Anda di halaman 1dari 13

BAB VI CONCENTRATED MILKFAT PRODUCTS 6.1.

Introduction Lemak susu sangatlah unik karena merupakan sesuatu di antara lemak yang dapat dimakan (edible) dan minyak, karena lemak digunakan karena flavournya. Penggunaan lemak susu memberikan pandangan tersendiri, bahkan di banyak negara dijadikan untuk bahan makanan. Lemak susu menjadi sumber lemak utama dalam produk makanan, seperti es krim. Lemak susu adalah salah satu sumber lemak yang termahal dan berguna dalam produk lemak susu seperti butter dan

anhydrous milkfat (AMF). Beberapa tahun terakhir, perusahaan yang bergerak di


bidang lemak susu telah berhasil mengembangkan produk lemak susu sesuai dengan kebutuhan konsumen. 6.2. Flavour and Properties of Miilkfat 6.2.1. Milkfat flavour Flavour/cita rasa adalah salah satu atribut penting lemak susu, dan diperlukan pengawasan terhadap hal-hal yang berpengaruh terhadap flavo ur, seperti pada tahapan processing , penyimpanan, atau penanganan selama proses. Flavour adalah suatu sensasi yang kompleks yang timbul dari aroma dan rasa (Kinsella, 1975). Aroma terdiri dari komponen dengan volatil yang pada suhu tubuh dapat mencapai reseptor nasal (hidung) ketika dirasakan. Seperti rasa asam, pahit, dan biasanya juga ada komponen yang larut air ketika dirasakan. Rasa flavo ur tidak hanya dipengaruhi oleh berbagai komponen volatil, tetapi juga laju pelepasannya oleh makanan. Table 6.1. Some concentrated milkfat products and their applications Applications Anhydrous products Anhydrous milkfat (AMF) Recombined milk and dairy products, ice Fresh frozen milkfat for recombining cream Butter shortening Recombined milk and dairy products, ice Confectionary butterfat cream Soft butteroil Cakes, buttercreams Milk, chocolate, couvertures, caramel Shortbread, soups, sauces Aqueous products Cookie butter Cookies and biscuits Bakery butter Cakes Croissant butter Croissants Pastry butter Danish and puff pastry Products

Komponen lemak susu berasal sari beberapa sumber . Beberapa komponen tidak mengalami perubahan mulai dari di pakan hingga menjadi susu. Namun pada komponen lain, flavour dibentuk dari komponen pakan melalui reaksi biokimia dalam rumen. Beberapa komponen flavo ur lainnya terbentuk dari pemecahan komponen lipida oleh enzim, oksidasi atau reaksi panas, dan lebih jauh ditemukan hasil dari reaksi antara protein dan karbohidrat dalam serum susu (Kinsella, 1975). Pada beberapa produk, dilakukan penambahan flavour dengan penanaman

mikroorganisme selama proses pembuatan produk. Trigliserida yang terkandung dalam lemak susu, seperti halnya asam amino jenuh dan tidak jenuh pada umumnya terdiri dari C4-C22. Terdapat dua kelas asam lemak yang terurai pada kondisi panas dan/atau air untuk dapat membebaskan komponen flavo ur. Yang pertama adalah hydroxy acids (gamma- dan delta-), pada suhu -10 oC, sekitar setengah asam hidroksi di butter membentuk lakton dan pada suhu 180 oC bentuk lakton ini lengkap dalam waktu 2 jam (Stark dan Urbach, 1976). Yang kedua adalah beta-ketoacids. Pada suhu tinggi di air, membentuk rangkaian metil keton yang sangat berflavour (van der Ven et al., 1963). Pada pembuatan roti, lakton dan metilketon yang dibebaskan akan mempengaruhi flavour roti oleh lemak susu pada produk roti.

