Anda di halaman 1dari 7

I. PENDAHULUAN Pati sangat berperan dalam perkembangan industri.

Senyawa tersebut sering dimanfaatkan dalam bidang pangan, kertas, tekstil, adhesif, minuman, confectionery, pharmaceutical dan bahan bangunan. Menurut data dari FAO, negara Indonesia merupakan negara pengekspor pati singkong terbesar kedua di dunia setelah Thailand. Hal ini menjadi potensi industri yang besar bagi Indonesia, oleh karena itu sudah selayaknya Indonesia lebih memberikan perhatian yang serius bagi perkembangan penelitian di bidang pati dan turunannya. Menurut Muchtadi dkk (2006), pati adalah jenis dari polisakarida (karbohidrat yang memiliki molekul lebih kompleks) yang dapat dicerna dan dapat ditemukan dalam bentuk amilosa maupun amilopektin. Amilosa terdiri dari rantai glukosa yang panjang dan tidak bercabang, sedangkan amilopektin terdiri dari rantai glukosa yang bercabang. Masingmasing rantai amilopektin terdiri dari 25-30 unit glukosa yang dihubungkan oleh ikatan alfa-1,4 dalam rantainya dan ikatan alfa-1,6 pada tempat percabangannya. Kandungan amilosa dan amilopektin dan struktur granula pati berbeda-beda pada berbagai jenis sumber pati menyebabkan perbedaan sifat fungsional pati, seperti kemampuan membentuk gel dan kekentalannya (Whistler et al, 1984). Sumber pati yang banyak digunakan secara komersial diantaranya adalah pati kentang, tapioka, sagu, beras, jagung, gandum, kacang tanah, dan sebagainya. Dalam bidang pangan, pati juga sering berperan sebagai bahan baku maupun bahan tambahan sebagai pengental (thickener agent), pembentuk gel (gelling agent), pembentuk film (filming agent) dan penstabil (stabilizing agent). Pati alami memiliki kekurangan yang sering menghambat aplikasi fungsinya di dalam proses pengolahan pangan (Pomeranz, 1985). Pertama, pada umumnya pati menghasilkan suspensi pati dengan viskositas dan kemampuan membentuk gel yang tidak seragam. Hal ini disebabkan profil gelatinisasi pati alami sangat dipengaruhi oleh iklim dan kondisi fisiologis tanaman, sehingga jenis pati yang sama belum tentu memiliki sifat fungsional yang sama. 1

Kedua, kebanyakan pati alami tidak tahan pada suhu tinggi. Dalam proses gelatinisasi pati, biasanya akan terjadi penurunan kekentalan suspensi pati (viscosity breakdown) dengan meningkatnya suhu pemanasan. Apabila dalam proses pengolahan digunakan suhu tinggi (misalnya pati alami digunakan dalam produk sterilisasi), maka akan dihasilkan kekentalan produk yang tidak sesuai. Ketiga, pati tidak tahan pada kondisi asam. Pati mudah mengalami hidrolisis pada kondisi asam yang mengurangi kemampuan gelatinisasinya. Misalnya, apabila pati digunakan sebagai pengental pada pembuatan saus, maka akan terjadi penurunan kekentalan saus selama penyimpanan yang disebabkan oleh hidrolisis pati. Keempat, pati alami tidak tahan proses mekanis, dimana viskositas pati akan menurun dengan adanya proses pengadukan atau pemompaan. Kelima, kelarutan pati terbatas di dalam air. Kemampuan pati untuk membentuk tekstur yang kental dan gel akan menjadi masalah apabila dalam proses pengolahan diinginkan konsentrasi pati yang tinggi namun tidak diinginkan kekentalan dan struktur gel yang tinggi. Kelima, gel pati alami mudah mengalami sineresis (pemisahan air dari struktur gelnya) akibat terjadinya retrogradasi pati, terutama selama penyimpanan dingin. Retrogradasi terjadi karena kecenderungan terbentuknya ikatan hidrogen dari molekul-molekul amilosa dan amilopektin selama pendinginan sehingga air akan terpisah dari struktur gelnya. Sineresis ini akan menjadi masalah apabila pati alami digunakan pada produk pangan yang harus disimpan pada suhu rendah (pendinginan / pembekuan). Berdasarkan hal itulah, peneliti terinspirasi untuk memodifikasi pati menjadi pati dengan karakteristik tertentu untuk digunakan lebih luas lagi. Pati termodifikasi adalah pati yang telah mengalami perlakuan fisik atau kimia secara terkendali sehingga mengubah satu atau lebih dari sifat asalanya, seperti suhu awal gelatinisasi, karakteristik selama proses gelatinisasi, ketahanan oleh pemanasan, pengasaman dan pengadukan, dan kecenderungan

