Anda di halaman 1dari 8

96 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Ketujuh, Nomor 1, Juni 2013

DAMPAK KEBIJAKAN KOLONIAL DI JAWA


Yuliati
Jurusan Sejarah FIS Universitas Negeri Malang

Abstract. In Indonesia history, colonial policy in 19th century was main cause
destruction of traditional economic and politic. The Java traditional life with traditional
ties was replaced by legal rational ties. Decline of traditional rulers and more intensive
European influence until village level had changed map of social-economic relation.
Two phenomena will be sough so that known its impacts. This essay will reveal Java
situation in 19th century and its impacts as a result of European penetration.

Keywords: Colonial Policy, Java, Impact, Social Economy

Masyarakat Jawa tradisonal di pedesaan kebutuhan akan organisasi ekonomi sedikit


memiliki ikatan desa yang menjurus pada sekali, karena kebutuhan itu dicukupi
dua kutub. Kutub pertama berupa solidaritas terutama melalui tolong menolong.
horisontal, sedang kutub lainnya berupa Bangsa Indonesia di samping bangsa
loyalitas vertikal. Kedua macam ikatan ini asing lainnya, seperti bangsa Eropa, Cina dan
mendasari seluruh aktivitas desa. Arab memainkan peran perdagangan dengan
Ikatan solidaritas horisonal penimbunan barang-barang di pelabuhan.
dilukiskan sebagai kewajiban tulung tinulung Pada masa kontak pertama dengan bangsa
atau sambat sinambat. Ikatan-ikatan praktis Eropa, mereka mengadakan jual beli dengan
ini seterusnya dieratkan oleh beberapa nilai Portugis, terutama dengan menjual surplus
moral yang utama desa di Jawa, seperti nilai beras dan beberapa hasil produksi dari
gotong royong, padha-padha (sama-sama, masyarakat pinggir sungai untuk ditukar
sama rata), dan tepa slira (mawas diri)1. dengan barang konsumtif (barang mewah),
Ikatan loyalitas vertikal yaitu rasa tunduk namun fungsi perdagangan di sini tidak
kepada atasan yang tidak dapat dilepaskan menjadi pencarian utama, karena saat
dari struktur masyarakat feodal, dalam arti tersebut terdapat tiga pola perekonomian,
membentuk sistem stratifikasi fungsional yaitu sistem ladang, sistem sawah dan sistem
dengan distribusi kekuasaan menurut perdagangan3
tingkatnya. Sistem perladangan yang berlaku
Desa tradisional dengan ikatan adalah shifting agriculture. Sistem ini
desanya merupakan suatu kehidupan dilakukan di hutan dengan cara menebang
ekonomi sederhana dari penduduk tani yang pohon dan membakarnya, maksudnya agar
menghasilkan barang-barang untuk pemuas- cepat mendapat kesuburan tanah dan tanah
an langsung kebutuhan-kebutuhan sendiri ini jika tidak menguntungkan lagi dilakukan
dan mereka mencukupi segala kebutuhannya pembukaan hutan di tempat lain dengan cara
(ekonomi subsistensi)2. Di lapangan per- yang sama, atau kembali ke tanah yang sudah
tukangan terdapat spesialisasi menurut digarap sebelumnya.
desanya. Perdagangan dan lalu lintas sedikit Pertanian sawah digunakan untuk
sekali, juga faktor-faktor produksi dan hasil- memproduksi beras, sehingga sawah di-
hasil tanah hampir tidak diperjualbelikan. pelihara dengan baik dan sungguh-sungguh
Keadaan demikian menjadikan uang kurang oleh suatu organisasi sosial. Irigasi dibangun
berperan. Di dalam pergaulan desa pun,
Yuliati, Dampak Kebijakan Kolonial Di Jawa 97

untuk pengairan meskipun masih dalam taraf menanam tanaman ekspor yang laku di
yang terbatas. pasaran Eropa. Kegagalan ini disebabkan
petani belum terbiasa menanam tanaman
Kebijakan Kolonial Abad XIX jenis ekspor yang memerlukan penanganan
Pemerintah kolonial di Indonesia khusus, di samping mereka telah terbiasa
pada abad ke-19 menerapkan 3 kebijakan menanam komoditi pangan.
baru yaitu sistem sewa tanah, cultuurstelsel Kebijakan pemerintah kolonial untuk
dan sistem liberal4. Sistem sewa tanah meningkatkan tanaman ekspor dilanjutkan
diciptakan oleh Letnan Gubernur Raffles, oleh penguasa baru tahun 1830, yaitu
penguasa Inggris di Jawa, yang memerintah Johannes van den Bosch. Gubernur Jendral
selama lima tahun (1811-1816). Dasar-dasar baru ini menganalisis kegagalan pemerintah
kebijakan ekonomi yang dibuatnya sebelumnya, sehingga akhirnya Bosch
mempengaruhi sifat dan arah kebijakan mengajukan suatu sistem yang dapat
pemerintah berikutnya hingga tahun 1830. mendatangkan keuntungan dengan cara yang
Raffles menciptakan suatu sistem lebih sesuai dengan kebiasaan tradisional
ekonomi yang bebas dari segala unsur lokal. Bosch mengenalkan sistem
paksaan, yang sebelumnya terdapat pada Cultuurstelsel atau stelsel penanaman, dan
sistem penyerahan paksa dan pekerjaan rodi suatu periode baru digunakan untuk
yang dijalankan Kompeni (VOC) yang melaksanakannya.
bekerja sama dengan penguasa tradisional. Sesuatu yang baru namun lama
Dalam usahanya ini, ditegakkan suatu adalah menggunakan penguasa tradisional
kebijakan baru, yang berpatokan pada tiga untuk mengawasi sistem ini, bersanding
asas: pertama segala bentuk dan jenis dengan pegawai Belanda5. Ide konservatif ini
penyerahan wajib maupun pekerjaan rodi digunakan kembali oleh Bosch karena lebih
dihapuskan dan kebebasan penuh diberikan sesuai dengan rumah tangga desa dan
kepada rakyat untuk menentukan jenis penguasa feodal harus dikembalikan pada
tanaman yang akan ditanam tanpa ada posisi semula, karena pengaruh mereka dapat
paksaan. Kedua, menghapus peran bupati digunakan untuk menggerakkan rakyat
sebagai pemungut pajak, para bupati memperbesar produksi dan menjalankan
dijadikan bagian integral dari pemerintah pekerjaan-pekerjaan yang dijalankan oleh
kolonial dengan fungsi-fungsi pemerintahan pemerintah.
yang sesuai dengan asas di asas di Eropa. Hal Sistem Cultuurstelsel dengan segala
ini berarti para bupati dan kepala paksaan dan monopolinya dapat memberi
pemerintahan pada tingkat yang lebih rendah hasil besar bagi pemerintah kolonial dan
harus memusatkan perhatian pada pekerjaan mendorong memajukan perdagangan dan
meningkatkan kesejahteraan penduduknya. pelayaran Belanda. Selanjutnya, sistem ini
Ketiga, pemerintah kolonial adalah pemilik juga memperkaya pengusaha-pengusaha
tanah, maka petani yang mengerjakan tanah pabrik, pedagang dan lainnya yang ber-
dianggap menyewa milik pemerintah, dampak tumuhnya modal perdagangan dan
sehingga mereka diwajibkan membayar sewa modal industri swasta. Pemulihan di bidang
tanah (land-rent). ekonomi ini disertai dengan lahirnya Partai
Konsep Raffles ini diteruskan oleh Liberal yang merupakan oposan politik
pemerintah Komisaris Jendral Van der konservatif, terutama pada kebijakan
Capellen dan Du Bus (1826-1830). Akan cultuurstelsel.
tetapi sistem ini ternyata tidak sukses, Desakan Partai Liberal yang
terutama untuk merangsang petani agar menuntut liberasi ekonomi di Hindia Belanda
98 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Ketujuh, Nomor 1, Juni 2013

membuahkan hasil, karena tahun 18370 kontrak secara sukarela yang diadakan antara
diluncurkan Undang-Undang Agraria. U.U. pemerintah dan rakyat dalam hubungan
Agraria ini melarang pengambilalihan tanah ekonominya. Keadaan ini mengakibatkan
pribumi oleh orang asing, mereka hanya kekuasaan bupati merosot, karena mereka
diijinkan menyewa dalam waktu lima tahun, tidak lagi dapat menguasai tanah yang
yang dapat diperpanjang lagi. Untuk artinya tidak dapat menguasai rakyatnya.
perkebunan swasta yang memerlukan lahan Kemerosotan pengaruh kekuasaan
luas, penyewaan tanah diijinkan kontrak bupati terhadap masyarakat desa ditunjang
jangka panjang selama 75 tahun. Kebijakan pula oleh peraturan baru yang dibuat Raffles,
ini membuat perusahaan perkebunan swata yaitu bupati digaji dengan uang. Kebijakan
banyak yang menanamkan modal di Hindia Raffles ini merupakan usaha untuk
Belanda. Politik liberal ini membawa melumpuhkan ikatan loyalitas vertikal
dampak besar bagi kehidupan sosial dan dengan dalih melenyapkan segala bentuk
ekonomi penduduk desa, selain perubahan penindasan dan penyalahgunaan kekuasaan.
yang diakibatkan oleh cultuurstelsel dan Sebagai seorang liberal, penduduk harus
sewa tanah yang telah diterapkan lebih menikmati kepastian hukum, sehingga ia
dahulu. menetapkan rakyat harus membayar pajak
secara individu. Sistem ini dijalankan
Dampak Kebijakan bagi Masyarakat berdasar anggapan bahwa pemilik tanah
Kebijakan Raffles dalam mengelola adalah pemerintah. Akan tetapi di dalam
negara jajahannya pada prinsipnya ingin pelaksanaannya menemui kendala karena
memberikan kepastian hukum dan kebebasan tidak tersedianya keterangan yang baik dan
berusaha melalui sistem sewa tanah. dipercaya untuk menetapkan pajak yang
Pelaksanan sewa tanah ini mengandung tiga dibayar. Untuk mengatasinya, pajak per-
aspek kebijakan meliputi penyelenggaraan seorangan diganti dengan pajak sedesa yang
sistem pemerintahan atas dasar modern maknanya kesewenangan pemungutan pajak
(Barat), pelaksanaan pemungutan sewa dan muncul kembali, karena timbul nebas desa8
tanaman untuk ekspor6. seperti kejadian di Gresik yang pembayaran
Menurut Raffles, dalam urusan pajak tanahnya ditanggung bupati, dan
ketatanegaraan pengaruh-pengaruh orang konsekwensinya, tanah beserta tenaga kerja
Eropa harus sampai kepada orang desa, desa tersebut dapat digunakan oleh bupati.
sehingga kehidupan ekonomi maupun Pembayaran pajak tanah tidak selalu
ketatanegaraan harus berdasar pada asas dibayar dalam bentuk uang, namun beberapa
Barat. Oleh karena hal ini, jumlah pegawai- daerah di Jawa diijinkan membayar dengan
pegawai Eropa ditambah menjadi lebih hasil bumi, namun kenyataannya petani
banyak. Mereka diangkat sebagai asisten banyak yang membayar dengan uang9. Uang
residen yang bertugas untuk mendampingi yang dibayarkan pajak berasal dari hasil
bupati dan mengawasi pamong praja serta menjual beras, karena beras merupakan satu-
sebagai pengawas penghasilan yang satunya benda yang dapat ditawarkan secara
7
diperoleh dari tanah . memadai, hal ini mengakibatkan per-
Makin bertambahnya pengaruh dagangan beras mengalami kemajuan.
pejabat-pejabat bangsa Eropa di pedesaan, Rencana Raffles yang dijalankan di
maka pengaruh bupati sebagai kepala Jawa berakibat terbebasnya petani-petani dari
tradisional makin berkurang. Hal ini juga ikatan tradisionalnya dan orientasi mencari
disebabkan karena dihapusnya sistem untung semakin menonjol, dan petani lebih
paksaan pada rakyat diganti dengan sistem bersifat individualis10. Sistem sewa tanah ini
Yuliati, Dampak Kebijakan Kolonial Di Jawa 99

dianjutkan oleh Belanda hingga tahun 1830, an di Hindia Belanda, karena para petani di
namun menemui kegagalan karena desa tidak terpengaruh oleh perekonomian
masyarakat Jawa belum begitu mengenal Barat, sehingga masyarakat Jawa tidak
ekonomi uang dan yang pasti mereka mengalami suatu kemajuan yang berarti
ditinggalkan bupati sebagai kepala dalam bidang perekonomian desa.
tradisionalnya. Kemajuan ekonomi yang tidak
Pada masa pemerintahan Van den berarti dalam masyarakat desa ini bukan
Bosch sejak 1830, dimulai suatu periode sebagai penghambat bagi pertumbuhan
yang disebut cultuurstelsel, pajak diharuskan penduduk. Pada masa cultuurstelsel terjadi
dibayar dalam bentuk kerja di perkebunan peningkatan jumlah penduduk. Hal ini dapat
sebagai pengganti pajak tanah. Di samping diterangkan oleh pandangan orang Jawa
itu pemerintah Hindia Belanda menentukan tentang anak. Para petani terdorong
pemungutan kerja paksa tidak secara mendapatkan anak sebanyak-banyaknya
individu lagi, namun melalui sistem kuota karena pandangan mereka bahwa hanya
dan per desa. dengan tenaga kerja yang banyak maka
Alat untuk menjalankan kebutuhan sehari-hari atau kebutuhan untuk
cultuurstelsel menggunakan ikatan desa dan menyerahkan tenaga kerja kepada
pengabdian feodal. Hal ini mengakibatkan pemerintah kolonial dapat dipenuhi, hal
kedudukan para bupati dikembalikan kepada demikian yang menyebabkan angka
tempat semula sebagai kepala tradisional kelahiran menjadi tinggi14.
rakyatnya, dan cara untuk meningkatkan Akibat dari pertumbuhan penduduk
prestise bupati adalah dengan menyerahkan yang pesat sedangkan lahan pertanian
tanah kepada bupati dengan tujuan penduduk semakin sempit, terutama di daerah
dapat memberikan tenaga dan hasil dari penanaman tebu, akhirnya terjadi suatu
tanah akan mengalir kepada pemerintah involusi di bidang pertanian15, maksudnya
kolonial. Kebijakan ini sepertinya masyarakat Jawa tidak mengalami kemajuan
mengangkat prestise para kepala tradisional, yang meningkat, tetapi berkembang ke arah
namun sesungguhnya pengaruh para bupati dalam, dalam arti yang mengalami
diperkecil, sebab mereka hanya sebagai perkembangan hanyalah bidang kultural,
mandor penanaman11. Untuk mengawasi seperti bahasa, wayang, dan lainnya.
sistem baru ini, pegawai Belanda disebar Tanaman ekspor yang dikenalkan
diantara para bupati, hal ini merupakan awal pada masa cultuurstelsel dipisahkan menjadi
dari pengawasan dan pemerintahan tidak dua kategori, yaitu tanaman tahunan dan
langsung, yang menempatkan seorang tanaman keras16. Tanaman tahunan ditanam
penasehat Belanda berdampingan dengan di sawah bergiliran dengan padi, seperti tebu,
pegawai tinggi Indonesia12. nila, tembakau dan tanaman keras yang tidak
Cultuurstelsel memperkenalkan dapat bergiliran dengan padi seperti kopi, teh
tanaman ekspor kepada petani, sementara dan lada. Tanaman tebu dan kopi merupakan
ekonomi padi yang subsistensi tidak jenis tanaman yang menggunakan tanah yang
terganggu, sehingga menimbulkan dual luas, menyerap banyak tenaga kerja, di
ekonomi. Pada sisi pertama merupakan samping menghasilkan keuntungan yang
sektor barat yang produksinya berdasar pada tinggi.
modal, sedang sisi lain adalah sektor timur Tanaman tebu memerlukan irigasi
yang produksi intensifnya bersandar pada dan lingkungan yang hampir sama dengan
tenaga13. Kedua sektor ini hidup padi, sehingga tebu ditanam berdasar sistem
berdampingan dalam kehidupan perekonomi- sewa desa yang feodal. Untuk mengatasi
100 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Ketujuh, Nomor 1, Juni 2013

penanaman tebu ini pemerintah kolonial rumah dalam waktu panjang dan akhirnya
mengambil kebijakan dengan menggunakan mereka memutuskan tinggal di barak-barak.
sistem giliran atau geblagan17, artinya Perencanaan yang tidak sempurna
tanaman tebu digilirkan dengan tanaman padi dari pemerintah kolonial di dalam
di sawah tiap 18 bulan dan sebagai pengganti menunjukkan lokasi tanaman dagangan,
kerugian penduduk desa, mereka mendapat yaitu terlalu jauh dari desa, mengakibatkan
tanah di luar lingkungan pabrik. pekerja tidak memiliki kesempatan untuk
Untuk meningkatkan hasil produksi mengerjakan tanah pertanian mereka.
gula, dilakukan beberapa cara, misalnya Keadaan ini dapat dijumpai di Cirebon, yang
teknik pengolahan di perusahaan-perusahaan penanaman padinya relatif sedikit dibanding
gula diperbaiki, produksi setiap hektar dengan penanaman dagangan. Keadaan
diperbesar dengan memperluas areal sawah, menjadi parah ketika tahun 1843 panen padi
juga dibangun prasarana jalan di samping di beberapa daerah di pantai utara Jawa
memperbanyak alat angkut tebu. Untuk mengalami kegagalan. Kegagalan panen dan
menunjang tujuan ini digunakan kerja bebas, beban pajak yang berat mengakibatkan
yakni kerja upah yang tidak berdasar pada bahaya kelaparan di Cirebon, Demak tahun
paksaan, melainkan pada perjanjian sukarela. 1848, serta Grobogan (1849 dan 1850)22.
Kerja bebas ini dapat dibedakan menjadi Bencana kelaparan yang terjadi
kerja menanam, panen, pengangkutan dan secara beruntun sejak tahun 1840 ini menarik
kerja pabrik18. Dampak lain adanya kerja perhatian golongan liberal untuk bersuara,
bebas adalah munculnya spesialisasi di seperti Baron van Hoevel dan Douwes
bidang transportasi19. Pekerjaan transport ini Dekker yang karyanya berjudul Max
berkembang sebagai sebuah aktifitas yang Havelar. Golongan liberal menentang
disengaja dan merupakan kontrak antara pelaksanaan cultuurstelsel karena implikasi
pabrik dan kusir dokar. Pekerjaan yang timbul dan mereka hendak
pengangkutan di Pasuruhan mengakibatkan menggantikan dengan inisiatif swasta. Untuk
timbulnya kelompok baru, yaitu munculnya hal ini, kondisi ekonomi perlu diciptakan
orang-orang kaya baru di desa karena dengan memberi kebebasan bekerja dan
pekerjaannya sebagai perantara20. Sistem pemanfaatan tanah. Dengan dikeluarkannya
kontrak yang dilakukan oleh pengusaha tebu U.U. Agraria tahun 1870 membuka Jawa
membawa dampak yang dalam bagi untuk seluas-luasnya dikelola perusahaan dan
masyarakat desa, yaitu tanah menjadi lebih modal swasta.
bersifat individu. Hal ni terjadi karena tanah Undang Undang Agraria ini pada
sudah dianggap memiliki nilai finansiil yang pokoknya berisi antara lain persyaratan sewa
tinggi. tanah dengan pesyaratan tertentu, yaitu:
Selain tanaman tebu, tanaman kopi tanah milik pribumi yang dapat disewa
sebagai tanaman keras menduduki posisi selama 5 tahun, tanah yang dapat disewa
penting. Penanaman tanaman kopi dilakukan selama 30 tahun dan semua kontrak harus
pada tanah-tanah yang belum dibuka. Salah didaftarkan. Selain itu tanah pemerintah
satu akibat dari penanaman kopi yaitu dapat disewa untuk jangka waktu 75 tahun
timbulnya kantong-kantong perkebunan yang biasa disebut hak erpacht.
dengan para pekerja tetap yang tinggal di Dampak diijinkannya hak erpacht ini
daerah sekitar perkebunan21. Hal ini terjadi menimbulkan perkebunan besar, seperti
karena ladang kopi jauh dari pedesaan, perkebunan gula, teh, tembakau dan tanaman
sehingga penggarap harus meninggalkan dagang lainnya. Perkembangan pesat
pembukaan lahan perkebunan terjadi antara
Yuliati, Dampak Kebijakan Kolonial Di Jawa 101

