Anda di halaman 1dari 17

Buku

Economics and
Economic Policy Kelompok 1
of Dual Societies
J.H. Boeke

Nama Anggota :
1) Khoirul Anwar
2) Lailatul Muamaroh
3) Nur Malik Hadi Praja
4) Erlita Devi Anggraeni
J.H. Boeke adalah seorang ekonom Belanda pencetus
tentang ekonomi ganda (Ekonomi dualistik). Pikiran
ekonomi ganda Boeke berasal dari disertasinya yang
diajukan th 1910 yang kemudian tulisannya diterbitkan
dalam edisi Inggris, yaitu Economic and Economic Policy
BAB I
EKONOMI DUALISTIS

Dinamika perekoniam di kota dan di desa adalah hal yang


menarik, terlebih interaksi antara kota dan desa semakin
berkembang. Hal ini mengakibatkan perubahan hubungan
ekonomi yg bersifat interen dari pedesaan. Mentalitas kota
menembus masyarakat pedesaan dan terjadi perubahan
prinsip prosuksi serta pandangan hidup orang-orang desa.
Jika dulu produksi dilakukan hanya untuk swasembada dan
jika lebih dijual ke kota, kini produksi menjadi suatu
pertukaran hukum. Petani menjadi wiraswasta, produksi
berkaitan dengan dagang. Industri pedesaan berkembang,
pertanian meniru prinsip industri perkotaan, mekanisasi,
standarisasi, konsentrasi, kapitalisasi.
Aspek ekonomi dari pemilahan sosial serta perbenturan
antara dua prinsip hidup ini dinamakan perekonomian
dualistik. Dualistik berarti dua sisi, bersifat heterogen.
Dimana dualisme ini berkuasa, keselarasan sosial serta
kesatuan ekonomi tidak ada, tidak ada kedamaian internal
BAB II
MASYARAKAT DESA PRAKAPITALIS
Ciri2 masyarakat pra kapitalistis di gambarkan :
Para bangsawan memimpin kehidupan feodal tampa mengerjakan
pekerjaan ekonomi apapun, mereka adalah pemimpin perang dan
pemburu. Orang awam berproduksi. Kerja mereka tidak teratur ,
umumnya lambat dan tradisional. Dalam masyarakat prakapitalis,
masyarakat merasa menjadi bagian dari keseluruhan, menerima tradisi
dan moral kelompok sebagai pedomannya.
Wajah kedua masyarakat ini ialah, pembudidayaan tanaman tertentu
hanya melayani kebutuhan produsen serta keluarganya. Produksi untuk
pasar luar tidak pada tempatnya hanya akan mengancam swasembada.
Disisi lain, seandainya memiliki kekuatan untuk melakukannya,
masyarakat desa akan menghindari hal itu dgn tidak mengizinkan
pedagang untuk menetap.
Wajah lain dari mayarakat ini dapat di perhatikan melalui orientasi non
ekonomis. Berjiwa Pamrih untuk berkorban, pertimbangan nilai tidak
diilhami oleh maksud ekonomi. Candi jauh lebih penting daripada rumah,
prestis lebih di perhitungkan dari kekayaan, kekuasaan lebih dari
keuntungan, lebih senang melayanii pembuatan candi, pondok, alat
musik. Telaten memelihara sapi, kuda, ayam aduan, perkutut. Tetapi
terhadap modal sebagai faktor produksi dan sebagai pengganti tenaga
kerja, sikap orang desa tidak bersahabat.
BAB III
MASYARAKAT DESA DALAM
PERBENTURAN DENGAN KAPITALISME
Sebuah pemerintahan dengan kebijakan barat menganggap desa sebagai
unit kecil dan lemah yang kurang dapat dikelola. Upaya administratif
penggabungan desa menjadikan unit baru seperti kelurahan adalah tidak
mungkin. Ketika terjadi kompromi dan diciptakan fungsi2 lembaga barat
(sekolah koperasi bank administrasi kelurahan pekerjaan umum), nampak
urusan moderen dan ekonomi diselesaikan oleh administrasi kelurahan,
urusan tradisional dan non ekonomi diserahkan pada musyawarah desa
cara kuno. Lembaga2 itu di anggap asing oleh warga desa.

Dalam kasus hindia belanda zaman VOC, pemerintah barat melarang dan
menghalangi adat istiadat kemasrakatan serta agamanya. Meraka hanya
tertarik pada kegiatan ekonomi. Sebagai akibatnya, muncul rasa frustasi
dan kemiskinan di desa. Semenjak mengenal uang dan pertukaran,
kepentingan dan kewajiban sosial jarang berlangsung. Hal ini karena
pengolahan tanah tidak seperti fungsi awalnya, Penyewaan tanah,
korupsi, Tanah tidak lagi mampu memberi cukup makan bagi penduduk
yag semakin tumbuh, bunga pinjaman tinggi, dll, sistem barat sudah
merubah keadaan. Dualisme kota dan desa ini menjadi buah getir
kehidupan yang asing dan kejam, mereka merindukan suasana akrab dan
ketenangan desanya.
MASYARAKAT DESA DALAM
PERBENTURAN DENGAN KAPITALISME
Dalam kasus lain, keadaan ini berbeda. Ada 10 aspek yang berbeda dari dualisme:
1)Sejauh Menyangkut suplai tenaga kerja, industri kota tetap bergantung pada
tenaga kerja pedesaan, hal ini menjadi penghasilan tambahan masyarakat desa.
2)Pengangguran akibat fluktuasi permintaan produk indistri di kota, menjadi
masalah untuk desa, hakikatnya masalah agraria.
3)Di negara-negara oriental, tidak terdapat pasukan industri, tetapi pasukan
cadangan agraria yang bersifat prakaitalis dan tradisional.
4)Penyebaran & perluasan lokasi industri di desa, dengan harapan ada kepuasan
upah penduduk desa untuk kebutuhan hidup
5)Upah buru industri hanya upah tambahan untuk melengkapi pendapatan keluarga
petani
6)Di negara kapitalis yang homogen, kepentingan pemilik tanah biasanya
berlawanan dengan para majikan industri.
7)Kecondongan penduduk desa bermigrasi sangat lemah. Ikatan desa dan ladang
harus diselesaikan dulu. Migrasi bersifat sementara.
8)Secara umum memiliki mobolitas yang lamban, hal ini membuat perbedaan
upah. Ada upah tinggi harus memenuhi persyaratan. Industri di lokasi
berpenduduk banyak, upah murah. Dan sebaliknya.
9)Terdapat jarak pertukaran kapitalis barat dengan rumah tangga pra kapitalis yang
rendah dan kurang, mengharuskan pertukaran bergantung pada pasar dunia.
Akibat depresi atau deflasi yang menimpa petani (upah menurun menjadi beban)
10)
BAB IV
LETAK PEMILIKIAN TANAH DALAM
RUMAH TANGGA DESA
Di hampir semua negara oriental 80% penduduk bergumul
pada urusan pertanian. Ketika industri mulai berkembang,
tanah menjadi hal yang sangat penting. Para kapitais kota
menganggap tidak ada investasi modal yang aman dari pada
tanah pertanian. Kendati demikian, penjualan tanah jarang
terjadi, apa bila ia masih sanggup mendekapnya. Menjual
tanah bertentangan dengan kecintaan kepada leluhur, tanah
manjadi bagian hidup dan status sosial di desa. Tidak menjual
jika benar-benar butuh sehingga yang berkembang adalah
penyewaan tanah. Penduduk yang semakin bertambah,
membuat keluarga pewaris tanah mendapat bagian yang
semakin sempit. Penggarap tanah semakin banyak, sewa
semakin tinggi serta permainan harga sewa tanah, Terkadang
juga ada sistem garap bagi hasil. Karena sewa semakin tinggi,
tidak jarang yang terjebak pada para tengkulak dan rentenir
dan harusmenjual tanah yang dimilikinya. Pemerasan dan
pemberontakan juga terjadi.
Lanjutan...
Di pihak lain, seorang tuan tanah yang kaya hidup
dengan terus memperluas pemilikan tanah, dengan atau
tampa memberi kredit, memperkenalkan tanaman baru,
mengawasi pertumbuhan benih, membuat para
penyewa bekerja untuk pelayanan rumah tangga atau
mengerjakan tanah. Orang seperti itu hidup dari petani
dan mengulitinya tanpa ampun. Tapi ia memberi rasa
aman, membantu petani jika tidak mampu bekerja,
menolong jika ada kesulitan dengan penguasa
setempat. Sebagai penyewa sangat menghormati tuan
tanah, paling banter ia pergi tanpa pesan.
Sejak perjanjian di bengal 1795 (permanent settlement),
tanah yang di garap atau kososng, tuan tanah wajib
membayar pajak kepada pemerintah, untuk membiayai
persenjataan dan kebutuhan pemerintah yang lain.
BAB V
PERTANIAN DAN PEMELIHARAAN
TERNAK DALAM RUMAH TANGGA
Petani di negeri oriental pada mulanya hanya untuk swasembada, yaitu
melayani kebutuhan sendiri dari keluarga dan terbatas pada lahan yang
di anggap cukup menghasilkan makanan untuk keluarga. Pada mulanya
petani dapat menentukan macam lahan garapan dengan jalan
menghitung mulut dala keluarganya yang harus diberi makan, dan
menambah hasi produksi yang diminta tuan tanah dan pemerintah. Di
bawah pengaruh kapitalisme, semua berubah secara mendasar. Petani
butuh uang untuk beli pupuk atau buruh tani, untuk kebutuhan sehari-
hari yang diminta keluarganya, barang-barang luar desa yang harus
dibeli, kemudian pajak yang harus dibayar tunai, pendeknya ia di tarik
dalam transaksi keuangan yang bertumpuk dengan dunia luar dan
menemukan sumber-sumber melalui penjualan produksinya.

