KAJIAN TEORI
PEMERIKSAAN
MOTORIK Anatomi
Sistem motorik adalah sistem yang bertanggung jawab terhadap kerja kelompokkelompok otot, yaitu inisisasi gerakan volunter dan terampil. Serabut serabut motorik
bersama sama input yang berasal dari sistem-sistem yang terlibat dalam kontrol gerakan
yang meliputi sistem ekstrapiramidal, vestibular, serebellar dan propioceptive afferent
semuanya bergabung didalam badan-badan sel neuron pada cornu anterior medulla
spinalis. Dari sel cornu anterior impuls dibawa ke otot (Gambar
Tonus otot
Kekuatan otot
c. Ukuran
Perhatikan apakah panjang badan tubuh sebelah kiri sama dengan yang kanan. Orang
dewasa yang mengalami lumpuh sejak masa kanak-kanak, ukuran ekstremitas yang
lumpuh lebih pendek daripada yang sehat.
Kemudian perhatikan besar (isi) kontur (bentuk) otot. Adakah atrofi atau hipertrofi.
Perhatikan kontur (bentuk) otot. Pada atrofi besar otot berkurang dan bentuknya
berubah. Kelumpuhan jenis perifer disertai oleh hipotrofi atau atrofi.
Perhatikan besarnya otot, bandingkan dengan otot sisi lainnya. Bila dicurigai adanya
atrofi, ukurlah kelilingnya. Pengukuran dilakukan dengan menyebutkan tempat di mana
dilakukan pengukuran. Biasanya digunakan tonjolan tulang sebagai patokan. Misalnya 3
cm di atas olekranon, atau patella atau tonjolan lainnya. Setelah itu perhatikan pula
bentuk otot. Hal ini dilakukan dalam keadaan otot beristirahat dan sewaktu
berkontraksi. Bila didapatkan atrofi, kontur biasanya berubah atau berkurang.
Pada keadaan pseudo-hipertrofi, ukuran otot tampak lebih besar, namun tenaganya
kurang. Hal ini disebabkan karena jaringan otot diganti oleh jaringan lemak atau
jaringan ikat. Hal ini didapatkan pada distrofia muskulorum progresiva, dan terjadi di
otot betis dan gluteus.
Gerakan abnormal dapat terjadi dalam berbagai bentuk dan keadaan. Gerakan abnormal
merupakan kontraksi otot-otot volunteer yang tidak terkendali. Nilainya secara klinis
dalam menentukan diagnosis dan lokalisasi penyakit saraf dapat sangat besar, oleh
karenanya harus diamati dengan baik. Gerakan abnormal ini dapat mengenai tiap bagian
tubuh. Ia timbul karena terlibatnya berbagai bagian sistem motorik, misalnya : korteks,
serabut yang turun dari korteks, ganglia basal, batang otak dan pusat-pusatnya,
serebelum dan hubungan-hubungannya, medulla spinalis, serabut saraf perifer, atau
ototnya sendiri. Sifat gerakan dipengaruhi oleh letak lesi dan kelainan patologiknya.
Lesi pada tempat yang berlainan kadang dapat menyebabkan gerakan yang identik, dan
proses patologis yang berlainan pada tempat yang sama kadang dapat mengakibatkan
bermacam bentuk gerakan abnormal.
Pada pemeriksaan gerakan abnormal kita harus mengobservasi penampilan klinisnya
dan manifestasi visualnya, menganalisis pola gerakan dan melukiskan komponenkomponennya.
Bila gerakan sesuai dengan gambaran klinik tertentu yang telah mempunyai nama, nama
ini digunakan untuk gerakan tersebut, tetapi sebaiknya ditambah dengan melukiskan
gerakan tersebut, daripada hanya memberi suatu nama saja. Kadang-kadang untuk
mengetahui gerakan abnormal ini dibutuhkan palpasi, terlebih bila gerakannya sangat
lemah dan terbatas pada sebagian dari kelompok otot.
