Anda di halaman 1dari 13

TUGAS TEKNOLOGI PENGOLAHAN SUSU Review E-book Dairy Processing Anhydrous Milk Fat (AMF)

Disusun oleh: Annisa Widia Utami Arsy Hudani N Febi Indrayati Fitri Amalia Azzahra Nensi Anggraini H0909009 H0909011 H0909025 H0909031 H0909051

ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

I.

PENDAHULUAN Produksi susu di mulai sejak 6000 tahun yang lalu atau bahkan lebih awal. Hewan-hewan penghasil susu telah dikembangkan dari hewan liar selama ribuan tahun, tinggal di ketinggian dan tempat yang berbeda terpapar kondisi yang ekstrim. Orang mulai membudidayakan hewan herbivora sebagai hewan serbaguna, dipilih untuk memenuhi kebutuhan akan susu, daging, pakaian, dll. Hewan herbivora itu dipilih karena mereka lebih tidak berbahaya dan lebih mudah ditangani daripada hewan karnivora. Dan tidak bersaing karena mereka memakan tanaman yang tidak biasa dikonsumsi oleh manusia. Susu merupakan bahan pangan bernilai gizi tinggi yang dapat diperoleh dari hasil pemerahan hewan seperti sapi, kerbau, kambing atau mamalia lainnya. Susu dapat diolah menjadi berbagai produk olahan susu, baik berupa susu cair, susu bubuk, susu kental, keju, mentega, yogurt, es krim, permen (karamel), dodol, dan lain sebagainya (Ariningsih, 2007). Mentega adalah produk makanan susu, dibuat dengan mengaduk krim yang didapat dari susu. Biasanya digunakan sebagai olesan roti dan biskuit, sebagai perantara lemak di beberapa resep roti dan masakan, dan kadangkadang digunakan untuk menggoreng. Pengganti mentega ialah margarin yang biasanya lebih murah dan memiliki sedikit lemak dan kolesterol. Mentega hampir sama dengan roombutter tetapi roombutter adalah mentega yang wanginya tajam dan berwarna putih. Bahan dasar untuk membuat mentega adalah krim susu. Krim ini dipisahkan dari lapisan bawah susu atau skim (Anonim, 2012). Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3744-1995), mentega adalah produk makanan berbentuk padat lunak yang dibuat dari lemak atau krim susu atau campurannya, dengan atau tanpa penambahan garam (NaCl) atau bahan lain yang diizinkan, serta minimal mengandung 80% lemak susu. Selain garam dapur, ke dalam mentega juga ditambahkan vitamin, zat pewarna, dan bahan pengawet (misalnya sodium benzoat) (Astawan, 2010). Anhydrous milk fat (AMF) dan butteroil adalah produk yang kurang lebih mengandung lemak susu murni. AMF adalah bentuk yang baik untuk

penyimpanan dan transportasi dari lemak mentega karena membutuhkan lebih sedikit ruang dari mentega. AMF sering dihasilkan dari mentega, terutama dari mentega yang tidak diharapkan dapat digunakan dalam jangka waktu yang wajar. Sehingga AMF digunakan untuk rekombinasi dari berbagai produk susu, tetapi juga digunakan dalam industri manufaktur krim cokelat dan es.

II. ISI 1. Anhydrous Milk Fat (AMF) - Butteroil Anhydrous milk fat dan butteroil adalah produk yang kurang lebih mengandung lemak susu murni. Meskipun merupakan produk industri modern, mereka memiliki akar tradisional kuno di beberapa budaya. Ghee, produk lemak susu dengan lebih banyak protein dan rasa yang lebih mengena dari AMF, telah dikenal di India dan negara-negara Arab selama berabad-abad. Produk anhydrous milk fat diproduksi dalam tiga kualitas berbeda yang ditentukan oleh FIL-IDF International Standard 68A:1977: Anhydrous milk fat harus mengandung minimal 99,8% lemak susu dan dibuat dari krim segar atau mentega. Tidak ada aditif yang diizinkan, contohnya seperti aditif untuk menetralisasi asam lemak bebas. Anhydrous butteroil harus mengandung minimal 99,8% lemak susu tetapi dapat dibuat dari krim atau mentega dari berbagai usia. Penggunaan alkali untuk menetralkan asam lemak bebas diperbolehkan. Butteroil harus mengandung lemak susu 99,3%. Bahan baku dan spesifikasi pengolahan sama seperti Anhydrous butteroil. Dalam bab ini ekspresi AMF digunakan untuk semua produk yang dijelaskan dalam Standar Internasional FIL-IDF 68A: 1977. 2. Karakteristik AMF AMF adalah bentuk yang sangat baik untuk penyimpanan dan transportasi lemak mentega karena membutuhkan lebih sedikit ruang dari

