah sawah tersebar hampir merata di seluruh bagian desa.
54
Lahan pertanian di wilayah ini tidak semuanya dimiliki oleh
penduduk Kalurahan Banjararum. Sebagian pemilik sawah tersebut ada
yang berada di luar wilayah kalurahan ini, tetapi penggarapnya adalah
warga Kalurahan Banjararum atau sebaliknya. Namun ada juga pemilik
sawah warga kalurahan Banjararum yang mengusahakan sendiri
tanahnya. Penguasaan oleh pihak lain tersebut dapat dilakukan dengan
cara bagi hasil maupun sewa-menyewa. Meskipun demikian, sektor
pertanian sangat berperan di wilayah dusun ini karena memberi lapangan
pekerjaan bagi warga yang berprofesi sebagai buruh tani.
Untuk tanah perumahan/pekarangan mayoritas penguasaannya oleh
pemilik. Hanya sebagian kecil saja bidang tanah yang dikuasai oleh
bukan pemilik secara legal yaitu melalui sewa/kontrak. Bidang tanah
yang dikuasai oleh pihak lain secara legal (sewa) biasanya pemiliknya
berada di luar wilayah Kalurahan Banjararum.
Sewa tanah yang terjadi di Kalurahan Banjararum ini tentunya
memberikan keuntungan. Dengan mengusahakan tanah tersebut tentu
pemanfaatan tanah menjadi lebih efektif, tidak ada tanah yang tidak
diusahakan serta mencegah terjadinya tanah terlantar. Penguasaan tanah
melalui sewa tersebut biasanya dimanfaatkan untuk usaha seperti
membuka toko dan warung, serta ada yang pemanfaatannya sebagai
rumah tinggal.
e. Penggunaan Tanah
55
430 bidang dengan total luas 566.467 m². Penggunaan tanah untuk
tanaman keras sebanyak 89 bidang dengan total luas 115.612 m2.
Penggunaan tanah untuk tanaman musiman sebanyak 100 bidang dengan
total luas 148.562 m2. Penggunaan tanah untuk tanaman musiman
sebanyak 100 bidang dengan total luas 148.562 m2. Penggunaan tanah
untuk tagalan/ladang sebanyak 142 bidang dengan total luas 147.148 m2.
Penggunaan tanah untuk ruang usaha sebanyak 60 bidang dengan total
luas 61.972 m2. Penggunaan tanah untuk fasilitas umum sebanyak 35
bidang dengan total luas
56
49.753 m2. Penggunaan tanah untuk terlantar sebanyak 67 bidang dengan total luas 67.793 m2. Penggunaan tanah untuk
tanah kosong sebanyak 362 bidang dengan total luas 354.840 m2. Dan penggunaan tanah untuk lainnya (tidak ada data)
sebanyak 521 bidang dengan total luas 596.636 m2. Dari uraian diatas dapat dilihat lebih jelas pada tabel dibawah ini :
2 501 - 1000 m² 410 292470 344 246118 161 118728 26 20645 24 18218
3 1001 - 5000 m² 361 640861 422 830507 173 345695 42 81605 56 110889
Total m² 1.169 1.122.222 970 1.393.816 430 566.467 89 115.612 100 148.562
57
Lanjutan Tabel 4.7 Penggunaan Tanah di Kalurahan Banjararum
2 501 - 1000 m² 47 34109 15 11120 11 7862 15 9790 117 86730 157 112992
3 1001 - 5000 m² 58 101256 26 45433 5 6658 27 50129 122 212224 156 292062
Total m² 142 147.148 60 61.972 35 49.753 67 67.793 362 354.840 521 596.636
58
Berdasarkan pada tabel diatas dapat diketahui sebagian besar lahan
di Desa Banjararum Penggunaan tanahnya untuk kegiatan pertanian,
yaitu untuk lahan sawah yang menggunakan irigasi maupun kebun
campuran dan ladang. Desa Banjararum memiliki potensi sektor
pertanian yang cukup besar mengingat sebagian besar wilayahnya
digunakan untuk usaha pertanian yang dilakukan oleh petani itu sendiri.
Jika dilihat pada data pemilikan berdasarkan mata pencaharian, dapat
diketahui jika mayoritas status petani ialah sebagai petani atau bukan
beruh tani sehingga hal itu memungkinkan petani lebih leluasa
mengoptimalkan lahan pertanian karena lahan milik sendiri. Pada lahan
pertanian, ada aturan yang mengatur batas maksimum dan/atau minimum
tanah yang boleh dipunyai dengan sesuatu hak pada PERPPU No 56
tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian pasal 1 ayat (1):
“Seorang atau orang-orang yang dalam penghidupannya merupakan satu
keluarga bersama-sama hanya diperbolehkan menguasai tanah pertanian,
baik milik sendiri atau kepunyaan orang lain ataudikuasai seluruhnya
tidak boleh lebih dari 20 hektar, baik sawah, tanah kering maupun sawah
dan tanah kering”. Dengan demikian, Desa Banjararum tidak melebihi
batas maksimum luas tanah yang diatur pada PERPPU No 56 tahun 1960
tersebut karena maksimum luas tanah pertanian pada Desa Banjararum
dibawah 20 hektar.
Pada Tahun 2016 Tanaman pangan dan hortikultura
merupakan sektor pertanian yang paling banyak diusahakan oleh para
petani, terutama petani yang memiliki luas lahan yang sempit. Hal itu
karena dengan luas lahan yang sempit maka petani akan memiliki
kesempatan menghasilkan keuntungan yang lebih besar jika
mengusahakan tanaman yang sifatnya musiman, sehingga lahan akan
dapat digunakan secara berulang kali dalam satu tahun. Hal ini berbeda
dengan usaha tanaman perkebunan yang sifatnya tahunan dan tentunya
membutuhkan luasan lahan yang luas. Hasil tanaman pangan dan
hortikultura di Desa Banjararum pada tahun 2016 antara lain : Jagung
59
dengan luas tanam 25,00 ha produksi sebanyak 75 ton ; Kacang kedelai
dengan luas tanam 295,50 ha produksi sebanyak 383,50 ton ; Kacang
tanah dengan luas 3,00ha produksi sebanyak 4,35 ton ; Kacang panjang
dengan luas 1,50ha produksi sebanyak 9,2 ton ; Padi dengan luas 295,50
ha produksi sebanyak 4.137 ton ; Ubi kayu dengan luas 40,00 ha
produksi sebanyak 686ton ; Ubi jalar dengan luas 4,00ha produksi
sebanyal 32ton ; Cabai dengan luas 10,00ton produksi sebanyak 12,4 ton
; Tomat dengan luas 1,50ha produksi sebanyak 5ton ; Semangka dengan
luas 6,00 ha produksi sebanyak 138 ton ; Melon dengan luas 5,00 ha
produksi sebanyak 75 ton.
60
f. Pemanfaatan Tanah
0-500 425 137056 361 124537 19 5419 14 3650 129 41125 25 7874 114 35914
501-1000 422 301308 632 458266 13 9565 10 7254 100 74927 15 921 113 81767
1001-
5000 366 641643 817 1599632 26 45433 5 6658 80 137529 27 50129 105 197276
5001-
10000 11 64411 37 238216 0 0 3 17973 1 6580 0 0 3 19419
JUMLAH 1224 137056 1855 2624852 58 60417 33 48672 311 278991 67 58924 335 334376
61
Dari peta pemanfaatan tanah dapat di analisis untuk pemanfaatan tempat
tinggal biasanya terletak berkelompok di wilayah tertentu karena biasanya orang
menilai tanah yang akan dijadikan tempat tinggal seperti ketersediaan fasilitas
umum, dekat dengan berbagai jenis usaha sehingga memudahkan untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari, sedangkan biasanya tempat usaha terletak
dekat dengan jalan besar/jalan yang dipakai untuk lintas kabupaten. Jadi,
pemanfataan tanah di desa Banjararum yang dilakukan sensus pada 16 dusun,
1,47% bidang digunakan sebagai ruang usaha karena dekat dengan jalan besar
dan 31% digunakan sebagai tempat tinggal.
g. Potensi Konflik
Keterangan
Kelompok
Luas Tidak Ada
No. Sengketa
Pemilikan Sengketa Tidak Ada Data
Tanah ∑ Luas ∑ ∑ Luas
∑ Bid ∑ Bid ∑ Luas m² ±
m² ± Bid m² ±
1 0-500 3 2492 718 239405 386 121123
2 501-1000 2 4435 958 690705 366 265585
3 1001-5000 - - 1026 1945466 420 767418
5001-
4 - -
10000 43 270735 13 81289
5 >10000 - - 8 145514 2 90654
Total 5 6927 2753 3291825 1187 1326069
Jumla
Keteranga h Persentas
n Bidan e (%)
No. g
1 Sengketa 5 0,3
Tidak Ada
2 Sengketa 2753 69,7
Tidak Ada
3 Data 1187 30
Total 3945 100
62
memiliki sengketa, yaitu diantaranya pada Dusun Kedondong I terdapat 2
bidang, Semaken II terdapat 1 bidang, Kagongan terdapat 1 bidang, dan
Jagobayan terdapat 1 bidang dengan total bidang keseluruhannya adalah
6.927 m². Bidang yang tidak ada sengketa cukup banyak, yaitu kurang
lebih terdapat 2.753 bidang yang tersebar di Kalurahan Banjararum.
Sedangkan untuk tidak ada data terdapat 1.187 bidang. Hal tersebut dapat
disimpulkan bahwa pada Kalurahan Banjararum masih terdapat bidang
yang masih memiliki konflik/sengketa, namun lebih dari 69% bidang di
Kalurahan Banjararum tidak memiliki konflik/sengketa. Ada dua cara
yang dapat dilakukan untuk mengatasi sengketa tanah. Pertama, sengketa
tanah bisa diselesaikan lewat pengadilan. Kedua, sengketa tanah dapat
diselesaikan tanpa melalui pengadilan atau dengan cara kekeluargaan.
63
h Tanah negara dalam - -
. penguasaan
masyarakat/pemerintah
64
Dengan demikian, dengan diperoleh data tersebut di wilayah ini
hendaknya dapat menjadi masukan bagi pemerintah khususnya Badan
Pertanahan Nasional untuk dapat secara aktif memberikan penyuluhan
serta meninventarisis tanah – tanah yang teridentifikasi sebagai tanah
Absentee.
i. Pemilikan Tanah Berdasarkan Mata Pancaharian
65
optimal maka dapat memberikan hasil yang optimal pula dan dapat
meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat yang mengusahakannya.
66
berupa peningkatan kemampuan jaminan kredit/pembiayaan pada
perbankan atau koperasi, dalam rangka pengembangan usaha. Sasaran
Program adalah Usaha Mikro dan Kecil calon/atau debitur Bank atau
Koperasi yang membutuhkan tambahan plafon kredit/pembiayaan yang
secara teknis dinyatakan layak (feasible) akan tetapi jaminan ha katas
tanahnya belum terdaftar atau belum bersertipikat. Pasal 2 dan 3
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor
3 Tahun 2008 Tentang Petunjuk Teknis Program Pemberdayaan Usaha
Mikro dan Kecil Melalui Kegiatan Sertipikasi Hak Atas Tanah untuk
Peningkatan Akses Permodalan.
67
j. Peta Indikasi Tanah Terlantar
Dari data tabel 3.5. di atas menunjukan bahwa terdapat Indikasi Tanah
Terlantar di Kalurahan Banjararum, Kapanewon Kalibawang, Kabupaten
Kulon Progo
Mengenai Objek tanah terlantar yaitu meliputi tanah hak milik, hak
guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, Hak Pengelolaan, dan tanah
yang diperoleh berdasarkan Dasar Penguasaan Atas Tanah. Dari survai
Kalurahan Banjararum data objek tanah terlantar yang diperoleh sebagai
berikut :
68
Tabel 4.13 Objek Tanah Terlantar
No Indikasi Jumlah Bidang Jenis Hak
1 Tanah Terlantar 58 Hak Milik
Maka dari itu tanah hak milik menjadi objek penertiban Tanah Telantar
di Kalurahan Banjararum jika dengan sengaja tidak dipergunakan, tidak
dimanfaatkan, dan/atau tidak dipelihara sehingga :
69
besar angka kepadatan penduduk tersebut berarti semakin kecil jatah
ruang atau lahan untuk hidup setiap orang (jiwa) penduduk di wilayah
tersebut. Hal ini karena persebaran penduduk akan menentukan
persebaran pembangunan di suatu wilayah. Selain itu persebaran
penduduk akan memberikan informasi mengenai kesejateraan penduduk
yang ada di suatu wilayah tersebut.
Rumus Mencari Kepadtan penduduk aritmatik:
70
23 SEMAKEN III 201 196 397 36 11
24 SENTUL 253 229 482 62 8
25 SOROTANON 115 119 234 44 5
JUMLA
H 4583 4818 9401 1180 248
Dapat dilihat dari data diatas bahwa pada Kalurahan Banjararum belum
terjadi pemerataan penduduk, dimana pada wilayah Padukuhan yang lebih luas
persebaran penduduknya masih sedikit dan pada wilayah Padukuhan yang
luasnya lebih kecil persebaran penduduknya lebih padat. Sehingga jatah ruang
atau lahan untuk tempat tinggal di wilayah tersebut ada tidak merata.