Dalam rumah tangga desa, pemilikan ternak melengkapi kehidupan


petani. Ternak bukan keharusan, setidaknya ia merupakan bagian dari
kehidupan itu. Ternak menujukan pada dunia luar, kedudukan mandiri
dan swasembada.
BAB VI
MASALAH PENDUDUK

Di negara Barat kepadatan penduduk merupakan suatu


unsur yang berubah, berkaitan dengan pertumbuhan kota
kota industri perkotaan yang akhirnya pada gilirannya
bergantung pada produktivitas pertanian. Di negara Barat
tersebut gejalanya ditandai dengan kekurangan penduduk
di pedusunan sehingga tenaga pertanian digantikan oleh
mesin. Di negara Timur justru sebaliknya daerah pedesaan
yang padat penduduk tidak berubah sehingga tidak ada
hubungan yang berkaitan dengan pembangunan.

Kepadatan penduduk adalah masalah komunal yang dapat


dikatakan ada segera setelah desa tidak lagi mampu
hidup menurut prinsip prinsip prakapitalisnya yang
khusus. Kepadatan penduduk telah ada sejak dulu
sebelum bangsa Barat menyadari eksistensinya.
BAB VII
PERPINDAHAN PENDUDUK

Massa manusia yang mengisi negara negara Asia


Selatan dan Timur sampai pada titik ledak namun
kolonisasi di kawasan ini sangat kecil. Negara
negara Asia Timur yang berpenduduk padat
memiliki sifat dualistis karena kepentingan
kapitalistis yang memiliki suara bahkan suara yang
menentukan dalam hal tersebut, maka kelompok
sosial yang tidak menghendaki perpindahan
massa menentukan kebijakan migrasi. Namun,
sebenarnya perpindahan penduduk tidak akan
pernah menjadi sarana yang efektif untuk
menyalurkan kelebihan penduduk.
BAB VIII
PASAR TENAGA KERJA

Pasartenaga kerja hanya berkepentingan dengan


sebagian penawaran tenaga kerja yang masuk ke
pertukaran untuk mendapat balas jasa, biasanya
upahnya dalam bentuk uang. Namun, justru rumah
tangga desa menghindari pertukaran dan
pengupahan tersebut. Petani menganggap
kedudukan sosialnya lebih tinggi daripada seorang
upahan sehingga petani tidak akan mengerjakan
kerja upahan di dalam desanya sendiri. Apabila
membutuhkan uang tunai, petani bersedia bekerja
mencari upah di perkebunan Barat.
BAB IX
INDUSTRI
Pada bangunan industri, kapitalisme mencapai kemenangan mutlak
baik secara teknis, finansial dan organisasional. Masyarakat
prakapitalistis mengenal industri hanya sebagai industri rumah yaitu
suatu keluarga pedesaan membuat sesuatu untuk digunakan sendiri
dan sebagai kerajinan tangan desa. Kontak dengan kapitalisme telah
menambahkan pada keduanya sistem pemerasan dan bengkel
sebagai sistem organisasi kapitalistis awal.
Desa merupakan masyarakat sosial bukan ekonomi. Dengan
demikian, kedudukan sosial kerajinan tangan desa diberi batasan
dengan tepat tetapi kondisi ekonomi kerajinan itu tidak. Para pelayan
desa yang terpenting seperti tukang kayu dan pandai besi umumnya
akan mendapat penghasilan yang lebih besar dari petani yang wajib
mereka layani. Di bawah pengaruh kapitalisme, lembaga kerajinan
tangan desa merosot. Disatu pihak kerajinan telah turun menjadi
pekerjaan sampingan terkait dengan pertanian, perdagangan atau
peminjaman uang. Sedangkan di pihak lain, suatu kelas kaum
profesional telah tumbuh menyaingi kerajinan kerajinan tradisional.
BAB X
KEBUTUHAN ATAS UANG

Hampir seluruh rakyat Timur tergantung pada


pertanian yaitu pertanian untuk mencukupi
kebutuhan sendiri. Pada prinsipnya tetap diluar sistem
pertukaran dan tidak diarahkan untuk menghasilkan
uang dan keuntungan. Kendati demikian, rakyat
semakin berkewajiban untuk melaksanakan
pembayaran dalam bentuk uang sebagai akibat
adanya perembesan kapitalisme Barat dalam bentuk
hasil hasil produksi impor, jasa jasa pengangkutan,
kredit uang, sewa tunai dan pajak pajak.
Kesenjangan ini merupakan fokus dari aspek ekonomi
dualisme sehingga menyebabkan kekurangan uang
yang permanen dan mengekang penduduk pedesaan
dengan beban utang yang semakin berat.
BAB XI
KEMISKINAN DAN MENGATASINYA
Sebuah keluarga terdiri dari empat sampai enam orang harus hidup dari
output kurang dari satu hektar, paling bagus hanya separuhnya yang
mendapat irigasi. Kemudian, keluarga itu menyerahkan setengah hasil itu
kepada tuan tanah apabila mereka penyewa, selanjutnya pemilikan tanah
sempit itu tersebar menjadi lima petakan atau lebih. Maka dapat
disimpulkan bahwa keluarga tersebut hidup dalam kemiskinan yang getir
dan menyakitkan.
Tanda tanda kemiskinan lainnya adalah Cina dengan Jawa. Pendapatan
tahunan dari petani Jawa diperkirakan f 48,50 per kepala, di Cina f 46,00,
pendapatan petani miskin pemilik tanah di Jawa f 24,50, di Cina f 24,00.
Dalam hal ini angka untuk Jawa terlalu tinggi dan untuk Cina diperkirakan
kurang menguntungkan
Kesimpulannya adalah kemiskinan semakin parah. Apalagi, pemerintah
Barat menggalakkan individualisme, saling percaya dan tolong menolong
hilang dalam masyarakat desa. Salah satu usaha mengatasinya adalah
menggunakan tanah tanah permanen dengan distrik yang berpenduduk
jarang dimana perbandingan antara tanah dan penggarapnya masih
menguntungkan sehingga kesempatan untuk pembudidayaan ekstensif,
memproduksi secara murah dan pengeluaran sedikit masih terbuka.
KESIMPULAN

Indonesia mengalami dualisme ekonomi


atau dua sistem ekonomi yang berbeda.
Dua sistem tersebut bukan sistem ekonomi
transisi dimana sifat dan ciriciri yang lama
makin melemah dan yang baru makin
menguat, melainkan keduanya sama kuat
dan jauh berbeda

*Dualisme Ekonomi : Ekonomi asli Indonesia


(Subsisten) dengan eknomi Belanda yang di
bawa ke Indonesia melalui kolonialisasi
(Kapitalis).
SUMBER
Buku Prakapitalisme di Asia
http://weweneridwan.blogspot.co.id/2008/12/mengapa-ada-
model-ekonomi-ganda.html
https://www.scribd.com/document_downloads/direct/125974
255?
extension=doc&ft=1476697061&lt=1476700671&user_id=1
07241620&uahk=I0FNBWYMV6kFfDj9I/citBnTphw
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai