Anda di halaman 1dari 26

Problem Based Learning

Osteo-Arthritis Henry Sangapta Christian 10.2008.202 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Tahun 2011
henreeeyy@hotmail.com

A. Pendahuluan Osteo-Arthritis atau yang umumnya disebut pengapuran sendi, merupakan salah satu masalah kesehatan yang banyak dijumpai di masyarakat belakangan ini. Hal ini dapat diakibatkan oleh adanya perubahan pola hidup dan peningkatan usia harapan hidup penduduk Indonesia. Seiring dengan perkembangan jaman, pola hidup masyarakat juga ikut mengalami perubahan. Perubahan gaya hidup yang ingin semua serba cepat, baik dalam hal transportasi maupun pola makan, juga menjadi salah satu faktor pemicu timbulnya osteo-arthritis. Aktivitas fisik yang kurang disertai kelebihan berat badan berpotensi menimbulkan pembebanan sendi yang semakin besar, terutama pada sendi-sendi penyangga tubuh, khususnya sendi lutut. Keadaan ini akan semakin buruk bila terjadi pada usia lanjut akibat terjadinya perubahan hormonal yang memicu semakin cepatnya proses degenerasi struktur persendian. Osteo-arthritis merupakan salah satu penyakit degeneratif dan bersifat progresif. Penyakit ini sangat sering dijumpai pada pasien dengan usia di atas 50 tahun. Osteoarthritis pada pasien dengan usia di bawah 45 tahun lebih banyak ditemukan pada wanita dengan perbandingan 4:1. Namun hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa penyakit ini dapat dijumpai juga pada laki-laki. Gambaran radiologis osteo-arthritis di Indonesia cukup tinggi, mencapai 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita. Gangguan fungsional akan sangat memberatkan penderita osteo-arthritis, dimana penderita mengalami kesulitan pada saat bangkit dari duduk, jongkok, berdiri, ataupun berjalan, naik-turun tangga, dan berbagai aktivitas yang membebani lutut. Hal ini disebabkan karena nyeri yang ditemukan pada penderita osteo-arthritis, yang

berhubungan dengan penurunan kekuatan otot Quadriceps yang merupakan stabilisator utama sendi lutut yang berfungsi sebagai pelindung struktur sendi lutut. Terapi pada penderita osteo-arthritis umumnya simptomatik, misalnya dengan pengendalian faktor resiko, latihan, intervensi fisioterapi, dan terapi farmakologis. Pada pasien dengan osteo-arthritis tingkat lanjut, dapat dilakukan tindakan pembedahan. Untuk membantu mengurangi keluhan nyeri pada pasien osteo-arthritis dapat diberikan analgesik atau obat anti-inflamasi non steroid (AINS).1 B. Pembahasan 1. Pemeriksaan Pemeriksaan terhadap pasien untuk mengetahui apakah seseorang tersebut menderita osteo-arthritis dilakukan dengan berbagai cara. Diantaranya dengan anamnesis atau tanya jawab antara pasien dengan dokter, dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik oleh dokter, dan bila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen pada lokasi yang dikeluhkan pasien. Namun apabila pada pemeriksaan rontgen terlihat normal, perlu juga dilakukan pemeriksaan penunjang lebih lanjut untuk memberikan kepastian akan diagnosis dari keluhan pasien tersebut. a. Anamnesis Anamnesis pada pasien dilakukan dengan wawancara langsung pada pasien yang umumnya disebut auto-anamnesis, namun jika pasien tersebut berhalangan untuk memberikan informasi yang dibutuhkan maka anamnesis dapat dilakukan pada orang tua, kerabat atau pun orang terdekat dengan pasien yang mengetahui mengenai riwayat kesehatan pasien. Pemeriksaan ini disebut allo-anamnesis. Dalam anamnesis umum didapatkan data pribadi pasien. Diantaranya nama, usia, jenis kelamin, alamat tinggal, pekerjaan, agama, dan sebagainya. Melalui anamnesis lebih lanjut dapat diperoleh keterangan yang berkaitan dengan keadaan pasien seperti keluhan utama yang dialami, yaitu keluhan nyeri pada lutut kanan dan kiri sejak 2 tahun lalu. Nyeri lutut terutama bertambah saat berjalan, menekuk kaki, bangun dari

duduk yang lama, dan saat sholat. Pasien juga mengalami bunyi kretekkretek pada kedua lututnya saat berjalan. Selain itu juga dapat diketahui mengenai pengobatan yang sudah dilakukan pasien sebelumnya, yaitu berobat ke dokter di Puskesmas, dan minum obat dari Puskesmas dimana nyeri dirasakan agak berkurang, tetapi setelah obat habis, nyeri muncul kembali.1 b. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik pada pasien meliputi inspeksi pada saat diam, bergerak, dan palpasi. Beberapa tanda yang dapat ditemukan pada penderita osteo-arthritis adalah perubahan gaya berjalan dan postur tubuh, kenaikan suhu sekitar sendi, bengkak sendi, nyeri raba, krepitus, penurunan kekuatan otot, nodul, dan gangguan fungsi. Pada perabaan dengan menggunakan punggung tangan akan dirasakan adanya kenaikan suhu disekitar sendi yang mengalami inflamasi. Bengkak sendi dapat disebabkan oleh cairan, jaringan lunak atau tulang. Cairan sendi yang terbentuk biasanya akan menumpuk di sekitar daerah kapsul sendi yang resistensinya paling lemah dan mengakibatkan bentuk yang khas.2 Untuk mendeteksi cairan pada sendi lutut dapat dilakukan tes bulge sign, tes ballooning sign, dan tes balloting patela. Tes tanda benjolan (bulge sign) dilakukan untuk efusi ringan. Dengan sendi lutut dalam keadaan ekstensi, tempatkan tangan kiri di atas sendi lutut dan lakukan penekanan pada kavum suprapatela dengan menggeser atau memerah cairan ke arah bawah. Lakukan pengurutan ke bawah pada permukaan medial sendi lutut dan kemudian lakukan penekanan untuk memaksa cairan berpindah ke daerah lateral. Ketuklah sendi lutut tepat di belakang margo lateral patela dengan menggunakan tangan kanan. Gelombang cairan atau benjolan pada sisi medial di antara os patela dan os femur dianggap sebagai tanda benjolan (bulge sign) positif yang konsistem dengan efusi. Tes tanda balon (ballooning sign) untuk efusi yang banyak. Tempatkan ibu jari dan jari telunjuk tangan kanan pada setiap sisi patela; dengan tangan kiri, lakukan kompresi kavum