retrogradasi. Perubahan yang terjadi dapat terjadi pada level molekular dengan atau tanpa mengubah penampakan dari granula patinya. Teknologi modifikasi pati yang banyak dilakukan di antaranya adalah modifikasi secara fisik (diantaranya dengan pregelatinisasi dan heat treatment) dan modifikasi kimia (diantaranya modifikasi ikatan silang, substitusi atau stabilisasi, dan hidrolisis asam) (Mitolo, 2006) (Wurzburg et al, 1986). Modifikasi juga dapat dilakukan secara kombinasi, misalnya kombinasi modifikasi ikatan silang dan substitusi. Pada bidang pangan, modifikasi pati memiliki peran fungsional dalam memberikan viskositas spesifik (khususnya pada kondisi panas dan dingin), pemanasan (transfer panas pada kaleng), stabilitas freezing-thawing, tekstur gel, kejernihan bahan, kondisi proses yang ekstrim, retensi minyak, formasi gel, memberi kesan kilau, karakter aliran, stabilizer, mouthfeel, pelumas, coating, karakter suspensi, perekat, pembentuk kristal, stabilitas umur simpan, sifat higroskopis, warna, anti-caking, daya kembang dan pembentuk film. Dalam membentuk viskositas, modifikasi pati sering dimanfaatkan dalam produk pangan sup krim. Sup krim memang belum begitu populer di Indonesia. Akan tetapi di negara lain, sup krim bukanlah makanan yang asing lagi. Sup krim pun memanfaatkan karakteristik modifikasi pati untuk membentuk teksturnya, sehingga lebih baik.

II. ISI 3

Sup krim adalah jenis sup yang dikentalkan oleh penambahan saus (tepung ditambah lemak), pati kentang atau bubur kentang (Brown, 2008). Ingredient yang digunakan pada sup krim antara lain sayuran, pengental, emulsifier, garam, perisa (contohnya adalah merica dan parsley) dan air. Pengental yang digunakan dapat berupa krim, saus, dan pati. Untuk mendapatkan hasil yang sesuai dari segi tekstur, rasa dan aroma, produk sup krim biasanya menggunakan pati termodifikasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Cahyadi (2008) bahwa pati yang banyak digunakan sebagai pengental, yang lebih mantap adalah pati termodifikasi. Peran pati termodifikasi itu sendiri sebagai pengental pada sup krim, yakni berperan dalam stabilitas kekentalan, anti asam, anti-aging, menjernihkan, mempertahankan flavor dan mouthfeel, sehingga biaya lebih murah. Spesifikasi pati termodifikasi yang digunakan dalam pengental sup krim, sebagai berikut : - Penampakan : bubuk putih - Nilai pH - Kadar air - Kadar abu - Viskositas : 5-7 : maksimum 13% : maksimum 0.45% : 1000-3000cps

Umumnya, pati termodifikasi yang digunakan dalam sup krim diproduksi melalui teknik modifikasi pati kombinasi substitusi dan ikatan silang (Kusnandar, 2006). Pati ikatan silang dapat menghasilkan pati yang tahan terhadap suhu tinggi, pengadukan, dan pengasaman, tetapi tidak mampu menghambat laju retrogradasi. Sedangkan pati substitusi hanya mampu menghambat laju retrogradasi. Kombinasi dilakukan dengan melakukan substitusi gugus OH pada molekul pati dengan senyawa propilen oksida, kemudian dilanjutkan dengan reaksi ikatan silang dengan senyawa polifosfat (campuran sodium metafosfat dan sodium tripolifosfat) (Wattanachant et al (2003) di dalam Kusnandar (2006)). Pati yang dimodifikasi dengan kombinasi hidroksipropilasi dan ikatan silang tersebut telah tersedia secara komersial. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa jenis pati termodifikasi untuk produk sup krim merupakan kombinasi hidroksipropilasi dan ikatan silang dengan senyawa polifosfat. 4

Penggunaan pati termodifikasi sebagai bahan tambahan pangan tidak memiliki ADI (Acceptable Daily Intake) secara spesifik karena pati termodifikasi termasuk bahan tambahan pangan jenis GRAS (Generally Recognized As Safe).

III. PENUTUP

Pati termodifikasi (modified starch) untuk produk pangan, seperti sup krim diiizinkan sebagai ajudan perisa (flavoring adjunct). Pati termodifikasi termasuk dalam bahan tambahan pangan yang GRAS dan digunakan sesuai CPPB. Umumnya, jenis pati termodifikasi untuk produk sup krim merupakan kombinasi hidroksipropilasi dan ikatan silang dengan senyawa polifosfat.

SUMBER PUSTAKA

Cahyadi Wisnu. 2008. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. PT Bumi Aksara, Jakarta. Kusnandar Feri. 2006. Modifikasi pati dan aplikasinya pada industri pangan. di dalam majalah Food Review Vol.1 No.3 April 2006. Muchtadi D, Made Astawan, Nurheni Sri Palupi. 2006. Metabolisme Zat Gizi Pangan. Universitas Terbuka, Jakarta. http://atikaluthfiyyah.blogspot.com/2010/10/pati-termodifikasi-pada-sup-krim.html

Anda mungkin juga menyukai