mentega, yang merupakan bentuk tradisional untuk penyimpanan lemak mentega. Butter dianggap sebagai produk segar, meskipun biasanya dapat disimpan pada 4 C sampai 4 - 6 minggu. Jika disimpan untuk jangka waktu yang lebih lama, katakanlah hingga 10 - 12 bulan, butter harus disimpan pada suhu penyimpanan maks. -25 C. AMF, yang biasanya dikemas dalam barel 200 liter dengan gas inert, nitrogen (N2), dapat disimpan selama beberapa bulan pada 4 C. AMF berbentuk cairan pada suhu di atas 36 C dan padat di bawah 16 - 17 C. AMF cocok digunakan dalam bentuk cair karena mudah bercampur dengan produk lain. Sehingga AMF digunakan untuk rekombinasi dari berbagai produk susu, tetapi juga digunakan dalam industri manufaktur krim cokelat dan es. Permintaan mentega menurun, salah satu alasannya karena peningkatan penggunaan AMF. Salah satu bidang aplikasi dimana penggunaan AMF akan meningkat dalam "campuran" isi lemak yang berbeda dan dengan campuran minyak mentega dan sayuran, untuk membuat produk dengan sifat fungsional yang berbeda. Produk lemak yang disesuaikan untuk berbagai aplikasi dapat diperoleh dengan fraksinasi AMF. 3. Produksi AMF Produksi AMF pada prinsipnya berlangsung berdasarkan dua jenis metode, satu dalam aliran berkelanjutan secara langsung dari krim (susu), yang lain melalui mentega. Diagram blok pada Gambar 1 memvisualisasikan dua metode.

Gambar 1. Prinsip Produksi AMF Kualitas AMF adalah hasil kualitas bahan baku dan karena itu seharusnya tidak ada perbedaan metode apapun yang dipilih. Jika kualitas masing-masing krim dan mentega harus dianggap tidak cukup baik, ada beberapa cara untuk memperbaikinya sama dengan memoles (mencuci) minyak atau bahkan menetralkan sebelum langkah penguapan akhir selesai. Cara untuk melakukan salah satu dari operasi ini dibahas di bawah dalam pemurnian AMF. a. Produksi AMF dari krim Sebuah jalur produksi untuk pembuatan AMF dari krim diuraikan dalam Gambar 2. Krim pasteurisasi atau non-pasteurisasi dengan kadar lemak 35 - 40% masuk ke pabrik AMF melalui tangki keseimbangan (1) dan disalurkan melalui heat exchanger (2) untuk penyesuaian suhu atau pasteurisasi pada sentrifus (4) untuk pra-konsentrasi dari lemak

sekitar 75%. (Suhu di pra-konsentrasi dan downstream pada heat exchanger (11) dipertahankan pada kira-kira. 60 C). Fase "cahaya" dikumpulkan dalam tangki penyangga (6) untuk menunggu proses lebih lanjut, sedangkan fase "berat" biasanya disebut buttermilk, dapat melewati pemisah (5) untuk pemulihan lemak yang kemudian akan dicampur dengan krim yang masuk (3). Susu skim berjalan kembali ke heat exchanger (2) untuk pemulihan panas dan ke tangki penyimpanan. Setelah penyimpanan dalam tangki (6) konsentrat krim diumpankan ke homogeniser (7) untuk fase inversi, setelah itu melewati konsentrator akhir (9). Homogeniser beroperasi pada kapasitas yang sedikit lebih tinggi dari konsentrator akhir, produk surplus yang tidak tertangkap oleh konsentrator diresirkulasi ke tangki penyangga (6). Bagian dari energi mekanik yang digunakan dalam proses homogenisasi diubah menjadi panas; untuk menghindari terganggunya siklus suhu pada pabrik, surplus panas dihapus dengan pendingin (8). Akhirnya minyak yang terdiri dari 99,5% lemak, dipanaskan kembali sampai 95 - 98 C dalam heat exchanger (11) dan disalurkan ke dalam ruang vakum (12) untuk mendapatkan kadar air yang tidak melebihi 0,1%, setelah itu minyak didinginkan (11) sampai 35 - 40 C (suhu kemasan). Komponen utama dari suatu operasi pabrik AMF terletak pada krim sebagai pemisah untuk konsentrasi lemak dan homogeniser untuk fase inversi.

Gambar 2. Alur Produksi AMF dari Krim b. Produksi AMF dari mentega AMF sering dihasilkan dari mentega, terutama dari mentega yang tidak diharapkan dapat digunakan dalam jangka waktu yang wajar. Telah diteliti bahwa mungkin ada beberapa kesulitan dalam mendapatkan minyak yang benar-benar bening setelah langkah konsentrasi akhir ketika mentega segar dijadikan bahan baku. Minyak yang dihasilkan cenderung dalam keadaan sedikit keruh. Hal ini tidak terjadi dengan mentega yang telah disimpan selama dua minggu atau lebih. Alasan untuk hal ini tidak sepenuhnya dipahami, tetapi diketahui bahwa diperlukan waktu beberapa minggu setelah pengadukan sebelum keseluruhan dari mentega dikembangkan sepenuhnya. Ini juga telah diketahui bahwa ketika sampel mentega dipanaskan, emulsi mentega segar tampaknya lebih sulit untuk memisah dari pada mentega yang sudah lama dan juga tidak terlihat begitu bening. Krim manis, mentega tanpa garam biasanya digunakan sebagai bahan baku, tetapi krim kultur, mentega asin dapat juga digunakan. Gambar 3 menunjukkan standar sebuah pabrik untuk produksi AMF dari mentega.

Gambar 3. Alur Produksi AMF dari Mentega Pabrik ini mengumpankan mentega dari kotak (25 kg) yang telah disimpan untuk beberapa periode waktu. Bahan baku juga mungkin menggunakan mentega beku yang disimpan pada -25 C. Setelah diambil dari kotak, mentega dilelehkan dengan pemanasan tidak langsung dalam berbagai macam peralatan (1). Sebelum konsentrasi akhir dimulai, suhu mentega cair harus telah mencapai 60C. Pelelehan dengan pemanasan langsung (injeksi uap) merupakan suatu awalan dari pembentukan tipe emulsi baru dengan gelembung udara kecil membentuk fase dispersi, yang sangat sulit dipisahkan. Dalam konsentrasi berikutnya fase ini terkonsentrasi bersama-sama dengan minyak dan menyebabkan kekeruhan. Setelah pelelehan dan pemanasan, produk panas dipompa ke tangki induk (2) dimana dapat dilakukan selama jangka waktu tertentu (20 - 30 menit) terutama untuk memastikan pelelehan sempurna tetapi juga untuk pembentukan protein agregat. Dari tangki induk produk dipompa ke konsentrator akhir, setelah fase cahaya (mengandung 99,5% lemak) diproses pada heat exchanger (5) untuk pemanasan pada suhu 90-95 C, dari heat exchanger ke tangki vakum (6), dan akhirnya kembali lagi ke heat exchanger (5) untuk

pendinginan pada suhu kemasan yaitu 35-40C. Fase berat dapat dipompa kedalam tangki untuk buttermilk atau kedalam tangki pengumpul limbah (7), tergantung apakah hasil tersebut "murni" atau terkontaminasi dengan neutraliser. Jika mentega datang langsung dari buttermaker terus-menerus, risiko yang sama untuk memperoleh minyak keruh muncul seperti dalam kasus yang disebutkan sebelumnya pada mentega segar. Namun, dengan konsentrator akhir yang didesain secara hermitis, memungkinkan pengaturan tingkat di dalam mesin untuk mendapatkan fase minyak bening yang mengandung 99,5% lemak dengan volume sedikit lebih rendah dan fase berat untuk kandungan lemak yang relative tinggi (lemak 7%) pada volume yang sedikit lebih tinggi. Fase berat harus dipisahkan kembali dan krim yang diperoleh didaur ulang dengan mencampurnya dengan krim yang diumpankan ke buttermaker secra terus-menerus. 4. Penyulingan AMF AMF dapat disempurnakan untuk berbagai keperluan. Contoh proses penyulingan adalah: a. Pemolesan Pemolesan melibatkan pencucian minyak dengan air untuk mendapatkan produk bersih, bening. Dalam tahapan ini 20-30% air ditambahkan pada minyak yang berasal dari konsentrator akhir. Suhu air harus sama dengan suhu minyak. Setelah diisi dengan cepat, air dipisahkan keluar lagi, untuk membawa substansi yang larut dalam air (terutama protein) bersamanya. b. Netralisasi Netralisasi dilakukan untuk mengurangi tingkat asam lemak bebas (FFA) yang ada dalam minyak. Tingginya kadar FFA menimbulkan off-flavour dalam minyak dan produk yang digunakan. Alkali (NaOH) dengan konsentrasi 8-10% akan ditambahkan ke minyak dalam jumlah yang sesuai dengan tingkat FFA. Setelah dibiarkan sekitar 10 detik, air ditambahkan dalam proporsi yang sama seperti

untuk memoles, dan FFA yang tersabunkan terpisah keluar bersamasama dengan fase air. Perlu diperhatikan bahwa minyak dan alkali dicampur dengan baik tetapi harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari emulsifikasi kembali dari lemak. Penyusunan langkah netralisasi ditunjukkan pada Gambar 4. Larutan alkali dalam tangki (1), pada konsentrasi 8-10% dan temperatur sama dengan minyak yang meninggalkan konsentrator akhir, ditakar (2) ke dalam aliran minyak. Setelah pencampuran menyeluruh (3), aliran melewati bagian pipa (4) selama 10 detik. Setelah itu air panas semakin mendekat ke dalam aliran (5) dalam jumlah sekitar 20% dari arus perjalanan ke konsentrator kedua (6), melalui unit pencampuran (7).

Gambar 4. Netralisasi FFA sebagai salah satu proses refining pada produksi AMF c. Fraksinasi Fraksinasi adalah proses dimana minyak dipisahkan menjadi lemak dengan titik cair tinggi dan titik cair rendah. Fraksinasi ini memiliki sifat yang berbeda dan dapat digunakan dalam berbagai produk. Ada beberapa metode fraksinasi lemak, tetapi yang paling

umum digunakan salah satunya adalah dengan tidak mengunakan bahan aditif. Proses ini dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut: AMF, dipoles untuk memperoleh derajat kemurnian tertinggi dalam "minyak mentah", dilebur dan kemudian didinginkan perlahan-lahan ke suhu yang dihitung pada fraksi kristalisasi keluar tertentu, sementara fraksi dengan titik lebur yang lebih rendah tetap cair. Kristal dipanen dengan filter khusus. Filtrat kemudian didinginkan sampai suhu yang lebih rendah di mana fraksi lain mengkristal dan dipanen, dan seterusnya. d. Dekolesterolisasi Dekolesterolisasi adalah proses di mana kolesterol akan dihilangkan dari AMF. Metode yang sering digunakan adalah dengan mencampur minyak dengan pati yang dimodifikasi, betacyclodextrine (BCD). Molekul BCD mengelilingi kolesterol dan membentuk endapan yang dapat dipisahkan dengan sentrifugasi. 5. Pengemasan AMF diisi dalam kemasan berbagai ukuran. Untuk kebutuhan rumah tangga dan restoran berkisar 1 kg sampai 19,5 kg setiap kemasannya dan untuk industri menggunakan drum, minimum sebanyak 185 kg. Biasanya gas inert, nitrogen (N2), pertama kali disuntikkan dalam wadah. Karena gas N2 lebih berat daripada udara, maka gas tersebut tenggelam ke dasar. Ketika mengisi AMF -yang lebih berat dari N2- AMF akan berada di bawah dan gas N2 akan menciptakan keadaan kedap udara yang dapat mencegah AMF dari oksidasi yang terbentuk dari induksi udara.

III. KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil dari penguraian mengenai Anhydrous Milk Fat (Butteroil), diantaranya : 1. Anhydrous milk fat dan butteroil adalah produk yang kurang lebih mengandung lemak susu murni setidaknya tidak kurang dari 99,8%. 2. AMF berbentuk cairan pada suhu di atas 36 C dan padat di bawah 17 C. 3. Produksi AMF pada prinsipnya berlangsung berdasarkan dua jenis metode, satu dalam aliran berkelanjutan secara langsung dari krim (susu), yang lain melalui mentega. 4. Dalam pembuatan AMF dari mentega, mentega yang sudah lama disimpan menghasilkan produk yang lebih bening diibanding dengan mentega segar. 5. Penyulingan AMF dapat dilakukan dengan berbagai metode, yaitu pemolesan, netralisasi, fraksinasi, dan dekolesterolisasi. 6. Dalam pengemasan AMF, biasanya digunakan gas inert N2 yang berfungsi menciptakan keadaan kedap udara yang dapat mencegah AMF dari oksidasi yang terbentuk dari induksi udara. 16-

DAFTAR PUSTAKA Ariningsih, Ening. 2007. Pengembangan Industri Pengolahan Susu Dalam Upaya Peningkatan Konsumsi Susu Dan Produkproduk Olahan Susu Di Indonesia. Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII Anonim. 2012. Mentega. http://id.wikipedia.org/wiki/Mentega. Diakses pada Senin, tanggal 2 April 2012, pukul 15.00 WIB. Astawan, Made. 2010. Jangan TAKUT Mengonsumsi Mentega & Margarin. Departemen Kesehatan Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai