Anda di halaman 1dari 4

Nama : Muzayana

NIM : 2101012250
Mata Kuliah : Met. Pemikiran Aswaja (6D)

Respon Dan Refleksi Dari Ceramah Ustadz Farhan Abu Furaihan Hafizhahullah

Menurut beberapa pendapat bahwa ceramah ustaz Salafi ini menyalahkan banyak
amalan kita meski dalam durasi singkat. Kelompok yang menamakan diri mereka sebagai
Salafi ini tidaklah menggunakan sistem bermazhab dalam memahami dalil. Sehingga tatkala
mereka berbicara soal mazhab maka akan terlihat lucu, menggelikan, dan memperlihatkan
kualitas keilmuannya. Maka benar yang dikatakan oleh ahli hadis dari mazhab Syafi’i, al-
Hafidz Ibnu Hajar:
‫َوإ َذإ تَ ََكَّ َم إلْ َم ْرء يِف غَ ْْي فَنّه َأ ََت ِبي َ يذ يه إلْ َع َجائيب‬
ِ
“Jika seseorang berbicara di luar keahliannya, maka ia menyampaikan hal-hal aneh” (Fathul
Bari, 5/446).

Beberapa poin saja yang perlu saya jelaskan:


1. Niat Dalam Shalat
Menurut ustaz ini melafalkan niat (nawaitu, ushalli dll) adalah bukan pendapat Imam
Syafii, melainkan pendapat sebagian ulama Syafiiyah. Betulkah?

BOHONG! Mari kita baca dengan saksama:

‫هللا ع ََّز‬ ‫هللا ُم َو ي ّّجًا يل َبي يْت ي‬


‫هللا ُم َؤ ي ّد ًًي يل َف ْر يض ي‬ ‫ بي ْس يم ي‬: ‫إلص ََل ية قَا َل‬
َّ ‫إلرب ْي ُع قَا َل ََك َن إلشَّ ا يف يعي إ َذإ َأ َرإ َد َأ ْن يَدْ ُخ َل يِف‬
‫ ثَ َنا َّ ي‬،‫َأخ َ ََْبَنَ إ ْب ُن خ َُزيْ َم َة‬
ِ
‫َّهللا َأ ْك َ َُب‬
ُ ‫َو َجل‬

“Mengabarkan kepadaku Ibnu Khuzaimah, mengabarkan kepadaku Ar-Rabi’, ia berkata:


”Imam Syafi’i ketika akan masuk dalam salat beliau mengucapkan: “Bismillah Aku
menghadap ke Baitullah, menunaikkan kewajiban kepada Allah. Allahu Akbar.” (Ibnu Al-
Muqri, Al-Mu’jam: 317).

Katanya Imam Nawawi tidak menganjurkan ? BOHONG LAGI!, mari kita cek lagi tulisan
Imam Nawawi, pentarjih utama mazhab Syafi’I :
‫َوإل ينّ َّي ُة يِبلْقَ ْل يب َويُ ْندَ ُب إلنُّ ْط ُق قُ َب ْي َل إلتَّ ْك يب يْي‬

“Dan niat di dalam hati. Dianjurkan mengucapkan niat sebelum takbir” (Minhaj Ath-
Thalibin 1/26).

Dan ustadz tersebut mengambil dari kitab Al-Majmu’, tetapi sayangnya tidak memahami
dengan baik maksudnya :

‫فان نوى بقلبه ومل يتلفظ بلسانه أجزأه عيل إملذهب وبه قطع إمجلهور وفيه إلوجه إذلى ذكره‬
‫إملصنف وذكره غْيه وقال صاحب إحلاوى هو قول إىب عبد هللا إلزبْيي أنه ال جيزئه حىت جيم‬
‫بني نية إلقلب وتلفظ إللسان الن إلشافعي رمحه هللا قال ِف إحلج إذإ نوى جحا أو معرة أجزأ وإن‬
‫مل يتلفظ وليس َكلصَلة ال تصح الا ِبلنطق قال إحصابنا غلط هذإ إلقائل وليس مرإد إلشافعي‬
‫ِبلنطق ِف إلصَلة هذإ بل مرإده إلتكبْي‬

2. Mengirim Pahala Al-Qur’an Tidak Sampai


Lagi-lagi ustaz ini hanya membaca literatur sekunder, kalaupun rujukannya ke sumber
primer mazhab Syafi’i belum menyeluruh. Mari kita amati, kita bareng-bareng melototi
yang disampaikan oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar:

َّ ‫َوقَا َل إلْ َح َس ُن ْب ُن‬


‫إلص َّب ُاح َّإلز ْع َف َر يإِن َسأَلْ ُت إلشَّ ا يف يع َّي ع يَن ْإل يق َرإ َء ية يع ْندَ إلْقَ ْ يَب فَقَا َل َال بَأ َس ِبي َا‬
“Al-Za’farani (perawi Imam Syafii dalam Qaul Qadim) bertanya kepada Imam Syafii
tentang membaca al-Quran di kuburan. Beliau menjawab: Tidak apa-apa” (al-
Ruh, Ibnu Qoyyim, I/11).
Al-Hafiz Ibnu Hajar berkata :

‫َو َه َذإ ن ٌَّص غَ يريْب ع يَن إلشَّ ا يف يعي َو َّإلز ْع َف َر يإِن يم ْن ُر َوإ ية إلْقَ يد ْ يْي َوه َُو ثيقَة َوإ َذإ لَ ْم يَ ير ْد يِف إلْ َج يديْ يد َما ُُيَا يل ُف َمنْ ُص ْو َص إلْقَ يد ْ يْي فَه َُو َم ْع ُم ْول يب يه يلزم‬
ِ
‫من ذكل أن يكون إلشافعي قائَل بوصول ثوإب إلقرأن لن إلقرأن أرشف إذلكر‬
3. Dzikir Keras Setelah Sholat
Ustaz ini melewatkan kalimat awal Imam Syafii dan langsung memberi kesimpulan.
Saya tidak tahu apakah beliau benar-benar melihat langsung ke kitab Al-Umm atau
cuma sekadar mendengarkan. Baik saya bantu perlihatkan:
‫قال إلشافعي وهذإ من إملباح لَلمام وغْي إملأموم قال وأى إمام ذكر هللا مبا وصفت ّجرإ أو رسإ أو بغْيه حفسن‬
Asy-Syafi’i berkata: “Ini adalah sesuatu yang boleh, bagi Imam atau selain makmum.
Ia berkata: Jika ada imam yang berdzikir kepada Allah dengan bentuk dikeraskan,
dilirihkan atau lainnya, maka ini BAIK” (Al-Umm 1/150)

Jadi soal zikir suara keras dan tidaknya ada dua pilihan, baik dan lebih baik. Kemudian
Imam Syafii memilih (ikhtiar) yang lebih baik yaitu lirih. Tapi andaikan dikeraskan
juga tidak apa-apa karena juga baik.

Di dalam Al-Umm tidak ada kata-kata Imam Syafi’i melarang. Berarti ustaz ini telah
BOHONG lagi atas nama Imam Syafii.

4. Mencukur Jenggot Haram


Kita perhatikan dulu :
‫إَّلل تَ َع َاَل َع ْن ُه ن ََّص يِف‬ َ ‫إلش ْيخ يَان يُ ْك َر ُه َح ْل ُق إل يلّ ْح َي ية َوإعْ َ ََتضَ ُه إبْ ُن ّ يإلرفْ َع ُة يِف َح ياش َي ية إلْ ََك يفيَ ية يبأَ َّن إلشَّ ا يف يع َّي َر ي‬
ُ َّ ‫ِض‬ َّ ‫( فَائيدَ ٌة ) قَا َل‬
‫ْ ُإل ّيم عَ ََل إلتَّ ْح ير يْي‬
Ar-Rafii dan An-Nawawi berkata bahwa makruh memotong jenggot. Hal ini ditentang
oleh Ibnu Rif’ah bahwa Asy-Syafii menjelaskan dalam kitab Al-Umm hukumnya
haram (Tuhfah 41/204).

Mengapa Iman Rafi’i dan Imam Nawawi sampai berbeda dengan Imam mazhabnya?
Sebab kedua Imam tersebut memiliki otoritas untuk menarjih beberapa pendapat Imam
Asy-Syafii. Karena jika ada riwayat yang sahih itulah madzhab Syafii. Ternyata
ditemukan sebuah riwayat dalam kitab Al-Bukhari bahwa Sahabat Ibnu Umar pernah
memotong jenggot. Jika memotong jenggot adalah haram secara mutlak tentu tidak
akan dilakukan oleh Ibnu Umar.

5. Menulis Nama di Batu Nisan


Ustaz ini lagi-lagi tidak memiliki bekal cukup keilmuan yang memadai dalam istimbath
hukum, yakni Ushul Fikih. Kata-kata ‘Nahy’ (larangan) ada yang haram dan ada yang
makruh. Ketika menyampaikan larangan menulis di kuburan beliau mengutip hadis
yang terdapat dalam riwayat Muslim tentang Tajshish. Saya cek berkali-kali tidak
ditemukan dalam Sahih Muslim. Larangan menulis di kuburan itu riwayat An-Nasai,
ustaz. Bukan di Sahih Muslim. Larangan menulis itu menurut sebagian ulama tidak
haram, tapi makruh. Bahkan dalam riwayat Al-Hakim beliau kemukakan:
‫و ليس إلعمل علهيا فان أمئة إملسلمني من إلرشق إَل إلغرب مكتوب عَل قبورمه و هو معل أخذ به إخللف عن إلسلف‬

“Bukan ini (menulis di kuburan) yang diamalkan. Sebab para Imam dari Timur dan
Barat tertulis dimakam mereka. Ini adalah amal yang telah diambil oleh ulama Khalaf
dari ulama Salaf” (Al-Mustadrak, 1/525. Menurut Imam Adz-Dzahabi tetap disebut
sebagai muhdats/ sesuatu yang baru)

Saya tidak perlu meneruskan lagi, sebab akan semakin membuka keilmuannya. Ia
menyampaikan kesimpulan juga banyak salahnya. Menyampaikan riwayat hadis juga
salah. Jadi, jangan berbicara soal mazhab lain jika masih dangkal. Ibarat mangga yang
belum matang rasanya kecut sekali, Ustaz.

Daftar Pustaka

https://arrahim.id/mk/muslim-indonesia-pengikut-syafiiyah-bukan-syafii-catatan-
kritis-untuk-ustaz-farhan-abu-furaihan/
https://islam.nu.or.id/syariah/bermazhab-syafi-i-atau-syafi-iyah-OagZm

Anda mungkin juga menyukai