Anda di halaman 1dari 28

TUGAS TERSTRUKTUR

HAMA DAN PENYAKIT PASCA PANEN

Pengamatan Hama Tribolium castaneum

Pada Jagung, Kedelai, dan Tepung Beras

Disusun Oleh:

Devi Rahayu Ningsih (A1D016010)

Yulia (A1D016034)
Akhmad Faizal Shabirin (A1D016102)

Delfita Mutiara Anggun Lestari (A1D016145)

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS PERTANIAN

PURWOKERTO

2018

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Tribolium casteneum merupakan hama gudang yang menyerang kacang

tanah tetapi hama ini juga dapat menyerang pada komoditas beras, tetapi juga

terdapat pada gaplek, dedak, bekatul yang ada di toko maupun di rumah. Pada
umumnya hama ini dapat menyerang ketika terjadi kerusakan mekanis atau

kerusakan akibat Sitophilus oryzae atau karena hama-hama gudang yang lain yang

menyerang (Sudarmo, 1997). Tribolium casteneum pada kacang tanah menyerang

karena kacang tanah memiliki kandungan lemak yang tinggi yang dibutuhkan oleh

hama tersebut.

Hama gudang mempunyai sifat yang khusus yang berlainan dengan hama-

hama yang menyerang dilapangan, hal ini sangat berkaitan dengan ruang lingkup

hidupnya yang terbatas yang tentunya memberikan pengaruh yang terbatas juga.

Produk pasca panen merupakan bagian tanaman yang dipanen dengan berbagai

tujuan terutama untuk memberikan nilai tambah dan keuntungan bagi petani

maupun konsumen sehingga produk pasca panen ini perlu disimpan untuk

memenuhi kebutuhan konsumen atau untuk memenuhi stok produk yang ada.

Produk dalam simpanan ini tidak terlepas dari masalah organisme pengganggu

tumbuhan terutama dari golongan serangga hama (Kartasapoetra, 1989).

Hama Tribolium casteneum yang juga disebut kumbang merah tepung

karena hasil dari gerekan hama ini berupa tepung dan warna dari hama ini adalah

merah. Hama ini termasuk hama sekunder pada beberapa komoditas seperti

kacang tanah. Salah satu cara pengendalian hama ini adalah penggunaan pestisida

nabati. Pestisida nabati merupakan pestisida yang memiliki bahan aktif yang

dihasilkan dari tanaman dan memiliki fungsi sebagai pengendalian hama dan

penyakit yang menyerang tanaman. Pestisida nabati merupakan pestisida yang

dapat menjadi alternatif untuk mengurangi penggunaan pestisida sintetis. Pestisida

nabati adalah pestisida yang ramah lingkungan serta tanaman-tanaman

penghasilnya mudah dibudidayakan salah satunya seperti sereh dapur, sereh wangi
dan nimba yang dapat dibuat menjadi bentuk minyak tanaman (Adnyana, 2012).

Penggunaan pestisida nabati ini biasanya mengunakan organ tanaman seperti

daun, akar, biji dan buah tanaman yang menghasilkan suatu senyawa tertentu yang

dapat menghalau serangga untuk memakan atau bahkan mematikan serangga

tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana morfologi T. castaneum?
2. Bagaimana siklus hidup T. castaneum?
3. Bagaimana gejala kerusakan pada kedelai, tepung beras, dan

jagung akibat T. castaneum?


II.
III. TINJAUAN PUSTAKA

Tribolium castaneum merupakan salah satu spesies serangga hama penting

di penyimpanan di daerah tropik. Spesies ini dikenal sebagai kumbang tepung,

karena pada umumnya ditemukan pada tepung namun dapat juga ditemukan pada

komoditas serealia, serangga ini juga menjadi hama penting pada penyimpanan

beras di Indonesia. Tribolium castaneum ini diklasifikasikan ke dalam filum

Artropoda, kelas Insecta, ordo Coleoptera, famili rionidae, genus Tribolium, dan

spesies castaneum (Donald et al., 1992). Secara lengkap hama ini dapat

diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom Animalia
Subkingdom Bilatria
Infrakingdom Protostomia
Superphylum Ecdysozoa
Phylum Arthropoda
Subphylum Hexapoda
Class Insecta
Subclass Pterygota
Infraclass Neoptera
Superorder Holometabola
Order Coleoptera
Suborder Polyphaga
Infraorder Cucujiformia
Superfamily Tenebrionoidea
Family Tenebrionidae
Genus Tribolium
Species Tribolium castaneum
Tribolium castaneum merupakan hama yang tersebar luas di seluruh dunia,

