Anda di halaman 1dari 15

1.

Bangsa Belanda Menjajah Indonesia


Proses penjajahan bangsa Belanda terhadap Indonesia memakan waktu yang sangat lama, yaitu
mulai dari tahun 1602 sampai tahun 1942. Penjelajahan bangsa Belanda di Indonesia, diawali
oleh berdirinya persekutuan dagang Hindia Timur atau Vereenigde Oost Indische Campagnie
(VOC).
a. Masa VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie)
Penjelajahan Belanda, Cornelisde Houtman, mendarat kali pertama di Indonesia pada tahun 1596.
Pada tahun 1598, bangsa Belanda mendarat di Banten untuk kali kedua dan dipimpin oleh Jacob
Van Neck. Upaya Inggris untuk mengatasi persaingan dagang yang semakin kuat diantara sesame
pendatang dengan mendirikan dan menyaingi persekutuan dagang Inggris di India dengan nama
East India Company (EIC). Pada tahun 1619, kedudukan VOC dipindahkan ke Batavia (sekarang
Jakarta) dan diperintah oleh Gubernur Jenderal Jan Pieter Zoon Coen ditujukan untuk merebut
daerah dan memperkuat diri dalam persaingan dengan persekutuan dagang milik Inggris (EIC)
yang sedang konflik dengan Wijayakrama (penguasa Jayakarta) disebutmsebagai “zaman
kompeni”. VOC memperoleh piagam (charter), secara umum, menyatakan bahwa VOC diberikan
hak monopoli dagang di wilayah sebelah timur Tanjung Harapan. Pada abad ke-18, VOC
mengalami kemunduran dan tidak dapat melaksanakan tugas dari pemerintah Belanda. Factor
penyebab kemunduran VOC adalah sebagai berikut :
a) Banyaknya jumlah pegawai VOC yang korupsi.
b) Rendahnya kemampuan VOC dalam memantau monopoli perdagangan.
c) Berlangsungnya perlawanan rakyat secara terus-menerus dari berbagai daerah di
Indonesia. Pada tanggal 31 Desember 1799, VOC resmi dibubarkan dan
pemerintah Belanda (saat itu republic Bataaf) mencabut hak-hak VOC. Pada
tahun 1806, terjadi perubahan politik di Eropa hingga republic Bataaf dibubarkan
dan berdirilah Kerajaan Belanda yang diperintah oleh Raja Louis Napoleon.
b. Masa Deandels (1808-1811)
Belanda pada saat itu, mengangkat Herman Willem Daendels (1808) sebagai gubernur jenderal
Hindia Belanda. Daendels dikenal sebagai penguasa yang disiplin dan keras sehingga
mendapatkan sebutan “Marsekal Besi” atau “jenderal Guntur”. Langkah- langkah yang ditempuh
Daendels
1. Melakukan pembangunan fisik
a) Membangun pabrik senjata.
a) Membangun benteng pertahanan.
b) Menarik penduduk pribumi untuk menjadi tentara.
c) Membangun pangkalan armada laut di Anyer dan Ujung Kulon.
d) Membangun jalan raya dari Anyer (Banten) sampai Panarukan (Jawa Timur) sepanjang
1.000 km, yang kemudian terkenal dengan sebutan “Jalan Raya Daendels”.
2. Melakukan pembangunan ekonomi
a) Memungut pajak hasil bumi dari rakyat (contingenten).
b) Menjual tanah negara kepada pihak swasta asing.
c) Mewajibkan rakyat Priangan untuk menanam kopi (Preanger Stelsel).
d) Mewajibkan rakyat pribumi untuk menjual hasil panennya kepada Belanda dengan harga
murah ( verplichte leverentie ). Akhirnya, pada tahun 1811, Herman Willem Daendels
digantikan oleh Gubernur Jenderal Janssens.
c. Masa Janssens
Tugas sebagai Gubernur Jenderal, Janssens ternyata tidak secakap Daendels (baik dalam
memerintah maupun dalam mempertahankan wilayah Indonesia). Janssens ternyata tidak siap
untuk mengimbangi kekuatan dan serangan Inggris, sehingga Janssens menyerah pada 18
September 1811 dan dipaksa untuk menandatangani perjanjian di Tuntang (Salatiga).
2. Bangsa Perancis menjajah Indonesia
Sesudah VOC dibubarkan, pemerintahan di Nusantara langsung berada di bawah
pemerintahan Belanda. Namun semenjak tahun 1806, ketika Raja Louis Napoleon diangkat
menjadi raja Belanda, sehingga Indonesia secara tidak langsung telah berada di bawah kekuasaan
Prancis. Di Eropa, musuh bebuyutan Prancis adalah Inggris. Prancis di bawah Napoleon
Bonaparte masih belum mampu menaklukkan Inggris. Untuk itu, kehadiran Inggris di Asia
Tenggara telah mengancam kedudukan Belanda di Indonesia yang telah menjadi daerah
kekuasaan Prancis.
Dalam menghadapi masalah dengan Inggris, pada tahun 1808, Louis Napoleon menunjuk
Herman Willem Daendels menjadi Gubernur Jenderal di Indonesia. Tugas utama Daendels adalah
mempertahankan Pulau Jawa agar tidak jatuh ke tangan Inggris. Untuk keperluan itu, Daendels
membangun jalan raya (Grote Postweg) dari Anyer sampai Panarukan yang panjangnya 1.100
km. Dengan jalan tersebut, pasukan Belanda akan dapat bergerak cepat. Dalam pembangunan
jalan tersebut, pemerintahan Hindia-Belanda di bawah komando Daendels menggunakan tenaga
kerja dari bangsa Indonesia yang dikerahkan lewat para penguasa pribumi. Dikatakan tidak
kurang 1000 orang pekerja perhari harus disediakan para bupati di setiap daerah untuk
dipekerjakan sebagai tenaga rodi untuk menyukseskan pelaksanaan pembangunan jalan tersebut.
Selain membangun jalan raya, Daendels juga mendirikan pabrik senjata dan mesiu, serta
membangun pangkalan angkatan laut di Ujung Kulon.
Di bidang pemerintahan, Daendels mengubah sistem pemerintahan tradisional dengan sistem
pemerintahan Eropa. Dalam pelaksanaannya, pulau Jawa dibagi menjadi sembilan wilayah yang
disebut perfektur. Setiap perfektur dikepalai oleh seorang residen, dan setiap residen membawahi
beberapa bupati. Para bupati diberi gaji tetap dan tidak diperkenankan meminta upeti kepada
rakyat. Dengan diterapkan sistem pemerintahan yang seperti itu maka wibawa para bupati
menjadi merosot di mata rakyat. Sementara itu, kekuasaan raja masih diakui, tetapi tetap harus
tunduk terhadap semua peraturan yang dibuat pemerintah Hindia-Belanda.
Sistem pemerintahan Daendels diterapkan sangat keras dan disiplin, serta cenderung bertangan
besi. Hal ini menyebabkan Daendels tidak disukai oleh berbagai pihak, baik oleh aparat
pemerintah yang membantunya maupun oleh penguasa dan rakyat pribumi. Hubungan antara
pribumi dengan Daendels menjadi buruk. Rencana perlawanan yang menentang pemerintahan
Daendels di berbagai daerah mulai bermunculan. Untuk mempertahankan kedudukannya,
Daendels membutuhkan banyak uang. Dengan sikap berani, Daendels menjual tanah negara
kepada pihak swasta asing. Dalam transaksi jual beli tersebut disepakati bahwa selain menguasai
tanah, si pembeli juga menguasai penduduk yang tinggal di tanah tersebut. Perilaku Daendels
yang demikian itu telah menyebabkan ia dipanggil dan kemudian kedudukannya di Indonesia
digantikan oleh Gubernur Jenderal Janssens. Dalam menjalankan tugasnya, Janssens ternyata
kurang cakap dan lemah. Hal itu terbukti, dengan adanya Perjanjian Tuntang, yang isinya bahwa
kekuasaan Belanda atas Indonesia diserahkan oleh Janssens kepada Inggris. Yang isinya :
a) Seluruh kekuatan militer Belanda yang ada di kawasan Asia Tenggara harus diserahkan
kepada Inggris.
b) Hutang pemerintah Belanda tidak diakui oleh Inggris.
c) Pulau Jawa, Madura, dan semua pangkalan Belanda di luar Jawa menjadi wilayah
kekuasaan Inggris.
Akibat Perjanjian Tuntang tersebut Indonesia jatuh ke tangan Inggris.

3. Bangsa Inggris Menjajah Indonesia (1811-1816)


Pemerintah Inggris mulai menguasai Indonesia sejak tahun 1811 pemerintah Inggris mengangkat
Thomas Stamford Raffles (TSR) sebagai Gubernur Jenderal di Indonesia. Ketika TSR berkuasa
sejak 17 September 1811, ia telah menempuh beberapa langkah yang dipertimbangkan, baik di
bidang ekonomi, social, dda budaya. Penyerahan kembali wilayah Indonesia yang dikuasai
Inggris dilaksanakan pada tahun 1816 dalam suatu penandatanganan perjanjian. Pemerintah
Inggris diwakili oleh John Fendall, sedangkan pihak dari Belanda diwakili oleh Van Der
Cappelen. Sejak tahun 1816, berakhirlah kekuasaan Inggris di Indonesia.
1) Masa Sistem Tanam Paksa
Pemerintah Belanda untuk menutup kekosongan kas keuangan negara, satu dd antaranya adlah
dengan menerapkan aturan tanam Paksa (Cultuurstelsel). Tanam paksa berasal dari bahasa
Belanda yaitu Cultuurstelsel (system penanaman atau aturan tanam paksa). Aturan tanam paksa di
Indonesia adalah Johannes Van Den Bosch
a. Isi Aturan Tanam Paksa
1) Tuntutan kepada setiap rakyat Indonesia agar menyediakan tanah pertanian untuk
cultuurstelsel tidak melebihi 20% atau seperlima bagian dari tanahnya untuk ditanami jenis
tanaman perdagangan.
2) Pembebasan tanah yang disediakan untuk cultuurstelsel dari pajak, karena hasil tanamannya
dianggap sebagai pembayaran pajak.
3) Rakyat yang tidak memiliki tanah pertanian dapat menggantinya dengan bekerja di
perkebunan milik pemerintah Belanda atau dipabrik milik pemerintah Belanda selama 66 hari
atau seperlima tahun.
4) Waktu untuk mengerjakan tanaman pada tanah pertanian untuk Culturstelsel tidak boleh
melebihi waktu tanam padi atau kurang lebih 3 (tiga) bulan
5) Kelebihan hasil produksi pertanian dari ketentuan akan dikembalikan kepada rakyat
6) Kerusakan atau kerugian sebagai akibat gagal panen yang bukan karena kesalahan petani
seperti bencana alam dan terserang hama, akan di tanggung pemerintah Belanda
7) Penyerahan teknik pelaksanaan aturan tanam paksa kepada kepala desa

b. Pelaksanaan Aturan Tanam Paksa


Tanam paksa sudah dimulai pada tahun 1830 dan mencapai puncak perkembangannya hingga
tahun 1850 Pada tahun 1860, menanam lada dihapuskan. Pada tahun 1865 dihapuskan untuk
menanam nila dan the. Tahun 1870, hampir semua jenis tanaman yang ditanam untuk tanam
paksa dihapuskan, kecuali tanaman kopi. Pada tahun 1917, tanaman kopi yang diwajibkan
didaerah Prianganjuga dihapuskan.

d. Reaksi terhadap Pelaksanaan Aturan Tanam Paksa


Antara tahun 1850-1860, terjadi perdebatan. Kelompok yang menyetujui terdiri dari pegawai-
pegawai pemerintah dan pemegang saham perusahaan Netherlandsche handel maatsschappij
(NHM). Pihak yang menentang terdiri atas kelompok dari kalangan agama dan rohaniawan Pada
tahun 1870, perekonomian Hindia Belanda (Indonesia) mulai memasuki zaman liberal hingga
tahun 1900.

