Jenderal memerintah di Nusantara pada tahun 1808-1811. Tugas utama Daendels adalah mempertahakan Jawa dari serangan Inggris. Bidang pertahanan dan keamanan : 1. Membangun benteng-benteng pertahanan baru 2. Membangun pangkalan angkatan laut di Anyer dan Ujungkulon 3. Menambah jumlah pasukan yang diambil dari orang-orang pribumi yakni dari 4.000 orang menjadi 18.000 orang 4. Membangun jalan raya Anyer sampai Panarukan yang panjangnya 1.100 Km. Bidang pemerintahan : Melakukan campur tangan dan perubahan dalam tata cacra dan adat istiadat di dalam kerajaan-kerajaan di Jawa. Jika sebelumnya pejabat VOC datang berkunjung ke istana (Kasunanan Surakarta maupun Kasultanan Yogyakarta) ada tata cara tertentu, misalnya harus memberi hormat kepada raja, tidak boleh memakai payung emas, kemudian membuka topi dan harus duduk dikursi yang lebih rendah dari kursi singgasana raja, Dandels tidak mau menjalani seremoni itu. Bidang peradilan : 1. Daendels membentuk tiga jenis peradilan; peradilan untuk orang Eropa, peradilan untuk orang-orang Timur Asing, peradilan untuk orang-orang pribumi 2. Peraturan untuk pemberantasan korupsi tanpa pandang bulu. Bidang sosial ekonomi : 1. Daendels memaksakan berbagai perjanjian dengan penguasan Surakarta dan Yogyakarta yang intinya melakukan penggabungan banyak daerah ke dalam wilayah pemerintahan kolonial, misalnya daerah Cirebon 2. Meningkatkan usaha pemasukan uang dengan cara pemungutan pajak 3. Meningkatkan penanaman tanaman yang hasilnya laku di pasaran dunia 4. Rakyat diharuskan melaksanakan penyerahan wajib hasil pertaniannya 5. Melakukan penjualan tanah-tanah kepada pihak swasta PEMERINTAHAN JAN WILLEM JANSEN (1811)
Bulan Mei 1811 Daendels dipanggil pulang ke
negerinya dan digantikan oleh Jan Willem Jansen. Sebelumnya Jansen menjabat sebagai Gubernur Jenderal di Tanjung Harapan (Afrika Selatan) 1802-1806. Tahun 1806 Jansen terusir dari Tanjung Harapan karena daerah itu jatuh ke tangan Inggris. Tanggal 4 Agustus 1811 Inggris di bawah komando Sir Thomas Stamford Raffles muncul di Batavia. Tanggal 26 Agustus 1811 Batavia jatuh ke tangan Inggris. Jansen mundur ke Salatiga dan akhirnya menyerah di Tuntang. Penyerahan Jansen secara resmi ke pihak Inggris ditandai dengan adanya Kapitulasi Tuntang pada tanggal 18 September 1811. Isi perjanjian Kapitulasi Tuntang : Seluruh kekuatan militer Belanda yang ada di kawasan Asia Tenggara harus diserahkan kepada Inggris. Hutang pemerintah Belanda tidak diakui oleh Inggris. Pulau Jawa, Madura, dan semua pangkalan Belanda di luar Jawa menjadi wilayah kekuasaan Inggris. PERKEMBANGAN KOLINIALISME INGGRIS DI INDONESIA (1811-1816)
Tanggal 18 September 1811 adalah tanggal
dimulainya kekuasaan Inggris di Hindia. Gubernur Jenderal Lord Minto secara resmi mengangkat Sir Thomas Stamford Raffles sebagai penguasanya. Pusat pemerintahan Inggris berkedudukan di Batavia. Raffles berpegang pada 3 prinsip : 1. Segala bentuk kerja rodi dan penyerahan wajib dihapus dan diganti dengan penanaman bebas oleh rakyat 2. Peranan para bupati sebagai pemungut pajak dihapuskan dan para bupati dimasukan sebagai bagian dari pemerintah kolonial] 3. Atas dasar pandangan bahwa tanah itu milik