khususnya di negara-negara beriklim panas dan daerah tropis lembab di dunia

seperti asia tenggara, amerika tengah, amerika selatan, dan sebagian besar benya

afrika. hama ini dapat ditemukan di banyak tempat penyimpanan produk pertanian

dan menjadi hama yang sangat destruktif. Inang dari hama ini yaitu berupa

tanaman penghasil biji bijian seperti padi, jagung, kedelai dan sebagainya (Padin
et al, 2013). Bulus (2008) melaporkan kisaran inang hama tersebut cukup luas

mencakup produk pertanian serealia, seperti gandum, sorgum, millet, acha,

beniseeds, serta kacang tunggak, kacang tanah, akar kering, ubi, singkong dan

sebagainya

Keberadaan T. castaneum pada gudang penyimpanan menyebabkan

terjadinya penurunan kualitas dan kuantitas beras. Bertambahnya populasi T.

castaneum akan meningkatkan susut bobot beras (Dharmaputra et al., 2014).

Serangga ini merusak beras dengan cara memakannya dari arah luar. Kerusakan

yang ditimbulkan oleh T. castaneum dapat menurunkan kualitas beras dari segi

rasa dan kandungan nutrisi serat akan menimbulkan bau apek pada beras.

Perkembangbiakan T. castaneum sangat cepat, karena siklus hidup T. castaneum

yang singkat yaitu 5 sampai 6 minggu. Hal tersebut tentu sangat merugikan

karena menyebabkan turunnya harga jual akibat kualitas maupun kuantitas yang

berkurang (Wagiman, 1999).

Kerusakan karena hama dari genus Tribolium pada tepung atau produk

olahan sereal lainnya, terutama kotoran dan noda yang akan mampu meracuni

konsumen. kotoran dan eksudasi lainnya dari larva hama ini mencemari makanan

yang cenderung berbau dan dengan demikian kehilangan nilai komersial atau gizi

mereka. Bau ini diperparah oleh feromon mual yang dihasilkan oleh kumbang

dewasa (Tamagno dan Ngamo, 2014)

Gejala serangan ditunjukkan dengan larva dan kumbang makan biji kacang

tanah sehingga menjadi berlubang, apabila kerusakan berat yang tersisa tinggal

kulitnya saja (Marwoto, 2006). Gejala serangan Tribolium pada bahan pangan

yang disimpan di gudang mudah diketahui dengan tanda-tanda adanya serangga,


bekas kulit larva, dan bekas kepompong pada bahan pangan yang diserang (Setijo,

2007)

Wiranata et al. (2013) melaporkan bahwa T. castaneum merupakan salah

satu spesies serangga yang ditemukan pada beras di gudang Perusahaan Umum

BULOG. Hama tersebut memiliki arti ekonomi yang sangat penting karena sifat

destruktifnya yang sangat merugikan, selain itu serangga tersebut mampu

bertahan pada bahan pangan dengan kadar air rendah, terutama menimbulkan

kerusakan pada serealia yang telah digiling, namun perkembangbiakannya tidak

cepat pada serealia yang berkadar air rendah, masih utuh, dan bebas dari serpihan.

Serangga ini mampu berkembang biak dengan cepat sehingga dapat menimbulkan

kerusakan yang cepat meluas serta yang paling penting menurunkan kualitas

produk.

Berbagai aspek kehidupan kutu beras dipengaruhi oleh kondisi fisik dari

lingkungan dimana kutu beras tersebut hidup. Beberapa faktor fisik dan

lingkungan yang mempengaruhi kehidupan kutu beras lain: suhu, kelembaban

relatif dan kadar air dari bahan yang disimpan. Jika suhu naik sampai titik

optimum maka tingkat pertumbuhan kutu beras secara individu meningkat,

aktivitas bertambah, mortalitas menurun dan akhirnya tingkat pertumbuhan

populasi kutu beras juga meningkat. Suhu optimum untuk pertumbuhan kutu

beras di daerah tropik 25-35 °C. Faktor biotis juga mempengaruhi kehidupan kutu

beras yaitu hubungan antara organisme yang hidup dalam ekosistem

penyimpanan. Faktor biotis dan lingkungan sangat mempengaruhi keragaman dan

kepadatan populasi kutu beras dalam sistem penyimpanan (Syarief dan Halid,

1990).
T. castaneum memiliki siklus yang relatif pendek sehingga laju peningkatan

populasinya juga menjadi relatif cepat. Meskipun demikian, T. castaneum

memiliki mekanisme khusus untuk membatasi jumlahnya. Umumnya T.

