Anda di halaman 1dari 6

Thomas Stamford Raffles adalah gubernur East India Company yang memimpin Indonesia pada

masa penjajahan Inggris; dia berkuasa di Indonesia sejak tahun 1811 hingga 1816.
Berikut adalah kebijakan Raffles yang membawa dampak positif bagi Indonesia:

⇒ Dihapusnya sistem kerja paksa atau kerja rodi yang diterapkan oleh Daendels, dan dilarangnya
praktik perbudakan.

⇒ Dihapusnya sistem pajak hasil bumi dan penyerahan wajib.

⇒ Dibentuknya sistem peradilan dan penegakan hukum yang lebih adil terhadap rakyat pribumi.

⇒ Raffles mendukung komunitas ilmiah di Indonesia dan banyak mengungkap sejarah Indonesia
dalam buku History of Java yang ditulis Raffles.

⇒ Raffles menemukan jenis bunga baru; Rafflesia Arnoldi, Raffles juga merintis pembentukan Kebun
Raya Bogor.

Berikut adalah kebijakan Raffles yang membawa dampak negatif bagi Indonesia:

⇒ Diterapkannya sistem land rent atau sistem sewa tanah, pajak land rent dibayarkan oleh individu
dan tidak bersifat kolektif, sehingga dianggap terlalu memberatkan.

⇒ Pemerintah kolonial memonopoli garam, lada, dan minuman beralkohol

Herman Willem Daendels adalah gubernur-jenderal ke-36 Hindia Belanda yang menjabat sejak
tahun 1808 hingga tahun 1811. Daendels adalah salah satu gubernur-jenderal Hindia Belanda yang
paling berpengaruh dalam sejarah Indonesia.

Pemerintahan Daendels membawa banyak dampak positif bagi Indonesia, terutama dalam hal
pembangunan infrastruktur, berikut adalah dampak positifnya:

⇒ Dibangunnya Jalan Raya Pos Anyer-Panarukan sepanjang pesisir utara pulau Jawa.

⇒ Dibangunnya infrastruktur militer; sekolah dan rumah sakit militer, barak, dan benteng untuk
mempertahankan pulau Jawa.

⇒ Dibangunnya pabrik mesiu, senjata, dan alat-alat perang di Surabaya dan Semarang.

⇒ Berkurangnya korupsi pejabat kolonial karena kebijakan pemberantasan korupsi Daendels, walau
begitu Daendels sendiri terlibat dalam korupsi dan penyelewengan dana.
Pembangunan yang dibawa Daendels tidak tanpa penderitaan warga Indonesia, berikut adalah
dampak negatif pemerintahan Daendels:

⇒ Rakyat dijadikan pekerja paksa (kerja rodi) yang dibayar dengan sedikit upah atau bahkan tidak
dibayar, banyak pekerja rodi yang meninggal karena malaria dan keadaan yang melarat.

⇒ Pemerintah kolonial Hindia Belanda ikut campur dalam urusan dan adat keraton dan kerajaan-
kerajaan Indonesia.

⇒ Rakyat dipaksa menyerahkan atau menjual hasil bumi ke pemerintah kolonial, kadang dengan
harga yang sangat rendah.

⇒ Pemerintah kolonial memonopoli bahan pangan di Indonesia seperti beras.

⇒ Diadakannya sistem pajak hasil bumi (contingenten) dan sistem penyerahan wajib (veplichte
leverantie) yang memberatkan petani dan pemilik tanah.
Kebijakan dan Pengaruh Pemerintah Kolonial di Indonesia
Kongsi dagang VOC secara resmi dibubarkan pada tanggal 31 Desember 1799. Penyebabnya antara lain
krisis keuangan karena peperangan, korupsi para pegawainya, dan kalah bersaing dengan kongsi dagang Perancis
dan Inggris. Selain itu, penduduk semakin miskin sehingga tidak mampu membeli barang-barang yang dijual VOC.
Perdagangan gelap yang menerobos monopoli VOC juga memperlemah kongsi dagang ini. Setelah VOC bubar,
kekuasaan Belanda di Indonesia dilanjutkan oleh pemrintahan Republik Bataaf. Selama delapan tahun Indonesia
berada dalam kekuasaan Republik Bataaf (1799-1807). Pada tahun 1807 Republik Bataaf dihapuskan oleh Kaisar
Napoleon Bonaparte dan diganti menjadi Koninklijk Holland dipimpin olh Raja Louis Napoleon Bonaparte (adik
Napoleon Bonaparte). Sebagai tanah jajahan, Indonesia terpengaruh juga oleh situasi politik yang terjadi di Eropa,
apalagi ketika itu Belanda diduduki Perancis. Hindia Belanda pun berada di bawah kekuasaan Perancis.

1. Kebijakan Pemerintah Kerajaan Belanda (1808-1811)


Daendels diangkat Raja Belanda, Louis Bonaparte menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Pada
tanggal 1 Januari 1808 Daendels tiba di Dermaga Anyer, Banten dengan kapal Virginia. Ada dua tugas pokok
Daendels, yaitu mempertahankan pulau Jawa dari serangan Inggris dan membenahi sistem administrasi. Kehadiran
Dandels di Jawa mencatat sejarah kolonial yang paling spektakuler. Dia merancang pembangunan proyek jalan
sepanjang 1100 kilometer dari Anyer, Banten sampai Panarukan, Situbondo, Jawa Timur. Megaproyek itu tidak
menyedot anggaran karena dikerjakan oleh ratusan ribu pekerja paksa. Dengan membawa bekal sendiri mereka
bekerja selama berbulan-bulan. Di bawah jalan De Grote Posweg atau Jalan Raya Pos itu bersemayam ribuan
rakyat yang tewas menjadi korban. Daendels juga memindahkan pusat kota ke Weltevreden (Gambir dan lapangan
Banteng).
Kebijakan Daendels selama di Jawa antara lain sebagai berikut :
a. Mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris antara lain dengan :
1) Menambah jumlah prajurit dari 4000 menjadi 18000
2) Meningkatkan kesejahteraan prajurit
3) Membuat benteng barn
4) Mendirikan pabrik senjata di Semarang dan Surabaya
5) Membangun jalan raya sepanjang 1100 km dari Anyer (Banten)-Panarukan (Jawa Timur)
6) Membangun armada laut di Ujung Kulon (Banten Selatan) dan Merak (Banten Utara)
b. Mengatur dan menata kembali pemerintahan di Indonesia dengan cara :
1) Membagi Jawa menjadi Sembilan perfektur
2) Merombak sistem pemerintahan feudal
3) Menjadikan penguasa local sebagai pegawai pemerintahan
c. Membereskan masalah keuangan di Indonesia dengan cara :
1) Mengeluarkan uang kertas dalam jumlah besar
2) Meningkatkan usaha pemasukan uang
3) Menjual tanah kepada pihak swasta
4) Menempuh cara paksa untuk memperoleh keuangan
5) Menjual tanah-tanah milik gubernemen kepada pihak partikelir karena kesukitan keuangan akibat peperangan
melawan koalisi pimpinan Inggris.
Daendels terkenal sebagai penguasa yang disiplin, keras, dan kejam. Kebijakan Daendels di bidang
keuangan untuk menjual tanah kepafda orang-orang swasta menjadi boomerang bagi Daendels. Ia dianggap telah
melanggar undang-undang Belanda. Akhirnya, Daendels ditarik kembali ke Belanda dan digantikan oleh Jansens.
Pada tahun 1810 Kerajaan Belanda dihapuskan oleh Napoleon Bonaparte sehingga Belanda dna Hindia Belanda
berada di bawah kekuasaan Perancis. Pada awal Jansens sebagia penguasa di Indonesia, Jansens mendapat
serangan dari Inggris yang berada di India di bawah pimpinan Lord Minto. Jansens tidak dapat mempertahankan
kekuasaannya di Indonesia. Akhirnya Belanda dipaksa menandatangani Kapitulasi Tuntang pada tanggal 18
September 1811. Isi Kapitulasi Tuntang antara lain sebagai berikut :
a. Seluruh kekuasaan militer Belanda di Asia Tenggara harus diserahkan kepada Inggris
b. Utang pemerintah Belanda tidak diakui Inggris
c. Pulau Jawa, Madura, dan semua pangkalan Belanda di luar Jawa menjadi wilayah kekuasaan Inggris
d. Orang Belanda dapat dipekerjakan dalam pemerintahan Inggris.
2. Kebijakan Pemerintah Inggris (1811-1816)
Setelah Indonesia jatuh ke tangan Inggris, Gubernur Jenderal East Indian Coompany (EIC), Lord Minto,
mengangkat Thomas Stamford Raffles sebagai penguasa di Indonesia dan berkedudukan di Batavia pada tahun
1811. Raffles membagi wilayah kekuasaannya menjadi empat wilayah administrasi, yaitu Malaka, Bengkulu, Jawa,
dan Maluku.
Kebijakan Raffles selama berkuasa antara lain menghapus kerja paksa rodi yang pernah diterapkan VOC
dan Daendels, menghapus pelayaran hongi, menghapus perbudakkan, menghapus penyerahan wajib dan hasil bumi,
mengurangi kekuasaan para bupati, dan menerapkan pengadilan dengan sistem yuri. Dalam bidang ekonomi Raffles
menjalankan kebijakan ekonomi liberal. Kebijakan ekonomi liberal berdasarkan asas liberal yang disebut landrent