tahun 1870 dan tahun 1885 karena terusan kontroler yang berfungsi sebagai peng-
Suez dibuka pada tahun 1869, yang berjasa hubung antara pemerintah Belanda dan bumi
untuk mengurangi jarak antara negara putera, sedangkan di dalam cabang-cabang
penghasil tanaman dagang dan negara pemerintah bumiputera diadakan reorganisasi
pasaran di Eropa Barat23. Di samping itu, yang dimotori oleh Fransen van de Putte
karena adanya permintaan yang meningkat pada tahun 1874. Ia meningkatkan kontrol
terhadap bahan mentah dan bahan makanan pada tingkat bawah yang berhubungan
dari Eropa dan Amerika serta mengalirnya dengan rakyat dengan cara membagi distrik
modal asing ke Hindia Belanda. menjadi sub distrik, dimana setiap sub distrik
Selama jaman liberal, pemerintah terdiri dari kurang lebih 15 desa di bawah
Hindia Belanda membangun banyak pengawasan seorang asisten wedana, selain
prasarana untuk menunjang produksi diangkat seorang patih untuk mendampingi
tanaman ekspor. Salah satu prasarana yang bupati di tingkat kabupaten25.
penting adalah waduk-waduk dan saluran Di bawah struktur pangreh praja
irigasi yang berfaedah meningkatkan yang direorganisasi kedudukan bupati makin
produktifitas. Akibat dibangunnya irigasi merosot. Pada masa VOC, kedudukan bupati
maka ada perluasan daerah pertanian yang sebagai alat untuk mengawasi penduduk,
diikuti dengan peledakan penduduk, di pada masa cultuurstelsel menjadi agen
samping terjadi penyebaran pemukiman. Belanda untuk mengawasi proses produksi
Untuk memperlancar sarana hasil pertanian, namun pada akhir abad ke-19
transportasi, dibangun jalan kereta api, selain ada kecenderungan untuk menggunakan
adanya perbaikan jalan darat atau jalan bupati sebagai alat atau hiasan saja. Faktor
Daendels yang membentang dari Anyer- menurunnya peran bupati ini karena
Panarukan. Pembangunan sarana sosial, tanggung jawab sebenarnya terpusat di
seperti lembaga pendidikan bagi penduduk tangan asisten residen, kontroler dan
dikembangkan pula. Tujuan utama dari wedana26.
pemerintah kolonial sebenarnya adalah untuk Perusahaan-perusahaan baru yang
mendidik juru tulis dan pamong. Pendidikan didirikan di Hindia Belanda pada masa
mulai diperhatikan pada pertengahan abad liberal mengalami perkembangan sehingga
ke-19, dengan didirikan Sekolah Pendidikan perusahaan ini lebih banyak membutuhkan
Guru tahun 1851, dan juga berdirinya personil yang didatangkan dari luar negeri
sekolah Dokter Jawa yang tujuannya untuk sebagai tenaga ahli. Oleh karena itu, jumlah
memenuhi kebutuhan petugas kesehatan24. masyarakat Eropa di Hindia Belanda makin
Menyusul kemudian tahun 1878 didirikan besar sehingga mereka menuntut
Hoofden Scholen (sekolah para pemimpin) di kenyamanan seperti negeri asal, seperti
Jawa. Adanya pendidikan ini, pada akhir kondisi yang lebih baik bagi sekolah-sekolah,
abad ke-19 menghasilkan golongan elit baru perumahan dan pelayanan kesehatan.
yang didasarkan kriteria intelektual individu, Keadaan ini menjadikan munculnya
dan juga menghasilkan prototipe pegawai pemukiman-pemukiman khusus orang
pemerintah. Belanda di Hindia Belanda.
Akibat dari perkembangan per- Dampak lainnya dari tumbuhnya
dagangan dan munculnya perusahaan swasta, perusahaan perkebunan dan perdagangan
memaksa pemerintah kolonial untuk adalah terjadinya urbanisasi ke kota atau
membagi karesidenan menjadi beberapa pusat perkebunan. Faktor pendorongnya
afdeling yang dikepalai oleh asisten residen. adalah berkurangnya lahan pertanian dan
Di samping itu juga menambah jumlah meningkatnya kaum miskin pedesaan.
102 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Ketujuh, Nomor 1, Juni 2013

Kemiskinan di pedesaan pada abad ke-19 Kecaman dari golongan liberal


mengakibatkan munculnya berbagai mengakhiri sistem cultuurstelsel, dan dengan
pemberontakan petani yang dipimpin oleh diundangkan UU Agraria tahun 1870
elit agama, seperti kiai, guru ilmu atau orang menjadikan persewaan tanah perkebunan
suci yang umumnya tokoh berkharisma27 marak. Sebagai dampak perkembangan
yang bersandar pada pemikiran Ratu Adil. perdagangan dan perusahaan swasta,
memaksa pemerintah kolonial untuk
Kesimpulan membagi karesidenan ke dalam beberapa
Kebijakan kolonial yang diterapkan afdeling. Jumlah kontrolir pun ditambah dan
di Indonesia, terutama di Jawa pada abad ke- memiliki fungsi sebagai penghubung antar
19 telah membawa dampak besar di seluruh pemerintah Belanda dengan Bumiputera.
bidang kehidupan. Kehidupan masyarakat Bidang pendidikan pun mendapat
tradisional yang subsistensi berubah dengan perhatian, dan masa liberal terjadi urbanisasi
dikenalkan uang, tanaman ekspor dan sistem ke kota. Pada abad ke-19 telah terjadi
kontrak. Cultuurstelsel membawa dampak perkembangan di bidang ekonomi, namun
timbulnya perubahan seperti kedudukan keadaan penduduk tetap hidup kekurangan,
bupati digeser menjadi alat kolonial, petani situasi ini mengakibatkan munculnya
menjadi kuli perkebunan, lalu lintas uang gerakan petani yang didasarkan pemikiran
dikenalkan, dan timbulnya kerja upah. ratu adil.

1 Sartono Kartodirdjo, Ratu Adil, terj. Poeradisastra (Jakarta: Sinar Harapan, 1984), hal. 39.
2 D.H. Burger, Sedjarah Ekonomis Sosiologis indonesia Jilid I. Terj. Prajudi ( Djakarta: Pradnyaparamita, 1962), hal.
92-93.
3 Susan Abeyasekere, “ Social and Economic Effects of Increasing European Penetration in the Nineteenth and

Twentieth Centuries” dalam Elaine McKay (ed.), Studies in Indonesian History (Australia: Pitman Publishing Pty.,
Ltd., 1976), hal. 127.
4 Marwati Djoned Poesponegoro, Sejarah Nasional Indonesia IV, Edisi Pemutakhiran, (Jakarta : Balai Pustaka,

2009), hal 345-350.


5 Robert van Niel, Munculnya Elite Birokasi Modern, terj. Zahara Deliar Noer ( Jakarta: Pustaka Jaya, 1984), hal. 43.
6 Marwati Djoened Poesponegoro, op.cit., hal 348.
7 Ibid.
8 D.H. Burger, op.cit., hal.142.
9 Ibid.hal.143.
10 Susan Abeyesekere, op.cit., hal. 130.
11 D.H. Burger. op.cit., hal. 180.
12 Robert van Niel, op.cit., hal. 43.
13 Susan Abeyasekere, op.cit. hal.131.
14 Ina K. Slamet, Pokok-Pokok Pembangunan Masyarakat Desa (Djakarta: Bhrtara. 1965), hal. 43.
15 Clifford Geertz, Involusi Pertanian: Proses Perubahan Ekologi di Indonesia (Jakarta: Bhratara Karya Aksara,

1983), hal.84.
16 Ibid., hal. 56.
17 Susan Abeyasekere, op.cit., hal 130.
18 D.H. Burger, op. cit., hal. 190.
19 Allen M. Sievers, The Mystical World of Indonesia: Culture and Economic Development in Conflict (London: The

John Hopkins Univesity Press, 1974), hal 109.


20 R.E. Elson, Javanese Peasant and the Colonial Sugar Industry (Singapore: Oxford University Press, 1974), hal

109.
21 Clifford Geertz, op.cit., hal. 61.
22 Marwati Djoned Poesponegoro, op.cit., hal. 365.
23 Ibid., hal. 374.
24 Robert van Niel, op.cit., hal. 46.
25 Heather Sutherland, Terbentuknya Sebuah Eite Birokrasi (Jakarta: Sinar Harapan, 1983), hal. 53.
26 Ibid., hal 90.
27 Sartono Kartodirdjo, Ratu Adil, op.cit., hal. 14.
74 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Ketujuh, Nomor 1, Juni 2013

Daftar Rujukan

Burger, D.H. 1962. Sedjarah Ekonomis Sosiologis Indonesia. Jilid I. Djakarta:


Pradnyaparamita, 1962.

Elson, R.E. 1984. Javanese Peasant and the Colonial Sugar Industry. Singapura:
Oxford University Press.

Geertz, Clifford. 1983. Involusi Pertanian. Proses Perubahan Ekologi di Indonesia.


Jakarta: Bhratara Karya Aksara.

Slamet, Ina K. 1965. Pokok-pokok Pembangunan Masyarakat Desa. Djakarta: Bhratara.

Poesonegoro, Marwati Djoened, dan Notosusanto, Nugroho (eds.). 2009. Sejarah


Nasional Indonesia IV dan V. Edisi Pemutakhiran. Jakarta: Balai Pustaka.

Mc Kay, Elaine (ed.). 1976. Studies in Indonesian History. Australia: Pitman Publishing
pty. Ltd.

Van Niel, Robert. 1984. Munculnya Elite Modern Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Kartodirdjo, Sartono. 1984. Ratu Adil. Jakarta: Sinar Harapan.

Sievers, Allen. 1974. The Mystical World of Indonesia: Culture and Economic
Development in Conflict. London: The John Hopkins University Press.

Sutherland, Heather .1983. Terbentuknya Sebuah Elite Birokrasi. Jakarta: Sinar


Harapan.

Anda mungkin juga menyukai