castaneum membatasi populasinya melalui tingkah laku kanibalisme yang

dilakukan oleh serangga dewasa (imago) dan larva. Kanibalisme lebih sering

terjadi pada butir jagung yang masih utuh dibandingkan dengan pada butir retak

atau yang berupa tepung karena larva lebih sulit memakan butir utuh (Flinn dan

Campbell, 2012).

Pengendalian T. castaneum dapat dilakukan secara terpadu. Komponen

Pengelolaan Hama Gudang Terpadu (PHGT) meliputi kegiatan pencegahan,

monitoring dan pengendalian.

1. Kegiatan Pencegahan

Komponen kegiatan pencegahan diantaranya: pemeriksaan kualitas awal

komoditas, sanitasi gudang dan lingkungan, pemeliharaan fisik gudang, kegiatan

aerasi gudang, dan pengosongan gudang (Pitaloka et al., 2012). Pengendalian

preventif terhadap serangan hama ini dapat diupayakan dengan cara menyimpan

bahan dalam plastik yang kedap (tidak berlubang), ditutup rapat-rapat, dan

sesekali dijemur di bawah matahari (Setijo, 2007).

2. Kegiatan Monitoring

Kegiatan monitoring dapat dilakukan setiap 15 hari sekali. Parameter

kegiatan monitoring meliputi monitoring serangan serangga hama gudang,

kualitas komoditas simpanan beras, serta monitoring sanitasi gudang dan

lingkungan (Pitaloka et al., 2012).

3. Kegiatan Pengendalian
Kegiatan pengendalian dilakukan melalui:

a. Spraying
Pelaksanaan spraying dilakukan rutin setiap 1 bulan sekali atau saat

tingkat serangan hama skala ringan. Insektisida yang digunakan adalah

Fentron 500 EC dan Tribola 500 EC (Pitaloka et al., 2012).


b. Fumigasi

Fumigasi adalah suatu tindakan atau perlakuan terhadap hama pada

komoditas dengan menggunakan senyawa kimia tertentu, di ruang kedap

udara, pada suhu, dan tekanan tertentu (Minarti, 2012). Fumigan yang

efektif untuk mengendalikan hama gudang adalah metil bromida (CH 3Br)

dan fosfin (PH3). Namun, sejak Montreal Protocol diberlakukan pada tahun

1995 penggunaan metil bromida dibatasi karena mengandung bahan kimia

yang reaktif, merubah sifat dari unsur-unsur beberapa bahan yang biasanya

difumigasi, beracun dan dapat merusak lapisan ozon. Saat ini satu-satunya

fumigan yang dapat digunakan untuk mengendalikan serangan hama gudang

adalah gas fosfin (ACIAR, 1998 dalam Minarti, 2012).

Fosfin adalah fumigan yang sangat baik, sebab hidrogen fosfida yang

terkandung di dalamnya memiliki pergerakan molekul sangat tinggi yang

memungkinkan terjadinya penetrasi dengan cepat ke dalam komoditas dan

menuju serangga sasaran. Fumigasi menggunakan fosfin dengan dosis 0,5 g

per 0,125 m3 telah dapat mematikan serangga Sitophylus oryzae, Tribolium

castaneum dan Callosubrosus phaseoli dalam waktu 24 jam (Hayata, 2005).

Bentuk formulasi penggunaan fosfin dihasilkan dari Aluminium

Phosphide atau magnesium phospide yang di formulasikan dalam bentuk

tablet, pellet atau powder dalam kantong kertas yang apabila bereaksi
dengan uap air yang ada dalam udara akan berbentuk gas phosphine/fosfin.