71
Tabel 4.15 Kepemilikan dalam wilayah semapadan Sungai Progo.
Belum
Tidak Ada Data
Bersertipikat dan Bersertipikat dan Tidak masuk
dan Masuk
Masuk Sempadan Masuk sempadan
Sempadan
Sempadan
Rentan
g Luas Bidang Luas Bidang Luas Bidang Luas Bidang
501-
1000 67.360 90 36.438 48 890 1 854.094 1188
1001- 172.97
5000 292.273 154 6 91 5.584 3 2.246.486 1200
5001-
10000 44.830 7 54.117 9 0 0 253.077 40
280.64
Total 441.475 294 5 170 7.207 6 3.895.494 3475
72
aturan pada PP No 38 Tahun 2011 harus segera ditindak lanjuti
mengingat daerah sempadan sungai merupakan daerah lindung untuk
menjaga kelestarian dari sungai tersebut dan menjauhkan dari bencana
seperti banjir.
Pemanfaatan
2 2
19
75
221
122
73
Dalam Permen PU No 63 Tahun 1993 pada Pasal 1 Ayat (1) mengizinkan
pemanfataan berupa :
rambu-rambu pekerjaan.
d. Untuk pemasangan rentangan kabel listrik, kabel telepon dan pipa air minum
g. Untuk pembangunan prasarana lalu intas air dan bangunan pengambilan dan
pembuangan air.
74
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
75
Penggunaan tanah cukup bervariasi dengan adanya 9 (Sembilan) kategori
penggunaan tanah yaitu: Perkampungan, Sawah Irigasi, Kebun Campuran,
Tanaman Keras,Tanaman Musiman, Tagalan/Ladang, Ruang Usaha, Fasilitas
Umum, dan Tanah Kosong. Namun ada sebanyak ± 521 bidang yang tidak
ada penggunaannya. Pemanfaatan tanah di Kalurahan Banjararum dominan
dijadikan untuk lahan produksi pertanian yakni sebanyak 1.855 bidang
dengan jumlah luas ± 262 Ha.
B. Saran
a. Pelaksanaan PKL IP4T ini alangkh lebih baiknya dilaksanakan secara
luring namun mengingat kondisi saat ini PKL IP4T tahun ini
dilaksanakan secara daring atau dilaksanakan di Kampus STPN,
sehingga kelompok kami kurang memahami situasi dan sulit
mengumpulkan data terbaru dari Kalurahan Banjararum.
b. Raw Data yang didapat oleh tarunah hendaknya dilakukan standarisasi
terlebih dahulu agar tidak terjadi kesalahan dalam proses pengolahan data
hingga penggabungan data.
c. Pemerintah hendaknya lebih aktif mensosialisakikan program
pensertipikatan bidang tanah tujuannya agar bidang tanah yang belum
terdaftar di Kalurahan Banjararum terjamin kepastian hukum.
76
d. Kriteria pada bidang tanah Obyek Land Reform akan lebih baik jika
mengikuti kriteria yang ada sesuai Juknis IP4T yang terbaru tidak hanya
mencantumkan satu kriteria.
DAFTAR PUSTAKA
77
http://banjararum-kulonprogo.desa.id/index.php/first/statistik/106
Timomor, R. A. (2014). Mengenal Pengertian, Fungsi dan Jenis Sertifikat Tanah.
Retrieved from https://www.rumah123.com/panduan-properti/tips-
properti-73855-mengenal-pengertian-fungsi-dan-jenis-sertifikat-tanah-
id.html
LAMPIRAN
78
79
Lampiran. 1 Peta Administrasi Desa
80
Lampiran. 2 Peta Pemilikan Tanah
81
Lampiran. 3 Peta Penguasaan Tanah
82
Lampiran. 4 Peta Struktur Penguasaan Tanah
83
Lampiran. 5 Peta Penggunaan Tanah
84
Lampiran. 6 Peta Pemanfaatan Tanah
85
Lampiran. 7 Peta Potensi Konflik
86
Lampiran. 8 Peta Indikasi Tanah Objek Reforma Agraria (TORA)
87
Lampiran. 9 Peta Kepadatan Penduduk
88
Lampiran. 10 Peta Indikasi Tanah Terlantar
89
Lampiran. 11 Peta Pemilikan Berdasarkan Mata Pancaharian
90
Lampiran. 12 Peta Analisis Bidang di Sempadan Sungai
91