Bentuk/ Massa Otot
Pemeriksaan motorik dimulai dengan inspeksi tiap daerah yang diperiksa. Setelah pasien
berbaring, seluruh otot pasien perlu diamati, termasuk kelompok otot yang tidak tampak
saat pasien berbaring datar. Bandingkan kesimetrisan kontur massa otot, inspeksi baik
proksimal dan distal. Amati apakah ada kelemahan otot/ atropi, hipertropi, hipotropi.
Otot yang mengecil tampak dari berkurangnya massa dan penampakan yang kendur.
Cari juga ada tidaknya fasikulasi dan gerakan involunter (spontan) pada anggota gerak
atau tremor pada jari tangan. Gerakan involunter tersebut dapat diperkuat dengan menjentik
otot dengan lembut.
Atropi otot merupakan lanjutan dari pengurangan massa otot. Hal ini dapat
diakibatkan dari penyakit-penyakit pada system saraf perifer; misalnya pada neuropathi
DM. Penyebab lain dari atropi ini adalah kelainan-kelainan pada motor neuron, disuse
otot, remathoid arthritis dan malnutrisi kalori protein. Atropi otot tangan terjadi normal
pada proses penuaan (Gambar 2B)
A.
B.
2. Pergerakan Volunter
Yang diperiksa adalah gerakan pasien atas permintaan pemeriksa, misalnya:
a. Mengangkat kedua tangan pada sendi bahu.
b. Fleksi dan ekstensi artikulus kubiti.
c. Mengepal dan membuka jari-jari tangan.
d. Mengangkat kedua tungkai pada sendi panggul.
e. Fleksi dan ekstensi artikulus genu.
f. Plantar fleksi dan dorso fleksi kaki.
g. Gerakan jari- jari kaki.
3. Kekuatan Otot
Pemeriksaan ini menilai kekuatan otot, untuk memeriksa kekuatan otot ada dua
cara:
Cara menilai kekuatan otot
0
1
h.
i.
j.
k.
l.
m.
Susunan
ekstrapiramidal
ini
mencakup
kortex
hingga
menyerupai
gerakan
seorang
yang
resistensi,
seperti
pada
rigiditas
atau
spastisitas
otot,
berarti
meningkatnya tonus otot. Penurunan resistensi seperti pada pincang atau spasiditas berarti
penurunan tonus. Spastisitas adalah resistensi awal terhadap upaya peregangan otot dan
resistensi tersebut tersebut meningkat sesuai dengan gaya yang diberikan sampai akhirnya
hilang mendadak pada tegangan tertentu (efek pisau lipat). Spastisitas disebabkan oleh lesi
di pyramid atau upper motor neuron; misalnya stroke di kapsula interna dan lesi medulla
spinalis leher. Rigiditas adalah resistensi terhadap gerakan pasif dan resistensi tersebut
tidak berubah selama pergerakan (pipa besi). Rigiditas biasanya dijumpai pada lesi
ekstrapiramidal dan terutama pada penyakit Parkinson. Clonus adalah kontraksi secara
ritmik yang diakibatkan peregangan otot. Hal ini dapat terjadi pada individu yang normal
ketika kelelahan atau gelisah. Jika clonus terjadi secara terus menerus ini menunjukkan
adanya kerusakan upper motor neuron. Dan hal ini disertai dengan spastisitas.
BAB II
PROSEDUR PENILAIAN
Pemeriksaan fungsi motorik, meliputi : Observasi, Penilaian terhadap ketangkasan gerakan
volunteer, Penilaian tonus otot, Pemeriksaan trofi otot, Pemeriksaan kekuatan ekstremitas
OBSERVASI
Fisioterapis melakukan observasi terhadap pasien dengan gangguan motorik pada
waktu ia masuk ke kamar periksa. Apakah ia berjalan sendiri ? Apakah ia dipapah ?
Bagaimana gaya berjalannya ? Setiap gangguan somatomotorik yang ringan dapat
diketahui
ini bersifat
dapat menekukkan
umum,
mengepal dan meluruskan jari-jari tangan, menekukkan di sendi lutut dan panggul
serta menggerakkan jari-jari kakinya.
Lankah-langkah pemeriksaan:
Fleksi dan ekstensi pada pergelangan tangan, siku dan pergelangan lengan
Pemeriksaan clonus pergelangan kaki : tahan betis pasien dan fleksikan 900
pada lutut dan pergelangan kaki. Secara cepat dorsifleksikan (Gambar 3C)
Pemeriksaan kekuatan otot dengan menyuruh pasien bergerak secara aktif melawan tahanan
anda. Kekuatan tiap-tiap kelompok otot di lengan dan di tungkai harus selalu dinilai. Setiap
gerakan pasien harus dibandingkan dengan kekuatan pemeriksa sendiri atau dengan
yang dianggap kekuatan normal pasien. Bandingkan satu sisi dengan sisi lainnya. Jika otot
terlalu lemah dalam melawan tahanan, periksa kekuatan dengan melawan gravitasinya
sendiri; contohnya : pada saat lengan bawah dalam posisi istirahat dan supinasi,
dorsofleksikan pergelangan tangan. Jika pasien tidak mampu menggerakkan anggota
tubuhnya, amati kontraksi ototnya.
Berikut ini adalah skala ar bitrer yang lazim dipakai untuk menunjukkan kekuatan otot :
0: Tidak Ada
1: Sangat Lemah
2: Lemah
3: Cukup Kuat
4: Baik
5: Normal
Jika menemukan kelemahan otot, perbandingan kekuatan proksimal dan distal penting.
Pada umumnya kelemahan proksimal berkaitan dengan penyakit otot; kelemahan distal
berkaitan dengan penyakit neurologik.
Pemeriksaan Fleksi Lengan Bawah
Langkah-Langkah Pemeriksaan (Gambar 4)
Mintalah pasien untuk menarik lengannya kearah dirinya sendiri dengan melawan
tahanan anda, dengan demikian dapat dinilai kekuatan otot bisep
pasien
mempertahankannya
untuk
mengabduksikan
lengannya
dan
Posisikan tangan pasien dengan permukaan palmar dibawah dan jari-jari melebar
Posisikan tungkai bawah paha pasien sehingga lutut dalam keadaan fleksi
Pasien diminta untuk menarik tungkai bawah ke bawah melawan tarikan ke atas
pemeriksa
Posisikan tungkai bawah paha pasien sehingga lutut dalam keadaan fleksi
pemeriksa
hidung secara cepat dan tepat maka dinyatakan normal. Tapi jika melakukannya
dengan telunjuk tidak sampai di hidung tapi melewati atau sampai di pipi
dinamakan Dismetria
c. Diadokinesia
1) pasien dalam keadaan duduk/berdiri
2) melakukan gerakan pronasi dan supinasi secara bergantian. \
ika pasien dapat melakukan Tes pronasi-supinasi secara bergantian maka
dinyatakan normal. Tapi pada saat pasien melakukan pronasi dan supinasi, saat
tangan sebelah pasien pronasi tapi sebelahnya keadaan supinasi maka dinyatakan
abnormal.
Gangguan : disdiadokinesia = gangguan gerakan bergantian secara cepat akibat
kerusakan kordinasi ketepatan waktu beberapa kelompok otot antagonistik
d. Heel to toe
1) Pasien dalam keadaan duduk/baring
2) Menyentuhkan kaki yang satu dengan kaki satunya dengan menyentuhkan
calcaneus dengan jari-jari kaki yang satunya sampai dengan patela.
jika pasien dapat melakukan tes heel to toe tepat dengan calcaneus kaki yang satu
bertemu dengan jari-jari kaki yang satunya sampai dengan patela maka dinyatakan
normal. Tapi, jika calcaneus tidak bisa bersentuhan dengan jari-jari kaki, maka
dinyatakan abnormal
e. Romberg
Minta pasien berdiri tegak dengan posisi tumit yang bertemu, kemudian
perintahkan
untuk
menutup
mata.
Jika
pasien
dapat
mempertahankan
BAB III
HASIL PEMERIKSAAN
No
Nama Pasien
Usia
(th)
Jenis
Kelamin
1.
Nahlah Amalia
18
2.
Anita Rahayu
19
3.
Poppy Medya
Maharani
18
4.
Dian
Ambarwaty P
18
5..
Amatullah
Afifah Khalik
18
6.
Masda Hartono
19
Jenis
Pemeriksaan
Rincian
Pemeriksaan
Pasien dapat
dengan mudah
Inspeksi
melakukan
Gerakan
gerakan volunteer
Volunter
di setiap regio
tubuh
Pasien dapat
melakukan
Penilaian
gerakan meawan
Kekuatan Otot gravitasi dengan
adanya tahanan
penuh (5)
Saat melakukan
Penilaian
gerkan pasif
Tonus Otot
memiliki tahanan
yang normal
Kertas bergetar
saatpemeriksaan
Inspeksi
tremor istirahat
Tangan tidak
Gerakan
mengenai wajah
Involunter
saat melakukan
tes khorea
Finger To Nose:
Dapat melakukan
Tes Koordinasi
gerakan jari ke
hidung dengan
cepat dan tepat
Finger To Finger:
Dapat melakukan
gerakan dari
jarinya sendiri ke
jari pemeriksa
dengan cepat dan
tepat
Hell To Top:
Dapat
menggerakkan
tumit dari lutut
hingga ibu jari
kaki dengan
Interpretaasi
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
7.
Nihlah
Ramadhani
18
8.
Dwinda Aprilia
18
normal
Fan den Gait:
Dapat berjalan
pada garis lurus
dengan posisi
berjalan dimana
tumit danibu jari
kaki bersentuhan
Dindockinesif:
Kedua lengan
dengan irama dan
ketepatan yang
sama dapat
melakukan
pronasi supinasi
elbow
Romberg:
Dapat menjaga
keseimbangan
saat posisi berdiri
dengan kedua
tumit dirapatkan
dan mata dalam
kondisi tertutup
Normal
Normal
Normal
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada pemeriksaan fungsi motoric ini pasien telah menjalankan beberapa tes fisik untuk
menilai fungsi motoriknya.
Pasien pertama melakukan pemeriksaan gerakan volunteer. Pasien dinyatakan normal
karena dapat melakukan semua gerakan yang di perintahkan tanpa mengalami kesulitan dalam
pelaksanaannya.
Pasien ke 2 melakukan pemeriksaan untuk menilai kekuatan otot dan tonus ototnya.
Saat melakukan gerakan aktif pasien dapat melakukan gerakan dengan mudah walaupun
gerakan tersebut diberikan tahanan penuh. Berasarkan parameter yang digunakan pasien
memilikinilai kekuatan otot sebesar 5 yang menanakan pasien normal. Saat melakukan gerak
pasif tahanan yang diberikan pasienadalah jenis tahanan yang normal sehingga pasien
dikategorikan memiliki tonus otot yang normal.
Pasien ke 3 melakukan pemeriksaangerakan involunter dimana pasien menjalani 2 jenis
pemerisaan yakni pemeriksaan tremor istirahat dimana pasien dinyatakan normal karena
kertas yang di letakkan di atas tangan pasien pada posisi lurus kedepan bergetar, dan
pemeriksaan khorea dimana pasienjuga dinyatakan normal karena tangan pasientidak
mengenai wajahnya saat pemeriksa melepaskan tahanan yang diberikan pada gerakanfleksi
elbow.
Pasien ke 5,6,7,dan 8 tes koordinasi tetapi masing-masing manjalani jenis pemeriksaan
yang berbeda. Pasien ke 5 menjalani tes finger to nose dengan hasil normal, pasien 6
menjalani tes hell to top dan fan den gait dengan hasi normal, pasien 7 menjalani tes
dindockinesif dengan hasil normal, serta pasien 8 yang menjalani ter Romberg juga dengan
interpretasi normal.