Proposal Alfa Kholiza - 1
Proposal Alfa Kholiza - 1
(Proposal)
Oleh
Alfa Kholiza
2014191026
Tepung merupakan bahan baku dalam pembuatan berbagai jenis makanan terutama
untuk produk bakery. Tepung yang umum digunakan yaitu tepung terigu, beras,
ketan, jagung, dan masih banyak jenis tepung yang lainnya. Proses pembuatannya
pun terbilang sangat mudah karena hanya dengan menghancurkan bulir biji tanaman
menjadi butiran halus (Christine dkk., 2015). Sebelum tepung digunakan sebagai
bahan dalam pembuatan makanan, melewati proses penyimpanan terlebih dahulu.
Pada saat penyimpanan tersebut tepung rentan terserang hama pascapanen (Sori dan
Ayana, 2012). Salah satu hama pascapanen yang menyerang produk tepung di tempat
penyimpanan adalah Tribolium castaneum (Coleoptera : Tenebrionidae).
Hama gudang merupakan hama yang selalu menyebabkan kerusakan baik secara
kuantitatif maupun kualitatif pada bahan simpanan. Kerusakan kuantitatif mengarah
pada berkurangan jumlah, sedangkan kerusakan kualitatif mengarah pada turunnya
mutu bahan simpanan yang diserangnya. Dari berbagai tempat yang dihuni oleh
serangga, gudang tempat penyimpanan merupakan tempat berkembang biak yang
sangat ideal bagi hama. Hal ini dikarenakan di dalam gudang tersedia makanan yang
melimpah, kondisi lingkungna yang kondusif untuk berkembang biak, serta keadaan
musuh alami yang cukup rendah (Pracaya, 2005). Hama gudang memiliki
kemampuan khusus untuk menyesuaikan diri dengan kondisi penyimpanan dan sifat
dari produk pertanian. Kerusakan akibat hama pascapanen mencapai 30-50%
(Ardiansyah dkk., 2021).
Tribolium castaneum adalah salah satu spesies serangga berarti di wilayah tropika dan
dapat menyebabkan kerugian 10-40% di dunia (Kausarmalik dan Rizwana 2014).
Serangga ini tidak mampu menyerang biji-bijian utuh dan karenanya merupakan
hama sekunder dari biji-bijian seperti gandum, jagung, beras, untuk merusak produk
bahan pangan yang masih utuh setelah dirusak oleh hama primer lainnya (Kayode
dkk., 2014). Karena habitat khas mereka adalah di gudang tepung biji-bijian ini,
mereka biasanya disebut "kumbang tepung" atau "kutu dedak". Menurut Kheradpir
(2014) T. castaneum memiliki tingkat preferensi yang signifikan pada berbagai
tepung sehingga menyebabkan kerentanan produk pertanian
yang disimpan.
Peningkatan hasil industri tepung dengan kualitas yang optimal perlu diikuti dengan
penanganan pascapanen yang baik, agar laju kerusakannya dapat ditekan. Kerusakan
secara kuantitas maupun kualitas dapat terjadi selama proses penyimpanan tepung.
(Hendrival dkk., 2022). Serangan berat yang disebabkan oleh T. castaneum
menyebabkan komoditas tercemar oleh eksuvia, kotoran potongan tubuh yang telah
mati, dan ekskresi dari kumbang tersebut yang menghasilkan benzokuinon sehingga
komoditas tersebut tidak layak untuk dikonsumsi dan pertumbuhan jamur atau
kapang yang menyebabkan tepung berwarna coklat (Kayode dkk., 2014).
1.2 Tujuan Penelitian
Beras merupakan salah satu komoditas yang menjadi sasaran hama pascapanen.
Hama pascapanen dapat mengakibatkan penurunan kuantitas dan kualitas beras.
Penurunan kuantitas dapat diartikan dengan penurunan jumlah beras yang dihasilkan.
Penurunan kualitas dapat diartikan dengan penurunan mutu beras (Nuraini dkk.,
2022). Penurunan mutu beras ditandai dengan penurunan daya kecambah beras
(Nuraini dkk., 2022), perubahan warna, penurunan kadar air, kenaikan kelembaban
dan bahkan dapat menimbulkan bau tidak sedap (Wandasari dkk., 2022).
Tribolium castaneum merupakan salah satu hama pascapanen atau hama gudang yang
sering ditemui di komoditas dalam penyimpanan. T. castaneum merupakan hama
sekunder yang mampu membuat lubah kasat mata pada gandum dan kacang Brazil
(Pries dkk., 2017). Berdasarkan Augusta dkk., (2023) T. castaneum lebih menyukai
komoditas yang berbentuk tepung dibandingkan bentuk utuh atau patahan. Oleh
karena itu T. castaneum dikelompokkan menjadi hama sekunder. T. castaneum sering
ditemui berdampingan dengan Sitophilus oryzae L. sebagai hama primernya
(Purnamasari dan Haryanto, 2023).
T. castaneum banyak ditemui menjadi hama yang menyerang beras dan beras ketan.
T. castaneum menempati populasi tertinggi kedua yang ditemukan di gudang
tradisional dan modern, Provinsi Gorontalo setelah Sitophilus oryzae (Llato dkk.,
2012). Dharmaputra dkk., (2014) melaporkan bahwa T. castaneum menyerang beras
di penyimpanan dan mampu mengakibatkan penyusutan bobot sebesar 3,59%. T.
castaneum juga dilaporkan Augusta dkk., (2023) menyerang beras utuh, patah, dan
tepung serta mengakibatkan penyusutan bobot secara berturut-turut 0,75 gram, 0,75
gram dan 2,00 gram. Berdasarkan uji preferensi yang dilakukam oleh Syafaat dkk.,
(2021) T. castaneum mampu mengakibatkan penyusutan bobot mencapai 10,73%
pada varietas ciherang dengan kadar air paling tinggi yaitu 16%. Berdasarkan
beberapa pemaparan diatas T. castaneum memiliki preferensi makan pada bahan
berbentuk tepung dan memiliki kadar air tinggi. Oleh karena itu perlu dilakukan uji
preferensi makan T. castaneum pada tepung untuk mengetahui preferensi pakan T.
castaneum pada beberapa varietas tepung beras.
1.4 Hipotesis
Hama ini memiliki nama umum kumbang tepung (Tribolium castaneum) yang
tergolong dalam kingdom animalia, filum Arthropoda, kelas Insekta, ordo Coleoptera,
famili Tenebrionidae, genus Tribolium dan spesies Tribolium castaneum (Myears et
al., 2020).
2.2.2.2. Larva
Larva T. castaneum terdiri dari 7 instar yang artinya setiap larva mampu mengalami
molting sebanyak 7 kali (Devi dan Devi, 2015). Waktu perkembangan larva mencapai
23-34 hari (Wandasari dkk., 2022). Larva instar 1 memiliki ciri tubuh bewarna krem
transparan, kepala bewarna coklat terang, mata bewarna coklat gelap, dilengkapi 6
pasang tungkai, panjang tubuh 0,94-0,99 mm, dan lebar tubuh 0,18-0,25 mm. Larva
instar 2 memiliki ciri tubuh putih kekuningan, berbentuk silinder, dilengkapi bulu
halus, kepala berwarna coklat pucat, panjang tubuh 1,57-2,16 mm, dan lebar tubuh
0,27-0,41 mm. Larva instar 3-7 secara morfologi hampir sama dengan ciri larva instar
2, hanya dibedakan dari ukuran tubuhnya. Larva instar 3 memiliki panjang tubuh
berkisar 1,89-2,79 mm dan lebar tubuh berkirsar 0,40-0,65 mm. Larva instar empat
memiliki panjang tubuh 3,10-3,42 mm dan lebar tubu 0,40-0,65 mm. Larva instar
lima memiliki panjang tubuh berkisar 4,34-5,16 mm dan lebar tubuh 0,73-0,96 mm.
Larva instar enam memiliki panjang tubuh berkisar 5,06-5,63 dan lebar tubuh 0,68-
0,96 mm. Larva instar tujuh memiliki panjang tubuh 5,12-6,37 mm dan lebar tubuh
0,82-0,84 (Gambar 2) (Devi dan Devi, 2015).
2.2.2.3. Pupa
Pupa T. castaneum tidak memiliki kokon, tidak bergerak, dan tidak makan seperti
kebanyakan populasi serangga holometabola lainnya, tubuh berwarna coklat
kekuningan yang lama-kelamaan akan menjadi coklat, dan bagian dorsal tubuhnya
dilengkapi bulu halus (Gambar 3). Pupa jantan memiliki panjang tubuh 2,8-3,4 mm
dan lebar tubuh 0,8-1,1 mm sedangkan pupa betina memiliki panjang tubuh 4,0-4,2
mm dan lebar tubuh 1,0-1,1 mm. Perbedaan pupa jantan dan betina dapat juga dilihat
dari bentuk Genital papillae. Genital papillae jantan menyerupai satu ruas jari yang
kecil sedangkan Genital papillae betina menyerupai dua ruas jari yang dan lebih
besar dibandingkan Genital papillae jantan (Sreeramoju dkk., 2016). Periode pupa T.
castaneum terdapat perbedaan, pupa jantan memiliki waktu 6-7 hari sedangkan pupa
betina memiliki waktu 7-9 hari (Devi dan Devi, 2015).
2.2.2.4. Imago
A B
T. castaneum salah satu hama penting produk serelia dan bahan pakan yang sudah
rusak. Kerusakan yang diakibatkan oleh hama gudang ini yaitu kerusakan fisik dan
kimiawi. Kerusakan yang sering ditemui akibat serangan hama ini yaitu terjadinya
perubahan warna, penurunan kadar air, penurunan bobot, kenaikan kelembaban dan
menimbulkan bau tidak sedap. Bau tidak sedap ini diakibatkan oleh kontaminasi
bahan yang terinfestasi hama tersebut karena adanya sisa telur, larva, pupa, kotoran
hama, dan exuviae (sisa kulit akibat molting) (Wandasari dkk., 2022). Bau tidak
sedap juga diakibatkan oleh sekresi metabolit sekunder oleh T. castaneum berupa
benzoquinone. Benzoquinone mengakibatkan kerusakan kandungan kimia tepung.
Benzoquinone disekresi melalui kelenjar perut (Astuti dan Mutala’liah, 2020).
2.3 Tepung
Tepung merupakan hasil olahan suatu produk dengan cara penggilingan dari ukuran
besar ke ukuran yang lebih kecil menggunakan gaya mekanis dari alat penggilingan.
Tepung merupakan butiran padat yang halus (bergantung penggilingannya). Tepung
salah sau bentuk alternatif setengah jadi karena karakteristiknya yang unik.
Karakteristik tepung terdiri dari karakteristik fisik dan kimiawi. Karakteristik fisiknya
meliputi densitas, derajat putih, dan viskositas. Karakteristik kimiawinya meliputi
kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar pati (Rahman, 2018).
Berdasarkan dari bahan pembuatannya, tepung dibagi menjadi tepung terigu, tepung
tapioka,tepung beras, tepung ketan, dan tepung maizena (tepung jagung) (Hanifah
dan Lthfeni, 2006). Bahan pembuatan tepung mempengaruhi karakteristik fisik dan
kimiawinya (Rahman, 2018) sehingga mempengaruhi hasil olahannya. Contohnya
tepung terigu digunakan untuk pembuatan roti dan kue kering sedangkan tepung
ketan dan tepung beras digunakan untuk kue basah (Hanifah dan Lthfeni, 2006).
2.4 Beras
Beras putih (Oryza sativa L.) merupakan makanan pokok utama masyarakat
Indonesia. Beras putih merupakan salah satu sumber pangan bebas gluten (Hernawan
dan Meylani, 2016). Beras merah (Oryza nivara) merupakan bahan pangan pokok
yang bernilai kesehatan tinggi karena mengandung antosianin yang berperan sebagai
antioksidan (Suliartini dkk., 2011). Beras Hitam merupakan varietas lokal. Beras
hitam memiliki pericarp, aleuron, dan endosperm bewarna merah, biru, dan ungu.
Beras hitam memiliki nilai kekeran yang rendah dibandingkan beras merah dan beras
putih. Kandungan serat tertinggi dimiliki oleh beras hitam dibandingkan beras merah
dan beras putih. Nilai gula reduksi tertinggi adalah beras putih dibandingkan beras
merah dan hitam (Hernawan dan Meylani, 2016).
Beras ketan terdiri dari beras ketan hitam dan beras ketan putih. Beras ketan hitam
merupakan varietas beras berpigmen yang sering dimanfaatkan untuk bahan makanan
(Nailufar dkk., 2012). Beras ketan hitam memiliki kandungan karbohidrat 7,8%,
lemak 0,07%, dan protein 0,7% (Aligita, 2007). Beras ketan putih merupakan varietas
padi yang yang sering dimanfaatkan untuk berbagai macam olahan. Beras ketan putih
memiliki kandungan karbohidrat 78,4%, lemak 0,80%, dan protein 7,4% (Zulaikah,
2002).
III. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret hingga Agustus 2024 di Laboratorium Ilmu
Hama Tumbuhan, Jurusan Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas
Lampung.
Bahan yang digunakan ialah serangga uji Tribolium castaneum, tepung gandum untuk
biakan, tepung beras putih, tepung beras merah, tepung beras hitam, tepung beras
ketan putih, dan tepung beras ketan hitam. Alat yang digunakan ialah alumunium foil,
oven, moisture meter, cawan petri, mikroskop stereo, kuas, stoples perbanyakan
ukuran 2 L, stoples uji preferensi (sangkar preferensi), gelas cup ukuran 300 gr,
timbangan analitik, lup, kain, dan karet.
Kadar air tepung beras diukur menggunakan moisture meter sebanyak 3 kali ulangan.
Standar mutu tepung beras yang baik ditentukan menurut Standar Negara Indonesia
(SNI) yaitu tepung beras yang memiliki kadar air maksimal 13%. Apabila kadar air
tepung beras melebihi nilai kadar air maksimal yang ditentukan menurut SNI, maka
kadar air diturunkan dengan cara di oven pada suhu 60oC. Kadar air yang digunakan
dalam penelitian ini berkisar antara 10%-13%.
Uji preferensi dilakukan dengan menggunakan stoples melingkar yang dibagi menjadi
5 ruang dan 1 ruang ditengahnya, stoples inilah yang disebut sebagai sangkar
preferensi. Lima ruang kosong tersebut diisi oleh masing-masing tepung perlakuan
dan ruang kosong ditengahnya digunakan untuk infestasi 30 pasang imago T.
casteneum yang berumur 7-14 hari. Stoples tersebut ditutup kain dan diikat karet lalu
beri label dan ditunggu selama 7 hari. Berikut gambar sangkar preferensi tampak atas
dan samping.
3.5 Pengamatan
Susut bobot beras ditentukan dengan cara menimbang berat akhir beras pada akhir
penelitian selama satu bulan terhitung sejak 7 hari infestasi serangga uji. Bobot
masing-masing tepung pada awal pengamatan yaitu 30 gr. Susut bobot tepung
dihitung menggunakan rumus yaitu (berat awal-berat akhir)/berat awal)×100%.
Aligita dan Widhya. 2018. Isolasi Antosianin dari Ketan Hitam. Skripsi. Program
Studi Sains dan Farmasi. Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung.
Bandung.
Ardiansyah, S., Bakhtiar, Rahmad, J., Suriani. 2021. Uji Preferensi Tribolium
castaneum pada Beberapa Varietas Padi dan Kadar Air. Jurnal Sistem
Pertanian. Vol 1(1), 7-10.
Augusta, A. V., Lafifah, U., Surjana, T. dan Sudarti. 2023. Mortalitas hama Gudang
Tribolium castaneum dan susut bobot pada beras dan jagung dalam bentuk
utuh, patah, dan tepung. Journal of Sustainable Dryland Agriculture. Vol
16(2), 183-191.
Christine S., Chai Liang & Novita Kristanti. 2015. Proses Pengolahan Gandum
Menjadi Tepung Terigu Di Pt. Indofood Sukses Makmur, Tbk. Bogasari Flour
Mills Surabaya. Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi
Pertanian Universitas Katolik Widya Mandala. Surabaya.
Devi M. B. and Devi N. 2015. Biology of rust-red flour beetle, Tribolium castaneum
(Herbst) (Coleoptera: Tenebrionidae). Biological Forum-An International
Journal. Vol 7(1), 12-15.
Hanifa dan Luthfeni. 2006. Aneka Makanan Kecil. Azka Press. Pasaman Barat.
Hendrival dan R. Amanda. 2019. Kerentanan relatif tepung sorgum terhadap
kumbang tepung merah (Tribolium castaneum Herbst). AGRIN: Jurnal
Penelitian Pertanian. Vol 23(2), 122-131.
Hendrival, Khairunnisa, R., & Munauwar, M.M. 2022. Variasi kerentanan dan
kerusakan serealia setelah infestasi hama kumbang bubuk (Sitophilus oryzae
L.) berdasarkan kadar air. Agriprima: Journal of Applied Agricultural
Sciences. Vol 6(1), 73-84.
Kayode, O.Y., C.O. Adedire, and R.O. Akinkurolere. 2014. Influence of four cereal
flours on the growth of Tribolium castaneum Herbst (Coleoptera:
Tenebrionidae). Ife Journal of Science. Vol 16(3), 505-516.
Llato, J., Dien, M. F. dan Rante, C. S. 2012. Jenis populasi serangga hama pada beras
di gudang tradisional dan modern di Provinsi Gorontalo. Eugenia. Vol 18(2),
102-110.
Martinius dan Hamid, H. 2011. RPKPS Hama dan Penyakit Pascapanen. Universitas
Padang. Padang.
Myers, P., Espinosa, R., Parr, C. S., Jones, T., Hammond, G. S. and Dewey, T. A.
2024. The Animal Diversity: Tribolium castaneum.
https://animaldiversity.org/accounts/Tribolium_castaneum/classification/
#Triboliumcastaneum. Diakses pada 9 Januari 2024.
Nailufar, A.A., Basito, dan Anam, C. 2012. Kajian karakteristik ketan hitam (Oryza
sativa glutinosa) pada beberapa jenis pengemas selama penyimpanan. Jurnal
Teknosains Pangan. Vol 1(1), 121-132.
Nuraini, I. V., Prakoso, B. dan Suroto, A. 2022. Survei dan identifikasi hama Gudang
pada komoditas padi, jagung, dan kedelai di Kecamatan Batuwarno,
Wonogiri. BIOFARM. Jurnal Ilmiah Pertanian. Vol 18(2), 87-95.
Pires, E. M., Souza, E. Q.,; Nogueira, R. M., Soares, M. A., Dias, T. K. R. dan
Oliveira, M. A. 2017. Damage caused by Tribolium castaneum (Coleoptera:
Tenebrionidae) in stored brazil nut. Scientific Electronic Archives. Vol 10(1),
1-6.
Ramadhan, Bilma. 2022. Proses Produksi Pengolahan Tepung Beras Rose Brand Di
PT. Budi Makmur Perkasa. Jurnal Ilmiah Teknik Mesin. Vol 2(2), 36-43.
Rizal, S., Mutiara, D., dan Agustina, D. 2019. Preferensi konsumsi kumbang beras
(Sitophilus oryzae L) pada beberapa varietas beras. Jurnal Ilmiah Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam. 16(2): 157-165.
Syafaat, A., Bakhtiar., Jahuddin, R., dan Suriani. 2021. Uji preferensi Tribolium
castaneum pada beberapa varietas padi dan kadar air. Tarjih Agriculture
System Journal. Vol 1(1), 7-10.
Tim Pengajar DDIHT. 2019. Dasar-Dasar Ilmu Hama Tumbuhan. Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta.
Wei, X and Huang, X. 2019. Rice: Chemistry and Technology. AACC International
Press. Eugene.