suprapatela pada os femur. Rasakan gerakan cairan yang masuk (ballooning) ke dalam rongga di sebelah patela yang berada di bawah ibu jari dan jari telunjuk tangan kanan. Jika sendi lutut berisikan efusi yang banyak, kompresi suprapatelar akan membuat cairan efusi tersebut menyemprot ke dalam rongga yang berada di dekat patela. Gelombang cairan yang teraba menandakan tanda balon (balloon sign) positif. Gelombang cairan yang mengalir balik ke dalam kavum suprapatela memastikan diagnosis efusi. Tes ballotting patela untuk menilai efusi yang banyak. Kavum suprapatela ditekan dan melakukan ballote atau gerakan mendorong patela dengan tiba-tiba ke arah os femur. Cairan yang teraba dan mengalir balik ke dalam kavum suprapatela akan memastikan lebih lanjut keberadaan efusi yang banyak. Bunyi klik patela yang teraba bersamaan dengan kompresi dapat pula terjadi tetapi akan lebih memberikan hasil ke arah positif palsu. Krepitus merupakan bunyi berderak yang dapat diraba sepanjang gerakan struktur yang terserang. Krepitus halus merupakan krepitus yang dapat didengar dengan menggunakan stetoskop dan tidak dihantarkan ke tulang di sekitarnya. Keadaan ini ditemukan pada radang sarung tendon, bursa atau sinovia. Pada krepitus kasar, suaranya dapat terdengar dari jauh tanpa stetoskop dan dapat diraba sepanjang tulang. Keadaan ini disebabkan kerusakan rawan sendi atau tulang. Pada waktu palpasi lutut, dapat teraba krepitus pada waktu lutut difleksikan atau diekstensikan. Hal ini menunjukkan rawan sendi misalnya pada osteoarthritis.2,3 c. Pemeriksaan Penunjang i. Arthrosentesis dan Analisis Sendi Lutut Arthrosentesis (aspirasi cairan sendi) dan analisis cairan sendi merupakan reumatik. pemeriksaan Analisis cairan yang sangat terdiri penting dari di bidang reumatologi, baik untuk diagnosis maupun tatalaksana penyakit sendi pemeriksaan makroskopik, mikroskopik, dan beberapa pemeriksaan khusus

sehingga dapat dikelompokkan menjadi tipe non-inflamasi, inflamasi, purulen, dan haemoragik. Cairan sendi normal adalah ultra filtrat dari plasma dengan kadar protein yang lebih rendah. Relatif tidak adanya fibrinogen pada cairan sendi menjelaskan alasan cairan sendi normal tidak membeku. Pada efusi sendi lutut yang besar, tusukan dari lateral secara langsung pada tengah-tengah tonjolan supralateral lebih mudah dan lebih enak untuk pasien. Tonjolan suprapatela ini dapat diperjelas dengan menekan ke lateral dari bagian medial. Dengan menggunakan ujung pulpen dilakukan pemberian tanda pada daerah target yaitu lebih kurang pada tepi atas patella. Tanda ini akan masih terlihat dalam waktu yang cukup untuk melakukan desinfeksi, anastesi, dan artrosentesi. Pada efusi sendi yang sedikit, lebih baik dilakukan tusukan dari medial di bawah titik tengah patella. Jenis-jenis pemeriksaan cairan sendi yang dilakukan berupa pemeriksaan rutin (makroskopis dan mikroskopis), pemeriksaan khusus, pemeriksaan serologi (komponen hemolitik, kadar komplemen, RF, ANA, Anti CCP), dan pemeriksaan kimiawi. Pemeriksaan makroskopis berupa warna, kejernihan, viskositas, potensi terbentuknya bekuan, dan volume. Cairan sendi pada penyakit sendi inflamasi bisa membeku dan kecepatan terbentuknya bekuan berkorelasi dengan derajat inflamasinya. Sendi normal umumnya mengandung sedikit cairan sendi, bahkan sendi lutut hanya mengandung 3 4 ml cairan. Volume cairan sendi tidak dapat membedakan kelainan sendi inflamasi dan noninflamasi tetapi bermanfaat untuk menilai hasil pengobatan karena penurunan volume biasanya sesuai dengan perbaikan klinis. Cairan sendi normal sangat kental kerena tingginya konsentrasi polimer hyaluronat. Asam hyaluronat merupakan komponen protein utama carian sendi dan berperan penting pada lubrikasi jaringan. Pada

penyakit sendi inflamasi, asam hyaluronat rusak dan menurunkan viskositas cairan sendi. Penilaian cairan sendi dapat dilakukan dengan string test atau menggunakan viscometer. Cairan sendi normal tidak berwarna seperti air atau putih telor. Pada sendi inflamasi, jumlah leukosit dan eritrosit meningkat. Eritrosit memberi warna kekuningan pada carian sendi inflamasi. Semakin tinggi jumlah leukosit, cairan sendi akan berwarna putih atau krem. Kristal monosodium urat akan memberikan warna putih seperti susu. Selain itu, beberapa kuman juga mempengaruhi warna cairan sendi. Pemeriksaan mikroskopis yang dilakukan berupa hitung jumlah leukosit, hitung jenis leukosit, dan pemeriksaan kristal. Pemeriksaan mikrobiologi dilakukan terutama pada arthritis inflamasi yang terjadi bersama dengan infeksi di tempat lain seperti pengenceran khusus, kultur bakteri, jamur, virus atau Mycobacterium tuberculosis, analisis antiben atau PCR.2 ii. Pemeriksaan CRP CRP terdapat dalam konsentrasi rendah pada manusia. CRP adalah suatu alfa globulin yang timbul dalam serum setelah terjadinya proses inflamasi. Pengukuran konsentrasi CRP secara akurat menggunakan nefelometri laser atau immuno-assay. Kadar CRP pada orang dewasa sehat < 0,2 mg/dl. Bahan pemeriksaan CRP dapat diperoleh dari sekitar 2cc darah pasien yang dibiarkan membeku. Dalam keadaan segar, penyimpanan maksimum 8 hari pada suhu 2 sampai 8 derajat celcius atau sementra dapat disimpan dalam lemari es suhu di bawah minus 250C sampai 3 bulan. Serum bekuan ini dihindari dari pencairan yang berulang. Bahan serum harus dijaga kejernihannya dengan sentrifugasi.2

iii.

Pemeriksaan Antibodi Antinuklear (ANA)

Antibodi antinuklear merupakan suatu kelompok autoantibodi yang spesifik terhadap asam nukleat dan nukloprotein. ANA dapat diperiksa dengan menggunakan metode imuno fluoresensi. ANA digunakan sebagai pemeriksaan penyaring pada connective tissue disease. Dengan pemeriksaan yang baik, 99% pasien SLE menunjukkan pemeriksaan yang positif, 68% pada pasien sindrom Sjogrens, dan 40% pada paein skleroderma. ANA juga ditemukan pada 10% populasi normal yang berusia > 70 tahun. iv. Film Polos Pemeriksaan Film Polos merupakan pemeriksaan penunjang radiologis yang utama pada sistem skeletal. Gambar harus diambil dalam dua proyeksi. Osteo-arthritis ditandai oleh degenerasi kartilago arrikular dan merupakan bagian dari proses penuaan yang normal disebabkan oleh trauma yang disertai perubahan posisi permukaan sendi, infeksi sendi, dan arthristis reumatoid. Setiap sendi, khususnya yang menyangga berat badan, dapat terkena. Panggul, lutut, bahu, tangan, pergelangan tangan, dan tulang belakang sering terkena. Gambaran osteo-arthritis meliputi: Kista subkondral dan sklerosis: peningkatan densitas tulang di sekitar sendi dengan pembentukan kista degeneratif. Penyempitan rongga sendi: dimana kartilago akan hilang sewaktu-waktu dan dapat menyebabkan penyempitan rongga sendi yang tidak sama. Badan yang longgar akibat terpisahnya kartilago dan osteofit. Pembentukan osteofit, taji dari tulang padat yang terbentuk pada tepi sendi. Lutut merupakan sendi yang paling sering terlibat dan disertai hilangnya kompartemen femorotibial pada rongga sendi. Kompartemen medial merupakan bagian penyangga berat badan dengan tekanan terbesar sehingga hampir selalu menunjukkan

penyempitan yang paling dini.4 v.CT Scan Pemeriksaan CT Scan bertujuan untuk melakukan penilaian pada tumor tulang sebelum dilakukan tindakan pembedahan, evaluasi fraktur, dan pemeriksaan kolumna spinalis. Walaupun tidak dapat memberikan hasil pemeriksaan yang lebih baik dibandingkan MRI, namun CT Scan merupakan alternatif yang baik dan bermanfaat pada situasi jika diperlukan keterangan lebih lanjut tentang osteofit dan dapat memperlihatkan kelainan jaringan lunak lebih baik daripada Foto Polos. Dosis radiasi CT Scan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan satu foto polos pada daerah sama. Berhubung sejumlah penyakit reumatik berkaitan dengan kelainan paru-paru, cukup beralasan bahwa pemeriksaan CT Scan dengan resolusi tinggi pada paru-paru dapat memperlihatkan detil penyakit ang tidak dapat dilihat dengan CT Scan irisan tebal.2,4 vi. Pemeriksaan Densitrometri Tulang Pemeriksaan Densitrometri Tulang bertujuan untuk

mengevaluasi osteoporosis. Pemeriksaan ini menggunakan dua teknik yang akurat, yaitu Dual Energy X-ray Absorptiometry (DEXA) dan Quantitative Computed Tomography (QCT). DEXA menggunakan berkas sempit sinar X yang mengubah energi. Karena karakteristik absorpsi tulang dan jaringan lunak tidak sama pada tingkat energi sinar X yang berbeda-beda, jumlah radiasi yang diabsorpsi oleh tulang dapat dihitung. Akan didapatkan nilai BMD areal, T-score, dan Z-score. T-score adalah perbandingan nilai BMD pasien dengan BMD rata-rata orang muda normal dan dinyatakan dalam skor standar deviasi. Z-score membandingkan nilai BMD pasien dengan BMD rata-rata orang seusia pasien. Berdasarkan WHO tahun 1994, nilai normal T-score adalah -1 atau lebih besar; osteopenia antara -1 dan -2,5; osteoporosis sebesar -2.5 atau kurang; dan osteoprosis berat

sebesar -2,5 atau kurang dan fraktur fragilitas. Pada penyakit degeneratif (osteo-arthritis) lumbah atau adanya fraktur pada ruas-ruas tulang lumbal, akan menyebabkan BMD (Body Mass Density) lebih tinggi sehingga dalam hal ini ruas-ruas lumbah akan mengalami penyakit degeneratif atau mengalami fraktur tidak dapat ikut dinilai untuk mendiagnosis osteoporosis.2 2. Diagnosis Osteo-arthritis adalah bentuk arthritis yang paling umum, dengan jumlah pasiennya sedikit melampaui separuh jumlah pasien artritis. Gangguan ini sedikit lebih banyak pada wanita daripada pria dan terutama ditemukan pada orang-orang yang berusia lebih dari 45 tahun. Penyakit ini pernah dianggap sebagai suatu proses penuaan normal, sebab insidens bertambah dengan meningkatmya usia. Faktor-faktor genetik memainkan peranan pada beberapa bentuk osteoartritis. Perkembangan osteoartritis sendi-sendi interfalang distal tangan (nodus Heberden) dipengaruhi oleh jenis kelamin dan lebih dominan pada wanita. Nodus Heberdens 10 kali lebih sering ditemukan pada wanita daripada pria. Hormon seks dan faktor-faktor hormonal lain juga kelihatannya berkaitan dengan perkembangan osteoartritis. Sendi yang paling sering terserang adalah sendi-sendi yang harus memikul beban tubuh, antara lain lutut, panggul, vertebra lumbal dan servikal. Penyakit osteo-arthritis yang menyerang sendi lutut ditandai oleh nyeri pada pergerakan yang hilang bila istirahat, kaku sendi terutama saat bangun tidur, krepitasi sewaktu pergerakan dan dapat disertai sinovitis dengan atau tanpa efusi cairan sendi. Nyeri akan bertambah jika melakukan kegiatan yang membebani lutut seperti berjalan, naik turun tangga, berdiri lama. Gangguan tersebut mulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat sehingga penderita tidak bisa berjalan. Osteo-arthritis sendi lutut merupakan kelainan sendi yang mempunyai dampak terhadap kehidupan sehari-hari penderitanya. Walaupun belum ada pengobatan medis yang dapat menyembuhkan dan menghentikan progresifitas osteo-arthritis, banyak hal yang bisa dilakukan untuk menghilangkan nyeri, menjaga mobilitas dan meminimalkan disabilitas.

Terdapat dua jenis osteo-arthritis; primer dan sekunder. Penyebab osteoarthritis primer tidak diketahui secara pasti. Osteo-arthritis menyerang secara perlahan tapi pasti, dan dapat mengenai banyak sendi. Biasanya mengenai sendi lutut dan panggul. Namun, bisa juga pada sendi lain seperti punggung. Osteoarthritis sekunder dialami sebelum usia 45 tahun. Penyebab trauma yang menyebabkan luka pada sendi akibat sendi yang longgar dan pembedahan sendi. Penyebab lainnya adalah faktor genetik dan penyakit metabolik. Sendi-sendi yang terkena pada osteo-arthritis umumnya merupakan sendi-sendi tulang penyangga tubuh. Misalnya, sendi pada panggul, lutut, dan punggung.1,5 3. Diagnosis Banding a. Rheumatoid Arthritis (RA) Suatu penyakit autoimun dimana persendian secara simetris mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi. Biasanya muncul pada usia antara 25-50 tahun, tapi bisa juga diluar usia itu. Etiologi Penyebab terjadinya AR diantaranya adalah faktor genetik, faktor lingkungan, faktor infeksi seperti virus, bakteri serta karena hormon seks. Patofisiologi Reaksi autoimun dalam jaringan sinovial yang melakukan proses fagositosis yang menghasilkan enzim enzim dalam sendi untuk memecah kolagen sehingga terjadi edema proliferasi membran sinovial dan akhirnya membentuk pannus. Pannus tersebut akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang sehingga akan berakibat menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Gejala yang ditimbulkan : 1. 2. kaku pada persendian dan sekitarnya pada pagi hari yang pembengkakan pada sendi (minimal 3 sendi secara bersamaan) berlangsung lebih dari 1 jam misalnya : pada sendi jari-jari tangan / kaki, sendi pergelangan tangan /

10

kaki, sendi siku, sendi pinggul, atau sendi lutut 3. peradangan tersebut bisa terjadi pada kedua belah sisi, dapat disertai timbulnya nodul / benjolan dibawah kulit selain itu bisa timbul perubahan bentuk sendi (deformitas) akibat kerusakan rawan sendi & erosi tulang disekitar sendi 4. pada RA juga bisa disertai dengan demam, lemah, dan nafsu makan berkurang Pada pemeriksaan laboratorium : Faktor Reumatoid serum menunjukkan adanya titer abnormal. Radiologis : pada sinar-X tangan / pergelangan tangan menunjukkan adanya erosi/dekalsifikasi tulang pada sendi & sekitarnya. Obat-obatan yang dipakai untuk mengobati penyakit ini adalah: 1. Obat anti peradangan non steroid, yang paling sering digunakan

adalah aspirin dan ibuprofen. Obat ini mengurangi pembengkakan sendi dan mengurangi nyeri, 2. Obat slow-acting, obat ini ditambahkan jika terbukti obat anti peradangan non steroid tidak efektif setelah diberikan selama 2-3 bulan atau diberikan segera apabila penyakitnya berkembang cepat. Yang sekarang digunakan adalah (a) senyawa emas, yang berfungsi memperlambat terjadinya kelainan bentuk tulang. Diberikan sebagia suntikan mingguan. Jika obat ini terbukti efektif, dosis dikurangi. (b) Penisilamin, efeknya menyerupai senyawa emas dan bisa digunakan bila senyawa emas tidak efektif dan menyebabkan efek samping yang tidak dapat ditoleransi. Dosis dinaikan secara bertahap hingga terjadi perbaikan. 3. Penisilamin yang biasa dipakai antara lain hydroxycloroquinine dan sulfasalazine. Kortikosteroid, misalnya prednison merupakan obat paling efektif untuk mengurangi peradangan dibagian tubuh manapun. Kortikosteroid efektif digunakan pada pemakaian jangka pendek, dan kurang efektif bila dipakai dalam jangka panjang. Obat ini tidak

11

memperlambat perjalanan penyakit ini dan pemakaian jangka panjang mengakibatkan berbagai efek samping, yang melibatkan hampir setiap organ. Untuk mengurangi resiko terjadinya efek samping, maka hampir selalu digunakan dosis efektif terendah. Obat ini disuntikan langsung ke dalam sendi, tetapi dapat menyebabkan kerusakan jangka panjang, terutama jika sendi yang terkena digunakan secara berlebihan sehingga mempercepat terjadinya kerusakan sendi. 4. Obat imunosupresif (contohnya metotreksat, azatioprin, dan cyclophosphamide) efektif untuk mengatasi artritis yang berat. Obat ini menekan peradangan sehingga pemakaian kortikosteroid bisa dihindari atau diberikan dengan dosis rendah.2,6 b. Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) SLE merupakan penyakit autoimun sistemik yang ditandai dengan adanya autoantibodi terhadap autoantigen, pembentukan kompleks imun, dan disregulasi sistem imun, menyebabkan kerusakan pada beberapa organ tubuh. Perjalanan penyakitnya bersifat episodik (berulang) yang diselingi periode sembuh. Pada setiap penderita, peradangan akan mengenai jaringan dan organ yang berbeda. Beratnya penyakit bervariasi mulai dari penyakit yang ringan sampai penyakit yang menimbulkan kecacatan, tergantung dari jumlah dan jenis antibodi yang muncul dan organ yang terkena. Perjalanan penyakit SLE sulit diduga dan sering berakhir dengan kematian. Karenanya SLE harus dipertimbangkan sebagai diagnosis banding bila anak mengalami demam yang tidak diketahui penyebabnya, artralgia, anemia, nefritis, psikosis, dan fatigue. Penyebab terjadinya SLE belum diketahui. Berbagai faktor dianggap berperan dalam disregulasi sistem imun. Pada anak perempuan, awitan SLE banyak ditemukan pada umur 9-15 tahun Kriteria diagnostik Gejala sistemik meliputi lemah, anoreksia, demam, lemah, dan menurunnya berat badan. Gejala di kulit termasuk ruam malar (butterfly rash), ulkus di kulit dan mukosa, purpura, alopesia (kebotakan), fenomena Raynaud, dan fotosensitifitas. Gejala sendi sering ditemukan. Bersifat

12

simetris dan tidak menyebabkan kelainan sendi. Nefritis lupus umumnya belum bergejala pada masa awitan, tetapi sering berkembang menjadi progresif dan menyebabkan kematian. Gejalanya berupa edema, hipertensi, gangguan elektrolit, dan gagal ginjal akut. Biopsi ginjal diindikasikan pada pasien yang tidak responsif pada terapi kortikosteroid. Pengendalian hipertensi sangat penting untuk mempertahankan fungsi ginjal. Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa) mungkin terjadi tetapi termasuk manifestasi yang jarang. Keluhan yang banyak adalah nyeri perut akibat vaskulitis peradangan pembuluh darah). Keterlibatan susunan saraf pusat dapat berupa kejang, koma, hemiplegia (kelumpuhan pada satu sisi tubuh), neuropati (kelainan saraf) fokal, dan gangguan perilaku. Diagnosis 1. Kriteria diagnosis SLE menurut ARA (American Rheumatism Association): * 2. Eritema malar (butterfly rash) 3. Ruam diskoid 4. Fotosensitivitas 5. Ulserasi mukokutaneus oral atau nasal 6. Artritis non erosif 7. Nefritis ** (proteinuria >0,5 g/ 24 jam dan sel silinder +) 8. Ensefalopati ** 9. Pleuritis atau perikarditis 10. Sitopenia 11. Imunoserologi ** (Antibodi antidouble stranded DNA, Antibodi antinuklear Sm) 12. Antibodi antinuklear (ANA) * Empat dari 11 kriteria positif menunjukkan 96% sensitivitas dan 96% spesifisitas; ** Salah satu butir pernyataan cukup Pemeriksaan penunjang Darah tepi lengkap, LED, urinalisis, sel LE, ANA*, antibodi anti doublestranded-DNA*, antibodi antifosfolipid, antibodi lain (anti-Ro, anti-

13

La, anti-RNP), faktor rheumatoid, titer komplemen C3, C4, dan CH50*, titer IgM , IgG, dan IgA, uji Coombs, kreatinin, ureum darah*, protein urin >0.5 gram/24 jam (Nefritis)*, dan pencitraan (foto Rontgen toraks*, USG ginjal, MRI kepala). Dalam menegakkan diagnosis tidak semua pemeriksaan laboratorium ini harus ada, tetapi pemeriksaan awal (diberi tanda*) sebaiknya dilakukan. Penatalaksanaan Penatalaksaan SLE harus mencakup obat, diet, aktivitas yang melibatkan banyak ahli. Alat pemantau pengobatan pasien SLE adalah evaluasi klinis dan laboratoris yang sering untuk menyesuaikan obat dan mengenali serta menangani aktivitas penyakit. Lupus adalah penyakit seumur hidup, karenanya pemantauan harus dilakukan selamanya. Tujuan pengobatan SLE adalah mengontrol manifestasi penyakit, sehingga anak dapat memiliki kualitas hidup yang baik tanpa eksaserbasi berat, sekaligus mencegah kerusakan organ serius yang dapat menyebabkan kematian. Adapun obat-obatan yang dibutuhkan seperti: a. Antiinflamasi non-steroid Untuk pengobatan simptomatik artralgia nyeri sendi. b. Antimalaria Diberikan untuk lupus diskoid. Pemakaian jangka panjang memerlukan evaluasi retina setiap 6 bulan. c. Kortikosteroid Dosis rendah, untuk mengatasi gejala klinis seperti demam, dermatitis, efusi pleura. Diberikan selama 4 minggu minimal sebelum dilakukan penyapihan. Dosis tinggi, untuk mengatasi krisis lupus, gejala nefritis, SSP, dan anemi hemolitik. d. Obat imunosupresan/sitostatika Imunosupresan diberikan pada SLE dengan keterlibatan SSP, nefritis difus dan membranosa, anemia hemolitik akut, dan kasus yang resisten terhadap pemberian kortikosteroid. e. Obat antihipertensi Atasi hipertensi pada nefritis lupus dengan agresif

14

f. Kalsium Semua pasien SLE yang mengalami artritis serta mendapat terapi prednison berisiko untuk mengalami osteopenia, karenanya memerlukan suplementasi kalsium. Diet Restriksi diet ditentukan oleh terapi yang diberikan. Sebagian besar pasien memerlukan kortikosteroid, dan saat itu diet yang diperbolehkan adalah yang mengandung cukup kalsium, rendah lemak, dan rendah garam. Pasien disarankan berhati-hati dengan suplemen makanan dan obat tradisional. Aktivitas Pasien lupus sebaiknya tetap beraktivitas normal. Olah raga diperlukan untuk mempertahankan densitas tulang dan berat badan normal. Tetapi tidak boleh berlebihan karena lelah dan stress sering dihubungkan dengan kekambuhan. Pasien disarankan untuk menghindari sinar matahari, bila terpaksa harus terpapar matahari harus menggunakan krim pelindung matahari (waterproof sunblock) setiap 2 jam. Lampu fluorescence juga dapat meningkatkan timbulnya lesi kulit pada pasien SLE. Penatalaksanaan infeksi Pengobatan segera bila ada infeksi terutama infeksi bakteri. Setiap kelainan urin harus dipikirkan kemungkinan pielonefritis Prognosis Beberapa tahun terakhir ini prognosis penderita lupus semakin membaik, banyak penderita yang menunjukkan penyakit yang ringan. Wanita penderita lupus yang hamil dapat bertahan dengan aman sampai melahirkan bayi yang normal, tidak ditemukan penyakit ginjal ataupun jantung yang berat dan penyakitnya dapat dikendalikan. Angka harapan hidup 10 tahun meningkat sampai 85%. Prognosis yang paling buruk ditemukan pada penderita yang mengalami kelainan otak, paru-paru, jantung dan ginjal yang berat.6 c. Arthritis Pirai (Gout) Secara klinis, gout ditandai dengan timbulnya arthritis, tofi, dan batu

15

ginjal yang disebabkan karena terbentuk dan mengendapnya kristal monosodium urat. Pengendapan dipengaruhi oleh suhu dan tekanan. Tofi seringkali terbentuk pada daerah telinga, siku, lutut, dorsum pedis, dekat tendo Achilles pada metatasofalangeal digiti I, dan sebagainya. Serangan seringkali terjadi pada malam hari. Biasanya sehari sebelumnya, pasien masih tampak sehat tanpa keluhan apapun. Tiba-tiba pada tengah malam terbangun oleh rasa sakit yang sangat hebat. Daerah khas yang paling sering mendapat serangan adalah pangkal ibu jari kaki sebelah dalam, disebut podagra. Bagian ini tampak membengkak, kemerahan, dan nyeri sekali bila disentuh. Rasa nyeri berlangsung beberapa hari sampai satu minggu namun kemudian menghilang. Kejadian itu dilukiskan oleh Sysenham sebagai sembuh beberapa hari sampai beberapa minggu bia tidak diobati, rekuren yang multiple, interval antar serangan singkat dan dapat mengenai beberapa sendi. Sedangkan tofi itu sendiri tidak sakit tapi dapat merusak tulang. Sendi lutut sendiri juga merupakan predileksi kedua untuk serangan ini. Manifestasi klinik selanjutnya adalah tofi, tofi merupakan penimbunan asam urat yang dikelilingi reaksi radang pada sinovia, tulang rawan, bursa, dan jaringan lunak. Sering timbul di tulang rawan telinga sebagai benjolan keras. Tofi ini merupakan manifestasi lanjut dari gout yang timbul 5-10 tahun setelah serangan arthritis pertama. Tofi ini sering pecah dan agak sulit disembuhkan dengan obat sehingga dapat menyebabkan infeksi sekunder. Diagnosis Penetapan adalah : A. B. C. Adanya kristal urat yang khas dalam cairan sendi. Tofi terbukti mengandung kristal urat berdasarkan pemeriksaan Diagnosis lain, seperti : a. Lebih dari sekali mengalami serangan arthritis akut diagnosis gout berdasarkan Subkomite The American Rheumatism Association menetapkan bahwa kriteria diagnostik untuk gout

kimiawi dan mikroskopik dengan sinar terpolarisasi.

16

b. Terjadi peradangan secara maksimal dalam satu hari c. Oligoarthritis (jumlah sendi meradang kurang dari 4) d. Kemerahan di sekitar sendi yang meradang e. Sendi metatarsophalangeal pertama (ibu jari kaki) terasa sakit atau membengkak f. Serangan unilateral pada sendi tarsal (jari kaki) g. Tophus (deposit besar dan tidak teratur dari natrium urat) di kartilago artikular (tulang rawan sendi) dan kapsula sendi h. Hiperurisemia i. Pembengkakan sendi secara asimetris (satu sisi tubuh saja) Pemeriksaan Penunjang Pada pemeriksaan lab yang dilakukan pada penderita gout didapatkan kadar asam urat yang tinggi dalam darah ( >6 mg% ). Kadar asam urat normal dalam serum pria 8 mg% dan pada wanita 7mg%. Sampai saat ini, pemeriksaan kadar asam urat terbaik dilakukan dengan cara enzimatik. Kadang-kadang didapatkan leukositosis ringan dan LED yang meninggi sedikit. Kadar asam urat dalam urin juga tinggi (500mg%/liter per 24jam). Pemeriksaan radiografi pada serangan artritis gout pertama adalah non spesifik. Kelainan utama radiografi pada long standing adalah inflamasi asimetri, arthritis erosive yang kadang-kadang disertai nodul jaringan lunak. Terapi Terapi nonmedikamentosa Kondisi yang terkait dengan hiperurisemia adalah diet kaya purin, obesitas, serta sering meminum alkohol. Purin merupakan senyawa yang akan dirombak menjadi asam urat dalam tubuh, sehingga diet purin merupakan cara terbaik dalam pengobatan asam urat. Medikamentosa Terapi pada gout biasanya dilakukan secara medik ( menggunakan obat-obatan ). Medikamentosa pada gout termasuk : 1. Nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs). NSAIDs dapat mengontrol inflamasi dan rasa sakit pada penderita gout secara efektif. Efek samping yang sering terjadi karena NSAIDS adalah iritasi pada

17

sistem gastroinstestinal, ulkerasi pada perut dan usus, dan bahkan pendarahan pada usus. Penderita yang memiliki riwayat menderita alergi terhadap aspirin atau polip tidak dianjurkan menggunakan obat ini. Contoh dari NSAIDs adalah indometasin. Dosis obat ini adalah 150-200 mg/hari selama 2-3 hari dan dilanjutkan 75-100 mg/hari sampai minggu berikutnya. 2. Colchicine. Colchicine mengontrol gout secara efektif, tetapi seringkali membawa efek samping, seperti nausea, vomiting and diare. Colchicine diberikan secara oral, dan diberikan setiap 1 sampai 2 jam dengan dosis maksimal 6mg hingga adanya peningkatan yang lebih baik pada kondisi pasien. Efek samping yang sering terjadi adalah diare. Pada pengobatan gout, colchicine digunakan bila penderita tidak dapat menggunakan NSAIDs. 3. Steroids. Steroids biasanya berbentuk pil atau dapat pula berupa suntikan yang lansung disuntikkan ke sendi penderita. Efek samping dari Steroids antara lain penipisan tulang, susah menyembuhkan luka dan juga penurunan pertahanan tubuh terhadap infeksi. Steroids digunakan pada penderita gout yang tidak bisa menggunakan NSAIDs ataupun colchicine.4,6 4. Etiologi Etiologi Osteo-arthritis masih belum dapat diketahui secara jelas. Beberapa faktor yang dianggap sebagai pemicu timbulnya osteo-arthritis diantaranya faktor umur, jenis kelamin, suku bangsa, genetik, kegemukan, dan penyakit metabolik, cedera sendi, dan jenis pekerjaan. Gangguan penyakit ini lebih banyak ditemukan pada wanita dibandingkan pria, terutama wanita berusia lebih dari 45 tahun. Penyakit ini pernah dianggap sebagai suatu proses penuaan normal, sebab insidens bertambah dengan meningkatnya usia. Sendi yang paling sering terserang adalah sendi-sendi yang harus memikul beban tubuh, antara lain lutut, panggul, vertebra lumbal dan servikal, dan sendi-sendi pada jari.1 5. Manifestasi Klinis Gejala utama ialah adanya nyeri pada sendi yang terkena, terutama waktu bergerak. Umumnya timbul secara perlahan-lahan, mula-mula rasa kaku,

18

kemudian timbul rasa nyeri yang berkurang dengan istirahat. Terdapat hambatan pada pergerakan sendi, kaku pagi, krepitasi, pembesaran sendi, dan perubahan gaya berjalan. Lebih lanjut lagi terdapat pembesaran sendi dan krepitasi tulang. Tempat predileksi osteoartritis adalah sendi karpometakarpal I, metatarsophalangeal I, apofiseal tulang belakang, lutut dan paha. Pada phalang distal timbul nodus Heberden dan pada sendi interphalang proksimal timbul nodus Bouchard. Tanda-tanda peradangan pada sendi tersebut tidak menonjol dan timbul belakangan, mungkin dijumpai karena adanya sinovitis, terdiri dari nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan.1,5 6. Patofisiologi Osteo-arthritis berdasarkan patogenesisnya dapat dibagi menjadi dua; primer dan sekunder. Osteoarthritis primer disebut OA idiopatik yaitu OA yang kausanya tidak diketahui dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi. OA sekunder adalah OA yang didasari oleh adanya kelainan endokrin, inflamasi, metabolik, pertumbuhan, herediter, jejas mikro dan makro serta imobilisasi yang terlalu lama. Beberapa penelitian membuktikan bahwa rawan sendi ternyata dapat melakukan perbaikan sendiri dimana kondrosit akan mengalami replikasi dan memproduksi matriks baru. Proses perbaikan ini dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan suatu polipeptida yang mengontrol proleferasi sel dan membantu komunikasi antar sel. Faktor ini menginduksi kondrosit unutk mensintesis DNA dan protein seperti kolagen serta proteoglikan. Faktor pertumbuhan yang berperan adalah insulin-like growth factor (IGF-1), growth hormoen, transforming growth factor (TGF-), dan coloni stimulating factors (CSFs). Faktor pertumbuhan seperti IGF-1 berperan penting dalam proses perbaikan rawan sendi. Pada keadaan inflamasi, sel menjadi kurang sensitif terhadap efek IGF-1 (Pelletier, 1990). Faktor pertumbuhan TGF- mempunyai efek multipel pada matriks kartilago yaitu merangsang sintesis kolagen dan proteoglikan serta menekan stromelisisn, yaitu enzim yang mendegradasi proteoglikan, meningkatkan produksi prostaglandin E2 (PGE2), dan melawan efek inhibisi

19

sintesis PGE2 oleh interleukin-1 (IL-1). Peningkatan degradasi kolagen akan mengubah keseimbangan metabolisme rawan sendi. Kelebihan produk hasil degradasi matriks rawan sendi cenderung berakumulasi di sendi dan menghambat fungsi rawan sendi serta mengawali suatu respons imun yang menyebabkan inflamasi sendi. Pada rawan sendi pasien OA juga terjadi proses peningkatan aktivitas fibrinogenik dan penurunan aktvitas fibirnolitik. Proses ini menyebabkan terjadinya penumpukan tromus dan komplek lipid pada pembuluh darah subkondral yang mehyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan subkondral. Hal ini mengakibatkan dilepaskannya mediator kimiawi seperti prostaglandin dan interleukin yang menimbulkan bone angina lewat subkondral yang mengandung ujung sensibel yang dapat menghantarkan rasa sakit. Sakit pada sendi juga diakibatkan adanya osteofit yang menekan periosteum dan radiks saraf yang berasal dari medulla spinalis serta tekanan vena intrameduler akibat stasis vena intrameduler karena proses remodelling pada trabekula dan subkondrial. Peran makrofag di dalam cairan sendi juga penting, yaitu apabila dirangsang oleh jejas mekanis, material asing hasil nekrosis jaringan atau CSFs akan memproduksi sitokin aktivator plasminogen (PA) yang disebut katabolin. Sitokin tersebut adalah IL-1, IL-6, TNF dan , dan interferon (IFN) dan . Sitokin-sitokin ini akan merangsang kondrosit melalui reseptor permukaan spesifik untuk memproduksi CSFs yang sebaliknya akan mempengaruhi monosi dan PA untuk mendegraadasi rawan sendi secara langsung. Pasien OA mempunyai kadar PA yang tinggi pada cairan sendinya. Sitokin ini juga mempercepat resorpsi matriks rawan sendi. IL-1 mempunyai efek multiple pada sel cairan sendi, yaitu meningkatkan sintesis enzim yang mendegradasi rawan sendi yaitu stromelisin dan kolagenosa, menghambat proses sintesis dan perbaikan normal kondrosit. Faktor pertumbuhan dan sitokin mempunyai pengaruh yang berlawanan selama perkembangan OA. Sitokin cenderung merangsang degradasi komponen matriks rawan sendi, sebaliknya faktor pertumbuhan merangsang sintesis. Padahal, IGF-1 pasien OA lebih rendah dibandingkan individu normal yang sama.

20

Selain itu, terdapat peningkatan kadar induceible nitric oxide syntase (iNOS) yg patogen pada pasien OA maupun AR. Efek NO terhadap kondrosit adalah inihibisi produksi kolagen dan proteoglikan, aktivasi metaloproteinase, meningkatkan kepekaan trauma oksidan lain (H2O2), menurunkan ekspresi IL-1 reseptor antagonis, inhibisi polimerisasi aktin dan sinyal IL-1 integrin, serta apoptosis sel. Kartilago normla tidak memrpduksi NO kecuali atas rangsangan IL-1 tetapi pada kartilago pasien OA dan AR produksi NO masih berlangsung setelah 72 jam pada keadaan tanpa rangsangan.2 7. Epidemiologi Penyakit ini merupakan salah satu dari penyakit sendi yang paling sering dijumpai di Indonesia. Lebih dari 85% pasien osteoarthritis tersebut terganggu aktivitasnya terutama untuk kegiatan jongkok, naik tangga dan berjalan. Arti dari gangguan jongkok dan menekuk lutut sangat penting bagi pasien osteoarthritis di Indonesia. Oleh karena banyaknya kegiatan sehari-hari yang tergantung kegiatan ini khususnya sholat dan buang air besar. Kerugian tersebut sulit diukur dengan materi. Pemahaman yang lebih baik mengenai patogenesis osteoarthritis (OA) akhir-akhir ini diperoleh antara lain berkat meningkatnya pengetahuan mengenai biokimia dan biologi molekuler rawan sendi. Dengan demikian diharapkan kita dapat mengelola pasien OA dengan lebih tepat dan lebih aman. Perlu dipahami bahwa penyebab nyeri yang terjadi pada OA bersifat multifaktorial. Nyeri dapat bersumber dari regangan serabut saraf periosteum, hipertensi intraosseus, regangan kapsul sendi, hipertensi intra-artikular, regangan ligament, mikrofraktur tulang subkondral, entesopati, bursitis dan spasme otot. Dengan demikian penting dipahami, bahwa walaupun belum ada obat yang dapat menyembuhkan OA saat ini, namun terdapat berbagai cara untuk mengurangi nyeri dengan memperhatikan kemungkinan sumber nyerinya, memperbaiki mobilitas dan meningkatkan kualitas hidup.1 8. Penatalaksanaan Penatalaksanaan osteo-arthritis terbagi menjadi 2; medika mentosa dan non-medika mentosa. a. Terapi Medika Mentosa

21

Terapi medika mentosa untuk pasien penderita osteo-arthritis dapat menggunakan: Analgesik Oral Non Opiat Sebagai analgesik, obat mirip aspirin hanya efektif terhadap nyeri dengan intentitas rendah sampai sedang, terutama terhadap nyeri yang berkaitan dengan inflamasi. Efek anlagesinya jauh lebih lemah daripada efek anlagesik opiat tetapi tidak menimbulkan ketagihan. Kebanyakan obat mirip aspirin lebih dimanfaatkan sebagai antiinflamasi pada pengobatan kelainan muskuloskeletal seperti osteo-arthritis. Obat-obat ini hanya meringankan gejala nyeri dan inflamasi secara simtomatik. Golongan dan pirazolon. Analgesik Topikal Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) Apabila dengan analgesik oral non opiat dan anagesik topikal tidak berhasil, umumnya pasien datang ke dokter. Dokter akan memberikan OAINS karena obat golongan ini mempunyai sifat analgesik juga mempunyai efek anti inflamasi. Semua AINS merupakan iritan mukosa lambung walaupun ada perbedaan gradasi antar nobat. Golongan AINS yang dapat diberikan antara lain asam mefenamat, diklofenak, ibuprofen, ketoprofen, naproksen, indometasin, piroksikam, meloksikam, namubuton, dan nimesulide. Chondroprotective Agent Chondroprotective Agent adalah obat-obatan yang dapat menjaga atau merangsang perbaikan tulang rawan sendi pada pasien OA. Sebagian peneliti menggolongkan obat tersebut sebagai SSAODs atau DMAODs. Yang termasuk golongan obat ini adalah tetrasiklin, asam hialuronat, kondroitin sulfat, obat analgesik ini antara lain salisilat (aspirin/asetosal), para amino fenol (asetaminofen dan fenasetin),

22

glikosaminoglikan, vitamin C, superoxide desmutase, dan sebagainya. Tetrasiklin mempunyai kemampuan untuk menghambat kerja enzim MMP, contohnya doxycycline. Asam hialuronat dapat memperbaiki viskositas cairan sinovial dan diberikan secara intra artikuler. Glikosaminoglikan dapat menghambat sejumlah enzim yang berperan dalam degradasi tulang rawan. Karena pada penyakit sendi degeneratif terjadi keruasakn tulang rawan sendi yang salah satunya akibat hilang atau berkurangnya proteoglikan, dapat diberikan kondroitin sulfat yang merupakan bagian dari proteoglikan. Selain itu, vitamin C ternyata dapat menghambat aktivitas enzim lisozim. Sedangkan superoxide dismutase yang mempunyai kemampuan menghilangkan radikal bebas yang merusak proteoglikan. Pemberian superoxide dismutase dapat mengurangi keluhan-keluhan pada pasien OA. Steroid Intra-Artikuler Inflamasi kadang dijumpai pada pasien OA. Oleh karena itu, kortikosteroid intra artikuler dapat mengurangi rasa sakit walaupun hanya dalam waktu singkat. Steroid dapat menyebabkan kerusakan rawan sendi secara langsung.7 b. Terapi Non-Medika Mentosa Terapi untuk pasien penderita osteo-arthritis dapat pula dilakukan dengan cara selain pemberian obat-obatan. Diantaranya: 1. Olahraga (penurunan berat badan) Olahraga dapat mengurangi rasa sakit dan dapat membantu mengontrol barat badan. Olahraga untuk osteo-arthritis misalnya berenang dan jogging. 2. Menjaga sendi Menggunakan sendi dengan hati-hati dapat menghindari kelebihan stres pada sendi. 3. Panas/dingin

23

Panas didapat, misalnya dengan mandi air panas. Panas dapat mengurangi rasa sakit pada sendi dan melancarkan peredaran darah. Dingin dapat mngurangi pembengkakan pada sendi dan mengurangi rasa sakit. Dapat didapat dengan mengompres daerah yang sakit dengan air dingin. 4. Viscosupplementation Merupakan perawatan dari Canada untuk orang yang terkena osteo-arthritis pada lutut, berbentuk gel. 5. Pembedahan kuat, akan dilakukan pembedahan. Dengan Apabila sendi sudah benar-benar rusak dan rasa sakit sudah terlalu 6. 7. 9. Pencegahan Osteo-arthritis dapat dihindari dengan mengeliminasi berbagai faktor predisposisi penyebab osteo-arthritis. Hal ini dapat dilakukan dengan cara-cara berikut untuk menghindari sedini mungkin terserang OA atau membuat OA tidak kambuh kembali, yaitu dengan: Menjaga berat badan. Merupakan faktor yang penting agar bobot yang ditanggung oleh sendi menjadi ringan. Melakukan jenis olahraga yang tidak banyak menggunakan persendian atau yang menyebabkan terjadinya perlukaan sendi. Contohnya berenang dan olahraga yang bisa dilakukan sambil duduk dan tiduran. Aktivitas olahraga hendaknya disesuaikan dengan umur. Jangan memaksakan untuk melakukan olahraga porsi berat pada usia lanjut. Tidak melakukan aktivitas gerak pun sangat tidak dianjurkan. Tubuh yang tidak digerakkan akan mengundang osteoporosis. Menghindari perlukaan pada persendian pembedahan, dapat memperbaiki bagian dari tulang. Vitamin C, D, E, dan beta-karoten Teh hijau Untuk mengurangi laju perkembangan osteo-arthritis. Memiliki zat anti peradangan.8,9

24

Meminum obat-obatan suplemen sendi (atas anjuran dokter) Mengkonsumsi makanan sehat. Memilih alas kaki yang tepat & nyaman. Lakukan relaksasi dengan berbagai teknik. Hindari gerakan yang meregangkan sendi jari tangan. Jika ada deformitas pada lutut, misalnya kaki berbentuk O, jangan dibiarkan. Peran masyarakat untuk pencegahan osteo-arthritis sangatlah penting, oleh karena penyakit reumatik umumnya merupakan penyakit menahun dengan beberapa faktor risiko yang dapat dikendalikan. Program pendidikan masyarakat di Indonesia akan memperoleh dukungan jika masyarakat dapat segera menikmati hasilnya. Mengingat hal itu, maka perbaikan pelayanan kesehatan pada pasien penyakit reumatik merupakan upaya pertama yang perlu segera dilaksanakan. Untuk itu diperlukan peran aktif masyarakat dan pemerintah dalam pencegahan penyakit osteo-arthritis.1 10. Prognosis Prognosis osteo-arthritis umumnya baik, tidak menimbulkan kematian. Penyakit ini bersifat kronik, berjalan progresif lambat, tidak meradang, dan ditandai dengan adanya abrasi rawan sendi dan adanya pembentukan tulang baru pada permukaan persendian. Kelainan ini akan mengganggu aktivitas sehari-hari penderita, terutama bila mengenai sendi lutut.6 C. Kesimpulan Berdasarkan gejala-gejala yang timbul pada pasien, dan setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, maka dapat disimpulkan bahwa pasien menderita osteoarthritis. Penyakit ini bersifat kronik, berjalan progresif lambat, tidak meradang, dan ditandai oleh adanya abrasi rawan sendi dan adanya pembentukan tulang baru pada permukaan persendian. Osteo-arthritis akan sangat mengganggu aktivitas pasien, terutama bila menyerang sendi lutut. Namun, dengan penanganan yang baik dan teratur, penyakit ini dapat segera diatasi.

25

D. Daftar Pustaka 1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi V Jilid III. Jakarta; Interna Publishing; 2009. 2. Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi IV Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007. 3. Bickley LS. Bates Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan edisi VIII. Jakarta: EGC; 2009. 4. Patel PR. Lecture Notes Radiologi edisi II. Jakarta: Erlangga; 2007. 5. Mansjoer, Arif. Osteoartritis. Kapita Selekta Kedokteran edisi III jilid I. Media Aesculapius FKUI : Jakarta; 2001. 6. Carter MA. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit edisi VI volume II. Jakarta: EGC; 2005. 7. Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. Farmakologi dan Terapi edisi V. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008. 8. Ganiswarna S.G. Farmakologi dan Terapi. FKUI, 2003. 9. Mubin H. Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam. EGC, 2002.

26

Anda mungkin juga menyukai