Anda di halaman 1dari 7

BAB II

SISTEM SEWA TANAH


1. Latar Belakang
Tidak lama setelah kepergian Gubernur Jenderal Daendels dari Indonesia,Jawa diduduki oleh
Inggris dalam tahun 1811. Zmana pendudukan Inggris inihanya berlangsung selama lima tahun,
yaitu antara tahun 1811 dan 1816, akantetapi selama waktu ini telah diletakakan dasar-dasar
kebijaksanaan ekonomi yangsangat mempengaruhi sifat dan arah kebijaksanaannya pemerintahan
kolonialBelanda yang dalam tahun 1816 mengambil alih kembali kekuasaan dari pemerintah
kolonial Inggris. (Kartodirdjo: 1977: 65).Azas-azas pemerintahan sementara Inggris ini ditentukan
oleh LetnanGubernur Raffles, yang sangat dipengaruhi oleh pengalaman Inggris di India.Pada
hakekatnya Rafless ingin menciptakan suatu sistem ekonomidi Jawa yang bebas dari segala unsure
paksaan yang dahulu melekat pada sistem penyerahan paksa dan pekerjaan rodi yang dijalankan
oleh kompeni Belanda (VOC) dalamkerjasama dengan raja-raja dan para bupati. (Kartodirdjo:
1977: 65)Thomas Stanford Rafless menyebut Sistem Sewa tanah atau dikenal jugadengan sistem
pajak bumi dengan istilah
 l andrente.
Peter Boomgard (2004:57)menyatakan bahwa:³Kita perlu membedakan antara landrente sebagai suatu
pajak bumi atau lebihtepat pajak hasil tanah, yang diperkenalkan tahun 1813 dan masih terus
dipungut pada akhir periode colonial, dan
 l andrente
sebagai suatu sistem (Belanda:Landrente Stel sel ), yang berlaku antara tahun 1813 sampai 1830´Sistem
sewa tanah yang dijalankan oleh Inggris, yaitu pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal
Stamford Raffles ini, Dalam usahanya untuk menegakkan suatu kebijaksanaan kolonial yang baru,
Raffles ingin berpatokan pada tiga azas, antara lain:
a.Segala bentuk dan jenis penyerahan wajib maupun pekerjaan rodi perlu dihapuskan dan rakyat
tidak dipaksa untuk menanam satu jenistanaman, melainkan mereka diberi kebebasan untuk
menentukan jenistanaman apa yang akan ditanam;
b.Peranan para bupati sebagai pemungut pajak dihapuskan dan sebagaigantinya mereka dijadikan
bagian integral dari pemerintahan kolonialdengan fungsi-fungsi pememrintahan yang sesuai,
perhatia merekaharus terpusat pada pekerjaan-pekerjaan umum yang dapatmeningkatkan
kesejahteraan rakyat
.c.Para petani yang menggarap tanah dianggap sebagai penyewa tanahmilik pemerintah. Untuk
penyewaan tanah ini para petani diwajibkanmembayar sewa tanah atau pajak atas pemakaian tanah
pemerintah.Untuk menentukan besarnya pajak, tanah dibagi menjadi tiga kelas,yaitu
:a.Kelas I, yaitu tanah yang subur, dikenakan pajak setengah dari hasil bruto;
b.Kelas II, yaitu tanah setengah subur, dikenakan pajak sepertiga darihasil bruto
;c.Kelas III, yaitu tanah tandus, dikenakan pajak dua per lima dari hasil bruto.

2. Pelaksanaan dan Sistem sewa tanah


a. Faham yang MendasariGagasan dan cita-cita Liberal adalah hasil pengaruh dari
RevolusiPerancis yang dibawa Sir Thomas Stamford Raffles ke Indonesia yakni prinsipkebebasan,
persamaan, dan persaudaraan dinilai membawa kehidupan rakyat lebih baik.
 Kebebasan
, Raffles ingin menciptakan suatu sistem ekonomi yang bebasdari unsur paksaan, penyerahan wajib
dan kerja rodi pada masa VOC. Rafflesingin memberikan kepastian hukum tentang posisi para
petani dan rakyat sertakebebasan ber usaha dalam menanam tanaman dan perdagangan.
Menurutnyasistem paksaan masa VOC telah mematikan daya usaha rakyat Indonesia sehinggatidak
banyak keuntungan yang diperoleh VOC.Oleh sebab itu masa Raffles diberi kebebasan untuk
menentukan jenistanaman yang dikehendaki. Selain itu terdapat prinsip
 persamaan
dalam hal ini peranan bupati sebagai pemungut pajak dihapuskan dan sebagai gantinya
merekadijadikan bagian yang integral dari pemerintah kolonial dengan asas-asas pemerintahan
model negeri barat. Pemusatan pada pekerjaan umum yang dapatmeningkatkan
kesejahteraan penduduk.Sedangkan dasar kebijakan Raffles yakni berdasarkan bahwa
pemerintahkolonial adalah pemilik tanah, para petani sebagai penyewa milik pemerintah.Untuk
penyewaan diwajibkan membayar sewa tanah berupa mata uang yang telahditentukan. Sehingga
diharapkan produksi pertanian akan bertambah denganrangsangan penanaman tanaman
perdagangan, serta pajak yang diterima oleh pemerintah akan bertambah dan menjamin arus
pendapatan Negara yang stabil.Pengenalan sistem administrasi Eropa yang efektif mengenai
 kejujuran,ekonomi, dan keadilan
merupakan dasar perubahan sosial budaya kehidupanmasayarakat Jawa dicontohkan menggantikan
ikatan adat tradisional denganikatan kontrak, dihapuskannya peranan bupati sebagai pemungut
pajak, dapat dikatakan dari pemerintahan tidak langsung menjadi pemerintahan langsung.Raffles
dalam melaksanakan cita-citanya tidak melihat situasi dan kondisi TanahJawa, secara
pandangannya disamakan antara Jawa dengan India. Hal inimembuat ketidak berhasilan sistem. b.
Pelaksana Sistem Sewa TanahSewa tanah diperkenalkan di Jawa semasa pemerintahan peralihan
Inggris(1811-1816) oleh Gubernur Jenderal Stamford Raffles, yang banyak menghinpungagasan
sewa tanah dari sistem pendapatan dari tanah India-Inggris. Sewa tanahdidasarkan pada pemikiran
pokok mengenai hak penguasa sebagai pemilik semuatanah yang ada.Tanah disewakan kepada kepala-
kepala desa di seluruh Jawa yang padagilirannya bertanggungjawab membagi tanah dan memungut sewa
tanah tersebut.Sewa ini pada mulanya dapat dibayar dalam bentuk uang atau barang, tetapidalam
perkembangan selanjutnya lebih banyak berupa pembayaran uang.Pengalaman dan pelaksanaan
sewa tanah ini, oleh Gubernur Jenderal StamfordRaffles sangat dipengaruhi oleh pengalaman
penerapan perkembangan perekonomian colonial pada masa penguasaan Inggris di India. Gubernur
JenderalStamford Raffles ingin menciptakan suatu sistem ekonomi di Jawa yang bebasdari segala
unsur paksaan, dan dalam rangka kerjasama dengan raja-raja dan para bupati.Kepada para
petani,Gubernur Jenderal Stamford Rafflesinginmemberikan kepastian hukum dan kebebasan
berusaha melalui sistem sewa tanahtersebut. Kebijakan Gubernur Jenderal Stamford Rafflesini,
pada dasarnyadipengaruhi oleh semboyan revolusi Perancis dengan semboyannya
mengenai³Libertie(kebebasan), Egal iie(persamaan), dan Franternitie(persaudaraan)´. Haltersebut
membuat sistem liberal diterapkan dalam sewa tanah, di mana unsur-unsur kerjasama dengan raja-
raja dan para bupati mulai diminimalisir keberadaannya.Sehingga hal tersebut berpengaruh pada
perangkat pelaksana dalam sewatanah, di mana Gubernur Jenderal Stamford Raffles banyak
memanfaatkancolonial (Inggris) sebagai perangkat (struktur pelaksana) sewa tanah,
dari pemungutan sampai pada pengadministrasian sewa tanah. Meskipun keberadaandari para
bupati sebagai pemungut pajak telah dihapuskan, namun sebagai penggantinya mereka dijadikan
bagian integral (struktur) dari pemerintahancolonial, dengan melaksanakan proyek-proyek pekerjaan umum
untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk.

Tiga aspek pelaksanaan sistem sewa tanah :


1)Penyelenggaraan sistem pemerintahan atas dasar modernPergantian dari sistem pemerintahan-
pemerintahan yang tidak langsungyangdulu dilaksanakan oleh para raja-raja dan kepala desa
digantikan dengan pemerintahan modern yang tentu saja lebih mendekati kepada liberal karena
raflessendiri adalah seorang liberal. Penggantian pemerintahan tersebut berarti bahwakekuasaan
tradisional raja-raja dan kepala tradisional sangat dikurangi dansumber-sumber penghasilan
tradisional mereka dikurangi ataupun ditiadakan.Kemudian fungsi para pemimpin tradisional
tersebut digantikan oleh para pegawai-pegawai Eropa
.2 Pelaksanaan pemungutan sewaPelaksanaan pemungutan sewa selama pada masa VOC adalah
pajak kolektif, dalam artian pajak tersebut dipungut bukan dasar perhitungan
perorangantapi seluruh desa. Dalam mengatur pemungutan ini tiap-tipa kepala desadiberikan
kebebaskan oleh VOC untuk menentukan berapa besar pajak yang harusdibayarkan oleh tiap-tiap
kepala keluarga. pada masa sewa tanah hal inidigantikan menjadi pajak adalah kewajiban tiap-tiap
orang bukan seluruh desa.
3.Pengaruh Sistem Kerja Paksa
Pengaruh sistem tanam paksa terhadap masyarakat sangat kuat, hal ini dikarenakan
pelaksanaan tanam paksa dilaksanakan dalam waktu yang cukup lama sehingga dampaknya sangat
terasa di berberapa bidang, salah satunya di bidang sosial dan ekonomi, yaitu:

1. Bidang Sosial
• Dalam bidang pertanian, khususnya dalam struktur agraris tidak mengakibatkan
adanya perbedaan antara majikan dan petani kecil penggarap sebagai budak, melainkan
terjadinya homogenitas sosial dan ekonomi yang berprinsip pada pemerataan dalam
pembagian tanah. (Sartono, 1987: 321).
• Ikatan antara penduduk dan desanya semakin kuat hal ini malahan menghambat
perkembangan desa itu sendiri.Penduduk lebih senang tinggal di desanya,
mengakibatkan terjadinya keterbelakangan dan kurangnya wawasan untuk
perkembangan kehidupan penduduknya.
• Tanam paksa secara tidak sengaja juga membantu kemajuan bagi bangsa
Indonesia, dalam hal mempersiapkan modernisasi dan membuka jalan bagi
perusahaan-perusahaan partikelir bagi bangsa Indonesia sendiri.
• Peranan bahasa melayu dan bahasa daerah dikalangan penguasa.

2.Bidang Ekonomi
• Dengan adanya tanam paksa tersebut menyebabkan pekerja mengenal sistem upah
yang sebelumnya tidak dikenal oleh penduduk, mereka lebih mengutamakan sistem
kerjasama dan gotongroyong terutama tampak di kota-kota pelabuhan maupun di
pabrik-pabrik gula.
• Dalam pelaksanaan tanam paksa, penduduk desa diharuskan menyerahkan
sebagian tanah pertaniannya untuk ditanami tanaman eksport, sehingga banyak terjadi
sewa menyewa tanah milik penduduk dengan pemerintah kolonial secara paksa.
Dengan demikian hasil produksi tanaman eksport bertambah,mengakibatkan
perkebunan-perkebunan swasta tergiur untuk ikut menguasai pertanian di Indonesia di
kemudian hari.
Akibat lain dari adanya tanam paksa ini adalah timbulnya “kerja rodi” yaitu suatu kerja
paksa bagi penduduk tanpa diberi upah yang layak, menyebabkan bertambahnya kesengsaraan bagi
pekerja. Kerja rodi oleh pemerintah kolonial berupa pembangunan-pembangunan seperti; jalan-
jalan raya, jembatan, waduk, rumah-rumah pesanggrahan untuk pegawai pemerintah kolonial, dan
benteng-benteng untuk tentara kolonial.

4.perlawanan terhadap kolonialisme dan imperialisme


1.perlawanan kesultanan. perlawanan kesutanan ternate perlawanan rakyat ternate di
dorong oleh tindakan bangsa portugis yang sewenang-wenang dan merugikan rakyat. perlawanan
ternate dipimpin oleh sutan hairun dari ternate. seluruh rakyat dari irian sampai ke jawa diserukan
untuk melakukan perlawanan. sayang sekali sultan hairun ditipu oleh portugis dan dihukum mati
pada tahun 1570. pada masa portugis menuai kemarahan cukup besar dari rakyat ternate dan
berusaha mengusir portugis dari bumi maluku tahun 1575. selanjutnya portugis menyingkir ke
daerah timor timur (timor loro sae).
2. perlawanan kesultanan demak dominasi portugis di maluku telah mendesak dan
merugikan kegiatan perdagangan orang orang islam. oleh karena itu, sultan demak r. patah
mengirim pasukannya di bawah pati unus untuk menyerang portugis di malaka. pati unus
melancarkan serangannya pada tahun 1512 dan 1513. serangan ini belum berhasil. kemudian pada
tahun 1527, tentara demak kembali melancarkan serangan terhadap portugis yang muai
menanamkan pengaruhnya di sunda kelapa. di bawah pimpinan fatahillah, tentara demak berhasil
mengusir portugis dari sunda kelapa. nama sunda kelapa kemudian diubah menjadi jayakarta.
3. perlawanan kesultanan aceh setelah menguasai malaka, portugis kemudian mengirimkan
pasukannya untuk menundukkan aceh. usaha ini pun mengalami kegagalan. serangan portugis ke
aceh menunjukkan bahwa kekuasaan portugis di malaka telah mengancam dan merugikan aceh.
apalagi kegiatan monopoli perdagangannya yang sangat menyulitkan rakyat aceh. untuk mengusir
portugis dari malaka, aceh menyerang kedudukan portugis di malaka. pada masa pemerintahan
sultan iskandar muda (1607-1639). armada kekuatan aceh telah disiapkan untuk menyerang
kedudukan portugis di malaka. saat itu aceh telah memiliki armada laut yang mampu mengangkut
800 prajurit. pada tahun 1629, aceh mencoba menaklukkan portugis. penyerangan yang dilakukan
aceh ini belum berhasil mendapat kemenangan. namun, aceh masih tetap harus meneruskan
perjuangan melawan portugis.

5.Perlawanan Terhadap Pemerintah Hindia Belanda


sehingga menyebabkan perlawanan rakyat tidak dapat dilakukan secara serentak. Inilah
salah satu faktor penyebab Hindia Belanda dapat melumpuhkan perlawanan Bangsa Indonesia.
Beberapa contoh perlawanan terhadap Pemerintah Hindia Belanda yang dilakukan oleh rakyat
Indonesia adalah sebagai berikut. 1) Perang Saparua di Ambon Pattimura Merupakan
perlawanan rakyat Ambon yang dipimpin Thomas Matulesi (Pattimura). Dalam perlawanan
terhadap Pemerintah Hindia Belanda tersebut, seorang pahlawan wanita bernama Christina
Martha Tiahahu melakukan perlawanan dengan gagah berani. Perlawanan Pattimura dapat
dikalahkan setelah bantuan pasukan Hindia Belanda dari Jakarta datang. Pattimura bersama tiga
pengikutnya ditangkap dan akhirnya dihukum gantung. 2) Perang Paderi di Sumatra Barat
Merupakan perlawanan yang sangat menyita tenaga dan biaya sangat besar bagi rakyat Minang
dan Pemerintah Hindia Belanda. Bersatunya Kaum Paderi (ulama) dan kaum adat melawan
Pemerintah Hindia Belanda menyebabkan Belanda kewalahan memadamkannya. Bantuan dari
Aceh juga datang untuk mendukung pejuang Paderi. Pemerintah Hindia Belanda benar-benar
menghadapi musuh yang tangguh. Belanda menerapkan sistem pertahanan Benteng Stelsel.
Benteng Fort de Kock di Bukit tinggi dan Benteng Fort van der Cappelen merupakan dua benteng
pertahanannya. Dengan siasat tersebut akhirnya Belanda menang ditandai dengan jatuhnya
benteng pertahanan terakhir Paderi di Bonjol tahun 1837. Tuanku Imam Bonjol kemudian
ditangkap, dan diasingkan ke Priangan, kemudian ke Ambon, dan terakhir di Menado hingga
wafat tahun 1864. 3) Perang Diponegoro 1825-1830 Perang Diponegoro merupakan salah satu
perang besar perlawanan terhadap Pemerintah Hindia Belanda. Latar belakang perlawanan
Pangeran Diponegoro diawali dari campur tangan Belanda dalam urusan politik Kerajaan
Yogyakarta. Beberapa tindakan Belanda yang dianggap melecehkan harga diri dan nilai-nilai
budaya masyarakat Yogyakarta menjadi penyebab lain kebencian rakyat kepada Belanda.
Pemerintah Hindia Belanda membangun jalan baru pada bulan Mei 1825. Mereka memasang
patok-patok pada tanah leluhur Pangeran Diponegoro. Terjadi perselisihan saat pengikut
Diponegoro Patih Danureja IV mencabuti patok- patok tersebut. Belanda segera mengutus
serdadu untuk menangkap Pangeran Diponegoro. Perang tidak dapat dihindarkan lagi, pada
tanggal 20 Juli Tegalrejo sebagai basis pengikut Diponegoro direbut dan dibakar oleh Belanda.
Pada bulan Maret 1830 Diponegoro bersedia mengadakan perundingan dengan Belanda di
Magelang, Jawa Tengah. Perundingan tersebut hanyalah tipu muslihat Belanda karena ternyata
Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke Manado, kemudian ke Makasar hingga wafat tahun
1855. Setelah berakhirnya Perang Jawa (Diponegoro), tidak lagi muncul perlawanan yang lebih
berat di Jawa.

Anda mungkin juga menyukai