Keunggulan dari penggunaan Phostoxin yaitu, efektif mengendalikan hama

di gudang, mematikan seluruh stadia hama dan mampu mengatasi hama

yang berada dalam kemasan (Rahmayanti, 2016). Selain mempunyai

dampak positif, fumigasi juga menyebabkan permasalahan yang cukup

serius, yaitu terjadinya resistensi hama terhadap fumigasi (ACIAR, 1998

dalam Minarti, 2012).

c. Pestisida nabati
1). Pemanfaatan gulma rumput teki (Cyperus rotundus)

Rumput teki dapat dimanfaatkan sebagai biopestisida untuk

pengendalian hama gudang T. castaneum karena mempunyai kandungan zat

aktif sehingga mampu mengendalikan hama tersebut. Menurut Rahmayanti

(2016), serbuk rumput teki pada dosis 12 gram/100 biji jagung efektif untuk

mengendalikan hama T. castaneum dengan nilai mortalitas 83,33%.

Peningkatan mortalitas pada aplikasi biopestisida disebabkan oleh racun

pernafasan pada zat aktif tanin dalam formulasi serbuk rumput teki yang

terhirup dan masuk tubuh T. castaneum. Racun pernafasan adalah

insektisida yang masuk melalui trachea serangga dalam bentuk partikel

mikro yang melayang di udara (Munaf, 1997 dalam Rahmayanti, 2016).

Rumput teki memiliki banyak

kandungan kimia yang dapat menunjukkan

aktivitas farmakologi, namun

komponen aktif utamanya adalah


seskuiterpen. Bagian yang dapat digunakan sebagai bahan dasar biopestisida

adalah umbi dan daun pada rumput teki karena pada bagian ini diduga

kandungan senyawa kimianya lebih aktif dan beracun (Rahmayanti, 2016).

Senyawa seskuiterpen yang terkandung di dalam rumput teki adalah :

a. Flavonoid, bermanfaat untuk melindungi struktur sel,

meningkatkan efektivitas vitamin C, anti inflamasi, mencegah keropos

tulang, dan sebagai antibiotik (Barnes et al., 2004 dalam Rahmayanti,

2016).
b. Alkaloid, mengandung senyawa penolak serangga dan senyawa

antifungus (Robbinson, 1995 dalam Rahmayanti, 2016).

c. Seskuiterpenoid, mengandung gugus fungsi lakton yang beracun dan

merupakan kandungan tumbuhan obat. Senyawa lain bekerja sebagai

penolak serangga dan insektisida, beberapa merangsang pertumbuhan

tanaman dan bekerja sebagai fungisida.

d. Tanin, mampu merusak lapisan kitin yang menyelubungi kulit tubuh

serangga. Tanin yang masuk ke tubuh Tribolium castaneum akan kenaikan

pH darah, penggumpalan darah dan tertahannya peredaran darah. Selain

itu juga menyebabkan kerusakan jaringan, seperti: saluran pencernaan, otot

tubuh, sistem urat syaraf dan pernafasan. Kerusakan tersebut akhirnya

menyebabkan kematian pada serangga (Bernays and Chamberlain, 1980

dalam Rahmayanti, 2016).

e. Saponin, bekerja sebagai antimikroba.

2). Pemanfaatan tanaman lain

Beberapa tanaman dapat digunakan sebagai insektisida yaitu, nimba,

tembakau, sirsak, srikaya, mahoni, mindi, tuba, dan bengkuang (Nurnasari, 2009
dalam Siregar et al., 2013). Ekstrak biji dan daun nimba terdapat 3 golongan

penting yaitu: azadirachtin, salanin, dan meliantriol. Sifat penting azadirachtin

adalah menekan nafsu makan (antifeedant) untuk serangga hama. Beberapa

spesies tanaman famili Annonaceae ternyata cukup berpotensi untuk dimanfaatkan

sebagai insektisida botani, contohnya adalah tanaman srikaya. Senyawa aktif

dalam biji srikaya adalah golongan asetogenin yang juga merupakan antifeedant

untukk serangga hama (Dewi, 2007 dalam Siregar et al., 2013).

IV. PEMBAHASAN

Morfologi Tribolium castaneum

Hama Tribolium castaneum mempunyai sepasang antena beruas-ruas yang

semakin membesar secara teratur berbentuk bulat dari arah pangkal ke ujung.

Panjang badan imago 0,3-0,4 cm, berbentuk oval agak pipih, berwarna coklat

kemerah-merahan, dan mempunyai 1 pasang sayap transparan namun hanya dapat

digunakan untuk terbang jarak dekat seperti melompat atau berpindah tempat.

Telur T. castaneum tidak terlihat selama pengamatan, dikarenakan ukuran yang

terlalu kecil dan letaknya yang di dalam biji. Telur setelah menetas menjadi larva

yang tubuhnya beruas-ruas berwarna putih bersih saat masih muda dan
kekuningan seiring bertambahnya waktu. Panjang larva dewasa sekitar 0,6 cm dan

ditutupi oleh bulu-bulu halus berwarna putih. Pupa T. castaneum berwarna putih

bening, tanpa terbungkus kokon dan panjangnya sekitar 0,3 cm. Kaki T.

Castaneum berjumlah 3 pasang yang terdapat pada abdomen (perut) sejumlah 2

pasang, dan 1 pasang lainnya terdapat pada bagian thorax (dada).

Larva T. Castaneum Pupa T. Castaneum Imago T. Castaneum

Siklus hidup Tribolium castaneum pada tepung beras

Serangga hama gudang mempunyai 4 tanda spesifik yaitu: tubuhnya terdiri

adari 3 bagian (kepala, dada, perut); tubuh tertutup kulit luar; serangga dewasa

mempunyai 3 pasang kaki dan mengalami perubahan bentuk (metamorphosis).

Siklus hidup serangga melalui beberapa tahapan perubahan bentuk baik secara

sempurna maupun tidak sempurna. Proses perubahan bentuk (metamorfosis)

sempurna melalui tahapan: telur menetas menjadi ulat (larva) kemudian menjadi

kepompong (pupa) dan serangga dewasa (imago). Proses metamorfosis tidak

sempurna (gradual) terjadi jika telur yang menetas menyerupai bentuk serangga

dewasa dan tumbuh tanpa melalui tahap pupa (kepompong).

a. Telur

Telur Tribolium castaneum berwarna putih dan dapat dilihat secara

mikroskopis dengan ukuran kurang lebih 1,5 mm. Stadia telur Tribolium

castaneum berkisar sekitar 5-12 hari. Secara kasat mata telur berwarna putih dan
berukuran kecil, diletakan oleh serangga betina diantara partikel yang diselubungi

cairan perekat sehingga partikel makanan melekat (Haines, 1991 dalam

Tanhindarto, 2006). Hal tersebut belum sesuai dengan hasil pengamatan karena

telur dari T. castaneum tidak terlihat pada tepung.

b. Larva

Larva Tribolium castaneum berwarna kuning keputihan, Larva Tribolium

castaneu mempunyai bentuk khas yaitu adanya tonjolan runcing pada ruas

terakhir dari abdomen yang disebut urogomphi (Syarif dan Halid, 1993 dalam

Tanhindarto,2005). Menurut Bannet (2003) periode larva berkisar 22-30 hari.

Berdasarkan hasil pengamatan ditemukan larva berwarna putih dengan dibagian

ujung terdapat warna coklat. Setelah waktu yang lama larva berubah menjadi

pupa.

c. Pupa

Pupa Tribolium castaneum berwarna kekuning-kuningan dengan panjang 4

mm. Pupa hampir sama dengan larva instar akhir. Periode pupa kurang lebih 8

hari (Luh, 1980). Berdasarkan hasil pengamatan tidak ditemukan pupa,

dikarenakan media tepung yang berwarna putih sehingga pupa sulit ditemukan.

Pupa akan terus tumbuh dan berkembang sehingga menjadi imagao.

d. Imago

Imago berwarna coklat merah kehitaman berukuran panjang kira-kira 5- 6,5

mm dan lebar 2 mm. Antena berbentuk clavate menyerupai gada, ruas-ruas

membesar secara teratur dari arah pangkal ke ujung. Imago mempunyai antena

berbentuk menyerupai gada dan melebar ke arah ujung secara beraturan (Ilato et

al., 2012). Berdasarkan pengamatan, imago berwarna coklat kemerahan dan


memiliki dua antenna. Imago betina akan meletakkan telur di antara butiran

tepung, secara acak. Telur menempel pada partikel-pertikel tepung. Imago sangat

aktif, dengan cepat akan bersembunyi jika terganggu, dan dapat ditemukan

diantara atau didalam kedelai itu sendiri.

Kerusakan akibat Tribolium castaneum

pada tepung beras

Berdasarkan pengamatan, kerusakan

yang terjadi akibat serangan imago Tribolium castaneum, jika belum terdapat

tepung mereka akan menunggu hasil perusakan butir beras, gaplek, jagung, kopra,

dan lain-lain oleh hama primer. Ketika terdapat dalam jumlah besar, kumbang

tepung akan menyebabkan tepung menjadi rentan terhadap jamur serta dapat

mencemari komoditas dengan sekresi dari kelenjar berbau hama tersebut.

Serangan berat yang disebabkan oleh T. castaneum menyebabkan komoditas

tercemar oleh benzokuinon hasil ekskresi kumbang tersebut yang bersifat racun

sehingga komoditas tersebut tidak layak untuk dikonsumsi dan menyebabkan

tepung berwarna coklat. Menurut Ajayi dan Rahman (2006), tingkat kerusakan

ekonomi pada tepung selama penyimpanan berkisar antara 34-40%.

Gambar kerusakan tepung beras akibat T. Castaneum

Siklus hidup Tribolium castaneum pada kedelai

a. Telur
Telur Tribolium castaneum berwarna putih dan dapat dilihat secara

mikroskopis dengan ukuran kurang lebih 1,5 mm. Stadia telur Tribolium

castaneum berkisar sekitar 5-12hari. Secara kasat mata telur berwarna putih dan

berukuran kecil, diletakan oleh serangga betina diantara partikel yang diselubungi

cairan perekat sehingga partikel makanan melekat (Haines, 1991 dalam

Tanhindarto,2006). Hal tersebut sesuai dengan hasil pengamatan yang

menunjukan bahwa telur dari Tribolium castaneum menunjukan warna putih dan

telur melekat pada biji kedelai. Setelah beberapa hari kemudian telur menetas

menjadi larva.

b. Larva

Larva Tribolium castaneum berwarna kuning keputihan, Larva Tribolium

castaneu mempunyai bentuk khas yaitu adanya tonjolan runcing pada ruas

terakhir dari abdomen yang disebut urogomphi (Syarif dan Halid, 1993 dalam

Tanhindarto,2005). Menurut Bannet (2003) periode larva berkisar 22-30 hari.

Berdasarkan hasil pengamatan ditemukan larva berwarna putih denan dibagian

ujung terdapat warna coklat. Setelah waktu yang lama larva berubah menjadi

pupa.

c. Pupa

Pupa Tribolium castaneum berwarna kekuning-kuningan dengan panjang 4

mm. Pupa hampir sama dengan larva instar akhir. Periode pupa kurang lebih 8

hari (Luh,1980). Berdasarkan hasil pengamatan tidak ditemukan pupa,

dikarenakan media kedelai yan terlalu banyak. Pupa akan terus tumbuh dan

berkembang sehingga menjadi imagao.

d. Imago
Imago betina akan meletakkan telur di

antara butiran kedelai, secara acak. Telur

menempel pada kedelai dan

dilindungi oleh partikel-pertikel tepung. Imago sangat aktif, dengan cepat

akan bersembunyi jika terganggu, dan dapat ditemukan diantara atau didalam

kedelai itu sendiri.

Kerusakan akibat Tribolium castaneum pada kedelai

Berdasarkan pengamatan, kerusakan yang terjadi akibat serangan Tribolium

castaneum pada kedelai yaitu pada biji kedelai terdapat bolong-bolong, bolongan

tersebut biasanya di gunakan Tribolium castaneum untuk melindungi diri dan

meletakan telurnya. Selain itu, biji kedelai yang terserang juga mengalami

penyusutan bobot dan kadar air, hal ini ditandai dengan banyaknya biji yang

semakin mengkerut. Serangan Tribolium castaneum ini sangat berdampak buruk

terhadap kualitas kedelai sehingga harga jual nya dapat menurun, bahkan jika

serangan sudah tinggi biji kedelai tersebut tidak bisa digunakan lagi.

Gambar kerusakan kedelai akibat T. Castaneum

Siklus hidup Tribolium castaneum pada jagung

Telur diletakkan dalam tepung atau pada bahan lain yang sejenis yang

merupakan pecahan kecil (remah). Telur berwarna putih dan dapat dilihat secara

mikorkopis dengan ukuran kurang lebih 1,5 mm. Stadia telur 5-12 hari (Bennet,
2003). Selama pengamatan belum ditemukan telur hama tersebut karena

ukurannya yang tidak mudah diamati, setelah tribolium dewasa dipelihara 1.5

minggu sudah mulai muncul larva kecil, sehingga dapat diperkirakan stadia telur

berlangsung selama 10 hari.

Larva mempunyai 6 tungkai, berwarna krem kekuning-kuningan sampai

kecoklat-coklatan. Periode larva 22-30 hari (Bennet, 2003). Larva mengalami 4-6

kali pertukaran kulit, instar akhir berwarna kuning dengan panjang tubuh dapat

mencapai 3-6 mm (Bennet, 2009). Berdasarkan hasil pengamatan ditemukan larva

setelah 1.5 minggu pemeliharaan, pertama larva berukuran sangat kecil kemudian

tumbuh seiring berjalannya waktu dengan morfologi yang sesuai dengan

literature. Pupa hampir sama dengan larva instar akhir, pertama-tama berwarna

putih, lama kelamaan berubah menjadi kuning kecoklatan kemudian berubah

menjadi merah kecoklat-coklatan dengan ukuran panjangnya ± 3,5 mm. Periode

pupa kurang lebih 8 hari (Luh, 1980). Berdasarkan hasil pengamatan ditemukan

pupa berwarna keputihan dengan ukuran 0.3 cm pada minggu ke 4-5 dengan ciri

morfologi yang sama.

Imago berada di dalam bahan makanan, dapat bertelur 300-400 butir telur

selama periode 4-6 bulan. Imago berwarna merah kecoklatan dengan ukuran

panjang 4 mm. Siklus hidup keseluruhan 7-12 minggu dan umur kumbang dewasa

dapat mencapai 3 tahun atau lebih (Bennet, 2003). Berdasarkan hasil pengamatan

populasi hama dewasa ini bertambah banyak pada minggu ke 5 yang menandakan

pupa telah berubah menjadi imago berwarna merah kecoklatan mengkilap.

Kerusakan akibat Tribolium castaneum pada jagung


Kerusakan akibat serangan hama ini pada jagung yaitu biji-biji jagung menjadi

rusak yang ditandai dengan adanya lubang-lubang karena dimakan oleh hama

tersebut, serangan yang lebih lanjut membuat banyak terdapat tepung-tepung

akibat biji jagung yang dimakan. Hama ini juga membuat jagung menjadi berbau

tidak sedap akibat senyawa yang dikeluarkan dari tubuhnya. Hama tersebut

sebenarnya berperan sebagai hama sekunder dengan memanfaatkan serangan

hama primer kemudian memakan biji jagung yang telah rusak namun hama

tersebut juga dapat menyerang jagung utuh yang belum rusak ketika populasi

hama tersebut tinggi dan keadaan lingkungan kurang mendukung untuk hidup

Gambar Jagung yang berlubang Gambar jagung akibat serangan T. castaneum


V. KESIMPULAN
Tribolium cataneum merupakan salah satu hama dari golongan Coleoptera

atau kumbang. T. castaneum bersifat polifag karena menyerang simpanan beras,

jagung, kacang tanah, gaplek, kopra dan bijian lainnya. T. castaneum biasa

ditemukan di dalam gudang tempat penyimpanan benih atau tempat penyimpanan

tepung, sehingga disebut juga dengan kumbang tepung. Berdasarkan pengamatan

yang telah dilakukan terhadap T. castaneum yang berkembangbiak pada media

tepung beras, jagung, dan kedelai, perkembangbiakan T. castaneum pada tepung

beras lebih baik dibandingkan pada jagung dan kedelai. Hal tersebut dikarenakan

pada bahan berbutir keras, hama ini biasanya menjadi perusak kedua setelah ada

hama lain yang merusak bahan terlebih dahulu (Wagiman, 2014). Serangan T.

castaneum pada berbagai komoditas di tempat penyimpanan mengakibatkan

kerusakan yang berarti dan merugikan dari segi ekonomis.


DAFTAR PUSTAKA

Adnyana. 2012. Efikasi Pestisida Nabati Minyak Atsiri Tanaman Tropis terhadap

Mortalitas Ulat Bulu Gempinis. Jurnal Agroekologi Tropika. 1(1): 1-11.

Ajayi, FA and SA Rahman. 2006. Susceptibility of some staple processed meals to

red flour beetle, Tribolium castaneum (Herbst) (Coleoptera:

Tenebrionidae). Pakistan Journal of Biological Sciences. 9:1744-1748.

Bennett, Struart M. 2003. Life Cycle Sitophilusspp.And Life Cycle Triboliumspp.

U.S. Department of Agriculture, Cooperative Extension Service,

University of Florida, IFAS, Florida


Bulus, S.D. 2008. Studies on Millet, Acha and Wheat: Their Nutrient Composition

and Their Susceptibility to Tribolium castaneum (Herbst), M.Tech Thesis.

Department of Biology, Federal University of Technology, Akure.

Dharmaputra, O.S. , Hariyadi H, dan Sunjaya. 2014. Serangan Tribolium

castaneum pada Beras di Penyimpanan dan Pengaruhnya terhadap

Serangan Cendawan dan Susut Bobot. Jurnal fitopatologi indog. Vol.10

(4).
Flinn PW, Campbell JF. 2012. Effects of flour conditioning on cannibalism

Tribolium castaneum eggs and pupae. Environ Entomol. 41(6):1501–1504.

DOI: http:// dx.doi.org/10.1603/EN12222.

Hayata. 2005. Pengaruh Fosfin (PH3) Terhadap Mortalitas Beberapa Hama

Gudang. Jurnal Agronomi 9(2): 107-109.

Hsu, H.W., dan Luh, B.S. (1980). Rice Hull. Dalam Rice Produck And Utilization.

Editor: Bor Shiun Luh. New York: Avi Publishing Company Inc. Hal. 736-

740.
Ilato, J., M. F. Dien., dan C. S. Rante. 2012. Jenis dan populasi serangga hama

pada beras di gudang tradisional dan modern di provinsi gorontalo.

Eugenia. 18 (2) : 102- 110.

Kartasapoetra. 1989. Teknologi Pasca Panen. Bina Aksara. Jakarta.

Marwoto. 2006. Hama Utama Kacang Tanah dan Strategi Pengendaliannya.

Monograf Balitkabi No. 13. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan

Umbi, Malang.

Minarti, Listika. 2012. Pengujian Resistensi Tribolium castaneum Herbst.


(Coleoptera: Tenebronidae), Rhyzopertha dominica (F.) (Coleoptera:
Bostrichidae), Cryptolestes Sp. (Coleoptera: Laemopholidae) terhadap
Fosfin dan Keragaan Relatif Strain Resisten. Skripsi. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Padin S.B., Fuse C., Urrutia M.I. and Dal Bello G.M. 2013. Toxicity and

repellency of nine medicinal plants against Tribolium castaneum in stored

wheat. Bulletin of Insectology. Vol. 66 (1): 45-49.

Pitaloka, Adelia Luhjingga et al. 2012. Gambaran Beberapa Faktor Fisik

Penyimpanan Beras, Identifikasi dan Upaya Pengendalian Serangga Hama

Gudang (Studi di Gudang Bulog 103 Demak Sub Dolog Wilayah I

Semarang). Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol.1 (2): 218 – 217.

Rahmayanti, Refyka. 2016. Pemanfaatan Serbuk Rumput Teki (Cyperus rotundus

L.) untuk Pengendalian Hama Gudang (Tribolium castaneum) Pada Benih

Jagung. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta.


Setijo, P. 2007. Suweg : Seri Budi Daya. Kanisius. Yogyakarta.

Siregar et al. 2013. Pengendalian Sitophilus oryzae (Coleoptera: Curculionidae)

dan Tribolium castaneum (Coleoptera: Tenebrionidae) dengan Beberapa

Serbuk Biji sebagai Insektisida Botani Ramah Lingkungan. Jurnal Ilmu

Pertanian KULTIVAR.

Sudarmo, R. M. 1997. Pengendalian Serangga Hama Sayuran dan Palawija.

Kanisius. Jakarta.
Syarief, R. dan H. Halid. 1990. Buku Monograf Teknologi Penyimpanan Pangan.

Laboratorium Rekayasa Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Tamgno and SL Ngamo Tinkeu. 2014. Application of The Flour of Four

Leguminous Crops For The Control of Tenebrionidae Beetle (Tribolium

Castaneum - Herbst). African Journal of Food, Agriculture, Nutrition and

Development. Vol 14 (1): 8474-8487.

Wagiman. 2014. Hama Pascapanen. UGM Press, Yogyakarta.


Wiranata RA, Himawan T, Astuti LP. 2013. Identifikasi Arthropoda Hama dan

Musuh Alami pada Gudang Beras Perum BULOG dan Gudang Gabah

Mitra Kerja di Kabupaten Jember. J HPT Tropika. 1(2):52–57.

Anda mungkin juga menyukai