system (sistem sewa tanah) atau landrente.
Raffles ingin menerapkan sistem penarikan pajak bumi seperti yang dipergunakan Inggris di India.
Negara menganggap dirinya sebagai super-landlord sehingga berhak memungut pajak kepada rakyatnya. Ia
berpendirian bahwa semua tanah adalah milik raja yang berdaulat (Inggris). Selanjutnya, sistem penarikan pajak
bumi (landrente) diterapkan, setiap petani diwajibkan membayar pajak sebesar 2/5 dari hasil tanah garapannya.
Pada tahun 1813 Raffles mengambil alih tanah milik Kesultanan Banten dan Cirebon. Sebagai gantinya sultan diberi
uang tahunan sebesar 10.000 ringgit. Raffles juga menganeksasi dan merampas kekayaan Keraton Yogyakarta.
Pelaksanaan sistem landrente mengalami kegagalan karena faktor-faktor berikut :
a. Sulit menentukan besar kecilnya pajak untuk pemilik tanah yang luasnya berbeda
b. Sulit menentukan luas-sempit dan tingkat kesuburan tanah
c. Terbatasnya jumlah pegawai
d. Masyarakat pedesaan belum terbiasa dengan sistem uang
Kesulitan uang tetap dialami pemerintah sehingga mendorong Raffles meniru Daendels, yaitu menerapkan
wajib kerja dan mewajibkan pungutan yang pernah dihapus. Di Surakarta dan Yogyakarta, Raffles memungut bea
dari gerbang-gerbang cukai dan penghasilan pasar-pasar.
Pajak bumi yang diterapkan Raffles besarnya 1/2, 2/5, 1/3, dan 1/4 dari hasil sawah dan bisa dibayar
berupa padi atau uang. Untuk menghindari pemerasan, pembayaran pajak langsung diberikan kepada gubernemen
dan tidak melalui bupati. Orang yang tidak memiliki tanah harus membayar uang kepala.
Dalam bidang politik Raffles membagi Pulau Jawa menjadi enam belas keresidenan dan tiap-tiap
keresidenan dibentuk badan pengadilan (landraad). Raffles menerapkan aturan yuri dalam pengadilan. Yuri adalah
orang-orang luar yang diangkat untuk menentukan terdakwa benar atau salah menurut adat kebiasaan Inggris.
Kekuasaan para bupati dikurangi dan sebagai gantinya mereka diberi tanah jawatan, diberi hak memungut pajak,
dan diberi gaji. Sebaliknya, kekuasaan residen diperbesar.
Dalam bidang ilmu pengetahuan dan budaya Thomas Stamford Raffles memberikan bantuan kepada para
ahli pengetahuan seperti Honfield, Crawford, dan Mackensie untuk menyelidiki peninggalan sejarah kuno di
Indonesia. Ia juga membantu lembaga-lembaga kebudayaan Bataviassch Genootshap dengan mendirikan Gedung
Harmoni, merintis pembentukan Kebun Raya Bogor, dan menemukan bunga Bangkai (Rafflesia Arnoldi). Pada tahun
1817 Raffles menerbitkan buku History of Java.
3. Kebijakan Pemerintah Hindia Belanda (1816-1942)
Pada tahun 1816 Kerajaan Belanda kembali berkuasa di Hindia Belanda berdasarkan Konvensi London yang
ditandatangani pada tanggal 13 Agustus 1814. Namun, penyerahan kekuasaan bare dilaksanakan pada tanggal 11
Desember 1816. Isi Konvensi London antara lain sebagai berikut :
a. Semua bekas jajahan Belanda yang dikuasai Inggris dikembalikan kepada Belanda, kecuali Afrika Selatan, Ceylon,
dan beberapa tempat di India
b. Akan dibentuk komisi yang dipimpin oleh Komisaris Jenderal Elout, Buyskes, dan Van der Capellen. Komisi ini
bertugas memperbaiki ekonomi Indonesia, mmbayar utang-utang Belanda, dan mengambil piutangnya
c. Pemerintah Belanda mendirikan Nederlandsche Handels Maatschappij, serikat dagang Belanda satu-satunya yang
berhak mengekspor hasil bumi yang dihasilkan dari tanam paksa yang mendapatkan bantuan dari pemerintah
Belanda dan Eropa
d. Belanda menerima kembali semua jajahannya dari tangan Inggris dan Inggris memperoleh wilayah India dari
Belanda.
Konvensi ini membawa peribahan bagi kekuasaan Belanda di Indonesia. Berdasarkan isi konvensi,
Indonesia kembali dikuasai oleh Belanda. Belanda membuat Komisi Jenderal untuk menerima penyerahan wilayah
Hindia Belanda. Komisi Jenderal ini beranggotakan Van der Capellen, Buyskes, dan Elout. Tugas Komisi Jenderal
antara lain memperbaiki perekonomian dan mengurus pemerintah di Indonesia.
a. Sistem Tanam Paksa (STP)
qPada tahun 1830 pemerintah Kerajaan Belanda mengirimkan Van den Bosch ke Indonesia sebagai
gubernur jenderal. Van den Bosch memiliki tugas pokok mendapatkan dana sebanyak-banyaknya untuk mengisi kas
keuangan negara Belanda yang kosong. Van den Bosch mengusulkan kebijakan cultuurstelsel(sistem tanam paksa)
pada tahun 1830. Kebijakan ini berdasar asumsi bahwa desa di Jawa berutang kepada pemerintah. Utang itu diukur
senilai 40% dari hasil panen desa yang bersangkutan. Tanaman itu antara lain nila, kopi, tembakau, teh, tebu, dan
kakao. Di Jawa Barat sistem tanam paksa yang khusus menanam kopi disebut preanger stelsel. Aturan
dalam cultuurstelsel dikenal dengan Stelsel Van den Bosch. Kebijakan ini menandai kembalinya sistem verplichte
laveranties yang dijalankan pada masa VOC. Verplichte laverantiesartinya kewajiban rakyat untuk menjual hasil
bumi hanya kepada pemerintah Belanda dengan harga yang telah ditentukan. Pada scat itu juga diberlakukan politik
pintu terbuka, yaitu pemerintah Belanda membuka kesempatan kepada pihak swasta untuk menanamkan modalnya
di Indonesia.
Pada tahun 1854 dikeluarkan Regerings Regelment (RR). Salah satu pasalnya menyebutkan bahwa
gubernur jenderal boleh menyewakan tanah dengan ketentuan yang akan ditetapkan dengan ordonansi. Kelompok
liberal yang berperan sebagai pengusaha dan pemilik modal berada di belakang keluarnya undang-undang tersebut.
Tujuannya agar pemerintah memberikan pengakuan terhadap penguasaan tanah oleh pribumi sebagai hak milik
mutlak (eigendom). Dengan demikian, dimungkinkan terjadinya penjualan tanah dna penyewaan karena tanah adat
dan kas desa tidak dapat diperjualbelikan atau disewakan. Selain tujuan tersebut, pemerintah memberikan
kesempatan kepada pengusaha swasta untuk dapat menyewa tanah jangka panjang dan murah.
Ketentuan Sistem Tanam Paksa terdapat dalam Lembaran Negara Tahun 1843 No. 22 antara lain isinya
sebagia berikut :
1) Lahan yang disediakan untuk tanaman wajib harus atas persetujuan penduduk
2) Tanah pertanian yang disediakan penduduk untuk tanaman wajib tidak boleh melebihi seperlima bagian
3) Pekerjaan yang diperlukan untuk menanam tanaman wajib tidak boleh melebihi waktu menanam padi
4) Tanah yang digunakan menanam tanaman wajib tidak melebihi luas lahan menanam padi
5) Tanaman wajib yang dihasilkan harus diberikan kepada pemerintah. Jika hasil yang diperoleh lebih dari yang
ditaksir, lebihnya diserahkan kepada penduduk
6) Gagal panen ditanggung pemerintah asal penyebabnya bukan karena kurang rajinnya penduduk
7) Penduduk desa mengerjakan tanah-tanah mereka di bawah pengawasan kepala desa, sedangakan pegawai Eropa
melakukan pengawasan terbatas agar penanaman dan panen berjalan baik dantepat pada waktunya.
Sistem Tanam Paksa terbukti efektif menambah keuntungan bagi pemerintah Belanda. Pemerintah
memiliki anggaran untuk memperlancar jaringan transportasi. Penduduk memang mengenal beragam jenis tanaman
barn. Namun, penderitaan dan kesengsaraannya juga bertambah parah. Beberapa perubahan sosial akibat STP
sebagai berikut :
1) Pengambil-alihan tanah penduduk menjadi kepemilikan desa telah melahirkan petani rumah tangga dengan
kepemilikan tanah pertanian yang kecil. Para petani kecil ini masih dibebani dengan kerja tambahan tersebut
sehingga tidak dapat mengembangkan diri meskipun mempunyai tanah garapan yang dapat mereka wariskan kepada
keturunan mereka
2) Kewajiban-kewajiban kerja dan kewajiban penanaman tersebut telah mendorong kelahiran penduduk yang cepat di
kalangan petani untuk menurunkan beban kerja keluarga
3) Secara politik sistem ini juga telah menghidupkan pemerintahan desa menjadi struktur pemerintahan efektif
mengontrol administrasi kewilayahan dan penduduk. Sistem ini juga menjadikan kepemimpinan di wilayah Jawa
menjadi sangat otoriter
4) Masyarakat petani mulai memanfaatkan lahan pekarangan rumah untuk bertahan hidup dengan mempekerjakan
perempuan dan anak-anak mereka. Lahan pekarangan secara teori memang tidak dihitung pajaknya
5) Menutup peranan ekonomi kalangan swasta untuk tumbuh dan berperan baik dari kalangan priayi, Tionghoa, Arab
maupun golongan pengusaha Belanda sendiri
6) Melahirkan pengistilahan baru dalam lapisan-lapisan di masyarakat petani. Istilah-istilah kuli kenceng (kewajiban
penuh kerja bakti), kuli setengah kenceng (tidak bertanggung jawab penuh) telah menggantikan
istilah numpang dan sikep. Sebab, semua pemilik tanah wajib menjalankan kerja bakti di tanah-
tanah cultuurstelsel. Dengan demikian, tanam paksa telah mentransformasi beberapa penduduk menjadi
kuli/buruh.
Pelaksanaan STP carat dengan penyimpangan ketentuan dan penyelewengan jabatan. Penguasa
meberlakukan cultuurprocenten, yaitu hadiah panenan bagi para pejabat yang dapat menyerahkan hasil tanaman
lebih banyak. Akibatnya, para pajabat semakin menekan penduduk sehingga beban penduduk semakin berat. Reaksi
terhadap STP inilah yang melatarbelakangi pemerintah mengeluarkan Agrarische Wet (Undang-Undang Agraria)
pada tahun 1870. Dalam Agrarische Wet terdapat pernyataan bahwa “Semua tanah yang tidak terbukti memiliki
bukti hak milik (eigendom) adalah menjadi domain negara atau milik negara”
b. Kekuasaan dan Pemerintahan
Dalam bidang pemerintahan, Belanda berusaha memperluas pengaruh dan kekuasaannya ke seluruh
wilayah Indonesia justru dimulai dari luar Jawa. Pada tahun 1817 Belanda memblokade Maluku setelah muncul
huru-hara di benteng Duuntede. Sementara itu, Jawa dibagi menjadi dua puluh keresidenan. Pada tahun 1824
Belanda mengadakan perjanjian dengan kaum Padri di Masang, Sumatera Barat. Pada tahun 1825 Kesultanan
Palembang dijadikan keresidenan.
Kemenangan kelompok liberal di Belanda mempengaruhi politik di Hindia Belanda. Berkat usaha Baron van
Hoevel dan Fransen van de Putte, kebijakan cultuurstelsel mengalami perombakan. Tokoh yang sebelumnya gencar
menyoroti praktik tersebut adalah Edward Douwes Dekker (Multatuli). Ia menerbitkan buku Max Havelaar pada
tahun 1860. Pada tahun 1864 dikeluarkan Undang-Undang Comptabiliteit (Perbendaharaan). Isinya menyebutkan
bahwa anggaran belanja untuk Hindia Belanda akan ditetapkan oleh DPR sehingga DPR Belanda bisa mengawasi
pemerintahan di Hindia Belanda.
c. Sosial Kemasyarakatan
Dalam bidang sosial kemasyarakatan ada perubahan mendasar akibat kebijakan pemerintah kolonial.
Pejabat lokal yang dahulu sangat berkuasa hanya menjadi pegawai pemerintah kolonial. Kedudukan dan derajat
mereka seakan-akan turun di mata rakyat. Pada masa penjajahan muncul kelompok masyarakt berdasarkan
golongan, yaitu kelompok masyarakat Eropa, kelompok masyarakat bangsawan, dan kelompok masyarakat jelata.
Tradisi Barat berkembang di masyarakat, seperti dansa di kalangan bangsawan. Banyak tradisi kerjaan lokal yang
luntur setelah campur tangan Belanda. Selain itu, ada pula tradisi lokal yang berakulturasi dengan budaya Barat
(Belanda) kemudian membentuk kebudayaan baru yang disebutkebudayaan Indic.
d. Ilmi Pengetahuan dan Budaya
Dalam bidang ilmu pengetahuan dan budaya, pada tahun 1878 dibentuk Bataviaasche
Genootschap Van Kunsten en Wetenschappen atau Perkumpulan untuk Seni dan Ilmu
Pengetahuan. Pendirinya adalah J.C.M. Radermacher, anggota Dewan Hindia dan menantu
laki-laki Gubernur Jenderal Reinier de Klerk. Perkumpulan inilah yang mendirikan
museum tertua di Indonesia yang kini dikenal dengan Museum Nasional. Gedung Museum
Nasional ini meniru vita gays Romawi Kuno. Di depannya dipasang patung seekor gajah
perunggu, cendera mata Raja Chulalongkorn dari Siam (Thailand) saat berkunjung ke
Batavia (1871). Oleh karena itu, museum ini lebih dikenal dengan sebutan Gedung Gajah

Anda mungkin juga menyukai