Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Halusinasi
1. Pengertian
Gangguan persepsi sensori adalah perubahan persepsi terhadap
stimulus baik internal maupun eksternal yang disertai dengan respon
yang berkurang, berlebihan atau terdistorsi (SDKI, 2017) Halusinasi
merupakan suatu gejala gangguan jiwa dimana klien merasakan suatu
stimulus yang sebenarnya tidak ada. Klien mengalami perubahan
sensori persepsi: merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan, atau penciuman (Sutejo, 2017)
Halusinasi adalah gangguan atau perubahan persepsi dimana pasien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu
penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar, suatu
penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa
stimulus ekstren atau persepsi palsu. (Prabowo, 2014).

2. Etiologi Halusinasi
Menurut Yosep (2014) terdapat dua faktor penyebab terjadinya
halusinasi, yaitu:
a. Faktor presdisposisi
1) Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya
kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak
mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri,
dan lebih rentan terhadap stress.
2) Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungan sejak bayi
sehingga akan merasa disingkirkan, kesepian, tidak percaya
pada lingkungannya, konflik sosial budaya, kegagalan, dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.
2

3) Faktor Biokimia
Hal ini berpengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa.
Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka di
dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang bersifat
halusiogenik neurokimia. Akibat stress berkepanjangan
menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak, misalnya
terjadi ketidakseimbangan acetylchoin dan dopamine.
4) Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini
berpengaruh pada ketidakmampuan klien mengambil keputusan
tegas, klien lebih suka memilih kesenangan sesaat dan lari dari
alam nyata menuju alam hayal.
5) Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh oleh
orangtua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia . Hasil
studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan
hubungan yang sangatberpengaruh pada penyakit ini.
b. Faktor Presipitasi
Menurut Rawlins dan Heacock (dalam Yosep, 2014) dalam
hakekatnya seorang individu sebagai mahluk yang dibangun atas
dasar unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat
dilihat dari lima dimensi, yaitu:
1) Dimensi Fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik
seperti kelelahan luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam
hingga delirium dan kesulitan tidur dalam waktu yang lama.
2) Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak
dapat diatasi. Halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan
menakutkan. Klien tidak sanggup menentang sehingga klien
berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
3

3) Dimensi Intelektual
Dalam hal ini klien dengan halusinasi mengalami penurunan
fungsi ego. Awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego
sendiri untuk melawan impuls yang menekan,namun
menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh
perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku
klien.
4) Dimensi Sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosial di dalam fase awal
dan comforting menganggap bahwa bersosialisasi nyata sangat
membahayakan. Klien halusinasi lebih asyik dengan
halusinasinya seolah-olah itu tempat untuk bersosialisasi.
5) Dimensi Spiritual
Klien halusinasi dalam spiritual mulai dengan kehampaan
hidup, rutinitas tidak bermakna, dan hilangnya aktivitas
beribadah. Klien halusinasi dalam setiap bangun merasa hampa
dan tidak jelas tujuan hidupnya.

3. Rentang Respon Neurobiologis


Menurut Stuart (dalam Sutejo, 2017) rentang respon neurobiologis
yang paling adaptif yaitu adanya pikiran logis, persepsi akurat, emosi
yang konsisten dengan pengalaman, perilaku cocok, dan terciptanya
hubungan sosial yang harmonis. Sedangkan respon maladaptif yang
meliputi waham, halusinasi, kesukaran proses emosi, perilaku tidak
teroganisasi, dan isolasi sosial: menarik diri. Rentang respon
neurobiologis halusinasi digambarkan sebagai berikut.
4

Bagan 2.1 Rentang Respon Neurobiologis

Respon Adaftif Respon Maladaftif

- Pikiran logis Sumber. Stuart (2013)


- Pikiran - Gangguan
- Persepsi akurat kadang proses pikir
- Emosi menyimpang waham
4. Jenis Halusinasi
konsisten - Ilusi - Halusinasi
Menurut Prabowo (2014) halusinasi terdiri dari beberapa jenis dengan
dengan - Emosi - Ketidakmampu
karakteristik tertentu, diantaranya:
pengalam tidak an untuk
a. Halusinasi
an pendengaran (audotorik)
stabil mengalami
- Perilaku
Gangguan sesuai dimana
stimulus - pasien
Perilakumendengar
aneh emosi terutama
suara-suara
- Hubung - Ketidakteratur
suara orang. Biasanya - mendengar
Menarik diri
suara orang yang sedang
membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan
untuk melakukan sesuatu.
b. Halusinasi pengelihatan (visual)
Stimulus visual dalam bentuk beragam seperti bentuk pancaran
cahaya,gambaran geometric, gambar kartun, panorama yang luas
dan bayangan yang menakutkan.
c. Halusinasi penghidu (Olfaktori)
Gangguan stimulus pada penghidu, yang ditandai dengan adanya
bau busuk, amis, dan bau menjijikan, tapi kadang terhidu bau
harum.
d. Halusinasi peraba (taktil)
5

Gangguan stimulusyang ditandai dengan adanya rasa sakit atau


tidak enak tanpa ada stimulus yang terlihat, seperti merasakan
sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
e. Halusinasi pengecap (gustatorik)
Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasaan sesuatu yang
busuk, amis, dan menjijikan.
f. Halusinasi sinestetik
Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan fungsi tubuh
seperti darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna
atau pembentuan urine.

5. Tanda dan Gejala Halusinasi


Menurut Iyan (2021) tanda dan gejala halusinasi adalah sebagai berikut:
a. Halusinasi pendengaran
1) Data objektif: berbicara atau tertawa sendiri, marah-marah
tanpa sebab, mengarahkan telinga ke arah tertentu, menutup
telinga.
2) Data subjektif: mendengar suara atau kegaduhan,
mendengarkan suara yang mengajaknya bercakap-cakap,
mendegarkan suara yang menyuruhnya melakukan sesuatu
yang berbahaya.
b. Halusinasi penglihatan
1) Data objektif: menunjuk-nunjuk ke arah tertentu, ketakutan
pada sesuatu yang tidak jelas.
2) Data subjektif: melihat bayangan, sinar bentuk geometris,
bentuk kartoon, melihat hantu atau monster.
c. Halusinasi penghidu
1) Data objektif: mencium seperti membaui bau-bau tertentu,
menutup hidung.
2) Data subjektif: mencium bau-bau seperti bau darah, urine, fases
dan terkadang bau itu menyenangkan.
d. Haluinasi pengecapan
1) Data objektif: sering meludah, muntah
2) Data subjektif: merasakan rasa seperti darah, urine atau fases
6

e. Haluinasi perabaan
1) Data objektif: menggaruk-garuk permukaan kulit
2) Data Subjektif: menyatakan ada serangga di permukaan kulit,
atau merasa tersengat listrik

6. Fase Halusinasi
Halusinasi yang dialami oleh klien bisa berbeda intensitas dan
keparahannya. Menurut Kusumawati & Hatono (2014) membagi fase
halusinasi dalam 4 fase berdasarkan tingkat ansietas yang dialami dan
kemampuan klien mengendalikan dirinya. Semakin berat fase
halusinasi klien, semakin berat mengalami ansietas dan makin
dikendalikan oleh halusinasinya.
a. Fase Comforting
1) Pada tahap ini pasien mengalami ansietas tingkat sedang, secara
umum halusinasi bersifat menyenangkan.
2) Karakteristik: Klien mengalami keadaan emosi seperti ansietas,
kesepian, rasa bersalah, dan takut, serta mencoba untuk
berfokus pada penenangan pikiran untuk mengurangi ansietas.
Individu mengetahui bahwa pikiran dan pengalaman sensori
yang dialaminya tersebut dapat dikendalikan jika ansietasnya
bisa diatasi (Non psikotik).
3) Perilaku pasien: Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan bibir tanpa menimbulkan suara, pergerakan
mata yang cepat, respon verbal yang lambat, diam dan dipenuhi
oleh sesuatu yang mengasyikan.
b. Fase Condemning
1) Pada tahap ini pasien mengalami ansietas tingkat berat,
secara umum halusinasi menjadi menjijikkan.
2) Karakterisitik: Pengalaman sensori bersifat menjijikkan dan
menakutkan, klien mulai lepas kendali dan mungkin
mencoba untuk menjauhkan dirinya dengan sumber yang
dipersepsikan. Klien mungkin merasa malu karena
7