pemerintah, maka rakyat penggarap dianggap sebagai penyewa. Kebijakan dalam bidang pemerintahan : Secara geopolitik, Jawa dibagi menjadi 16 karesidenan. Selanjutnya untuk memeperkuat kedudukan dan mempertahakan keberlangsungan kekuasaan Inggris, Raffles mengambil strategi membina hubungan baik dengan para pangeran dan penguasa yang sekiranya membenci Belanda. Raffles berhasil menjalin hubungan dengan raja-raja di Jawa dan Palembang untuk mengusir Belanda dari Hindia. Setelah berhasil mengusir Belanda dari Hindia, Raffles mulai tidak simpati terhadap tokoh-tokoh yang membantunya. Tindakan dalam bidang ekonomi : 1. Pelaksanaan sistem sewa tanah atau pajak tanah (landrent system) yang kemudian meletakkan dasar bagi perkembangan sistem perekonomia uang 2. Penghapusan pajak dan penyerahan wajib hasil bumi 3. Penghapusan kerja rodi dan perbudakan 4. Penghapusan sistem monopoli 5. Peletakan desa sebagai unit administrasi penjajahan Tahun 1816 Raffles mengakhiri pemerintahannya di Hindia. Pemerintahan Inggris sebenarnya telah menunjuk John Fendall untuk menggantikan Raffles, tetapi pada tahun 1814 sudah diadakan Konvensi London (Convention of London) yang menandakan berakhirnya kekuasaan Inggris di Indonesia. Salah satu isi Konvensi London adalah Inggris harus mengembalikan tanah jajahan di Hindia kepada Belanda. Dengan demikian pada tahun 1816 Kepulauan Nusantara kembali dikuasai oleh Belanda. DOMINASI PEMERINTAHAN KOLONIAL BELANDA Komisaris Jenderal sepakat menerapkan kebijakan jalan tengah yaitu eksploitasi kekayaan di tanah jajahan langsung ditangani pemerintah Hindia Belanda agar segera mendatangkan keuntungan bagi negeri induk.
Van der Capellen kemudian ditunjuk sebagai Gubernur
Jenderal. Ia ingin melanjutkan strategi jalan tengah. Tetapi kebijakan Van der Capellen itu berkembang ke arah sewa tanah dengan penghapus peran penguasa tradisional (bupati dan para penguasa setempat). Kemudian Van der Capellen juga menarik pajak tetap yang sangat memberatkan rakyat. SISTEM TANAM PAKSA
Peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal
Johannes van den Bosch pada tahun 1830 yang mewajibkan setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya (20%) untuk ditanami komoditi ekspor, khususnya kopi, tebu, dan tarum (nila). Sistem tanam paksa ini jauh lebih keras dan kejam dibanding sistem monopoli VOC karena ada sasaran pemasukan penerimaan negara yang sangat dibutuhkan pemerintah. Petani yang pada zaman VOC wajib menjual komoditi tertentu pada VOC, kini harus menanam tanaman tertentu dan sekaligus menjualnya dengan harga yang ditetapkan kepada pemerintah. Aset tanam paksa inilah yang memberikan sumbangan besar bagi modal pada zaman keemasan kolonialis liberal Hindia Belanda pada 1835 hingga 1940. Secara rinci beberapa ketentuan Tanam Paksa itu termuat pada Lembaran Negara (Staatsblad) tahun 1834 No.22, yang isinya antara lain : 1. Penduduk diharuskan menyediakan sebagian dari tanahnya untuk ditanami tanaman yang dapat dijual di pasaran Eropa. 2. Tanah pertanian yang disediakan oleh penduduk tidak boleh melebihi seperlima dari tanah pertanian yang dimiliki oleh penduduk desa. 3. Waktu yang diperlukan untuk memelihara tanaman tidak boleh melebihi waktu yang diperlukan untuk memelihara tanaman padi. 4. Bagian dari tanah yang disediakan untuk menanam tanaman dagangan dibebaskan dari pembayaran pajak. 5. Apabila nilai hasil tanaman dagangan itu melebihi pajak tanah yang harus dibayar rakyat, selisih positifnya harus diserahkan kepada rakyat. 6. Jika panen gagal dan kegagalan itu tidak disebabkan oleh kesalahan petani, segala kerugian dibebankan pada pemerintah. 7. Penduduk desa akan mengerjakan tanah mereka di bawah pengawasan kepala desa atau bupati. Dampak positif sistem tanam paksa : Rakyat Indonesia mengenal teknik menanam berbagai jenis tanaman baru. Rakyat Indonesia mengenal tanaman dengan kualitas ekspor. Perluasan jaringan jalan raya untuk kepentingan tanam paksa. Rakyat indonesia mulai mengetahui penggunaan Tekonologi dalam penggunaan pertanian Dampak negatif sistem tanam paksa :
1. Penderitaan fisik dan mental kerena bekerja
terlalu keras. 2. Pajak yang besar 3. Pertanian lokal khususnya padi mengalami gagal panen. 4. Kelaparan dan kematian dimana-mana 5. Menurunnya jumlah penduduk Indonesia Kaum Liberal menuntut pelaksanaan Siatem Tanam Paksa diakhiri. Hal tersebut didorong oleh terbitnya dua buah buku pada tahun 1860 yakni buku Max Havelaar yang ditulis oleh Edward Douwes Dekker atau Multatul. Dan buku yang berjudul Suiker Contractor tulisan Frans Van de Pute. Secara berangsur Tanam Paksa mulai dihapus dan mulai diterapkan sistem politik ekonomi liberal. Hal ini juga didorong oleh isi kesepakatan didalam Traktat Sumatera yang di tandatangani tahun 1871. Isinya dijelaskan bahwa Belanda diberi kebebasan untuk meluaskan daerahnya sampai ke Aceh. Tetapi sebagai imbangannya Inggris meminta kepada Belanda agar menerapkan ekonomi liberal agar pihak swasta termasuk Inggris dapat menanamkan modalnya di tanah jaajahan Belanda di Hindia. Penetapan pelaksanaan sistem politik ekonomi liberal memberikan peluang pihak swasta untuk ikut mengembangkan perekonomian ditanah jajahan. Belanda mngeluarkan ketentuan dan peraturan perundang- undangan : a. Tahun 1864 dikeluarkan Undang-undang perbendaharaan Negara (Comptabiliet Wet) b. UUD Gula (Suiker wet) c. UUD Agraria tahun 1870 (Agrarische wet) : (tanah milik negara dan tanah milik penduduk )
Tujuan dikeluarkannya UU itu antara lain :
1. Memberi peluang kepada para pengusaha asing menyewa tanah dari rakyat Indonesia 2. melindungi hak milik petani pribumi atas tanahnya dari penguasaan orang asing. 1.Perkembangan agama Kristen diindonesia dapat dikelompokan menjadi dua yaitu Kristen dan Kristen protestan 2. Didaerah bagian timur seperti papua,minahasa,timor, nusa tenggara timur dan tapanuli, agama Kristen jadi mayoritas 3. Proses masuknya agama Kristen ada dua gelombang atau dua kurun waktu yaitu; sejak zaman kuno 4. Menurut Cosmas Indicopleustes agama Kristen masuk dengan cara damai melalui kegiatan pelayaran dan perdagangan 5. Bangsa Barat masuk ke Indonesia pada abad ke-16, kedatangan bangsa barat itu semakin memantapkan dan mempercepat penyebaran agama Kristen di Indonesia 6. Pada penyiar agama katolik diawali oleh pastor, pastor yang terkenal waktu itu adalah pastor Fransiscus Xaverius SJ dari Ordo Yesuit