4. POKOK BAHASAN:
Pemeriksaan Fisik Sistem Muskuloskeletal
Prinsip dasar dalam pemeriksaan muskuloskeletal adalah
Observasi keadaan umum pasien
Jangan menambah nyeri yang dialami oleh pasien
Jika memeriksa anggota gerak, bandingkan dengan sisi yang satunya
Lakukan pengkajian aktif terlebih dahulu sebelum mengkaji gerakan pasif
Gunakan terminologi standar saat menjelaskan sendi, anggota gerak dan gerakan
tidak simetris, dan skapula yang menonjol, akan lebih jelas terlihat dengan
pemeriksaan ini. Selain itu, lansia akan mengalami kehilangan tinggi badan akibat
hilangnya tulang rawan tulang belakang.
menjadi samar. Tempat yang paling sering mengalami effusi adalah lutut. Bila hanya
ada sedikit cairan di bawah tempurung lutut, dapat diketahui dengan manuver
berikut: aspek lateral dan medial lutut dalam keadaan ekstensi diurut dengan kuat
kearah bawah (gambar 3). Begitu ada tekanan dari sisi lateral dan medial, pemeriksa
akan melihat di sisi lainnya adanya benjolan dibawah tempurung lutut. Bila terdapat
cairan dalam jumlah yang banyak, tempurung lutut akan terangkat ke atas dari femur
saat ekstensi lutut. Bila dicurigai adanya inflamasi atau cairan dalam sendi,
diperlukan konsultasi dengan dokter.
Jaringan di sekitar sendi diperiksa akan adanya benjolan. Reumatoid artritis, gout,
dan osteoartritis menimbulkan benjolan yang khas. Benjolan di bawak kulit pada
rheumatoid artritis bersifat lunak dan terdapat di dalam dan sepanjang tendon yang
memberikan fungsi ekstensi pada sendi. Biasanya, keterlibatan sendi mempunyai
pola yang simetris (gambar 4). Benjolan pada gout keras dan terletak dalam dan tepat
di sebelah kapsul sendi itu sendiri. Kadang mengalami ruptur, mengeluarkan kristal
asam urat putih ke permukaan kulit. Benjolan osteoartritis keras dan tidak nyeri dan
merupakan pertumbuhan tulang baru akibat destruksi permukaan kartilago pada
tulang dalam kapsul sendi. Kondisi ini biasanya ditemukan pada lansia.
Kadang ukuran sendi meninjol akibat atrofi otot di proksimal dan distal sendi.
Sering terlihat pada reumatoid artritis sendi lutut, dimana otot quadrisep dapat
mengalami atrifi secara dramatis. Biasanya sendi dijaga tidak bergerak untuk
menghindari nyeri, dan otot-otot yang memberikan fungsi sendi akan mengalami
atrofi karena disuse.
d. Pengkajian sistem otot
Sistem otot dikaji dengan memeperhatikan kemampuan mengubah posisi,
kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran masing-masing otot. Kelemahan otot atau
sekelompok otot menunjukkan bernagai macam kondisi seperti, polineuropathi,
gangguan elektrolit (khususnya kalsium dan kalium), miastenia gravis, poliomielitis,
dan distrofi otot. Dengan melakukan palpasi otot saat ekstremitas relaks digerakkan
secara pasif, perawat dapat merasakan tonus otot. Kekuatan otot dapat diperkirakan
dengan menyuruh pasien mengerakkan beberapa tugas dengan atau tanpa tahanan.
Misalnya bisep, diuji dengan meminta pasien meluruskan sepenuhnya lengan dan
kemudian memfleksikan melawan tahanan yang diberikan oleh perawat. Bersalaman
dapat menunjukkan kekuatan genggaman.
Klonus otot (kontraksi ritmik otot) dapat dibangkitkan pada pergelangan kaki atau
tangan dengan dorsofleksi kaki mendadak dan kuat atau ekstensi pergelangan
tangan. Fasikulasi (kedutan pada sekelompok otot secara involunter) dapat dilihat.
Lingkar ekstremitas harus diukur untuk memantau pertambahan ukuran akibat
adanya edema atau perdarahan ke dalam otot, juga digunakan untuk mendeteksi
pengurangan ukuran akibat atrofi. Ekstremitas yang sehat digunakan sebagai acuan.
Pengukuran dilakukan pada lingkar ekstremitas terbesar. Perlu diingat bahwa
pengukuran harus dilakukan pada lokasi yang sama pada ekstremitas dan dengan
ekstremitas pada posisi yang sama dengan otot dalam keadaan istirahat. Jarak dari
tanda anatomis tertentu (misal 10cm dibawah aspek medial lutut untuk pengukuran
otot betis), harus dicatat pada catatan pasien sehingga pengukuran selanjutnya dapat
dikerjakan pada titik yang sama. Untuk memudahkan pengkajian berseri, titik
pengukuran dapat dilakukan dengan membuat tanda di kulit. Perbedaan ukuran
yang lebih besar dari 1 cm dianggap bermakna.
e. Pengkajian cara berjalan
Cara berjalan dikaji dengan meminta pasien berjalan dari tempat pemeriksa sampai
beberapa jauh. Pemeriksa memperhatikan cara berjalan mengenai kehaluasan dan
iramanya. Setiap adanya gerakan yang yang tidak teratur dan ireguler (biasanya
terlihat pada lansia) dianggap sebagai suatu yang abnormal. Bila terlihat pincang,
kebanyakan disebabkan karena nyeri akibat menyangga beban tubuh. Pada kasus
seperti inipasien biasanya mampu dengan jelas menunjukkan tempat rasa tidak
nyaman, sehingga dapat mengarahkan pemeriksaan selanjutnya. Bila salah satu
ekstremitas lebih pendek dari yang lain, dapat juga terlihat pincang saat pelvis pasien
turun ke bawah di sisi yang terkena setiap kali melangkah. Keterbatasan gerak sendi
dapat mempengaruhi cara berjalan. Berbagai kondisi neurologis yang berhubungan
dengan cara berjalan abnormal (misal cara berjalan spastik hemiparesis terkait
dengan stroke, cara berjalan selangkah-selangkah terkait dengan penyakit lower
motor neuron, dan cara berjalan gemetar terkait dengan penyakit parkinson.
f. Pengkajian kulit dan sirkulasi perifer
Sebagai tambahan pengkajian muskuloskeletal, perawat harus melakukan inspeksi
kulit dan melakukan pengkajian sirkulasi perifer. Palpasi kulit dapat menunjukkan
adanya suhu yang lebih panas atau lebih dingain dari lainnya dan adanya edema.
Sirkulasi periferdapat dikaji dengan mengkaji denyut perifer, warna, suhu, dan
waktu pengisian kapiler. Adanya luka, memar, perubahan warna kulit, dan tanda
perubahan sirkulasi perifer atau infeksi dapat mempengaruhi penatalaksanaan
keperawatan.
No Langkah Prosedur
.
1. Perawat memperkenalkan diri
2. Pastikan kenyamanan dan privasi pasien
3. Jelaskan kepada pasien prosedur yang akan dilakukan
4. Riwayat kesehatan fokus:
a. Kaji keluhan utama – karakteristik nyeri dan setiap tanda/gejala
b. Kaji adanya:
1. Nyeri: lokasi, kuantitas, manifestasi terkait, faktor yang memberatkan
dan meringankan, waktu.
2. Kelemahan: lokasi dan kuantitas
3. Keterbatasan gerak: lokasi dan kuantitas, inflamasi, kekakuan, astrofi
otot, deformitas, krepitasi, efusi sendi
4. Factor yang memberatkan: kelelahan, imobilitas, berat badan
berlebih, ketidakpatuhan terhadap obat-obatan, rejimen fisioterapi
c. Tanyakan riwayat kesehatan masa lalu, kondisi musculoskeletal spesifik
dan riwayat operasi
d. Tanyakan riwayat social: konsumsi alcohol, lingkungan kerja, hiburan
dan waktu luang.
5. Pastikan posisi yang sesuai untuk pemeriksaan. Pemeriksa berdiri di depan
pasien untuk pengkajian anterior dan di belakang pasien untuk pengkajian
posterior.
6 Cuci tangan sebelum melakukan prosedur
7. Pemeriksaan fisik
Dilakukan dengan cara inspeksi dan palpasi.
a. Inspeksi
1. Ukuran dan bentuk otot. Penampilan umum massa otot, amati
kontraksi otot.
2. Kontur sendi: amati bentuk sendi pada posisi anatomi netral, amati
kulit dan jaringan subkutan sekitar sendi: warna, inflamasi, memar,
deformitas, massa, nodul dan integritas kulit.
b. Palpasi
1. Tonus otot: palpasi setiap kelompok otot dengan memberikan palpasi
ringan menggunakan ujung jari-jari tangan yang dominan. Catat
perubahan bentuk otot antara area tengah yang lebar sampai pada
area menyempit di tendon.
2. Sendi: palpasi setiap tulang sendi tulang utama, dengan sendi pada
posisi anatomi netral. Berikan palpasi ringan dengan ujung jari-jari
tangan yang dominan. Palpasi dari tepi ke pusat sendi. Catat adanya
nyeri, inflamasi, krepitasi, hangat dan adanya nodul.
Nilai:
0 : Tidak ada bukti kontraktilitas (0 %)
1 : Sedikit kontraktilitas, tidak ada gerakan (10 % dari normal)
2 : Rentang gerak penuh, gravitasi tidak ada (25 % dari normal)
3 : Rentang gerak penuh dengan gravitasi (50 % dari normal)
4 : Rentang gerak penuh melawan gravitasi, beberapa resistensi(75 %
dari normal)
5 : Rentang gerak penuh melawan gravitasi, resistensi penuh(100 %
normal)
Pemeriksaan fisik:
A. Penampilan umum
1. Tinggi dan berat badan
2. Kemampuan untuk mentoleransi berat tubuh pada ekstrimitas bawah
3. Amati kelainan structural (bone integrity)
4. Catat indikasi ketidaknyamanan
B. Postur
1. Anjurkan pasien untuk berdiri dengan kedua kaki menutup rapat.
Amati hubungan structural dan spasial kepala, torso, panggul dan
ekstrimitas.
2. Kaji kesimetrisan bahu, scapula dan krista iliaka
3. Anjurkan pasien untuk duduk, perhatikan postur (kifosis, lordosis,
scoliosis)
D. Fungsi sendi
Kaji ROM, adanya deformitas, stabilitas dan adanya nodular.
Keterbatasan sendi bias diakibatkan oleh beberapa hal seperti adanya
kontraktur, osteoarthritis, efusi, dll.
- Pemeriksaan region panggul (hip)
Inspeksi/look: anterior, lateral, posterior (posisi berdiri,
berjalan dan supinasi)
Ukuran panjang kaki kanan dan kiri
Palpasi/feel: m. adductor longus dan trochanter minor
Move/ ROM: fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, rotasi internal
dan eksternal (aktif dan pasif)
8. Pendokumentasian
Dokumentasikan setiap temuan inspeksi dan palpasi otot, sendi dan ROM,
termasuk dokumentasikan apabila ada temuan abnormal.
5. REFERENSI
a. Hopper D.P & William S.L. (2007). Understanding Medical Surgical Nursing
third edition. Philadelphia : F.A Davis Company.
b. Keogh J, Jackson D & DiGiulio M. (2007). Medical Surgical Nursing
Demystified: a self- teaching guide. McGraw-Hill.
c. Mohn-Brown L.E, LeMone P & Burke K.M. (2007). Medical-Surgical Nursing
Care second edition. New Jersey : Pearson Prentice Hall.
d. Porth CM and Matfin G. (2009). Pathofisiologi, concept of altered health
states, 8th edition. Lippincott Williams and Wilkins.
e. Smeltzer C.S & Bare Brenda.(2003). Brunner & Suddarth’s Textbook of
Medical Surgical Nursing. 10th Edition. Philadelphia: Lippincott.
f. Weber., J., & Kelley, J. (2003). Health assessment in nursing (2nd ed.).
Philadelphia: Lippintcont Williams & Wilkins.