pengalaman sensorinya dan menarik diri dari orang lain


(Psikotik ringan).
3) Perilaku pasien: Peningkatan sistem syaraf otonom yang
menunjukkan ansietas, seperti peningkatan nadi,
pernafasan, dan tekanan darah, penyempitan kemampuan
konsentrasi, dipenuhi dengan pengalaman sensori, dan
kehilangan kemampuan membedakan antara halusinasi
dengan realita.
c. Fase Controlling
1) Pada tahap ini pasien mengalami ansietas tingkat berat,
pengalaman sensori menjadi berkuasa.
2) Karakteristik: Pasien menghentikan perlawanan terhadap
halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Isi
halusinasi menjadi menarik, dapat berupa permohonan.
Klien mungkin mengalarni kesepian jika pengalaman
sensori tersebut berakhir (Psikotik).
3) Perilaku pasien: Cenderung mengikuti petunjuk yang
diberikan halusinasinya daripada menolaknya, kesukaran
berhubungan dengan orang lain, rentang perhatian hanya
beberapa detik atau menit, adanya tanda-tanda fisik ansietas
berat: berkeringat, tremor, tidak mampu mengikuti
petunjuk.
d. Fase Conquering
1) Pada tahap ini pasien mengalami panik, umumnya
halusinasi menjadi lebih rumit, melebur dalam
halusinasinya.
2) Karakteristik: Pengalaman sensori menjadi mengancam
dan menakutkan jika klien tidak mengikuti perintah.
Halusinasi bisa berlangsung dalam beberapa jam atau hari
jika tidak ada intervensi terapeutik (Psikotik Berat).
3) Perilaku pasien: Perilaku menyerang-teror seperti panik,
berpotensi kuat melakukan bunuh diri atau membunuh
orang lain, Aktivitas fisik yang merefleksikan isi halusinasi
seperti amuk, agitasi, menarik diri, atau katatonia, tidak
8

mampu berespon terhadap perintah yang kompleks, tidak


mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahapan awal dalam proses asuhan
keperawatan, dengan tujuan mengumpulkan informasi dan data-data
pasien agar dapat mengidentifikasi masalah-masalah, kebutuhan
kesehatan dan perawatan pasien, baik fisik, mental, sosial dan
lingkungan. Menurut O’brien (2014) pengkajian dapat dilakukan
dengan cara observasi dan wawancara pada klien dan keluarga pasien.
Pengkajian awal mencakup:
a. Keluhan atau masalah utama
b. Status kesehatan fisik, mental, dan emosional
c. Riwayat pribadi dan keluarga
d. Sistem dukungan dalam keluarga, kelompok sosial, atau komunitas
e. Kegiatan sehari-hari
f. Kebiasaan dan keyakinan Kesehatan
g. Pemakaian obat yang diresepkan
h. Pola koping
i. Keyakinan dan nilai spiritual
Selanjutnya dalam pengkajian untuk mendapatkan data yang
berkaitan dengan gangguan persepsi sensori halusinasi pendengaran,
Menurut Yosep (2014) dapat ditemukan dengan melakukan wawancara
yaitu:
a. Jenis Halusinasi
Data ini didapatkan melalui wawancara dengan tujuan untuk
mengetahui jenis dari halusinasi yang dialami oleh klien.
b. Isi Halusinasi
Data ini didapatkan melalui wawacara dengan tujuan untuk
mengetahui isi atau bentuk halusinasi yang dialami oleh klien.
9

c. Waktu Halusinasi
Data ini didapatkan melalui wawacara dengan tujuan untuk
mengetahui kapan saja halusinasi tersebut muncul.
d. Frekuensi Halusinasi
Data ini didapatkan melalui wawacara dengan tujuan untuk
mengetahui seberapa sering halusinasi tersebut muncul pada klien.
e. Respon terhadap Halusinasi
Data ini didapatkan melalui wawacara dengan tujuan untuk
mengetahui respon dari klien saat mengalami halusinasi.

2. Diagnosis Keperawatan
Tahapan selanjutnya dalam pelaksanaan asuhan keperawatan
adalah menetapkan diagnosis keperawatan. Menurut Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia (SDKI, 2017) diagnosa keperawatan gangguan
persepsi sensori halusinasi dapat ditetapkan jika terdapat gejala dan
tanda seperti:
a. Gejala dan tanda mayor
1) Secara subjektif adalah mendengar suara bisikan atau melihat
bayangan, merasakan sesuatu melalui panca indera perabaan,
penciuman, atau pengecapan sedangkan
2) Secara objektif adalah respon tidak sesuai, bersikap seolah
melihat, mendengar, mengecap, meraba, atau mencium sesuatu.
b. Tanda dan gejala minor
1) Secara subjektif adalah menyatakan kesal
2) Secara objektif adalah menyendiri, melamun, konsentrasi
buruk, disorientasi waktu, tempat, orang atau situasi, curiga,
melihat ke satu arah, mondar mandir, bicara sendiri.
Menurut Yosep (2014) diagnosis keperawatan yang muncul pada
klien dengan gangguan persepsi sensori halusinasi pendengaran
adalah:
a. Risiko perilaku kekerasan
b. Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi
c. Isolasi Sosial
10

Adapun pohon masalah dibuat untuk mengetahui penyebab, masalah


utama dan akibat yang ditimbulkan. Menurut Yosep (2014) pohon
masalah pada pasien dengan gangguan persepsi sensori halusinasi
yaitu:

Risiko perilaku kekerasan: : Akibat


Diri Sendiri, Orang Lain, dan
Lingkungan

Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi : Core Problem

Isolasi Sosial : Penyebab

Bagan 2.2 Pohon masalah Halusinasi


Sumber. Yosep (2014)

3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan merupakan rencana tindakan yang akan
diberikan kepada klien sesuai dengan kebutuhan berdasarkan diagnosis
keperawatan yang muncul. Rencana tindakan keperawatan yang
diberikan pada pasien dengan masalah utama gangguan persepsi
sensori halusinasi pendengaran meliputi tujuan yang ingin dicapai dan
rencana tindakan, dengan mengacu pada Standar Luaran Keperawatan
Indonesia (SLKI, 2019) dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI, 2018).
11

Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan Halusinasi


Tujuan Keperawatan Intervensi Keperawatan Rasional
(SLKI, 2019) (SIKI, 2018)
Setelah dilakukan tindakan Manajemen Halusinasi (I.09288) Observasi
keperawatan selama …., Observasi - Mengetahui perilaku
diharapkan gangguan - Monitor perilaku yang yang
persepsi sensori: halusinasi mengindikasi halusinasi. mengindikasikan
- Monitor isi halusinasi pasien mengalami
pendengaran dapat teratasi
Terapeutik halusinasi.
dengan kriteria hasil:
- Pertahankan lingkungan - Mengetahui isi
yang aman. halusinasi pasien.
Persepsi Sensori (L.09083)
Terapeutik
Ekspektasi: Membaik - Diskusikan perasaan dan
respon terhadap - Lingkungan yang
Kriteria A T halusinasi. aman dapat
memberikan rasa
Hasil - Hindari perdebatan
nyaman pada pasien.
Verbalisasi 2 4 tentang validitas
mendengar halusinasi - Mengetahui perasaan
bisikan Edukasi dan respon pasien.
Perilaku 2 4 - Anjurkan memonitor - Memberikan rasa
halusinasi sendiri situasi terjadinya saling percaya.
Melamun 2 4 halusinasi. Edukasi
Konsentrasi 2 4 - Anjurkan bicara pada - Agar pasien dapat
Keterangan: orang yang dipercaya mengontrol ketika
1: Menurun untuk memberikan terjadi halusinasi.
2: Cukup menurun dukungan dan umpan balik - Agar pasien dapat
3: Sedang korektif terhadap mengurangi
4: Cukup meningkat halusinasi. terjadinya halusinasi
5: Meningkat - Anjurkan melakukan dengan
distraksi (misal mengekspresikan apa
mendengarkan music, yang ia rasakan pada
melakukan aktivitas, dan orang lain.
teknik relaksi). - Teknik relaksasi
- Ajarkan pasien cara dapat memberikan
mengontrol halusinasi. rasa ketenangan pada
Kolaborasi pasien.
- Kolaborasi pemberian - Agar pasien dapat
obat anti psikotik dan anti mengetahui
ansietas, jika perlu. bagaimana cara
mengontrol
halusinasi.
Kolaborasi
- Pemberian obat
antipsikotik dan
antiansietas akan
memberikan dampak
ketenangan pada
pasien.
12

Tujuan Keperawatan Intervensi Keperawatan Rasional


(SLKI, 2019) (SIKI, 2018)
Minimalisasi Rangsangan Observasi
I.08241 (SIKI 2018, hal. 233) - Mengetahui faktor
Observasi yang meningkatkan
- Periksa status mental, rangsangan sensori
status sensori, dan tingkat Terapeutik
kenyamanan (misal nyeri, - Untuk menimalkan
kelelahan) faktor lain yang
Terapeutik meningkatkan beban
- Diskusikan tingkat sensori
toleransi terhadap beban - Memberikan
sensori (misal bising, lingkungan yang
terlalu terang) nyaman bagi pasien
- Batasi stimulus lingkungan - Dilakukan agar
(misal cahaya, suara, pasien memiliki
aktivitas) aktivitas terjadwal
- Jadwalkan aktivitas harian sehingga gangguan
dan waktu istirahat rangsangan sensori
- Kombinasikan dapat diminimalkan
prosedur/tindakan dalam Edukasi
satu waktu, sesuai - Dilakukan untuk
kebutuhan memberikan
Edukasi lingkungan yang
- Ajarkan cara nyaman dan
meminimalisasi stimulus meminimalkan
(missal mengatur stimulus.
pencahayaan ruangan, Kolaborasi
mengurangi kebisingan, - Dilakukan jika
membatasi kunjungan) pasien tidak mampu
Kolaborasi meminimalkan
- Kolaborasi dalam stimulus yang ada,
meminimalkan sehingga diberikan
prosedur/Tindakan teapi medik.
- Kolaborasi pemberian obat
yang mempengaruhi
persepsi stimulus
Terapi Aktivitas I.05186 (SIKI Obeservasi
2018, hal. 415) - Untuk mengetahui
Observasi tingkat penurunan
- Identifikasi defisit tingkat aktivitas yang
aktivitas dialami pasien
- Identifikasi kemampuan - Untuk mengetahui
berpartisipasi dalam minat dan
aktifitas tertentu kemampuan pasien
- Identifikasi sumber daya dalam berpartisipasi
untuk aktivitas yang pada aktivitas
diinginkan tertentu
- Identifikasi strategi - Untuk mengetahui
meningkatkan partisipasi sumber daya yang
dalam aktivitas dapat mendukung
- Identifikasi makna aktivitas yang di
aktifitas rutin (misal inginkan pasien
bekerja) dan waktu luang - Untuk meingkatkan
keinginan pasien
13

Tujuan Keperawatan Intervensi Keperawatan Rasional


(SLKI, 2019) (SIKI, 2018)
- Monitor respon emosional, dalam melakukan
fisik, sosial, dan spiritual aktivitas
terhadap aktivitas - Untuk mengetahui
Terapeutik persepsi klien
- Fasilitasi fokus pada tentang rutinitas
kemampuan, bukan defisit yang biasa
yang dialami dilakukan.
- Sepakati komitmen untuk - Dilakukan untuk
meningkatkan frekuensi mengetahui
dan rentang aktivitas toleransi respon
- Fasilitasi memilih aktivitas pasien terhadap
dan tetapkan tujuan aktivitas.
aktivitas yang konsisten Terapeutik
sesuai kemampuan fisik, - Agar pasien dapat
sikologis, dan sosial lebih focus
- Koodinasikan pemilihan terhadap
aktivitas sesuai usia kemampuan yang
- Fasilitasi makna aktivitas dapat
yang di pilih dikembangkan
- Fasilitasi transportasi - Komitmen
untuk menghadiri aktivitas, dilakukan agar
jika sesuai pasien dapat
- Fasilitasi pasien dan melakukan aktivitas
keluarga dalam terjadwal sesuai
menyesuaikan lingkungan rencana aktivitas
untuk mengakomodasi yang sudah dibuat.
aktivitas yang dipilih - Dilakukan agar
- Fasilitasi aktivitas fisik pasien dapat
rutin (misal ambulasi, memilih aktivitas
mobilisasi, dan perawatan yang sesuai dengan
diri), sesuai kebutuhan minat dan bakat
- Fasilitasi aktivitas motorik yang di miliki.
kasar untuk pasien - Pemilihan aktivitas
hiperaktif sesuai usia
- Tingkatkan aktivitas fisik mencegah pasien
untuk memelihara berat melakukan aktivitas
badan, jika sesuai diluar
- Fasilitasi aktivitas motorik kemampuannya.
untuk merelaksasi otot - Memfasilitasi
- Fasilitasi aktivitas dengan aktivitas yang dapat
komponen memori implisit dilakukan oleh
dan emosional (misal pasien bertujuan
kegiatan keagamaan untuk menunjang
khusus) untuk pasien dan meningkatkan
demensia, jika sesuai aktivitas terjadwal
- Libatkan dalam permainan pasien.
kelompok yang tidak - Agar pasien
kompetetif, terstruktur, mampu dan mau
dan aktif terlibat dalam
- Tingkatkan keterlibatan aktivitas kelompok.
dalam aktivitas rekreasi - Agar meningkatkan
dan difersivikasi untuk peran pasien dalam
menurunkan kecemasan melakukan aktivitas
(misal vocal group, bola dan meniminalkan
voli, tenis meja, jogging, kecemasan pasien.
14

Tujuan Keperawatan Intervensi Keperawatan Rasional


(SLKI, 2019) (SIKI, 2018)
berenang, tugas sederhana, - Melibatkan
permainan sederhana, keluarga dalam
tugas rutin, tugas rumah aktivitas bertujuan
tangga, perawatan diri, dan untuk mendukung
teka teki dan kartu) pasien.
- Libatkan keluarga dalam - Memfasilitasi
aktivitas, jika perlu dalam
- Fasilitasi mengembangkan mengembangkan
motivasi dan penguatan motivasi bertujuan
diri untuk
- Fasilitasi pasien dan meningkatkan
keluarga memantau motivasi dan
kemajuannya sendiri untuk penguatan diri
mencapai tujuan pasien.
- Jadwalkan aktivitas dalam - Memberikan
rutinitas sehari-hari tanggung jawab
- Berikan penguatan positif pada pasien utnuk
atas partisipasi dalam memantau
aktivitas kemampuannya
Edukasi dalam mencapai
- Jelaskan metode aktifitas tujuan yang telah
fisik sehari-hari, jika perlu ditetapkan.
- Ajarkan melakukan Edukasi
aktivitas yang dipilih - Agar pasien
- Anjurkan melakukan mampu melakukan
aktivitas fisik, sosial, metode yang
spiritual, dan kognitif mudah dalam
dalam menjaga fungsi dan melakukan aktivitas
kesehatan anjurkan terlibat fisik yang
dala aktiviats kelompok diinginkan.
atau terapi, jika sesuai - Dilakukan untuk
- Anjurkan keluarga untuk meningkatkan
memberi penguatan positif kemampuan pasien
atas partisipasi dalam dalam melakukan
aktivitas aktivitas yang
Kolaborasi diingingkan
- Kolaborasi dengan terapis - Penguatan positif
okupasi dalam dari keluarga
merencanakan dan memberikan
memonitor program pengaruh terhadap
aktivitas, jika sesuai motivasi pasien
- Rujuk pada pusat atau dalam melakukan
program aktivitas, jika aktivitas
perlu Kolaborasi
- Kolaborasi terapis
okupasi bertujuan
untuk menggali
minat dan
kemampuan pasien
dalam melakukan
aktivitas.
- Terapi okupasi
dapat memfasilitasi
pasien dalam
melakukan aktivitas
yang diminati.
15

Tujuan Keperawatan Intervensi Keperawatan Rasional


(SLKI, 2019) (SIKI, 2018)
Pencegahan Perilaku Kekerasan Observasi
(I.14544) - Dilakukan agar
Observasi meminimalkan
- Monitor adanya benda potensi bahaya bagi
yang berpotensi pasien dan orang
membahayakan. lain.
- Monitor keamanan barang - Agar pasien tidak
yang dibawa oleh merugikan
pengunjung lingkungan dan
- Monitor selama orang lain.
penggunaan barang yang - Agar tidak
dapat membahayakan. digunakan pasien
Teraupetik untuk
- Pertahankan lingkungan membahayakan diri
bebas dari bahaya secara sendiri dan orang
rutin lain.
- Libatkan keluarga dalam Terapeutik
perawatan - Agar lingkungan
Edukasi pasien aman dan
- Anjurkan pengunjung dan tidak
keluarga untuk membahayakan.
mendukung keselamatan - Agar pasien
pasien merasakan bahwa
- Latih cara keluarga ikut
mengungkapkan perasaan berperan
secara asertif mendukung proses
- Latih mengurangi kesembuhannya.
kemarahan secara verbal Edukasi
dan nonverbal (mis. - Agar pengunjung
relaksasi, bercerita) dan keluarga
memperhatikan hal-
hal yang
mendukung
keselamatan pasien.
- Agar pasien dapat
mengungkapkan
perasaannya kepada
orang lain secara
jujur.
- Agar pasien
mampu mengurangi
dan mengontrol
marah.
Sumber. SLKI (2019), SIKI (2018)

4. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan adalah tindakan keperawatan yang
disesuaikan dengan rencana keperawatan yang telah disusun
berdasarkan SIKI (2018). Menurut Stuart (dalam Suhermi, 2021)
intervensi yang diberikan pada pasien halusinasi bertujuan menolong
mereka meningkatkan kesadaran tentang gejala yang mereka alami dan
16

mereka bisa membedakan halusinasi dengan dunia nyata dan mampu


mengendalikan atau mengontrol halusinasi yang dialami.
Menurut Keliat (2016) Sebelum melaksanakan tindakan
keperawatan yang sudah direncanakan perawat perlu memvalidasi
rencana tindakan keperawatan yang masih dibutuhkan dan sesuai
dengan kondisi pasien saa ini.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah suatu proses dalam keperawatan
untuk menilai hasil dari implementasi keperawatan. Menurut Keliat
(2016) evaluasi keperawatan diperoleh dengan cara wawancara
ataupun melihat respon subjektif atau objektif klien. Evaluasi terbagi
atas dua jenis, yaitu:
a. Evaluasi formatif
Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan
dan hasil tindakan keperawatan. Evaluasi ini dilakukan segera
setelah perawat mengimplementasikan rencana keperawatan guna
menilai keefektifan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
Perumusan evaluasi formatif ini meliputi empat komponen yang
dikenal dengan istilah SOAP, yakni subjektif (data berupa keluhan
klien), objektif (data hasilpemeriksaan), analisa data (perbandingan
data dengan teori), dan Planning (perencanaan).
b. Evaluasi sumatif
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah
semua aktifitas proses keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi
sumatif ini bertujuan menilai dan memonitor kualitas asuhan
keperawatan yang telah diberikan. Metode yang dapat digunakan
pada evaluasi jenis ini adalah melakukan wawancara pada akhir
layanan, menanyakan respon pasien dan keluarga terkait layanan
keperawatan, mengadakan pertemuan pada akhir pelayanan.
C. Web Of Causation (WOC)

Faktor Predisposisi (Yosep, 2014) Faktor Presipitasi (Yosep, 2014)

Halusina Tanda dan Gejala Halusinasi


Jenis-jenis Halusinasi: 1. Gejala dan tanda mayor
si
1.Halusinasi pendengaran merupakan gejala gangguan jiwa, klien merasakan Subjektif: mendengar suara
Halusinasi pengelihatan suatu stimulus yang sebenarnya tidak ada. Klien bisikan atau melihat bayangan,
Halusinasi penghidu mengalami perubahan sensori persepsi: merasakan merasakan sesuatu melalui panca
Halusinasi peraba sensasi palsu berupa suara, penglihatan, indera perabaan, penciuman, atau
Halusinasi pengecap pengecapan.
Halusinasi sinestetik (Prabowo, 2014) Objektif: respon tidak sesuai,
Adaftif Maladafti bersikap seolah mendengar,
melihat, mengecap, meraba,
Pikiran logis Pikiran kadang Gangguan proses atau mencium sesuatu.
Persepsi akurat menyimpang pikir waham 2. Tanda dan gejala minor
Fase Halusinasi: Emosi konsisten Ilusi Halusinasi Subjektif: menyatakan kesal
Fase Comforting dengan Emosi tidak Ketidakmampuan Objektif: menyendiri,
Fase Condemning pengalaman stabil untuk mengalami melamun,
3.Fase Controlling Perilaku sesuai Perilaku aneh emosi konsentrasi buruk, disorientasi
4.Fase Conquering Hubungan sosial Menarik diri Ketidakteraturan waktu, tempat, orang atau situasi,
Kusumawati & Hatono (2014) (Stuart 2013) (Stuart 2013) Isolasi sosial curiga, melihat ke satu arah,
(Stuart 2013) mondar mandir, bicara sendiri.

Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi Pendengaran D.0085


Manajemen Halusinasi (I.09288)
(SDKI, 2017)
1. Monitor perilaku yang mengindikasi halusinasi, monitor isi halusinasi
2. Pertahankan lingkungan yang aman, diskusikan perasaan dan respon Persepsi Sensori L.09083
terhadap halusinasi. Verbalisasi mendengar bisikan menurun
3. Hindari perdebatan tentang validitas halusinasi Perilaku halusinasi menurun
4. Anjurkan memonitor sendiri situasi terjadinya halusinasi. Melamun menurun
5. Anjurkan bicara pada orang yang dipercaya (SLKI, 2019)
6. untuk memberikan dukungan dan umpan balik korektif terhadap
halusinasi. Bagan 2.3 WOC Halusinasi
17
7. Anjurkan melakukan distraksi
8. Ajarkan pasien cara mengontrol halusinasi.
9. Kolaborasi pemberian obat anti psikotik dan anti ansietas, jika perlu.
18

Pada Web of Causation diatas diuraikan bahwa halusinasi merupakan


gejala gangguan jiwa, klien merasakan suatu stimulus yang sebenarnya tidak ada.
Klien mengalami perubahan sensori persepsi: merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penciuman (Sutejo, 2017) yang
disebabkan karena adanya faktor predisposisi dan presipitasi (Yosep, 2014). Jenis
halusinasi yang dialami pada pasien adalah halusinasi pendengaran. Menurut
SDKI (2017) tanda dan gejala utama yang ditunjukan oleh pasien dengan
halusinasi pendengaran adalah gejala dan tanda mayor yang secara subjektif:
mendengar suara bisikan, secara objektif: respon tidak sesuai, bersikap seolah
mendengar sesuatu. Gejala dan tanda minor secara subjektif: menyatakan kesal,
secara objektif: menyendiri, melamun, konsentrasi buruk, disorientasi waktu,
tempat, orang atau situasi, curiga, melihat ke satu arah, mondar mandir, bicara
sendiri. Fase halusinasi yang dialami oleh pasien adalah fase controlling
(Kusumawati & Hartono, 2014). Masalah keperawatan yang dialami pasien
adalah gangguan presepsi sensori halusinasi pendengaran dengan luaran
keperawatan presepsi sensori I.09083 dan kriteria hasil yang yang ingin dicapai
adalah verbalisasi mendengar bisikan menurun, perilaku halusinasi menurun,
melamun menurun (SLKI, 2019), dan intrevensi keperawatan yang dapat
digunakan ialah menajemen halusinasi (SIKI,2018).

Anda mungkin juga menyukai