6.2.2. Flavour deterioration Kerusakan flavour dapat disebabkan karena beberapa mekanisme. Yang utama adalah oksidasi, lipolisis, dan panas yang memecah flavour. Dari semua hal tersebut, yang banyak terjadi selama penanganan dan penyimpanan produk adalah oksidasi. 6.2.2.1. Oxidation . Oksidasi adalah reaksi antara oksigen dan asam lemak tidak jenuh dalam trigliserida. Reaksi oksidasi membutuhkan oksigen dan dikatalisis oleh cahaya, logam berat seperti tembaga dan besi, dan oleh reaksi produk (Kochhar, 1988). Oksidasi dapat dikatalis oleh enzim susu dalam bentuk membran globula lemak susu, seperti xanthine oxidase. Reaksi dimulai ketika oksigen (dalam bentuk singlet oksigen ), berikatan dengan asam lemak tidak jenuh menjadi asam lemak rantai ganda, membentuk hidrokperoksida. Oleh sebab itu laju reaksi asam linolenat, bisa 20 kali asam oleat (Kochhar, 1988). Hidroperoksida tidak memiliki flavour dan dapat dideteksi dengan uji bilangan peroksida (PV). Laju reaksi oksidasi meningkat seiring dengan meningkatnya suhu, dan dapat meningkat lebih dari dua

kali lipat tiap kenaikan suhu 10 oC, tergantung pada komposisi minyak. Hasil dari uji percepatan oksidasi pada suhu 100 oC atau lebih, tidak berkorelasi dengan data organoleptik yang didapat pada penyimpanan pada suhu normal
o

dalam suatu

penelitian. Hal ini disebabkan karena jalur oksidasi berubah pada suhu di atas 60 C. Peternakan sapi perah modern didesain dengan menggunakan bahan stainless

steel sehingga mengurangi resiko oksidasi oleh bahan besi atau tembaga. Penyimpanan pada suhu rendah dapat memperpanjang stabilitas flavour. Oksidasi dapat dihambat pada suhu rendah selama kri stalisasi, lemak susu menyingkirkan oksigen dari struktur kristal (Timms et al., 1982). AMF yang disimpan beku memiliki flavour lebih baik dibandingkan dengan yang disimpan pada suhu ruang. Selain itu dapat pula digunakan pengeringan vakum atau dehidrasi d an penyemprotan nitrogen untuk menghilangkan oksigen. 6.2.2.2. Lipolisis. Lipolisis adalah hidrolisis ester antara asam lemak dan gliserol dari trigliserida untuk menghasilkan asam lemak bebas (FFA) dan digliserida. FFA tidaklah diinginkan dalam produk lemak susu. Karena rantai pendek homolognya menjadikan off -flavour yang disebabkan oleh asam butirat, dan FFA dapat mengkatalis reaksi oksida si. Air diperlukan untuk lipolisis, yang mana dapat terjadi secara spontan dalam suhu ruang. Reaksi dapat dikatalis oleh sodium hidroksi, atau oleh enzim atau oleh bakteri tertentu. FFA di susu segar meningkat karena lipolisis oleh enzim dari susu yang dih asilkan oleh bakteri. Tetapi juga bisa dihasilkan oleh produk samping oksidasi. Lipase yang ada di susu dapat dinonaktifkan dengan pasteurisasi. Proses pengolahan yang dapat merusak

membran globula lemak akan mengakibatkan lipolisis dan meningkatkan level FFA. Mikrobial lipase dihasilkan oleh psykotropik bakteri seperti pseudomonas yang tumbuh pada suhu penyimpanan (Deeth dan Fitz -Gerald, 1976). FFA makin tinggi jika penyimpanan dalam refrigerator makin lama dan operasi pumping makin tinggi. Operasi (tahap pengolahan ) kecil/sederhana, menghasilkan FFA 0,1% asam oleat , sedangkan pada peternakan modern sekitar 0,15 -0,25%. Netralisasi dengan alkali pada AMF dengan pencucian menggunakan larutan 3 -10% dapat mengurangi off flavour selama penyimpanan. Kadar FFA d alam AMF dapat meningkat seiring degan hidrolisis trigliserid a. Kadar air produk saat dipak harus dibawah 0,1% w/w. 6.2.2.3. Tainting substances. Kebanyakan komponen flavour larut dalam lemak. Produk lemak susu dapa t menyerap bau sekitar dan menghasilkan offflavour. Oleh sebab itu, penting untuk menyimpan di lingkungan yang bersih bebas

bau, terutama pada produk yang tidak diungkus metal atau drum. Butter dan AMF beku adalah produk yang sensitif seperti yang dipaparkan di atas.

6.2.3. Factor affecting milkfat flavour 6.2.3.1. Feed. Kebanyakan variasi dari flavour lemak susu dikanenakan perbedaan komponen pakan yang dikonsumsii oleh sapi. Komponen dari silase menghasilkan flavour susu yang feedy. Tipe hijauan dapat mempengaruhi flavour daging dan depot lemak. Jika manajemen pastura kurang baik, akan tumbuh rumput liar dan mengakibatkan off -flavour pada susu jika dikonsumsi. Di beberapa negara yang iklimnya terlalu dingin untuk mananam hijauan, biasanya menggunakan bijian dan silase untuk pakan ternak. Di negara lain, ada yang menggu nakan produk samping dari kedelai karena lebih murah dibanding dengan hijauan. 6.2.3.2. Processing . Prosesing memiliki pengaruh yang besar terhadap flavour produk. Di beberapa kasus seperti pada pembuatan butter, cream yang dipasteurisasi mangalami flash -pasteurized (HTST), yaitu saat hilangnya komponen volatil flavour dari cream. Kemudian flavour yang ada di butter didapat dari kultur starter BAL (lactic butter), yang menyebabkan profil flavournya didominasi oleh flavour BAL. Di New Zealand, digunakan metode steam stripped, masa simpan lebih panjang dan menghasilkan flavour cooked atau nutty, sedangkan pada metode plate atau flash -pasteurized, flavournya lebih cowy atau feedy. 6.2.3.3. Choice of milkfat source . Untuk menghasilkan flavour yang berkualitas, perlu memperhatikan pemilihan sumber lemak susu. Flavour lemak susu adalah produk tinggi lemak seperti krim dan selai , tetapi ada produk rendah lemak seperti susu atau es krim yang telah ditambahkan flavour non -dairy. Suhu penyimpanan berpengaruh terhadap kerusakan flavour. AMF yang disimpat beku dalam kemasan blok 25 kg, lebih tahan lama dari pada yang disimpan dalam bentuk drum.

6.2.4. Assessment of milkfat qu ality Uji yang dilakukan untuk menguji kualitas lemak susu adalah dengan Nilai Peroksida (PV) dan ketengikan (FFA). Uji PV digunakan untuk mengukur seberapa jauh lemak susu menurun kualitasnya karena oksidasi, sem entara FFA karena

pengaruh lipolisis. The International Dairy Federation (IDF, 1977), menetapkan

standar maksimum PV untuk produ k AMF yaitu 0,2 mEquiv/kg dan FFA 0,3% dalam bentuk asam oleat. 6.2.4.1. Peroxide value (PV). Bilangan peroksida dapat diukur dengan titrasi iodometrik atau dengan mereduksi ion besi yang nilai akhirnya nanti ditentukan oleh deteksi colourmetric dari ferrithiocyanate . Lemak susu segar memiliki bilangan peroksida kurang dari 0,1 mEquiv/kg. Pada butter dan AMF yang teroksidasi dan mengalami off-flavour, 0,3 mEquiv/kg, minyak tumbuhan memiliki PV 1,0 mEquiv/kg. Pemanasan 120 oC dalam waktu 4 jam, dapat mengakibatkan lemak susu memutih dengan PV 10mEquiv/kg . Uji PV mengukur lipid hidroperoksida reaktif untuk reaksi oksidasi. Jika oksigen terbatas seperti pada kemasan yang tertutup, PV akan turun, sehingga susu seperti susu segar. 6.2.4.2. Free fatty acids (FFA). Uji FFA dilakukan dengan mengukur asam lemak bebas di AMF dan butter dan titrasi mengekstrak lemak dengan alkali lemah. Uji dapat menghasilkan jumlah asam seperti % asam oleat atau volum atau mol titrasi. Kadar FFA dapat meningkat selama penyimpana n dan makin tingginya kadar FFA tidak berkaitan dengan perkembangan off -flavour (Deeth et al ., 1979). Kadar FFA yang baik pada AMF dan butter adalah yang mengandung 0,3% asam oleat. 6.2.4.3. Sampling. Membahas cara pengambilan sampel dari produk lemak susu dan penyimpanan selama analisis penting guna mendapatkan hasil yang dapat dipercaya. Metode sampling dapat berubah berdasarkan jenis produk, cair atau padat. Pengambilan sampel pada produk lemak susu padat seperti butter lebih mudah daripada produk se mi-cair seperti AMF. Butter biasanya disimpan pada suhu 9oC dan metode sampling standar adalah dengan mengambilnya dari permukaan atau bagian tengah blok, untuk menghindari oksidasi. AMF drum dipak pada suhu 35-40oC dan didinginkan perlahan pada suhu kamar setelah prosesing. AMF harus disampling pada dalam bentuk padat atau meleleh seluruhnya (pada suhu 45 o). Pada produk padat, sampel diambil pada bagian tengah masuk dalam. Produk harus meleleh untuk membuka kontainer. Produk harus dijaga suhunya jangan sampai lebih dari 55 oC untuk meminimalisir oksidasi. AMF yang sudah meleleh diaduk sebelum disampling, hindari sinar matahari saat pengambilan sampel. Microwave dapat digunakan untuk melelehkan sampel. PV dari AMF yang disampling dalam plastik (1kg) meningkat dari 0,04 menjadi 1 mEquiv/kg dengan pengambilan kurang dari 10 menit di bawah sinar matahari langsung.

6.2.5. Colour of milkfat Warna lemak susu dihasilkan oleh komponen karotenoid yang didapat dari pakan, tetapi konsentrasi karoten dipengaruhi oleh j umlah pakan dan fakto r yang terkait dengan hewan itu sendiri. Kadar karoten juga dipengaruhi oleh maturiti dan komponen hijauan. Kandungan karoten rendah didapat dari pakan kering seperti hay, bijian dan pakan konsentrat lainnya. Sedangkan pada peternakan dengan padang pastura menghsilkan lemak susu yang lebih kuning. Domba, kambing dan kerbau memiliki kadar karoten yang lebih rendah, dan berwarna hampir putih. Suatu penelitian di New Zealand menunjukkan bahwa sapi FH memiliki warna lemak susu lebih rendah dari Jersey, tetapi pada silangan keduanya, lemak susu berwarna lebih jelas. Warna karoten diukur dengan spektrum 450 nm.

6.2.6. Engineering properties Lemak susu memiliki jarak leleh yang tinggi yaitu pada suhu -40 oC-40 oC, dan dalam jangkauan (range) tersebut, bentuk lemak susu semi solid. Di luar itu bentuknya padat atau cair. Panas yang dbutuhkan untuk mngubah dari padat menjadi bentuk cair sekitar 80 kJ/kg. Panas spesifik lemak susu cair sekitar 2.1 kJ k
1 -

K-1. Kepadatan lemak susu cair 889 kg/m 3 pada suhu 60 oC dengan koefisien

pelelehan (ekspansi) 0,783 x 10 -3 K-1 untuk temperatur berkisar antara 30 -60 oC (Kurtz, 1965). Kekentalan (viskositas) 31 cP pada suhu 40 oC, 22 cP pada suhu 50
o

C dan 17 cP pada 60 oC (Mulder dan Walstra, 1974) . Daya hantar listrik kurang dari
-4

10-12 ohm-1cm-1 (Prentice, 1954). Lemak susu memiliki daya hantar panas dan suhu yang rendah sekitar 1,7 x 10 1974). 6.2.7. Food Functional properties Ditentukan oleh komposisi kimia dan kondisi pengolahan selama proses kJ/msK pada suhu ruang (Mulder dan Walstra,

produksi. Menurut Mortensen (1983), seperti yang disebutkan di bawah ini. 6.2.7.1. Fatty acids. Salah satu faktor utama yang menentukan kandungan fisik lemak susu adalah komposisi kimia dan profil asam lemaknya. Makin panjang rantai asam lemaknya, maka titik leleh juga makin tinggi, tetapi makin banyak jumlah rantai ganda, maka titik leleh makin rendah. Lemak susu mengandung berbagai macam asam lemak , konsentrasinya baru ditemukan pada 15 asam lemak saja. Jaraknya dari asam lemak jenuh rantai pendek asam butirat (C4:0) ke rantai

panjang asam stearat (C18:0), dan polyu nsaturated (asam lemak tidak jenuh tinggi) asam linolenat (C18:3). Asam lemak jenuh rantai pendek merupakan lemak susu yang unik dan membentuk dasar uji untuk pemalsuan asam lemak dan analisis untuk pencampuran asam lemak. Uji berdasarkan pada nilai asam lemak C4:0. Variasi komposisi asam lemak dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti nutrisi sapi, tingkat laktasi dan komposisi pakan. Di New Zealand asam lemak jenuh,

konsentrasinya tinggi pada musim pana s, karena itu lemak susunya keras. 6.2.7.2. Solid fat content. Fungsi komponen lemak tergantung pada

karakteristik melelehnya dan sangat penting dalam hal pengembangan produk. Metode yang sesuai untuk men gukur kemampuan mencairnya adala h solid fat content (SFC). Yaitu total lemak padat pada berbagai suhu dan dinyatakan dalam persentase, dan diukur dengan nuclear magnetic resonance spectroscopy (NMR) (van Putte dan Van den Enden, 1974). Metode standar untu k menentukan SFC,

telah dilaporkan oleh IUPAC (1987) dan AOCS (1993). SFC lemak susu tergantung pada komposisi kimia lemak susu dan musim yang bervariasi menyebabkan komposisi kimia lemak susu yang bervariasi pula. 6.2.7.3. Differential scanning calorimetry. DSC digunakan untuk

mengukur profil lebur lemak. Walaupun metode ini lebih menghabiskan banyak waktu dibandingkan SFC dan NMR, dan hasilnya juga tidak menggambarkan kandungan lemak padat secara langsung, namun dapat manghasilkan profil peleburan yang lengkap dan memiliki kemampuan untuk pengukuran di suhu rendah (Norris dan Taylor, 1977). 6.2.7.4. Melting point . Walaupun lemak susu dapat meleleh dengan jangkauan yang luas, namun penentuan titik leleh akhir penting bagi karakteristik lemak. Selain itu juga penting dalam menentukan mouthfeel lemak yang mana pada suhu mulut, lemak padat terasa seperti lilin. Nilai titik penurunan lemak susu pada suhu 33 oC tergantung pada komposisi kimiawinya . 6.2.7.5. Milkfat adulteration . Uji untuk pemalsuan lemak susu adalah dengan menggunakan minyak lainnya berdasarkan perbedaan komponen fisik dan kimianya. Metode yang digunakan untuk deteksi pemalsuan, berupa refractive index, saponification number dan yang berhubungan dengan komposisi asam lemak (nilai iodin, Reichert-Meissl, Polenske dan asam butirat), terutama komposisi unik rantai pendek (C4:0). Nilai ini sering digunakan sebagai standar nasional intuk indentitas lemak susu. Penggunaan perbandingan komponen minoritas juga sering

digunakan, seperti pe nentuan atau deteksi lemak sayuran dengan penentuan kandungan sterol (yang dominan pada tumbuhan adalah fitosterol dan pada hewan adalah kolesterol). Metode ini lambat laun telah diganti dengan metode lain yang lebih dipercaya seperti gas kromatografi berd asarkan sterol (IDF, 1970), asam lemak (Muuse dan Martens, 1993; Ulberth, 1995) dan trigliserida (Precht, 1992). Bagaimanapun, metode -metode ini masih sangat terbatas pada keragaman hayati komposisi lemak susu dan minyak lainnya kecuali kalau sampel lemak susu sebelumnya telah dipalsukan atau dicampur. 6.2.8. Food nutritional properties Kandungan energi makanan lebih ditunjukkan dalam energi tersedia, daripada gross energi. Ini akan menentukan efisiensi pencernaan, penyerapan dan pemanfaatan komponen-komponen. Nilai yang digunakan untuk energi tersedia adalah 37 kJ g -1 untuk lemak, 17 kJ/g untuk protein dan 16 kJ/g untuk karbohidrat (Paul dan Southgate, 1978). Lemak susu mengandung vitamin A, vitamin E dan vitamin D. Kandungan vitamin A sekita r 5-15 g/g, nilai berubah berdasarkan

perubahan musim dan bangsa sapi (McGillivrary, 1956). Dua pengukuran vitamin A berdasarkan international unit = 3,33 ( g vitamin A) + 1,67 ( g retino equivalent = g vitamin A + ( g karoten) dan

karoten)/6 (Bal l, 1988). Vitamin E lemak

susu sekitar 20-50 g/g, dan juga berperan sebagai antioksidan. Vitamin D di lemak susu 2-3 mg/g (McGillivrary, 1956). Kandungan tran s asal lemak dalam lemak susu sekitar 4% dan asam lenoleat (CLA) sekitar 0,6%. Diketahui CLA seba gai antikarsinogenik oleh Parodi (1994).

6.3. Manufacturing Process for Milkfat Products 6.3.1 Anhydrous milkfat (AMF) and butteroil manufactur e AMF dapat dibuat dari krim segar atau berbagai macam butter. Krim butter yang manis melepaskan lapisan emulsi ketika melebur, karena kandungan lemak globular (lebih dari 25%) setelah proses churning (Lehmann et al., 1988). Karena prosesing didesain untuk melepaskan lemak susu. Krim butter asam (kulturisasi) atau krim butter manis yang pHnya dibuat 4,5 tidak memiliki lapisan emulsi tetapi membentuk endapan padat yang menunjukkan denaturasi protein. Pasteurisasi krim setelah dipisah dari susu, menghancurkan bakteri dan menonaktifkan enzim lipolitik. Krim harus dipanaskan pada suhu rendah, dengan waktu yang singkat ( LTST),

biasanya di industri dipanaskan pada suhu 55 -60o C dengan kandungan lemak 40% pada alat krim konsentrator dimana di dalamnya terletak alat separator. Kemudian proses berlanjut, serum meninggalk an fase ini dengan kandungan lemak 1 -2%, kemudian ke buttermilk separator untuk mengembalikan (recovery) lemak . Lemak yang sudah ter-recovery kemudian kembali ke tangki krim konsentrator, saat serum lemak susu (lemak , 1%) di spray dry. Krim meninggalkan konsentrator (70-80% lemak) kemudian menuju alat inversi yang biasanya berupa homogeniser, di sini terjadi gangguan pada globula lemak . Lebih jauh lagi, pemisahan emulsi air dalam minyak dapat memisahkan 99,5% crude oil murni. Fase inversi adalah fase diman a terjadi perubahan emulsi o/w yang mengandung lemak tinggi menjadi emulsi w/o . Krim biasanya mengandung 70 -80% lemak pada suhu 55 -60o C. Faktor yang mempengaruhi fase inversi (Watt, 1982) antara lain: tekanan homogenisasi, kandungan lemak dalam krim, kand ungan lemak bebas dalam krim dan suhu. 6.3.2. Fractionation of milkfat Alat untuk prosesor minyak dapat memodifikasi komponen lemak secara fisik seperti hidrogenasi, inter -esterifikasi atau pencampuran dan fraksinasi (yang dapat mempertahankan flavour da n rasa susu). Pada awal 1970an, telah dilakukan fraksinasi. Proses fraksinasi dari aseton, dengan tujuan menghilangkan intermediate melting pada lemak susu (Norris, 1976). Fraksi ini menyebabkan profil lemak padat dari lemak susu bervariasi antara 5 sampai 20 OC, yang mana butter dari lemari pendingin tidak menyeba r. Selain itu, pencampuran pada fraksi memberikan lemak seperti campuran margarin polyunsaturated.

6.3.3. Blending and plasticising of mil fat products. Metode pembuatan butter tradisional kurang efisien. Teknologi pembuatan margarin dipakai di industri, utk menghasilkan margarin dan shortening (margarin putih) : anhydrous atau aqueous. Jika yang dibuat produk cair, maka kadar garam, kelembaban,pH dan sumber milk solid non f at harus dioptimalkan. Jika anhydrous, maka dilelehkan sebelum digunakan . Produk cair harus dikemas untuk kestabilan emulsi lemak dalam air.

6.4. Products and application 6.4.1. Consumer products 6.4.1.1. Ghee. Ghee adalah produk lemak susu terkonsentrasi yang berasal dari India dan wilayah timur tengah. Nama ghee digunakan di India, Samn di Arab dan Mesir, dan mislee di negara timur lainnya. Ghee adalah lemak susu yang didapat dari susu, krim atau butter dengan proses pemanasan pada suhu tinggi . Ghee dapat dibuat dari susu kerbau atau sapi. 6.4.1.2. Clarified butter . Di negara barat, AMF dijual dalam bentuk clarified butter, dan berbentuk padat dalam kemasan 250 atau 500 g. Cocok digunakan untuk dimasak dan diad uk karena tidak ada percikan air saat dimasak atau berubah kecoklatan.

6.4.2. Recombined dairy products Macam-macam produk susu hasil kombinasi antara lain susu UHT, susu evaporasi, susu kental manis, butter, krim dan es krim. Di New Zealand produkproduk ini, termasuk Fresh Frozen Milkfat fo Recombining (FFMR), dibuat untuk campuran butter dan AMF. Fraksi AMF didapat dari faksinasi fisik lemak susu. Fraksi lemak susu yang middle-melting (setengah lebur) , direkomendasikan digunakan untuk pembuatan es krim (Kaylegian dan Lindsay, 1995). Penggunaan fraksi ini memberikan manfaat, seperti penggunaan fraksi lemak susu lebur (high melting) dapat mengurangi berpisahnya krim pada susu UHT dalam penyimpanan (Mayhill dan Newsted, 1992). Penyimpanan dan prosesing, emmungkinkan

bergabungnya lemak susu dengan bahan -bahan lain dalam proses rekombinasi.

Tabel 6.2. Product packing, storage and melting: requirements for milkfat products used in recombining Product AMF Butter FFMR Milkfat fraction Packaging Drum 200 kg Bulk bin 950 kg Carton 25 kg Carton 25 kg Storage Ambient Frozen Frozen Melting facility Hot air rooms Hot water baths Heated grid Shiver Heated grid Shiver Hot air rooms Hot water baths

Drum 200 kg Ambient Bulk bin 950 kg FFMR adalah merk terdaftar New Zealand Dairy Board

6.4.3. Functional ingredients for food other than dairy products Butter adalah salah satu lemak yang biasa digunakan dalam pengolahan makanan. Karena sebaran asam lemak dengan range lelehan yang luas dan profil lemak padat berbentuk datar dan juga karena pengaruh musim membuat

komposisinya berubah mempengaruhi konsistensi tampilannya. Beberapa tahun terakhir, berkembang produk -produk lemak susu, mulai muncul bahan -bahan yang berasal dari lemak tumbuhan yang mempunyai penampilan yang sama. 6.4.3.1. Bakery . Lemak susu telah menjadi sumber lemak utama dalam pembuatan roti, yang dicirikan dari flavournya dan komponen lain yang berkembang selama proses pembuatan roti. 1. Laminated pastries. Kue kering ini termasuk croissant, Danish dan puff pastry. Pada produk-produk ini, tujuan penambahan lemak susu adalah untuk membuat lapisan pembatas antar lapisan adonan. Ketika dimasak, uap air yang keluar dari adonan terjebak di antara lapisan lemak, menyebabkan struktur berlapis dan berisi udara sebelum adonan menjadi keras. 2. Cakes. Lemak yang terkandung dalam keik seperti pada high -ratio cake dan Madeira atau pound cake, bergantung pada lemak sebagai awal proses aerasi (pemberian udara) dalam tahap krim. Selama proses pembuatan, udara bergabung dengan lemak, kemudian menuju fase cair ketika lemak meleleh. Gelembung yang dihasilkan kemudian membesar oleh gas yang dihasilkan oleh ragi (Tamstorf et al., 1985). Volume (isi) dan kerenyahan str uktur keik dipengaruhi oleh kemampuan lemak untuk menjebak udara selama tahap krim dalam pembuatan keik. Butter memiliki sistem aerasi yang rendah jika dibandingkan dengan lemak komersil lainnya dan rentan kehilangan volum ketika ditambahkan bahan cair. Ha l ini dapat diatasi dengan pencampuran fraksi lemak susu dan mengontrol peroses kristalisasi sehingga menghasilkan proses krim yang optimal. 3. Short pastries and biscuits (cookies) . Lemak susu berperan dalam pembentukan flavour, keempukan, dan shortening yang berbentuk semi padat digunakan sebagai pelapis. Untuk hasil optimal, dibutuhkan kandungan lemak padat (SFC) sebesar 24% pada suhu tertentu (Manley, 1983). Untuk produk yang menggunakan butter, terjadi pada suhu sekitar 18
o

C dan cocok untuk pembuatan


o

biskuit. Butter dengan SFC lebih dari 24% pada suhu 20

C beresiko terjadi fat

bloom. Fat bloom yaitu perubahan warna menjadi putih keabu -abuan pada permukaan biskuit, disebabkan kristalisasi lemak pada bentuk kristal beta.

Penyebabnya adalah suhu yang flu ktuatif selama prosesing, tetapi lebih sering karena kesalahan konsumen yaitu tumbuhnya kapang (Merrick, 1960). Bloom terjadi karena tingginya peleburan trigliserida, butter yang tidak menyebabkan bloom pada biskuit adalah yang titik lebur trigliseridanya rendah. Lemak susu yang

dienkapsulasi dan diujikan pada biskuit, kukis, dan muffin, dapat memperbaiki temperatur lingkungan penyimpanan dan dapat tercampur dengan bahan -bahan kering (Onwulata et al., 1995). 4. Creams. Lemak berfungsi untuk menghias krim da n bahan pengisi pada pembuatan kue. Buttercream biasa digunakan untuk itu. Manipulasi suatu kondisi dimana kristalisasi milkfat menghasilkan banyak kristal kecil dapat meningkatkan kemampuan menyatu dengan udara (DeMan, 1984). Kemampuan krim dapat ditingkatkan dengan perubahan lemak di suhu optimal. Campuran lemak susu dengan minyak tumbuhan telah dilakukan dan dihasilkan tiruan krim sebagai bahan isian.

6.4.3.2. Confectionery . 1. Chocolate. Di banyak negara, hanya lemak susu dan cocoa butter adalah lemak yang bisa digunakan dalam industri pmbuatan coklat. Lemak susu yang ditambahkan ke dalam coklat berbentuk bubuk. Umumnya bubuk susu yang digunakan, menggunakan roller dried dan memiliki kandungan lemak bebas lebih tinggi daripada menggunakan alat spray dr yer, juga menghasilkan tingkat visikositas yang berbeda. Penambahan 5% cocoa butter pada yang menggunakan spray dryer, menghasilkan visikositas yang sama dengan yang menggunakan roller dryer. Lemak susu adalah komponen susu terbanyak dalam coklat, sebagai flavour dan tekstur, anti -bloom, mengatur visikositas, dan sebagai emulsifier. Penambahan fraksi lemak susu dapat mengurahi efek bloom lebih baik dari pada lemak susu yang biasa, fraksi lemak susu dengan daya leleh tinggi dapat menghambat bloom lebih efek tif (Yi, 1993). 2. Coating for ice-creams. Pelapis es krim, adalah coklat tiruan yang ditemukan pada minyak tumbuhan, tipe laurat. Lemak laurat tidak cocok dengan lemak susu. Dilaporkan bahwa fraksi lemak susu menengah (titik lebur 35 -38
o

C) dapat

ditambahkan lemak laurat lebih dari 40%. Penambahan 15% akan menambah flavour, lebih elastis, lapisan es krim lebih tahan pecah. 3. Caramels, toffees and fudges . Toffees adalah karamel lembut, fudge adalah karamel yang mengkristal. Perusahaan gula non coklat, meng gunakan lemak susu

untuk karamel dan butterscotch. Kandungan lemak karamel 4 -20%. Makin baik kualitas produk, lemak susu makin tinggi. 6.4.3.3. Soups and sauces . Lemak susu adalah bahan pelengkap sup dan saus. Digunakan dalam bentuk emulsi. Biasanya AMF digunakan untuk membuat sup dan saus kaleng atau beku (Noznick, 1982). Fraksi titik lebur rendah berguna untuk membuat proses emulsifikasi lebih mudah dan meningkatkan flavour.

6.5. Conclusion Lemak susu adalah produk alami dan tergantung pada kandungan fisik, kimia dan organoleptik, daerah, musim, bangsa sapi, teknik prosesing, kondisi dan umur penyimpanan. Lemak susu dibayar karena flavournya, rusak jika dibiarkan pada suhu tinggi dan udara terbuka. Maka dari itu, lemak susu harus dipilih sesuai kebutuhan penggunaan akhirnya, dan kualitasnya dalam resep baik itu secara fisik, kimia dan organoleptik. Penyimpanan dan prosesing juga harus diperhatikan jangan sampai merusak flavour.

Anda mungkin juga menyukai