Anda di halaman 1dari 20

PREFERENSI KUMBANG TRIBOLIUM CASTANEUM

TERHADAP BEBERAPA MACAM TEPUNG BERAS

(Proposal)

Oleh

Alfa Kholiza
2014191026

JURUSAN PROTEKSI TANAMAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERITAS LAMPUNG
2024
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Di Indonesia, industri makanan sudah berkembang. Usaha makanan kecil, menengah,


dan besar bersaing untuk mendapatkan produk makanan yang dapat diekspor maupun
diimpor. Setiap industri pangan di Indonesia dituntut untuk meningkatkan
pengawasan mutu dan keamanan pangan untuk dikonsumsi akibat persaingan
produksi pangan yang tinggi. Salah satu industri pangan yang berbasiskan hasil
pertanian adalah industri yang mengelola beras (Bilma, 2022). Pengelolaan beras
sebelum menjadi berbagai jenis produk makanan salah satunya adalah dengan
membuatnya menjadi bahan tepung.

Tepung merupakan bahan baku dalam pembuatan berbagai jenis makanan terutama
untuk produk bakery. Tepung yang umum digunakan yaitu tepung terigu, beras,
ketan, jagung, dan masih banyak jenis tepung yang lainnya. Proses pembuatannya
pun terbilang sangat mudah karena hanya dengan menghancurkan bulir biji tanaman
menjadi butiran halus (Christine dkk., 2015). Sebelum tepung digunakan sebagai
bahan dalam pembuatan makanan, melewati proses penyimpanan terlebih dahulu.
Pada saat penyimpanan tersebut tepung rentan terserang hama pascapanen (Sori dan
Ayana, 2012). Salah satu hama pascapanen yang menyerang produk tepung di tempat
penyimpanan adalah Tribolium castaneum (Coleoptera : Tenebrionidae).

Hama gudang merupakan hama yang selalu menyebabkan kerusakan baik secara
kuantitatif maupun kualitatif pada bahan simpanan. Kerusakan kuantitatif mengarah
pada berkurangan jumlah, sedangkan kerusakan kualitatif mengarah pada turunnya
mutu bahan simpanan yang diserangnya. Dari berbagai tempat yang dihuni oleh
serangga, gudang tempat penyimpanan merupakan tempat berkembang biak yang
sangat ideal bagi hama. Hal ini dikarenakan di dalam gudang tersedia makanan yang
melimpah, kondisi lingkungna yang kondusif untuk berkembang biak, serta keadaan
musuh alami yang cukup rendah (Pracaya, 2005). Hama gudang memiliki
kemampuan khusus untuk menyesuaikan diri dengan kondisi penyimpanan dan sifat
dari produk pertanian. Kerusakan akibat hama pascapanen mencapai 30-50%
(Ardiansyah dkk., 2021).

Tribolium castaneum adalah salah satu spesies serangga berarti di wilayah tropika dan
dapat menyebabkan kerugian 10-40% di dunia (Kausarmalik dan Rizwana 2014).
Serangga ini tidak mampu menyerang biji-bijian utuh dan karenanya merupakan
hama sekunder dari biji-bijian seperti gandum, jagung, beras, untuk merusak produk
bahan pangan yang masih utuh setelah dirusak oleh hama primer lainnya (Kayode
dkk., 2014). Karena habitat khas mereka adalah di gudang tepung biji-bijian ini,
mereka biasanya disebut "kumbang tepung" atau "kutu dedak". Menurut Kheradpir
(2014) T. castaneum memiliki tingkat preferensi yang signifikan pada berbagai
tepung sehingga menyebabkan kerentanan produk pertanian
yang disimpan.

Peningkatan hasil industri tepung dengan kualitas yang optimal perlu diikuti dengan
penanganan pascapanen yang baik, agar laju kerusakannya dapat ditekan. Kerusakan
secara kuantitas maupun kualitas dapat terjadi selama proses penyimpanan tepung.
(Hendrival dkk., 2022). Serangan berat yang disebabkan oleh T. castaneum
menyebabkan komoditas tercemar oleh eksuvia, kotoran potongan tubuh yang telah
mati, dan ekskresi dari kumbang tersebut yang menghasilkan benzokuinon sehingga
komoditas tersebut tidak layak untuk dikonsumsi dan pertumbuhan jamur atau
kapang yang menyebabkan tepung berwarna coklat (Kayode dkk., 2014).
1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan pada penelitian ini adalah sebagai berikut.


1. Mengetahui preferensi kumbang tepung (Tribolium castaneum) dalam pemilihan
pakan pada 5 macam tepung yaitu tepung beras putih, tepung beras merah, tepung
beras hitam, tepung beras ketan putih, dan tepung beras ketan hitam.
2. Mengetahui jumlah turunan pertama kumbang tepung (Tribolium castaneum) dan
presentase susut bobot beras pada 5 macam tepung yaitu tepung beras putih,
tepung beras merah, tepung beras hitam, tepung beras ketan putih, dan tepung
beras ketan hitam.

1.3 Kerangka Pemikiran

Beras merupakan salah satu komoditas yang menjadi sasaran hama pascapanen.
Hama pascapanen dapat mengakibatkan penurunan kuantitas dan kualitas beras.
Penurunan kuantitas dapat diartikan dengan penurunan jumlah beras yang dihasilkan.
Penurunan kualitas dapat diartikan dengan penurunan mutu beras (Nuraini dkk.,
2022). Penurunan mutu beras ditandai dengan penurunan daya kecambah beras
(Nuraini dkk., 2022), perubahan warna, penurunan kadar air, kenaikan kelembaban
dan bahkan dapat menimbulkan bau tidak sedap (Wandasari dkk., 2022).

Hal-hal yang mempengaruhi terjadinya serangan hama pascapanen dapat


dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal yang
mempengaruhi serangan hama pascapanen antara lain faktor lingkungan dan kondisi
gudang (tempat penyimpanan). Faktor lingkungan meliputi suhu, kelembaban, dan
iklim. Kondisi gudang (tempat penyimpanan) meliputi kebersihan, ventilasi, cara
pengemasan, dan cara penyimpanannya. Faktor internal yang mempengaruhi
serangan hama pascapanen antara lain kadar air, ketersediaan sumber makanan hama,
keberadaan musuh alami, dan kompetisi serangga (Martinus dan Hamid, 2011).

Tribolium castaneum merupakan salah satu hama pascapanen atau hama gudang yang
sering ditemui di komoditas dalam penyimpanan. T. castaneum merupakan hama
sekunder yang mampu membuat lubah kasat mata pada gandum dan kacang Brazil
(Pries dkk., 2017). Berdasarkan Augusta dkk., (2023) T. castaneum lebih menyukai
komoditas yang berbentuk tepung dibandingkan bentuk utuh atau patahan. Oleh
karena itu T. castaneum dikelompokkan menjadi hama sekunder. T. castaneum sering
ditemui berdampingan dengan Sitophilus oryzae L. sebagai hama primernya
(Purnamasari dan Haryanto, 2023).

T. castaneum banyak ditemui menjadi hama yang menyerang beras dan beras ketan.
T. castaneum menempati populasi tertinggi kedua yang ditemukan di gudang
tradisional dan modern, Provinsi Gorontalo setelah Sitophilus oryzae (Llato dkk.,
2012). Dharmaputra dkk., (2014) melaporkan bahwa T. castaneum menyerang beras
di penyimpanan dan mampu mengakibatkan penyusutan bobot sebesar 3,59%. T.
castaneum juga dilaporkan Augusta dkk., (2023) menyerang beras utuh, patah, dan
tepung serta mengakibatkan penyusutan bobot secara berturut-turut 0,75 gram, 0,75
gram dan 2,00 gram. Berdasarkan uji preferensi yang dilakukam oleh Syafaat dkk.,
(2021) T. castaneum mampu mengakibatkan penyusutan bobot mencapai 10,73%
pada varietas ciherang dengan kadar air paling tinggi yaitu 16%. Berdasarkan
beberapa pemaparan diatas T. castaneum memiliki preferensi makan pada bahan
berbentuk tepung dan memiliki kadar air tinggi. Oleh karena itu perlu dilakukan uji
preferensi makan T. castaneum pada tepung untuk mengetahui preferensi pakan T.
castaneum pada beberapa varietas tepung beras.

1.4 Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut.


1. Kumbang tribolium castaneum memiliki perbedaan preferensi terhadap beberapa
macam tepung beras.
2. Terdapat perbedaan jumlah turunan pertama kumbang tribolium castaneum yang
berkembang pada beberapa macam tepung beras.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Preferensi pakan hama

Preferensi makan merupakan kecenderungan serangga dalam memilih tanaman


sebagai sumber makanannya dan memperbanyak populasinya (Rahayum dkk., 2014).
Preferensi makan ini dipengaruhi oleh sifat tanaman baik secara kimiawi ataupun
nonkimiawi (Tim pengajar DDIHT, 2019). Preferensi makan yang dipengaruhi secara
nonkimiawi berasal dari struktur dan sifat permukaan tanaman seperti tebalnya kulit,
lebat atau tidaknya bulu permukaan, dan lain-lain (Sodiq, 2009). Preferensi makan ini
dapat dijadikan acuan untuk strategi pengendalian yang lebih efektif (Riddick dkk.,
2023). Indikator suatu pakan lebih disukai daripda pakan lain yang ditawarkan yaitu
tingkat kerusakannya lebih besar atau disebut sebagai preferensi (Rizal dkk., 2019).

2.2. Hama Pascapanen

Berlandaskan Permentan nomor 73 tahun 2013, pascapanen merupakan rangkaian


kegiatan mulai dari pengumpulan hasil panen, penanganan pascapanen, hingga
produk siap dipindahtangankan dengan konsumen. Pascapanen adalah periode setelah
panen hingga komoditas hasil panen siap dimanfaatkan. Pada proses pascapanen ini
rentan terjadi kehilangan dan kerusakan komoditas. Bentuk-bentuk kehilangan hasil
itu sendiri meliputi penyusutan berat, kehilangan gizi, penurunan kualitas, hingga
mengakibatkakn kehilangan hasil. Salah satu penyebab dari kehilangan hasil adalah
pemakan komoditas (hama pascapanen) (Wagiman, 2019).
Berdasarkan komoditas yang diserang, hama pascapanen dikelompokkan menjadi dua
yaitu hama bangsa bubuk (weevils) dari Ordo Coleoptera dan hama bangsa ngengat
(moth) daro Ordo Lepidoptera. Hama pascapanen juga dapat dikelompokkan
berdasarkan perbedaan waktu dan cara makannya, yaitu hama primer dan hama
sekunder. Hama primer merupakan hama yang menyerang dan berkembang biak pada
komoditas yang masih utuh. Hama primer mampu menyerang bahan padat seperti
gaplek ataupun bahan yang telah dioleh seperti tepung. Hama sekunder merupakan
hama yang tidak mampu menyerang dan berkembangbiak pada komoditas yang
masih utuh (Wagiman, 2019).

Hama pasacapanen yang umum ditemui antara lain Lasioderma serricorne,


Araecerusfasciculatus, Sitophilus oryzae, Carpophilus spp., Ahasverus advena,
Tribolium cataneum, Tribolim confusum, Pariplaneta americana L., Passer
domesticus, Cylas formicarius, Corcyra cepholonica dan lain-lain (Wagiman, 2019).

2.3. Kumbang tepung (Tribolium castaneum)

2.2.1. Klasifikasi kumbang tepung (Tribolium castaneum)

Hama ini memiliki nama umum kumbang tepung (Tribolium castaneum) yang
tergolong dalam kingdom animalia, filum Arthropoda, kelas Insekta, ordo Coleoptera,
famili Tenebrionidae, genus Tribolium dan spesies Tribolium castaneum (Myears et
al., 2020).

2.2.2. Bioekologi kumbang tepung (Tribolium castaneum)

T. castaneum merupakan serangga yang tergolong dalam metamorfosis sempurna


(holometabola) yaitu dengan perkembangan yang melalui fase telur, larva, pupa, dan
imago (Sreeramoju dkk., 2016). Siklus hidup kumbang tepung terjadi selama 40-90
hari. Jika lingkungannya mendukung, T. castaneum mampu bertahan hidup hingga 3
tahun pada fase dewasanya (Baldwin and Fasulo, 2010).
2.2.2.1. Telur

T. castaneum memiliki telur yang mikroskopis dengan panjang 0,54-0,68 mm (Devi


dan Devi, 2015), transparan, dan memiliki bentuk silindris (Gambar 1). Telur T.
castaneum memiliki permukaan yang lengket sehingga mengakibatan serbuk
makanan menempel dipermukaannya (Sreeramoju dkk., 2016). T. castaneum mampu
menghasilkan 29-66 butir telur (Wandansari dkk., 2022). Telur dapat menetas pada 2-
7 hari. Periode telur ini dipengaruhi oleh suhu. Suhu optimum untuk penetasan telur
yaitu 30-34°C (Devi dan Devi, 2015).

Gambar 1. Telur T. castaneum (Sumber: Devi dan Devi, 2015)

2.2.2.2. Larva

Larva T. castaneum terdiri dari 7 instar yang artinya setiap larva mampu mengalami
molting sebanyak 7 kali (Devi dan Devi, 2015). Waktu perkembangan larva mencapai
23-34 hari (Wandasari dkk., 2022). Larva instar 1 memiliki ciri tubuh bewarna krem
transparan, kepala bewarna coklat terang, mata bewarna coklat gelap, dilengkapi 6
pasang tungkai, panjang tubuh 0,94-0,99 mm, dan lebar tubuh 0,18-0,25 mm. Larva
instar 2 memiliki ciri tubuh putih kekuningan, berbentuk silinder, dilengkapi bulu
halus, kepala berwarna coklat pucat, panjang tubuh 1,57-2,16 mm, dan lebar tubuh
0,27-0,41 mm. Larva instar 3-7 secara morfologi hampir sama dengan ciri larva instar
2, hanya dibedakan dari ukuran tubuhnya. Larva instar 3 memiliki panjang tubuh
berkisar 1,89-2,79 mm dan lebar tubuh berkirsar 0,40-0,65 mm. Larva instar empat
memiliki panjang tubuh 3,10-3,42 mm dan lebar tubu 0,40-0,65 mm. Larva instar
lima memiliki panjang tubuh berkisar 4,34-5,16 mm dan lebar tubuh 0,73-0,96 mm.
Larva instar enam memiliki panjang tubuh berkisar 5,06-5,63 dan lebar tubuh 0,68-
0,96 mm. Larva instar tujuh memiliki panjang tubuh 5,12-6,37 mm dan lebar tubuh
0,82-0,84 (Gambar 2) (Devi dan Devi, 2015).

Gambar 2. Larva T. castaneum. (Sumber: Devi dan Devi, 2015)

2.2.2.3. Pupa

Pupa T. castaneum tidak memiliki kokon, tidak bergerak, dan tidak makan seperti
kebanyakan populasi serangga holometabola lainnya, tubuh berwarna coklat
kekuningan yang lama-kelamaan akan menjadi coklat, dan bagian dorsal tubuhnya
dilengkapi bulu halus (Gambar 3). Pupa jantan memiliki panjang tubuh 2,8-3,4 mm
dan lebar tubuh 0,8-1,1 mm sedangkan pupa betina memiliki panjang tubuh 4,0-4,2
mm dan lebar tubuh 1,0-1,1 mm. Perbedaan pupa jantan dan betina dapat juga dilihat
dari bentuk Genital papillae. Genital papillae jantan menyerupai satu ruas jari yang
kecil sedangkan Genital papillae betina menyerupai dua ruas jari yang dan lebih
besar dibandingkan Genital papillae jantan (Sreeramoju dkk., 2016). Periode pupa T.
castaneum terdapat perbedaan, pupa jantan memiliki waktu 6-7 hari sedangkan pupa
betina memiliki waktu 7-9 hari (Devi dan Devi, 2015).

Gambar 3. Pupa T. castaneum. A) prapupa; B) pupa tampak dorsal; C) pupa tampak


ventral (Sumber: Devi dan Devi, 2015)
Gambar 4. Genital papillae T. castaneum. (Sumber: Sreeramoju dkk., 2016)

2.2.2.4. Imago

T. castaneum memiliki tubuh pipih melengkung, thorax sedikit melengkung, kepala


terlihat dari sisi atas, berwarna coklat kemerahan, panjang tubuh 2,6-4,4 mm,
dilengkapi antena dengan 3 ruas membentuk club yang membesar, memiliki tungkai
dengan rumus tarsus 5-5-4, tampak samping bagian mata tersempit terdapat 2 faset,
jarak antar matanya 33% dari persentase kepala keseluruhan (Rees, 2004). Fase
dewasa pria berkisar 45-50 hari dan wanita 75-80 hari (Devi dan Devi, 2015).

A B

Gambar 5. Imago T. castaneum. A) tampak dorsal; B) tampak ventral. (Sumber: Devi


dan Devi, 2015)

2.2.3. Gejala kerusakan kumbang tepung (Tribolium castaneum)

T. castaneum salah satu hama penting produk serelia dan bahan pakan yang sudah
rusak. Kerusakan yang diakibatkan oleh hama gudang ini yaitu kerusakan fisik dan
kimiawi. Kerusakan yang sering ditemui akibat serangan hama ini yaitu terjadinya
perubahan warna, penurunan kadar air, penurunan bobot, kenaikan kelembaban dan
menimbulkan bau tidak sedap. Bau tidak sedap ini diakibatkan oleh kontaminasi
bahan yang terinfestasi hama tersebut karena adanya sisa telur, larva, pupa, kotoran
hama, dan exuviae (sisa kulit akibat molting) (Wandasari dkk., 2022). Bau tidak
sedap juga diakibatkan oleh sekresi metabolit sekunder oleh T. castaneum berupa
benzoquinone. Benzoquinone mengakibatkan kerusakan kandungan kimia tepung.
Benzoquinone disekresi melalui kelenjar perut (Astuti dan Mutala’liah, 2020).

2.3 Tepung

Tepung merupakan hasil olahan suatu produk dengan cara penggilingan dari ukuran
besar ke ukuran yang lebih kecil menggunakan gaya mekanis dari alat penggilingan.
Tepung merupakan butiran padat yang halus (bergantung penggilingannya). Tepung
salah sau bentuk alternatif setengah jadi karena karakteristiknya yang unik.
Karakteristik tepung terdiri dari karakteristik fisik dan kimiawi. Karakteristik fisiknya
meliputi densitas, derajat putih, dan viskositas. Karakteristik kimiawinya meliputi
kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar pati (Rahman, 2018).

Berdasarkan dari bahan pembuatannya, tepung dibagi menjadi tepung terigu, tepung
tapioka,tepung beras, tepung ketan, dan tepung maizena (tepung jagung) (Hanifah
dan Lthfeni, 2006). Bahan pembuatan tepung mempengaruhi karakteristik fisik dan
kimiawinya (Rahman, 2018) sehingga mempengaruhi hasil olahannya. Contohnya
tepung terigu digunakan untuk pembuatan roti dan kue kering sedangkan tepung
ketan dan tepung beras digunakan untuk kue basah (Hanifah dan Lthfeni, 2006).

2.4 Beras

2.4.1 Klasifikasi padi (Oryza sativa L.)

Padi tergolong kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, kelas Monokotiledone, ordo


Graminales, Famili Graminaceae, genus Oryza, dan spesies Oryza sativa L. (beras
putih), Oryza nivara (beras merah), Oryza sativa L. Indica (beras hitam), Oryza
sativa L. var glutinosa (beras ketan putih dan hitam) (Wei and Huang, 2019.)
2.4.2 Varietas beras

Beras putih (Oryza sativa L.) merupakan makanan pokok utama masyarakat
Indonesia. Beras putih merupakan salah satu sumber pangan bebas gluten (Hernawan
dan Meylani, 2016). Beras merah (Oryza nivara) merupakan bahan pangan pokok
yang bernilai kesehatan tinggi karena mengandung antosianin yang berperan sebagai
antioksidan (Suliartini dkk., 2011). Beras Hitam merupakan varietas lokal. Beras
hitam memiliki pericarp, aleuron, dan endosperm bewarna merah, biru, dan ungu.
Beras hitam memiliki nilai kekeran yang rendah dibandingkan beras merah dan beras
putih. Kandungan serat tertinggi dimiliki oleh beras hitam dibandingkan beras merah
dan beras putih. Nilai gula reduksi tertinggi adalah beras putih dibandingkan beras
merah dan hitam (Hernawan dan Meylani, 2016).

Beras ketan terdiri dari beras ketan hitam dan beras ketan putih. Beras ketan hitam
merupakan varietas beras berpigmen yang sering dimanfaatkan untuk bahan makanan
(Nailufar dkk., 2012). Beras ketan hitam memiliki kandungan karbohidrat 7,8%,
lemak 0,07%, dan protein 0,7% (Aligita, 2007). Beras ketan putih merupakan varietas
padi yang yang sering dimanfaatkan untuk berbagai macam olahan. Beras ketan putih
memiliki kandungan karbohidrat 78,4%, lemak 0,80%, dan protein 7,4% (Zulaikah,
2002).
III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret hingga Agustus 2024 di Laboratorium Ilmu
Hama Tumbuhan, Jurusan Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas
Lampung.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan ialah serangga uji Tribolium castaneum, tepung gandum untuk
biakan, tepung beras putih, tepung beras merah, tepung beras hitam, tepung beras
ketan putih, dan tepung beras ketan hitam. Alat yang digunakan ialah alumunium foil,
oven, moisture meter, cawan petri, mikroskop stereo, kuas, stoples perbanyakan
ukuran 2 L, stoples uji preferensi (sangkar preferensi), gelas cup ukuran 300 gr,
timbangan analitik, lup, kain, dan karet.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan uji preferensi pakan T. castaneum menggunakan


metode pilihan bebas atau Free Choice Test Method (FCTM) selama 7 hari untuk
melihat kehadiran imago pada setiap perlakuan. Selanjutnya, diinkubasi selama satu
bulan untuk melihat susut bobot dan jumlah imago turunan pertama yang muncul.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan 5 perlakuan dan 6 ulangan yaitu pada tepung beras putih (TP), beras merah
(TM), beras hitam (TH), beras ketan putih (TKP), dan beras ketan hitam (TKM).
3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Persiapan alat dan bahan

Pakan yang digunakan dalam perbanyakan T. castaneum adalah tepung gandum.


Pakan yang akan digunakan untuk uji preferensi adalah tepung beras putih, tepung
beras merah, tepung beras hitam, tepung beras ketan putih, dan tepung beras ketan
hitam. Pakan untuk perbanyakan dan uji preferensi tersebut diperoleh dari swalayan.
Pakan yang telah diperoleh dipisahkan dari benda asing dengan tujuan untuk
menghindarkan pakan dari adanya kontaminan. Selanjutnya pakan disterilisasi kering
menggunakan oven dengan suhu 60oC selama 2 jam. setelah itu pakan diukur kadar
airnya menggunakan moisture meter.

3.4.2 Pembiakan serangga

Perbanyakan serangga dilakukan dengan cara menginfestasikan imago T. castaneum


ke dalam pakan yang telah disterilisasi terlebih dahulu. Sebanyak 100 ekor imago T.
castaneum diinfestasi ke dalam 500 gram tepung gandum tanpa membedakan jantan
dan betina. Pembiakan dilakukan di dalam stoples yang ditutup kain dan diikat karet
lalu disimpan pada suhu ruang. Setelah 7 hari infestasi imago-imago tersebut
dikeluarkan dari dalam stoples. Media pakan yang telah terinfestasi selanjutnya
diinkubasi sampai telur-telur yang diletakkan imago T. castaneum berkembang
menjadi pupa. Pada fase pupa diamati organ genitalia pupa untuk membedakan
serangga dewasa betina dan jantan. Pupa yang telah teridentifikasi jantan dan betina
lalu dipindahkan ke dalam media perbanyakan yang berbeda sampai menjadi imago
baru. Imago baru yang akan digunakan dalam penelitian berumur 7-14 hari.

3.4.3 Pengaturan kadar air

Kadar air tepung beras diukur menggunakan moisture meter sebanyak 3 kali ulangan.
Standar mutu tepung beras yang baik ditentukan menurut Standar Negara Indonesia
(SNI) yaitu tepung beras yang memiliki kadar air maksimal 13%. Apabila kadar air
tepung beras melebihi nilai kadar air maksimal yang ditentukan menurut SNI, maka
kadar air diturunkan dengan cara di oven pada suhu 60oC. Kadar air yang digunakan
dalam penelitian ini berkisar antara 10%-13%.

3.4.4 Uji preferensi kumbang tepung (Tribolium castaneum)

Uji preferensi dilakukan dengan menggunakan stoples melingkar yang dibagi menjadi
5 ruang dan 1 ruang ditengahnya, stoples inilah yang disebut sebagai sangkar
preferensi. Lima ruang kosong tersebut diisi oleh masing-masing tepung perlakuan
dan ruang kosong ditengahnya digunakan untuk infestasi 30 pasang imago T.
casteneum yang berumur 7-14 hari. Stoples tersebut ditutup kain dan diikat karet lalu
beri label dan ditunggu selama 7 hari. Berikut gambar sangkar preferensi tampak atas
dan samping.

3.5 Pengamatan

3.5.1 Jumlah imago yang hadir

Pengamatan dilakukan setelah 7 hari infestasi dengan cara menghitung imago T.


casteneum yang hadir pada setiap perlakuan baik yang hidup atau mati. Jumlah imago
jantan dan betina juga dihitung berdasarkan keberadaaannya pada setiap perlakuan.
Jika imago T. castaneum yang ditemukan berada ditengah sangkar preferensi maka
dilihat kecenderungannya dekat pada perlakuan yang mana. Imago-imago yang telah
dihitung kemudian pindahkan ke dalam tempat yang berbeda.

3.5.2 Jumlah imago turunan pertama

Beras-beras yang telah terinfestasi imago T. castaneum kemudian dipindahkan ke


dalam standing pouch berbeda berdasarkan setiap perlakuan. Pengamatan dilakukan
setiap hari selama satu bulan dan dihitung setiap imago yang hadir pada tiap
perlakuan. Imago yang telah masuk hitungan setiap pengamatan dikeluarkan dari
standing pouch.
3.5.3 Susut bobot beras

Susut bobot beras ditentukan dengan cara menimbang berat akhir beras pada akhir
penelitian selama satu bulan terhitung sejak 7 hari infestasi serangga uji. Bobot
masing-masing tepung pada awal pengamatan yaitu 30 gr. Susut bobot tepung
dihitung menggunakan rumus yaitu (berat awal-berat akhir)/berat awal)×100%.

3.5.4 Analisis data

Data hasil pengamatan diuji homogenitasnya menggunakan uji Barlet. Keaditifitasan


atau keselarasan data diuji menggunakan uji Tukey, kemudian jika assumsi terpenuhi
maka data dianalisis menggunakan Analisis Ragam (ANARA). Perbedaan nilai
tengah perlakuan diuji menggunakan uji BNT dengan taraf 5%.
DAFTAR PUSTAKA

Aligita dan Widhya. 2018. Isolasi Antosianin dari Ketan Hitam. Skripsi. Program
Studi Sains dan Farmasi. Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung.
Bandung.

Ardiansyah, S., Bakhtiar, Rahmad, J., Suriani. 2021. Uji Preferensi Tribolium
castaneum pada Beberapa Varietas Padi dan Kadar Air. Jurnal Sistem
Pertanian. Vol 1(1), 7-10.

Astuti, L. P. dan Mutala’liah. 2020. Preferensi Tribolium castaneum (Herbst) Pada


Enam Jenis Tepung. Jurnal Entomologi Indonesia. Vol 17(3), 149-155.

Augusta, A. V., Lafifah, U., Surjana, T. dan Sudarti. 2023. Mortalitas hama Gudang
Tribolium castaneum dan susut bobot pada beras dan jagung dalam bentuk
utuh, patah, dan tepung. Journal of Sustainable Dryland Agriculture. Vol
16(2), 183-191.

Baldwin, R. dan Fasulo, T. R. 2010. Tribolium castaneum (red flour beetle).


https://entnemdept.ufl.edu/creatures/urban/beetles/red_flour_beetle.htm.
Diakses pada 14 Januari 2024.

Christine S., Chai Liang & Novita Kristanti. 2015. Proses Pengolahan Gandum
Menjadi Tepung Terigu Di Pt. Indofood Sukses Makmur, Tbk. Bogasari Flour
Mills Surabaya. Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi
Pertanian Universitas Katolik Widya Mandala. Surabaya.

Devi M. B. and Devi N. 2015. Biology of rust-red flour beetle, Tribolium castaneum
(Herbst) (Coleoptera: Tenebrionidae). Biological Forum-An International
Journal. Vol 7(1), 12-15.

Dharmaputra, O. S., Halid, H. dan Sunjaya. 2014. Serangan Tribolium castaneum


pada beras di penyimpanan dan pengaruhnya terhadap serangan cendawan dan
susut bobot. Jurnal Fitopatologi Indonesia. Vol 10(4), 126-132.

Hanifa dan Luthfeni. 2006. Aneka Makanan Kecil. Azka Press. Pasaman Barat.
Hendrival dan R. Amanda. 2019. Kerentanan relatif tepung sorgum terhadap
kumbang tepung merah (Tribolium castaneum Herbst). AGRIN: Jurnal
Penelitian Pertanian. Vol 23(2), 122-131.

Hendrival, Khairunnisa, R., & Munauwar, M.M. 2022. Variasi kerentanan dan
kerusakan serealia setelah infestasi hama kumbang bubuk (Sitophilus oryzae
L.) berdasarkan kadar air. Agriprima: Journal of Applied Agricultural
Sciences. Vol 6(1), 73-84.

Hernawan, E dan Meylani, V. 2016. Analisis karakteristik fisikokimia beras putih,


beras merah, dan beras hitam (Oryza sativa L., Oryza nivara dan Oryza sativa
L. indica. Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada. Vol 15(1), 79-91.

Kausarmalik, Rizwana R. 2014. Study of combined effect of locally isolated Bacillus


thuringiensis and Turmeric powder on Red Flour Beetle (Tribolium
castaneum). Journal Curr Microbiol App Sci. Vol 3(4), 760-773.

Kayode, O.Y., C.O. Adedire, and R.O. Akinkurolere. 2014. Influence of four cereal
flours on the growth of Tribolium castaneum Herbst (Coleoptera:
Tenebrionidae). Ife Journal of Science. Vol 16(3), 505-516.

Kementrian Pertanian. 2013. Peraturan Menteri Pertanian NOMOR 73 Tahun 2013.


Kementrian Pertanian. Jakarta.

Kheradpir, N. 2014. Food preference of T. castaneum among four flour types.


European Journal of Experimental Biology. Vol 4(1), 436-439.

Llato, J., Dien, M. F. dan Rante, C. S. 2012. Jenis populasi serangga hama pada beras
di gudang tradisional dan modern di Provinsi Gorontalo. Eugenia. Vol 18(2),
102-110.

Martinius dan Hamid, H. 2011. RPKPS Hama dan Penyakit Pascapanen. Universitas
Padang. Padang.

Myers, P., Espinosa, R., Parr, C. S., Jones, T., Hammond, G. S. and Dewey, T. A.
2024. The Animal Diversity: Tribolium castaneum.
https://animaldiversity.org/accounts/Tribolium_castaneum/classification/
#Triboliumcastaneum. Diakses pada 9 Januari 2024.
Nailufar, A.A., Basito, dan Anam, C. 2012. Kajian karakteristik ketan hitam (Oryza
sativa glutinosa) pada beberapa jenis pengemas selama penyimpanan. Jurnal
Teknosains Pangan. Vol 1(1), 121-132.

Nuraini, I. V., Prakoso, B. dan Suroto, A. 2022. Survei dan identifikasi hama Gudang
pada komoditas padi, jagung, dan kedelai di Kecamatan Batuwarno,
Wonogiri. BIOFARM. Jurnal Ilmiah Pertanian. Vol 18(2), 87-95.

Pires, E. M., Souza, E. Q.,; Nogueira, R. M., Soares, M. A., Dias, T. K. R. dan
Oliveira, M. A. 2017. Damage caused by Tribolium castaneum (Coleoptera:
Tenebrionidae) in stored brazil nut. Scientific Electronic Archives. Vol 10(1),
1-6.

Purnamasari, A. dan Haryanto, H. 2023. Keanekaragam hama kumbang pada gudang


beras di Kota Matarn dan Kabupaten Lombok Tangah, Indonesia. Jurnal Ilmu
Pertanian. Vol 20(1), 1-8.

Rahayum., Pakki, T., dan Sukmawati, T. 2014. Preferensi dan kemampuan


makantikus rumah (Rattus–rattus diardii) pada beberapa varietas beras (Oryza
satival.) di penyimpanan. Jurnal Agroteknios. Vol 4(1), 66-70.

Rahman, S. 2018. Teknologi Pengolahan Tepung dan Pati Biji-Bijian Berbasis


Tanaman Kayu. Deepublish Publisher. Sleman.

Ramadhan, Bilma. 2022. Proses Produksi Pengolahan Tepung Beras Rose Brand Di
PT. Budi Makmur Perkasa. Jurnal Ilmiah Teknik Mesin. Vol 2(2), 36-43.

Rees, D. 2004. Insect of Stored Products. Csiro Publishing. London.

Riddick, E. W. 2023. Mass Production of Beneficial Organisms: Production of


Coleopteran Predators. Academic Press. Cambridge.

Rizal, S., Mutiara, D., dan Agustina, D. 2019. Preferensi konsumsi kumbang beras
(Sitophilus oryzae L) pada beberapa varietas beras. Jurnal Ilmiah Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam. 16(2): 157-165.

Sodiq, M. 2009. Ketahanan Pangan. Universitas Pembangunan Nasional Press. Jawa


Timur.
Sori, W. dan A. Ayana. 2012. Storage Pests of Maize and Their Status in Jimma Zone,
Ethiopia. Afr. J. Agr. Res. Vol 7(28), 4056-4060.

Sreeramoju, P., Prasad, M. S. K. and Lakshmipathi, V. 2016. Complete study of life


cycle of Tribolium castaneum and its weight variations in the developing
stage. International Journal of Plant, Animal and Environmental Sciences.
Vol 6(2), 95-100.

Suliartini, N.W.S., G.R. Sadimantara, T. Wijiyanto, dan Muhidin. 2011. Pengujian


kadar antosianin padi gogo beras merah hasil koleksi plasma nutfah Sulawesi
Tenggara. Crop Agro. Vol 4(2), 43-48.

Syafaat, A., Bakhtiar., Jahuddin, R., dan Suriani. 2021. Uji preferensi Tribolium
castaneum pada beberapa varietas padi dan kadar air. Tarjih Agriculture
System Journal. Vol 1(1), 7-10.

Tim Pengajar DDIHT. 2019. Dasar-Dasar Ilmu Hama Tumbuhan. Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta.

Wagiman, F. X. 2019. Hama Pascapanen dan Pengelolaannya. Gajah Mada


University Press. Yogyakarta.

Wandansari, T. A., Astuti, L. P. dan Widjayanti, T. 2022. Pertumbuhan populasi dan


perkembangan Tribolium castaneum (Herbst) (Coleoptera: Tenebrionidae)
pada beberapa varietas beras. Jurnal HPT. Vol 10(1), 12-20.

Wei, X and Huang, X. 2019. Rice: Chemistry and Technology. AACC International
Press. Eugene.

Zulaikah, S. 2002. Ilmu Bahan Makanan. Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas


Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai