Anda di halaman 1dari 12

1

PRAKTIKUM: PEMERIKSAAN FISIK GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL


1. TUJUAN BELAJAR
Mahasiswa mampu memahami tentang cara pengkajian otot skelet, tulang belakang,
sistem persendian, otot, cara berjalan, pengkajian kulit dan sirkulasi perifer.
2. LEARNING OBJECTIVE
A. Mengetahui cara pemeriksaan fisik sistem skelet
B. Mengatahui cara pengkajian tulang belakang
C. Mengetahui cara pengkajian persendian
D. Mengetahui cara pengkajian sistem otot
E. Mengetahui cara pengkajian cara berjalan
F. Mengetahui cara pengkajian kulit dan sirkulasi perifer
3. PENGANTAR
Pemeriksaan fisik sistem muskuloskeletal berkisar dari pengkajian dasar
kemampuan fungsional sampai manuver pemeriksaan fisik canggih yang
dapat menegakkan adanya kelainan khusus tulang, otot dan sendi. Pengkajian
keperawatan terutama berfokus pada evaluasi kemampuan fungsional. Teknik
inspeksi dan palpasi dilakukan untuk mengevaluasi integritas tulang, postur,
fungsi sendi, kekuatan otot, cara berjalan, dan kemampuan pasien melakukan
aktivitas sehari-hari.
Pengkajian sistem muskuloskeletal biasanya terintegrasi dengan
pemeriksaan fisik rutin. Sistem ini berhubungan erat dengan sistem syaraf dan
sistem kardiovaskuler, sehingga pengkajian ketiga sistem tersebut sering
dilakukan secara bersamaan. Dasar pengkajian adalah membandingkan
kesimetrisan bagian tubuh. Kedalaman pengkajian tergantung dari keluhan
fisik pasien dan riwayat kesehatan serta temuan fisik yang ditemuakan oleh
pemeriksa. Hasil temuan harus didokumentasikan dengan cermat untuk dasar
melakukan pemeriksaan ekstensif yang lebih lanjut.

Kompartemen Keperawatan Medikal Bedah – FIKES UB


2

4. POKOK BAHASAN:
Pemeriksaan Fisik Sistem Muskuloskeletal
Prinsip dasar dalam pemeriksaan muskuloskeletal adalah
 Observasi keadaan umum pasien
 Jangan menambah nyeri yang dialami oleh pasien
 Jika memeriksa anggota gerak, bandingkan dengan sisi yang satunya
 Lakukan pengkajian aktif terlebih dahulu sebelum mengkaji gerakan pasif
 Gunakan terminologi standar saat menjelaskan sendi, anggota gerak dan gerakan

Beberapa terminologi yang sering digunakan dalam pemeriksaan sistem


muskuloskeletal adalah :
 Fleksi : menekuk sendi dari posisi netral
 Ekstensi : meregangkan sendi berlawanan dengan posisi netral
 Hiperekstensi : gerakan berlebih dari posisi netral yang normal
 Adduksi : gerakan menuju sumbu tubuh
 Abduksi : gerakan menjauh dari sumbu tubuh
a. Pengkajian otot skelet
Skelet tubuh dikaji mengenai adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan
tulang yang abnormal akibat adanya tumor tulang dapat dijumpai. Pemendekan
ekstremitas, amputasi, dan bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran anatomi harus
dicatat. Angulasi abnormal pada tulang panjang atau gerakan pada titik sendi
biasanya menunjukkan adanya patah tulang. Kadang ditemukan adanya krepitasi
pada titik gerakan ayang abnormal. Gerakan dari fragmen tulang ini harus
diminimalisir untuk mencegah cidera yang lebih lanjut.

Kompartemen Keperawatan Medikal Bedah – FIKES UB


3

Gambar 1. Kurvatur normal tulang belakang


b. Pengkajian tulang belakang
Kurvatur normal tulang belakang adalah biasanya konveks pada bagian dada dan
konkaf pada bagian leher dan pinggang (gambar 1). Deformitas tulang belakang yang
sering terjadi adalah skoliosis (deviasi lateral kurvatura tulang belakang), kifosis
(kenaikan kurvatura tulang belakang pada bagian dada), dan lordosis (kurvature
tulang belakang bagian pinggang yang berlebihan (gambar 2). Kifosis sering dijumpai
pada manula dengan osteoporosis dan pada penyakit dengan gangguan
neuromuscular. Skoliosis bisa terjadi secara konginetal, idiopatik, atau akibat
kerusakan otot paraspinal, seperti pada penderita poliomielitis. Lordosis biasa
dijumpai pada saat kehamilan karena pasien berusaha menyesuaikan posturnya
akibat perubahan pusat gaya beratnya.
Pada saat inspeksi tulang belakang, buka seluruh baju pasien untuk menampakkan
seluruh punggung, bokong dan tungkai. Pemeriksa memeriksa kurvatura tulang
belakang dan kesimetrisan batang tubuh dari pandangan anterior, posterior dan
lateral. Berdiri di belakang pasien, pemeriksa dapat memeperhatikan setiap
perbedaan tinggi bahu dan krista iliaka. Lipatan bokong normalnya simetris. Simetris
bahu dan pinggul, begitu pula kelurusan tulang belakang, diperiksa dengan pasien
berdiri tegak dan membungkuk kedepan (fleksi). Skoliosis ditandai dengan
kurvatura abnormal tulang belakang, bahu tidak sama tinggi, garis pinggang yang

Kompartemen Keperawatan Medikal Bedah – FIKES UB


4

tidak simetris, dan skapula yang menonjol, akan lebih jelas terlihat dengan
pemeriksaan ini. Selain itu, lansia akan mengalami kehilangan tinggi badan akibat
hilangnya tulang rawan tulang belakang.

Gambar 2. Bentuk kelainan tulang belakang


c. Pengkajian sistem persendian
Sistem persendian diperiksa dengan memeriksa luas gerakan, deformitas,
stabilitas, dan adanya benjolan. Luas gerakan dievaluasi baik secara aktif (sendi
digerakkan oleh otot sekitar sendi) maupun secara pasif (sendi digerakkan oleh
pemeriksa). Pemeriksa harus sudah hafal dengan luas gerakan normal sendi-sendi
besar seperti yang telah di definisikan oleh american academy of dorthopedic
surgeon. Pengukuran yang tepat mengenai rentang gerak sendi dilakukan dengan
menggunakan goniometer. Bila suatu sendi diekstensi maksimal tetapi masih ada
sisa fleksi, maka luas gerakan dikatakan terbatas. Luas gerakan yang terbatas bisa
disebabkan karena deformitas skeletal, patologi sendi, atau kontraktur otot dan
tendon disekitarnya. Pada lansia, keternatasan gerakan yang diakibatkan oleh
patologi sendi degerneratif dapat menurunkan kemampuan mereka melakkan
aktivitas sehari-hari dan berpengaruh terhadap kualitas hidupnya.
Jika gerakan sendi mengalami gangguan atau sendi terasa nyeri, maka harus
diperiksa adanya kelebihan cairan dalam kapsulnya (effusi), pembengkakan, dan
peningkatan suhu yang mencerminkan proses inflamasi aktif. Kita harus mencurigai
adanya effusi bila sendi tampak membengkak ukurannya dan tonjolan tulangnya

Kompartemen Keperawatan Medikal Bedah – FIKES UB


5

menjadi samar. Tempat yang paling sering mengalami effusi adalah lutut. Bila hanya
ada sedikit cairan di bawah tempurung lutut, dapat diketahui dengan manuver
berikut: aspek lateral dan medial lutut dalam keadaan ekstensi diurut dengan kuat
kearah bawah (gambar 3). Begitu ada tekanan dari sisi lateral dan medial, pemeriksa
akan melihat di sisi lainnya adanya benjolan dibawah tempurung lutut. Bila terdapat
cairan dalam jumlah yang banyak, tempurung lutut akan terangkat ke atas dari femur
saat ekstensi lutut. Bila dicurigai adanya inflamasi atau cairan dalam sendi,
diperlukan konsultasi dengan dokter.

Gambar 3. Teknik balotement untuk mendeteksi adanya cairan pada sendi

Palpasi sendi sementara sendi digerakkan secara pasief akan memberikan


informasi mengenai integritas sendi. Normalnya sendi bergerak secara halus. Suara
gemelutuk menunjukkan adanya ligamen yang tergelincir diantara tonjolan tulang.
Permukaan yang kurang rata, seperti pada artritis, mengakibatkan adanya krepitus
karena permukaan yang tidak rata tersebur saling bergesekan satu dengan yang
lainnya.

Gambar 4. Reumatoid artritis

Kompartemen Keperawatan Medikal Bedah – FIKES UB


6

Jaringan di sekitar sendi diperiksa akan adanya benjolan. Reumatoid artritis, gout,
dan osteoartritis menimbulkan benjolan yang khas. Benjolan di bawak kulit pada
rheumatoid artritis bersifat lunak dan terdapat di dalam dan sepanjang tendon yang
memberikan fungsi ekstensi pada sendi. Biasanya, keterlibatan sendi mempunyai
pola yang simetris (gambar 4). Benjolan pada gout keras dan terletak dalam dan tepat
di sebelah kapsul sendi itu sendiri. Kadang mengalami ruptur, mengeluarkan kristal
asam urat putih ke permukaan kulit. Benjolan osteoartritis keras dan tidak nyeri dan
merupakan pertumbuhan tulang baru akibat destruksi permukaan kartilago pada
tulang dalam kapsul sendi. Kondisi ini biasanya ditemukan pada lansia.
Kadang ukuran sendi meninjol akibat atrofi otot di proksimal dan distal sendi.
Sering terlihat pada reumatoid artritis sendi lutut, dimana otot quadrisep dapat
mengalami atrifi secara dramatis. Biasanya sendi dijaga tidak bergerak untuk
menghindari nyeri, dan otot-otot yang memberikan fungsi sendi akan mengalami
atrofi karena disuse.
d. Pengkajian sistem otot
Sistem otot dikaji dengan memeperhatikan kemampuan mengubah posisi,
kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran masing-masing otot. Kelemahan otot atau
sekelompok otot menunjukkan bernagai macam kondisi seperti, polineuropathi,
gangguan elektrolit (khususnya kalsium dan kalium), miastenia gravis, poliomielitis,
dan distrofi otot. Dengan melakukan palpasi otot saat ekstremitas relaks digerakkan
secara pasif, perawat dapat merasakan tonus otot. Kekuatan otot dapat diperkirakan
dengan menyuruh pasien mengerakkan beberapa tugas dengan atau tanpa tahanan.
Misalnya bisep, diuji dengan meminta pasien meluruskan sepenuhnya lengan dan
kemudian memfleksikan melawan tahanan yang diberikan oleh perawat. Bersalaman
dapat menunjukkan kekuatan genggaman.
Klonus otot (kontraksi ritmik otot) dapat dibangkitkan pada pergelangan kaki atau
tangan dengan dorsofleksi kaki mendadak dan kuat atau ekstensi pergelangan
tangan. Fasikulasi (kedutan pada sekelompok otot secara involunter) dapat dilihat.
Lingkar ekstremitas harus diukur untuk memantau pertambahan ukuran akibat
adanya edema atau perdarahan ke dalam otot, juga digunakan untuk mendeteksi
pengurangan ukuran akibat atrofi. Ekstremitas yang sehat digunakan sebagai acuan.
Pengukuran dilakukan pada lingkar ekstremitas terbesar. Perlu diingat bahwa
pengukuran harus dilakukan pada lokasi yang sama pada ekstremitas dan dengan

Kompartemen Keperawatan Medikal Bedah – FIKES UB


7

ekstremitas pada posisi yang sama dengan otot dalam keadaan istirahat. Jarak dari
tanda anatomis tertentu (misal 10cm dibawah aspek medial lutut untuk pengukuran
otot betis), harus dicatat pada catatan pasien sehingga pengukuran selanjutnya dapat
dikerjakan pada titik yang sama. Untuk memudahkan pengkajian berseri, titik
pengukuran dapat dilakukan dengan membuat tanda di kulit. Perbedaan ukuran
yang lebih besar dari 1 cm dianggap bermakna.
e. Pengkajian cara berjalan
Cara berjalan dikaji dengan meminta pasien berjalan dari tempat pemeriksa sampai
beberapa jauh. Pemeriksa memperhatikan cara berjalan mengenai kehaluasan dan
iramanya. Setiap adanya gerakan yang yang tidak teratur dan ireguler (biasanya
terlihat pada lansia) dianggap sebagai suatu yang abnormal. Bila terlihat pincang,
kebanyakan disebabkan karena nyeri akibat menyangga beban tubuh. Pada kasus
seperti inipasien biasanya mampu dengan jelas menunjukkan tempat rasa tidak
nyaman, sehingga dapat mengarahkan pemeriksaan selanjutnya. Bila salah satu
ekstremitas lebih pendek dari yang lain, dapat juga terlihat pincang saat pelvis pasien
turun ke bawah di sisi yang terkena setiap kali melangkah. Keterbatasan gerak sendi
dapat mempengaruhi cara berjalan. Berbagai kondisi neurologis yang berhubungan
dengan cara berjalan abnormal (misal cara berjalan spastik hemiparesis terkait
dengan stroke, cara berjalan selangkah-selangkah terkait dengan penyakit lower
motor neuron, dan cara berjalan gemetar terkait dengan penyakit parkinson.
f. Pengkajian kulit dan sirkulasi perifer
Sebagai tambahan pengkajian muskuloskeletal, perawat harus melakukan inspeksi
kulit dan melakukan pengkajian sirkulasi perifer. Palpasi kulit dapat menunjukkan
adanya suhu yang lebih panas atau lebih dingain dari lainnya dan adanya edema.
Sirkulasi periferdapat dikaji dengan mengkaji denyut perifer, warna, suhu, dan
waktu pengisian kapiler. Adanya luka, memar, perubahan warna kulit, dan tanda
perubahan sirkulasi perifer atau infeksi dapat mempengaruhi penatalaksanaan
keperawatan.

Kompartemen Keperawatan Medikal Bedah – FIKES UB


8

Prosedur pemeriksaan fisik system musculoskeletal

No Langkah Prosedur
.
1. Perawat memperkenalkan diri
2. Pastikan kenyamanan dan privasi pasien
3. Jelaskan kepada pasien prosedur yang akan dilakukan
4. Riwayat kesehatan fokus:
a. Kaji keluhan utama – karakteristik nyeri dan setiap tanda/gejala
b. Kaji adanya:
1. Nyeri: lokasi, kuantitas, manifestasi terkait, faktor yang memberatkan
dan meringankan, waktu.
2. Kelemahan: lokasi dan kuantitas
3. Keterbatasan gerak: lokasi dan kuantitas, inflamasi, kekakuan, astrofi
otot, deformitas, krepitasi, efusi sendi
4. Factor yang memberatkan: kelelahan, imobilitas, berat badan
berlebih, ketidakpatuhan terhadap obat-obatan, rejimen fisioterapi
c. Tanyakan riwayat kesehatan masa lalu, kondisi musculoskeletal spesifik
dan riwayat operasi
d. Tanyakan riwayat social: konsumsi alcohol, lingkungan kerja, hiburan
dan waktu luang.
5. Pastikan posisi yang sesuai untuk pemeriksaan. Pemeriksa berdiri di depan
pasien untuk pengkajian anterior dan di belakang pasien untuk pengkajian
posterior.
6 Cuci tangan sebelum melakukan prosedur
7. Pemeriksaan fisik
Dilakukan dengan cara inspeksi dan palpasi.
a. Inspeksi
1. Ukuran dan bentuk otot. Penampilan umum massa otot, amati
kontraksi otot.
2. Kontur sendi: amati bentuk sendi pada posisi anatomi netral, amati
kulit dan jaringan subkutan sekitar sendi: warna, inflamasi, memar,
deformitas, massa, nodul dan integritas kulit.
b. Palpasi
1. Tonus otot: palpasi setiap kelompok otot dengan memberikan palpasi
ringan menggunakan ujung jari-jari tangan yang dominan. Catat
perubahan bentuk otot antara area tengah yang lebar sampai pada
area menyempit di tendon.
2. Sendi: palpasi setiap tulang sendi tulang utama, dengan sendi pada
posisi anatomi netral. Berikan palpasi ringan dengan ujung jari-jari
tangan yang dominan. Palpasi dari tepi ke pusat sendi. Catat adanya
nyeri, inflamasi, krepitasi, hangat dan adanya nodul.

Kompartemen Keperawatan Medikal Bedah – FIKES UB


9

3. Rentang gerak (ROM): kaji setiap sendi tulang utama: sendi


temporomandibular, leher, bahu, siku, pergelangan tangan dan tangan,
pinggul, lutut, pergelangan kaki dan kaki, tulang belakang.
a. Anjurkan pasien untuk menggerakkan setiap sendi tulang utama
melalui berbagai rentang gerak, catat sudut, nyeri, kekakuan atau
krepitasi.
b. Jika pasien tidak bisa bergerak dengan ROM aktif, ROM pasif
diperlukan. Bantu perlahan dan gerakkan sendi ektremitas melalui
ROM mereka. Selalu berhenti jika ada keluhan nyeri
4. Kekuatan otot masing-masing kelompok otot dikaji kekuatannya
dengan menggunakan gerakan yang sama seperti yang dilakukan saat
ROM. Catat kekuatan dan kesamaan. Bandingkan kanan dan kiri dari
kelompok otot pasangan. Catat gerakan involunter.
Posisikan dalam posisi stabil, bandingkan pasangan otot yang simetris.
Lengan pada sisi dominan normalnya lebih kuat dari pada lengan pada
sisi non-dominan. Pada lansia kehilangan massa otot menyebabkan
kelemahan bilateral, tetapi kekuatan otot lebih besar pada lengan atau
tungkai yang dominan. Minta pasien untuk merilekskan otot yang akan
diperiksa dan tidak menggerakkan sendi tersebut. Lakukan pemberian
tekanan secara bertahap pada kelompok otot (missal, ekstensi siku).
Minta pasien menahan tekanan yang diberikan oleh perawat dengan
mencoba melawan tahanan tersebut (misal, fleksi siku) sampai
diintruksikan untuk berhenti. Identifikasi adanya kelemahan, jika ada,
bandingkan ukuran otot dengan bagian otot lain yang sama dengan
mengukur lingkar tubuh otot dengan pita ukur. Otot yang mengalami
atrofi (penurunan ukuran) dapat terasa lunak.

Nilai:
0 : Tidak ada bukti kontraktilitas (0 %)
1 : Sedikit kontraktilitas, tidak ada gerakan (10 % dari normal)
2 : Rentang gerak penuh, gravitasi tidak ada (25 % dari normal)
3 : Rentang gerak penuh dengan gravitasi (50 % dari normal)
4 : Rentang gerak penuh melawan gravitasi, beberapa resistensi(75 %
dari normal)
5 : Rentang gerak penuh melawan gravitasi, resistensi penuh(100 %
normal)

Kompartemen Keperawatan Medikal Bedah – FIKES UB


10

Pemeriksaan fisik:
A. Penampilan umum
1. Tinggi dan berat badan
2. Kemampuan untuk mentoleransi berat tubuh pada ekstrimitas bawah
3. Amati kelainan structural (bone integrity)
4. Catat indikasi ketidaknyamanan

B. Postur
1. Anjurkan pasien untuk berdiri dengan kedua kaki menutup rapat.
Amati hubungan structural dan spasial kepala, torso, panggul dan
ekstrimitas.
2. Kaji kesimetrisan bahu, scapula dan krista iliaka
3. Anjurkan pasien untuk duduk, perhatikan postur (kifosis, lordosis,
scoliosis)

C. Berjalan dan bergerak


1. Anjurkan pasien untuk berjalan normal di dalam ruangan
2. Amati pasien selama berpindah antara posisi berdiri dan posisi duduk
3. Amati keseimbangan pasien selama gerakan diatas
4. Amati gaya berjalan:
- Normal: fase stance (60%) kaki bersentuhan dengan tanah dan
swing (40%) kaki di udara ke depan.
- Abnormal: antalgit gait (berjalan pincang, pasien bergerak lebih
cepat pada sisi yang sakit, dengan berkurangnya fase stance)
- Abnormal: Trendelenburg gait (condong ke arah lateral pada sisi
dimana tubuh bertumpu, kelemahan otot gluteus medius)
- Abnormal: Spastic gait (kelainan cara berjalan dimana tungkai
bawah bergerak dengan kaku, jari-jari kaki saat berjalan diseret).

Kompartemen Keperawatan Medikal Bedah – FIKES UB


11

D. Fungsi sendi
Kaji ROM, adanya deformitas, stabilitas dan adanya nodular.
Keterbatasan sendi bias diakibatkan oleh beberapa hal seperti adanya
kontraktur, osteoarthritis, efusi, dll.
- Pemeriksaan region panggul (hip)
 Inspeksi/look: anterior, lateral, posterior (posisi berdiri,
berjalan dan supinasi)
 Ukuran panjang kaki kanan dan kiri
 Palpasi/feel: m. adductor longus dan trochanter minor
 Move/ ROM: fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, rotasi internal
dan eksternal (aktif dan pasif)

- Pemeriksaan region lutut (knee)


 Inpeksi/look: anterior, lateral, posterior bandingkan kanan
dan kiri (posisi berdiri, berjalan dan supinasi)
 Palpasi/feel: suhu, nyeri tekan
 Move/ROM: fleksi, ekstensi (aktif dan pasif)

- Pemeriksaan region tumit (ankle)


 Inspeksi/look: inflamasi, scar, pembengkakkan, deformitas,
bandingkan kanan dan kiri
 Palpasi/feel: suhu, nyeri, bony prominence (malleolus medialis
dan lateralis)
 Move/ ROM: walking gait, supinasi, pronasi, dorsofleksi dan
plantar fleksi (aktif dan pasif)
E. Neurovaskular status
Pengkajian neurovascular meliputi circulation, motion, sensation.
Circulation: kaji warna kulit (normal atau sianosis), temperature kulit
(hangat/dingin), capillary refill time (<3 detik).
Motion: kelemahan, paralisis
Sensation: parastesia, nyeri.
7. Cuci tangan setelah melakukan pemeriksaan.

Kompartemen Keperawatan Medikal Bedah – FIKES UB


12

8. Pendokumentasian
Dokumentasikan setiap temuan inspeksi dan palpasi otot, sendi dan ROM,
termasuk dokumentasikan apabila ada temuan abnormal.

5. REFERENSI
a. Hopper D.P & William S.L. (2007). Understanding Medical Surgical Nursing
third edition. Philadelphia : F.A Davis Company.
b. Keogh J, Jackson D & DiGiulio M. (2007). Medical Surgical Nursing
Demystified: a self- teaching guide. McGraw-Hill.
c. Mohn-Brown L.E, LeMone P & Burke K.M. (2007). Medical-Surgical Nursing
Care second edition. New Jersey : Pearson Prentice Hall.
d. Porth CM and Matfin G. (2009). Pathofisiologi, concept of altered health
states, 8th edition. Lippincott Williams and Wilkins.
e. Smeltzer C.S & Bare Brenda.(2003). Brunner & Suddarth’s Textbook of
Medical Surgical Nursing. 10th Edition. Philadelphia: Lippincott.
f. Weber., J., & Kelley, J. (2003). Health assessment in nursing (2nd ed.).
Philadelphia: Lippintcont Williams & Wilkins.

Kompartemen Keperawatan Medikal Bedah – FIKES UB

Anda mungkin juga menyukai