4. Penjajahan Hindia Belanda di Indonesia


Kaisar Perancis yaitu Napoleon Bonaparte mengangkat Louis Bonaperte sebagai kaisar
Belanda. Kemudian setelah diangkat menjadi Raja, Louis Bonaparte menunjuk Herman Willem
Daendels sebagai gubernur jenderal bagi Indonesia. Tugasnya adalah untuk mengatur
pemerintahan Indonesia, melakukan pertahanan dari serangan pasukan Inggris terhadap pulau
Jawa, serta mengatur masalah keuangan. Namun, di bawah pemerintahannya Daendels telah
melanggar undang-undang dengan menjual tanah milik Negara kepada orang-orang partikelir.
Oleh karena itu, atas perintah Napoleon Daendels ditarik dari jabatannya. Namun sebelum
Daendels ditarik, selama masa pemerintahannya Daendels telah banyak merugikan rakyat
Indonesia serta menyengsarakan rakyat. Dia melakukan eksploitasi baik kekayaan alam maupun
tenaga kerja Indonesia.
Kedudukan gubernur jenderal Indonesia telah mengalami pergantian beberapa kali. Setelah
Daendels maka gubernur jendral Janssens giliran berkuasa dan saat Indonesia memasuki
pemerintahan Van Den Bosch di mana sistem tanam paksa pun dijalankan yang menimbulkan
kemiskinan, dan kelaparan rakyat Indonesia. Di pihak lain, Belanda mendapatkan banyak
keuntungan dalam bidang keuangan akibat sistem tanam paksa tersebut.
Saat sistem tanam paksa dihapuskan maka muncullah politik pintu terbuka di mana
penanaman modal asing diperbolehkan. Meskipun tanam paksa sudah dihapuskan, nyatanya
politik pintu terbuka tetap menimbulkan penderitaan bagi rakyat Indonesia. Hal ini memicu
perlawanan dari rakyat Indonesia di berbagai daerah seperti perang Diponegoro, perang Bali,
perang Paderi, perang Banjar, perang Aceh, Gerakan Protes Petani, dan sebagainya. Saat semakin
banyak rakyat yang melawan Belanda maka penjajahan Belanda di Indonesia mulai menandakan
akhirnya.
Penjajahan Belanda terhadap Indonesia benar-benar berakhir saat Pemerintah Jepang
melakukan penyerangan. Tanggal 27 Februari 1942 tentara Jepang berhasil mengalahkan armada
gabungan dari Negara Amerika, Inggris, Belanda, dan Australia. Kemudian, di bawah pimpinan
Letnan Jenderal Hitoshi Imamura, tentara Jepang mulai menginjakkan kaki ke Pulau Jawa. Di
sana Letnan Jenderal Hitoshi Imamura mengancam akan menyerang Belanda apabila tidak segera
menyerah. Pada akhirnya setelah mengalami kekalahan terus menerus dari pihak Jepang, Tjarda
van Starkenborgh Stachouwer sebagai Jenderal Hindia Belanda menyerah dan dan ditangkap. Hal
ini menjadi tanda dimulainya masa penjajahan Jepang di Indonesia sekaligus berakhirnya sejarah
penjajahan Belanda di Indonesia.

1. PERLAWANAN TERHADAP PORTUGIS


A. Perlawanan Demak
Setelah berhasil menguasai Malaka, Portugis mendominasi perdagangan di wilayah tersebut
sehingga merugikan jaringan pedagang Islam di Indonesia. Untuk melawan dominasi tersebut
maka Raden Patah mengirim pasukan untuk menyerang Portugis di bawah pimpinan putranya
Adipati Unus pada tahun 1513 . Penyerangan ini mengalami kegagalan karena faktor jarak yang
terlalu jauh dan juga kalah dalam persenjataan dan strategi perang. Ketika Portugis menguasai
pelabuhan Sunda Kelapa, Demak melakukan penyerangan kembali pada tahun 1527 di bawah
pimpinan Fatahillah ,
Serangan ini berhasil dengan gemilang, sehingga Portugis harus menunggalkan Sunda Kelapa
yang namanya kemudian diganti menjadi Jayakarta.

B. Perlawanan Ternate
Perlawanan Ternate didorong oleh tindakan bangsa Portugis yang sewenang- wenang dan
merugikan rakyat. Perlawanan Ternate dipimpin oleh Sultan Hairun, Portugis sempat kewalahan
sehingga kemudian menggunakan siasat licik dengan mengajak Sultan Hairun berunding namun
kemudian dibunuh. Peristiwa ini membuat marah rakyat Ternate yang kemudian mengadakan
serangan terhadap Portugis di bawah pimpinan Sultan Baabullah putra Sultan Hairun. Portugis
mengalami kekalahan dan terpaksa melarikan diri menyingkir ke Timor Leste.
C. Perlawanan Aceh
Portugis di Malaka, Kesultanan Aceh meminta bantuan dari Turki dan India. Dengan bantuan
dari Turki maupun kerajaan- kerajaan lainnya, Aceh mengadakan penyerangan terhadap Portugis
di Malaka pada tahun 1568 di bawah pimpinan Sultan Alaudin Riayat Syah, namun penyerangan
tersebut mengalami kegagalan. Penyerangan terhadap Portugis dilakukan kembali pada masa
Sultan Iskandar Muda memerintah. Pada tahun 1629, Aceh menggempur Portugis di Malaka
dengan sejumlah kapal yang melibatkan 19.000 prajurit. Pertempuran sengit tak terelakkan yang
kemudian berakhir dengan kekalahan di pihak Aceh.
2. PERLAWANAN TERHADAP VOC
A. Perlawanan Mataram
Pada masa kekuasaan Sultan Agung Hanyokro Kusumo, Mataram dua kali menyerang
kedudukan VOC di Batavia. Serangan pertama dilakukan pada tahun 1628. Pasukan Mataram
dipimpin Tumenggung Baurekso tiba di Batavia tanggal 22 Agustus 1628, kemudian disusul
pasukan Tumenggung Sura Agul-Agul , yang dibantu dua bersaudara Dipati Mandurorejo dan
Upasanta. Serangan pertama mengalami kegagalan yang disebabkan beberapa faktor yaitu :
 kurangnya perbekalan,
 kalah dalam persenjataan
 kurang teliti dalam memperhitungkan medan pertempuran.
Serangan kedua, pasukan Mataram dipimpin Adipati Juminah, K.A. Puger, dan K.A. Purbaya.
Serangan dimulai tanggal 1 Agustus dan berakhir 1 Oktober 1629. Serangan kedua inipun
gagal,karena lumbung padi persediaan makanan banyak yang dibakar oleh VOC.

B. Perlawanan Kesultanan Gowa ( Makassar )


Dalam lalu lintas perdagangan,Gowa menjadi bandar utama jalur perdagangan antara Malaka
dan Maluku. Sebelum rempah- rempah dari Maluku dibawa sampai ke Malaka, maka singgah
dahulu di Gowa, begitu juga sebaliknya. Dengan posisi yang sangat strategis tersebut VOC tentu
saja ingin menguasai Makasar. Menghadapi. perkembangan yang semakin genting itu, maka raja
Gowa, Sultan Hasanuddin mempersiapkan pasukan dengan segala perlengkapan untuk
menghadapi VOC.
Sementara itu VOC menjalin hubungan dengan raja Bone yang bernama Aru Palaka.
Meletuslah perang antara VOC dengan Gowa pada 7 Juli 1667. Tentara VOC dipimpin Spelman
yang dibantu oleh Aru Palaka menggempur Gowa. Karena kalah dalam persenjataan, Benteng
pertahanan tentara Gowa di Barombang dapat diduduki oleh pasukan Aru Palaka. Perang diakhiri
dengan ditandatanganinya perjanjian Bongaya yang isinya sebagai berikut :
a) Gowa harus mengakui hak monopoli VOC
b) Semua orang Barat, kecuali Belanda harus meninggalkan wilayah Gowa.
c) Gowa harus membayar biaya perang.
d) Di Makasar dibangun benteng-benteng VOC

C. Perlawanan Banten
VOC ingin memperoleh monopoli atas perdagangan lada di Banten, namun ditentang oleh raja
Banten Sultan Ageng Tirtayasa sehingga pecah pertempuran pada tahun 1656 yang diakhiri
dengan perdamaian tahun 1659. Untuk mengalahkan Banten VOC menerapkan siasat adu domba
dengan memanfaatkan konflik internal dalam tubuh kerajaan Banten. VOC membantu putra
Sultan Ageng yang bernama Sultan Haji, sehingga karena kalah dalam persenjataan Sultan Ageng
mengalami kekalahan dan akhirnya ditangkap. Perlawanan dilanjutkan oleh Ratu Bagus Boang
dan Kyai Tapa.

3. PERLAWANAN TERHADAP PEMERINTAH KOLONIAL HINDIA BELANDA


Memasuki abad ke-19, berbagai perlawanan terhadap pemerintah Hindia Belanda terjadi
hampir di sebagian besar wilayah Kepulauan Indonesia. Secara umum perlawanan pada abad ini
dibedakan dalam dua bentuk, yaitu :
a) Perlawanan bersenjata oleh kerajaan atau elite lokal.
b) Perlawanan yang melibatkan rakyat biasa berupa gerakan sosial melawan keadaan atau
peraturan yang tidak adil, gerakan ratu adil yang didasari ideologi mesianistis dan
gerakan sekte keagamaan.
A. Perlawanan Oleh Kerajaan atau Elite Lokal
۩ Perang Paderi ( 1803 – 1837 )
Diawali munculnya Gerakan Paderi yang bertujuan ingin memurnikan ajaran Islam di
Minangkabau, Sumatera Barat yang mendapat perlawanan dari golongan adat. Tokoh kaum
Paderi antara lain : Tuanku Imam Bonjol, Tuanku Pasaman, Tuanku Nan Renceh dan Tuanku Nan
Cerdik. Secara garis besar dibagi dalam 3 periode perang :
1) Periode 1803 – 1821
Tahap ini murni perang saudara antara Kaum Paderi dan Kaum Adat karena mempertahankan
keyakinan masing-masing.Dalam perkembangannya kaum Adat terdesak sehingga akhirnya
meminta bantuan kepada Belanda.
2) Periode 1821 – 1832
Kaum Paderi menghadapi dua musuh sekaligus yaitu kaum Adat dan Belanda, Dalam periode
ini Belanda mengalami kesulitan karena kekuatannya sedang dipusatkan di Pulau Jawa untuk
menumpas perlawanan Diponegoro, sehingga mereka menawarkan perdamaian yang ditandai
terjadinya Perjanjian Masang. Setelah perlawanan Diponegoro berakhir, Belanda kembali ke
Minangkabau dengan pasukan yang lebih kuat di bawah pimpinan Letkol Elout dan Mayor
Michiels untuk menggempur kaum Paderi.
3) Periode 1832 -1837
Kaum Adat menyadari kesalahannya kemudian bersatu dengan kaum Paderi melawan
Belanda. Namun karena persenjataan pasukan Belanda lebih lengkap dan kuat akhirnya satu
persatu wilayah kaum Paderi dapat diduduki dan puncaknya Benteng Bonjol dapat direbut
Belanda yang memaksa Tuanku Imam Bonjol dan pasukannya menyerah kemudian ditangkap dan
diasingkan.

۩ Perlawanan Pattimura ( 1817 )


Perlawanan dilatarbelakangi berkuasanya kembali Belanda di Maluku setelah diserahkan oleh
Inggris sesuai hasil Konvensi London. Belanda kembali memberlakukan system penyerahan
wajib ( verplichte leverentie ) dan kerja paksa (rodi) yang menyebabkan kesengsaraan rakyat
Maluku. Adapun tokoh perlawanan antara lain : Thomas Matulessi atau Pattimura, Anthony
Rheebok, Lukas Latumahina, Christina Marta Tiahahu, dll. Perlawanan meletus ditandai dengan
penyerbuan Benteng Duurstede di Saparua pada tanggal 15 Mei 1817, yang berhasil membunuh
residen Van den Berg beserta seluruh pasukannya. Belanda mengirimkan pasukan bantuan dari
Ambon yang akhirnya berhasil menguasai kembali Benteng Duurstede dan mendesak pasukan
Pattimura sehingga satu persatu pimpinan pasukannya tertangkap termasuk Pattimura sendiri
yang akhirnya dihukum gantung.

۩ Perlawanan Diponegoro ( 1825 – 1830 )


 Sebab-Sebab Umum :
 Wilayah Mataram semakin sempit dan terpecah menjadi kerajaan kecil.
 Belanda ikut campur tangan dalam urusan intern kesultanan, misalnya soal pergantian
raja dan birokrasi kerajaan.
 Timbulnya kekecewaan di kalangan para ulama, karena masuknya budaya barat yang
tidak sesuai dengan ajaran Islam.
 Hak para bangsawan dan pegawai kerajaan dikurangi.
 Penderitaan rakyat akibat adanya kerja paksa dan dibebani berbagai pajak
 Sebab Khusus :
 Pemasangan patok oleh Belanda untuk pembangunan jalan yang melintasi tanah dan
makam leluhur Pangeran Diponegoro di Tegalrejo tanpa ijin.
 Jalannya Perang :
Dalam perlawanan Pangeran Diponegoro dibantu oleh tokoh- tokoh seperti Kyai Mojo,
Pangeran Mangkubumi, Sentot Alibasyah Prawirodirjo, Pangeran Dipokusumo, Nyi Ageng
Serang dll. Diponegoro menerapkan taktik perang gerilya dan markas pasukannya juga
berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, awalnya di Goa Selarong, kemudian pindah ke
Plered, Dekso dan Pengasih sehingga menyulitkan Belanda untuk menumpasnya. Berbagai siasat
diterapkan Belanda seperti mendatangkan pasukan dari Belanda, siasat Benteng Stelsel yaitu
membangun benteng di daerah yang telah dukuasai dan antar benteng dihubungkan oleh pasukan
gerak cepat dengan tujuan mempersempit ruang gerak pasukan Diponegoro. Posisi pasukan
Diponegoro semakin terjepit sehingga satu persatu para pembantunya menyerah. Akhirnya
Belanda menerapkan tipu muslihat yaitu mengajak Pangeran Diponegoro berunding di
Magelang,tapi kemudian ditangkap dan selanjutnya diasingkan ke Menado dan dipindah ke
Makassar sampai wafat.

۩ Perlawanan Aceh ( 1873 – 1912 )


Penandatanganan Traktat Sumatra antara Inggris dan Belanda pada tahun 1871 membuka
kesempatan kepada Belanda untuk mulai melakukan intervensi ke Kerajaan Aceh. Belanda
menyatakan perang terhadap Kerajaan Aceh karena Kerajaan Aceh menolak dengan keras untuk
mengakui kedaulatan Belanda. Ekspedisi pertama dikirim ke Aceh dan mendarat tanggal 5 April
1873 yang selanjutnya menyerang Masjid Raya namun dapat digagalkan pasukan Aceh. Tokoh
perlawanan Aceh terdiri dari Tengku Cik Di Tiro, Teuku Umar, Panglima Polim, Cut Nyak Dien,
CutMutia,dll. Belanda mencoba menerapkan siasat konsentrasi stelsel yaitu system garis
pemusatan di mana Belanda memusatkan pasukannya di benteng- benteng sekitar kota termasuk
Kutaraja. Belanda tidak melakukan serangan ke daerah- daerah tetapi cukup mempertahankan
kota dan pos-pos sekitarnya. Namun, siasat ini tidak berhasil mematahkan perlawanan rakyat
Aceh. Selanjutnya Belanda mengirim seorang ahli tentang Islam yang bernama Dr. Snouck
Hurgronye untuk menyelidiki kehidupan sosial budaya rakyat Aceh dan hasilnya dituangkan
dalam buku yang berjudul De Atjehers. Berdasarkan pendapat Dr. Snouck Hurgronye pemerintah
Belanda memutuskan bahwa untuk menumpas perlawanan Aceh harus dengan siasat kekerasan.
Pada tahun 1899, Belanda mulai menerapkan siasat kekerasan dengan mengadakan Serangan
besar-besaran ke daerah-daerah pedalaman. Serangan-serangan tersebut dipimpin oleh van Heutz.
Tanpa mengenal perikemanusiaan, pasukan Belanda membinasakan semua penduduk daerah yang
menjadi targetnya. Satu per satu para pemimpin perlawanan rakyat Aceh menyerah dan terbunuh.
Akhirnya Aceh terpaksa mengakui kekuasaan Belanda setelah menandatangani Plakat Pendek
( Korte Verklaring ).

B. Gerakan Rakyat / Gerakan Sosial


Kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah kolonial Belanda menciptakan kondisi yang
memungkinkan rakyat melakukan pergolakan sosial. Karena dalam system tidak ada lembaga-
lembaga untuk menyalurkan ketidakpuasan rakyat, maka jalan yang ditempuh adalah dengan
mengadakan gerakan social sebagai protes sosial. Adapun ciri-ciri umum gerakan social tersebut
adalah :
a. Tradisional arkais, artinya organisasi, program dan strategi yan digunakan masih
sederhana.
b. Gerakannya mudah ditindas oleh kekuatan militer kolonial.
c. Bersifat abortif, artinya gerakan tersebut umurnya sangat pendek.
d. Merupakan pergolakan lokal atau regional tanpa koordinasi satu dengan lainnya
e. Orientasi tujuannya masih kabur, karena tidak ada gambaran untuk mencapai tujuan
tersebut.
Secara umum gerakan sosial ini menurut Sartono Kartodirjo dibagi menjadi tiga bentuk
۩ Gerakan Melawan Kekerasan/ Peraturan Yang Tidak Adil, misalnya :
 Kerusuhan di Ciomas, Jawa Barat tahun 1886.
 Kerusuhan di Condet, yang dipimpin Entong Gendut tahun 1916.
 Kerusuhan di Tangerang, yang dipimpin Kaiin, tahun 1924.
 Kerusuhan di Genuk,yang dipimpin oleh Sukaemi tahun 1935.

۩ Gerakan Ratu Adil


Gerakan ini mempercayai akan datangnya seorang tokoh yang akan membebaskan mereka
dari penderitaan, yang disebut sebagai Ratu Adil atau disebut juga Imam Mahdi. Tokoh –tokoh
pemimpin gerakan ini biasanya mengaku menerima panggilan sebagai pemimpin agama, nabi
atau juru selamat Contoh gerakan Ratu Adil :
 Gerakan di desa Gedangan, Sidoarjo, yang dipimpin Kasan Mukmin pada tahun 1903.
 Gerakan di desa Bendungan, Kediri, yang dipimpin oleh Kyai Dermojoyo tahun 1906.
 Gerakan di desa Bergas Kidul, Semarang oleh Dietz tahun 1918.

۩ Gerakan Sekte Kegamaan


Gerakan keagamaan timbul sebagai protes terhadap kebobrokan moral akibat pengaruh budaya
Barat yang dibawa oleh Belanda. Contoh gerakan keagamaan :
 Gerakan Budiah di desa Kalisalak, Pekalongan yang dipimpin Haji Muhammad Rifangi
tahun 1850.
Gerakan Keagamaan Jawa- Pasundan, di daerah Cirebon yang dipimpin oleh Sadewa atau
dikenal sebagai Madrais.
1. Organisasi Pergerakan Nasional
Masa Pergerakan Nasional (1908 - 1942), dibagi dalam tiga tahap berikut :
1. Masa pembentukan (1908 - 1920) berdiri organisasi seperti Budi Utomo, Sarekat Islam, dan
Indische Partij.
2. Masa radikal/nonkooperasi (1920 - 1930), berdiri organisasi seperti Partai Komunis
Indonesia (PKI), Perhimpunan Indonesia (PI), dan Partai Nasional Indonesia (PNI).
3. Masa moderat/kooperasi (1930 - 1942), berdiri organisasi seperti Parindra, Partindo, dan
Gapi. Di samping itu juga berdiri organisasi keagamaan, organisasi pemuda, dan organisasi
perempuan.

Budi Utomo (BU)


Pada tahun 1906 Mas Ngabehi Wahidin Sudirohusodo, merintis mengadakan kampanye
menghimpun dana pelajar (Studie Fund) di kalangan priyayi di Pulau Jawa. Upaya dr.Wahidin ini
bertujuan untuk meningkatkan martabat rakyat dan membantu para pelajar yang kekurangan
dana. Dari kampanye tersebut akhirnya pada tanggal 20 Mei 1908 berdiri organisasi Budi Utomo
dengan ketuanya Dr. Sutomo. Pada mulanya Budi Utomo bukanlah sebuah partai politik. Tujuan
utamanya adalah kemajuan bagi Hindia Belanda. Hal ini terlihat dari tujuan yang hendak dicapai
yaitu perbaikan pelajaran di sekolah-sekolah, mendirikan badan wakaf yang mengumpulkan
tunjangan untuk kepentingan belanja anak-anak bersekolah, membuka sekolah pertanian,
memajukan teknik dan industri, menghidupkan kembali seni dan kebudayaan bumi putera, dan
menjunjung tinggi cita-cita kemanusiaan dalam rangka mencapai kehidupan rakyat yang layak.
Dalam perkembangannya, dalam organisasi Budi Utom muncul dua aliran berikut :
 Pihak kanan , berkehendak supaya keanggotaan dibatasi pada golongan terpelajar saja,
tidak bergerak dalam lapangan politik dan hanya membatasi pada pelajaran sekolah saja.
 Pihak kiri , yang jumlahnya lebih kecil terdiri dari kaum muda berkeinginan ke arah
gerakan kebangsaan yang demokratis, lebih memerhatikan nasib rakyat yang menderita.

Adanya dua aliran dalam tubuh Budi Utomo menyebabkan terjadinya perpecahan. Dr. Cipto
Mangunkusumo yang mewakili kaum muda keluar dari keanggotaan. Akibatnya gerak Budi
Utomo semakin lamban. Sejalan dengan kemerosotan aktivitas dan dukungan pribumi pada Budi
Utomo, maka pada tahun 1935 Budi Utomo mengadakan fusi ke dalam Partai Indonesia Raya
(Parindra). Sejak itu BU terus mengalami kemerosotan dan mundur dari arena politik.
Sarekat Islam (SI)
Awalnya Sarekat Islam adalah sebuah perkumpulan para pedagang yang bernama Sarekat
Dagang Islam (SDI). Pada tahun 1911, SDI didirikan di kota Solo oleh H. Samanhudi sebagai
suatu koperasi pedagang batik Jawa. Garis yang diambil oleh SDI adalah kooperasi, dengan
tujuan memajukan perdagangan Indonesia di bawah panji-panji Islam. Keanggotaan SDI masih
terbatas, maka tidak memiliki anggota yang cukup banyak. Oleh karena itu agar memiliki anggota
lebih banyak dan luas ruang lin gkupnya, maka pada tanggal 18 September 1912, SDI diubah
menjadi SI (Sarekat Islam).
Organisasi Sarekat Islam (SI) didirikan oleh beberapa tokoh SDI seperti H.O.S
Cokroaminoto, Abdul Muis, dan H. Agus Salim. Sarekat Islam berkembang pesat karena
bermotivasi agama Islam. SI merupakan organisasi massa pertama di Indonesia. Pada tanggal 29
Maret 1913, para pemimpin SI mengadakan pertemuan dengan Gubernur Jenderal Idenburg untuk
memperjuangkan SI berbadan hukum. Namun, Idenburg menyetujui SI menjadi badan hukum.
Anehnya, yang mendapat pengakuan pemerintah kolonial Belanda (Gubernur Jenderal Idenburg)
justru cabang-cabang SI yang ada di daerah. Ini merupakan taktik pemerintah kolonial Belanda
untuk memecah belah persatuan SI. Dalam kongres SI yang dilaksanakan tahun 1921, ditetapkan
adanya disiplin partai rangkap anggota. Setiap anggota SI tidak boleh merangkap sebagai anggota
organisasi lain terutama yang beraliran komunis. Akhirnya SI pecah menjadi dua yaitu SI Putih
dan SI Merah.
 SI Putih, yang tetap berlandaskan nasionalisme dan Islam. Dipimpin oleh H.O.S.
Cokroaminoto, H. Agus Salim, dan Suryopranoto yang berpusat di Yogyakarta.
 SI Merah, yang berhaluan sosialisme kiri (komunis). Dipimpin oleh Semaun, yang
berpusat di Semarang.

Dalam kongresnya di Madiun, SI Putih berganti nama menjadi Partai Sarekat Islam (PSI).
Kemudian pada tahun 1927 berubah lagi menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII).
Sementara itu, SI Sosialis/Komunis berganti nama menjadi Sarekat Rakyat (SR) yang merupakan
pendukung kuat Partai Komunis Indonesia (PKI).

Indische Partij (IP)


Indische Partij (IP) didirikan di Bandung pada tanggal 25 Desember 1912 oleh Tiga
Serangkai, yakni Douwes Dekker (Setyabudi Danudirjo), dr. Cipto Mangunkusumo, dan Suwardi
Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara).
Organisasi ini mempunyai cita-cita untuk menyatukan semua golongan yang ada di
Indonesia, baik golongan Indonesia asli maupun golongan Indo, Cina, Arab, dan sebagainya.
Mereka akan dipadukan dalam kesatuan bangsa dengan membutuhkan semangat nasionalisme
Indonesia. Cita-cita Indische Partij banyak disebar-luaskan melalui surat kabar De Expres. Di
samping itu juga disusun program kerja sebagai berikut:
1) Meresapkan cita-cita nasional Hindia (Indonesia).
2) Memberantas kesombongan sosial dalam pergaulan, baik di bidang pemerintahan,
maupun kemasyarakatan.
3) Memberantas usaha-usaha yang membangkitkan kebencian antara agama yang satu
dengan yang lain.
4) Memperbesar pengaruh pro-Hindia di lapangan pemerintahan.
5) Berusaha untuk mendapatkan persamaan hak bagi semua orang Hindia.
6) Dalam hal pengajaran, kegunaannya harus ditujukan untuk kepentingan ekonomi Hindia
dan memperkuat mereka yang ekonominya lemah.

Melihat tujuan dan cara-cara mencapai tujuan seperti tersebut di atas maka dapat diketahui
bahwa Indische Partij berdiri di atas nasionalisme yang luas menuju Indonesia merdeka. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa Indische Partij merupakan partai politik pertama di Indonesia
dengan haluan kooperasi. Dalam waktu yang singkat telah mempunyai 30 cabang dengan anggota
lebih kurang 7.000 orang yang kebanyakan orang Indo.
Oleh karena sifatnya yang progresif menyatakan diri sebagai partai politik dengan tujuan
yang tegas, yakni Indonesia merdeka sehingga pemerintah menolak untuk memberikan badan
hukum dengan alasan Indische Partij bersifat politik dan hendak mengancam ketertiban umum.
Walaupun demikian, para pemimpin IP masih terus mengadakan propaganda untuk menyebarkan
gagasan-gagasannya.
Satu hal yang sangat menusuk perasaan pemerintah Hindia Belanda adalah tulisan Suwardi
Suryaningrat yang berjudul Als ik een Nederlander was (seandainya saya seorang Belanda) yang
isinya berupa sindiran terhadap ketidakadilan di daerah jajahan. Oleh karena kegiatannya sangat
mencemaskan pemerintah Belanda maka pada bulan Agustus 1913 ketiga pemimpin Indische
Partij dijatuhi hukuman pengasingan dan mereka memilih Negeri Belanda sebagai tempat
pengasingannya.
Dengan diasingkannya ketiga pemimpin IP maka kegiatan IP makin menurun. Selanjutnya,
Indische Partij berganti nama menjadi Partai Insulinde dan pada tahun 1919 berubah lagi menjadi
National Indische Partij (NIP). National Indische Partij tidak pernah mempunyai pengaruh yang
besar di kalangan rakyat dan akhirnya hanya merupakan perkumpulan orang-orang terpelajar.

Perhimpunan Indonesia
Indische Vereeniging atau Perhimpunan Hindia adalah organisasi pelajar dan mahasiswa
Hindia di Negeri Belanda yang berdiri pada tahun 1908 . Indische Vereeniging berdiri atas
prakarsa Soetan Kasajangan Soripada dan R.M. Noto Soeroto yang tujuan utamanya ialah
mengadakan pesta dansa-dansa dan pidato-pidato.
Sejak Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat ( Ki Hajar Dewantara ) masuk,
pada 1913 , mulailah mereka memikirkan mengenai masa depan Indonesia. Mereka mulai
menyadari betapa pentingnya organisasi tersebut bagi bangsa Indonesia. Semenjak itulah
vereeninging ini memasuki kancah politik. Waktu itu pula vereeniging menerbitkan sebuah
buletin yang diberi nama Hindia Poetera , namun isinya sama sekali tidak memuat tulisan-tulisan
bernada politik.
Semula, gagasan nama Indonesisch (Indonesia) diperkenalkan sebagai pengganti indisch
(Hindia) oleh Prof Cornelis van Vollenhoven ( 1917 ). Sejalan dengan itu, inlander (pribumi)
diganti dengan indonesiër (orang Indonesia). Pada September 1922 , saat pergantian ketua antara
Dr. Soetomo dan Herman Kartawisastra organisasi ini berubah nama menjadi Indonesische
Vereeniging . Saat itu istilah "Indonesier" dan kata sifat "Indonesich" sudah tenar digunakan oleh
para pemrakarsa Politik Etis . Para anggota Indonesische juga memutuskan untuk menerbitkan
kembali majalah Hindia Poetra dengan Mohammad Hatta sebagai pengasuhnya. Majalah ini terbit
dwibulanan, dengan 16 halaman dan biaya langganan seharga 2,5 gulden setahun. Penerbitan
kembali Hindia Poetra ini menjadi sarana untuk menyebarkan ide-ide antikolonial. Dalam 2 edisi
pertama, Hatta menyumbangkan tulisan kritik mengenai praktik sewa tanah industri gula Hindia
Belanda yang merugikan petani.
Saat Iwa Koesoemasoemantri menjadi ketua pada 1923 , Indonesische mulai menyebarkan
ide non-kooperasi yang mempunyai arti berjuang demi kemerdekaan tanpa bekerjasama dengan
Belanda. Tahun 1924, saat M. Nazir Datuk Pamoentjak menjadi ketua, nama majalah Hindia
Poetra berubah menjadi Indonesia Merdeka . Tahun 1925 saat Soekiman Wirjosandjojo nama
organisasi ini resmi berubah menjadi Perhimpunan Indonesia (PI).
Hatta menjadi Voorzitter (Ketua) PI terlama yaitu sejak awal tahun 1926 hingga 1930 ,
sebelumnya setiap ketua hanya menjabat selama setahun. Perhimpunan Indonesia kemudian
menggalakkan secara terencana propaganda tentang Perhimpunan Indonesia ke luar negeri
Belanda. Tokoh-tokoh lain yang menjadi anggota organisasi ini antara lain: Achmad Soebardjo ,
Soekiman Wirjosandjojo, Arnold Mononutu , '''Soedibjo Wirjowerdojo''' , Prof Mr Sunario
Sastrowardoyo , Sastromoeljono , Abdul Madjid , Sutan Sjahrir ,
Sutomo , Ali Sastroamidjojo , dll.
Pada 1926 , Mohammad Hatta diangkat menjadi ketua Perhimpunan Indonesia/Indische
Vereeniging. Di bawah kepemimpinannya, PI memperlihatkan perubahan. Perhimpunan ini lebih
banyak memperhatikan perkembangan pergerakan nasional di Indonesia dengan memberikan
banyak komentar di media massa di Indonesia . [4] Semaun dari PKI datang kepada Hatta sebagai
pimpinan PI untuk menawarkan pimpinan pergerakan nasional secara umum kepada PI. Stalin
membatalkan keinginan Semaun dan sebelumnya Hatta memang belum bisa percaya pada PKI.
Di masa kepemimpinannya, majalah PI, yakni Indonesia Merdeka banyak disita pihak kepolisian,
maka masuknya majalah ini dengan cara penyelundupan.

Partai Komunis Indonesia (PKI)


Benih-benih paham Marxis dibawa masuk ke Indonesia oleh seorang Belanda yang bernama
H.J.F.M. Sneevliet. Atas dasar Marxisme inilah kemudian pada tanggal 9 Mei 1914 di Semarang,
Sneevliet bersama-sama dengan J.A. Brandsteder, H.W. Dekker, dan P. Bersgma berhasil
mendirikan Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV). Ternyata ISDV tidak dapat
berkembang sehingga Sneevliet melakukan infiltrasi (penyusupan) kader-kadernya ke dalam
tubuh SI dengan menjadikan anggota-anggota ISDV sebagai anggota SI, dan sebaliknya anggota-
anggota SI menjadi anggota ISDV.
Dengan cara itu Sneevliet dan kawan- kawannya telah mempunyai pengaruh yang kuat di
kalangan SI, lebih-lebih setelah berhasil mengambil alih beberapa pemimpin SI, seperti Semaun
dan Darsono. Mereka inilah yang dididik secara khusus untuk menjadi tokoh-tokoh Marxisme
tulen. Akibatnya SI Cabang Semarang yang sudah berada di bawah pengaruh ISDV semakin jelas
warna Marxisnya dan selanjutnya terjadilah perpecahan dalam tubuh SI.
Pada tanggal 23 Mei 1923 ISDV diubah menjadi Partai Komunis Hindia dan selanjutnya
pada bulan Desember 1920 menjadi Partai Komunis Indonesia. (PKI). Susunan pengurus PKI ,
antara lain Semaun (ketua), Darsono (wakil ketua), Bersgma (sekretaris), dan Dekker
(bendahara). PKI semakin aktif dalam percaturan politik dan untuk menarik massa maka dalam
propagandanya PKI menghalalkan secara cara. Sampai-sampai tidak segan-segan untuk
mempergunakan kepercayaan rakyat kepada ayat- ayat Al - Qur'an dan Hadis bahkan juga
Ramalan Jayabaya dan Ratu Adil.
Kemajuan yang diperolehnya ternyata membuat PKI lupa diri sehingga merencanakan suatu
petualangan politik. Pada tanggal 13 November 1926 PKI melancarkan pemberontakan di Batavia
dan disusul di daerah-daerah lain, seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Di Sumatra
Barat pemberontakan PKI dilancarkan pada tanggal 1 Januari 1927. Dalam waktu yang singkat
semua pemberontakan PKI tersebut berhasil ditumpas. Akhirnya, ribuan rakyat ditangkap,
dipenjara, dan dibuang ke Tanah Merah dan Digul Atas (Papua).

Partai Nasional Indonesia (PNI)


Tujuan PNI adalah mencapai Indonesia merdeka. Untuk mencapai tujuan tersebut, PNI
menggunakan tiga asas yaitu self, help, dan nonmendiancy (berjuang dengan usaha sendiri),
sikapnya terhadap pemerintah juga antipati dan nonkooperasi. Kongres Partai Nasional Indonesia
yang pertama kali diadakan di Surabaya, tanggal 27 – 30 Mei 1928. Peranan PNI dalam
pergerakan nasional Indonesia sangat besar. Ketika pengawasan terhadap kegiatan politik
dilakukan semakin ketat, berkembanglah desas desus bahwa PNI akan mengadakan
pemberontakan, maka empat tokoh PNI yaitu Ir. Soekarno, R. Gatot Mangkuprojo, Markun
Sumodiredjo, dan Supriadinata ditangkap dan dijatuhi hukuman oleh pengadilan Bandung. Dalam
suatu kongres luar biasa di Jakarta tanggal 25 April 1931, diambil keputusan untuk membubarkan
PNI. Mr. Sartono kemudian mendirikan Partindo. Mereka yang tidak setuju dengan pembubaran
masuk dalam Pendidikan Nasional Indonesia (PNI Baru) yang didirikan oleh Drs. Mohammad
Hatta dan Sutan Syahrir. Baik Partindo maupun PNI Baru, masih memakai asas PNI yang lama
yaitu self, help, dan nonkooperasi.

Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI)


PPPKI dibentuk di Bandung pada tanggal 17 - 18 Desember 1927. Beranggotakan
organisasi-organisasi seperti Partai Sarekat Islam Indonesia(PSII), Budi Utomo (BU), PNI,
Pasundan, Sumatranen Bond, Kaum Betawi, dan Kaum Studi Indonesia.

Partai Indonesia (Partindo)


Ketika Ir. Soekarno yang menjadi tokoh dalam PNI ditangkap pada tahun 1929, maka PNI
pecah menjadi dua yaitu Partindo dan PNI Baru. Partindo didirikan oleh Sartono pada tahun
1929. Dasar Partindo sama dengan PNI yaitu nasional. Tujuannya adalah mencapai Indonesia
merdeka. Asasnya pun juga sama yaitu self help dan nonkooperasi. Partindo semakin kuat setelah
Ir. Soekarno bergabung ke dalamnya pada tahun 1932, setelah dibebaskan dari penjara. Namun,
karena kegiatan-kegiatannya yang sangat radikal menyebabkan pemerintah melakukan
pengawasan yang cukup ketat. Karena tidak bisa berkembang, maka tahun 1936 Partindo bubar.

Partai Indonesia Raya (Parindra)


Partai Indonesia Raya atau Parindra adalah suatu partai politik yang berdasarkan
nasionalisme Indonesia dan menyatakan tujuannya adalah Indonesia Mulia dan Sempurna (bukan
Indonesia Merdeka). Parindra menganut azas cooperatie alias bekerja sama dengan pemerintah
Hindia Belanda dengan cara duduk di dalam dewan-dewan untuk waktu yang tertentu.
Dr. Soetomo , salah seorang pendiri Budi Utomo , pada akhir tahun 1935 di kota Solo , Jawa
Tengah berusaha untuk menggabungkan antara PBI (Persatuan Bangsa Indonesia), Serikat
Selebes, Serikat Sumatera, Serikat Ambon , Budi Utomo, dan lainnya, sebagai tanda berakhirnya
fase kedaerahan dalam pergerakan kebangsaan, menjadi Partai Indonesia Raya atau Parindra. PBI
sendiri merupakan klub studi yang didirikan Dr. Soetomo pada tahun 1930 di Surabaya , Jawa
Timur .
Tokoh-tokoh lain yang ikut bergabung dengan Parindra antara lain Woeryaningrat, Soekardjo
Wirjopranoto ,Raden Mas Margono Djojohadikusumo , R. Panji Soeroso dan Mr. Soesanto
Tirtoprodjo. Parindra berusaha menyusun kaum tani dengan mendirikan Rukun Tani, menyusun
serikat pekerja perkapalan dengan mendirikan Rukun Pelayaran Indonesia (Rupelin), menyusun
perekonomian dengan menganjurkan Swadeshi (menolong diri sendiri), mendirikan Bank
Nasional Indonesia di Surabaya, serta mendirikan percetakan-percetakan yang menerbitkan surat
kabar dan majalah.
Kegiatan Parindra ini mendapat semakin mendapatkan dukungan dari Gubernur Jenderal
Hindia Belanda pada saat itu, van Starkenborg , yang menggantikan de Jonge pada tahun 1936 .
Gubernur Jenderal van Starkenborg memodifikasi politiestaat peninggalan de Jonge, menjadi
beambtenstaat (negara pegawai) yang member konsensi yang lebih baik kepada organisasi-
organisasi yang kooperatif dengan pemerintah Hindia Belanda.
Pada tahun 1937 , Parindra memiliki anggota 4.600 orang. Pada akhir tahun 1938 ,
anggotanya menjadi 11.250 orang. Anggota ini sebagian besar terkonsentrasi di Jawa Timur. Pada
bulan Mei 1941 (menjelang perang Pasifik), Partai Indonesia Raya diperkirakan memiliki anggota
sebanyak 19.500 orang. Ketika Dr. Soetomo meninggal pada bulan Mei 1938, kedudukannya
sebagai ketua Parindra digantikan oleh Moehammad Hoesni Thamrin (MHT), seorang pedagang
dan anggota Volksraad . Sebelum menjadi ketua Parindra, Moehammad Hoesni Thamrin telah
mengadakan kontak-kontak dagang dengan Jepang sehingga ia memainkan kartu Jepang ketika ia
berada di panggung politik Volksraad .
Karena aktivitas politiknya yang menguat dan kedekatannya dengan Jepang, pemerintah
Hindia Belanda menganggap Thamrin lebih berbahaya daripada Soekarno . Maka pada tanggal 9
Februari 1941 , rumah Moehammad Hoesni Thamrin digeledah oleh PID (dinas rahasia Hinda
Belanda) ketika ia sedang terkena penyakit malaria, selang dua hari kemudian Muhammad Husni
Thamrin menghembuskan napas yang terakhir. Salah satu bukti kedekatan Parindra dengan
Jepang yaitu ketika Thamrin meninggal dunia, para anggota Parindra memberikan penghormatan
dengan mengangkat tangan kanannya. Bukti lain adalah pembentukan gerakan pemuda yang
disebut Surya Wirawan (Matahari Gagah Berani), yang disinyalir nama ini bertendensi dengan
negara Jepang.
Dengan demikian Parindra digambarkan sebagai partai yang bekerjasama dengan
pemerintahan Hindia Belanda di awal berdirinya, akan tetapi dicurigai di akhir kekuasaan Hindia
Belanda di Indonesia pada tahun 1942 sebagai partai yang bermain mata dengan Jepang untuk
memperoleh kemerdekaan.

Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo)


Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) didirikan di Jakarta pada tanggal 24 Mei 1937 oleh
orang-orang bekas Partindo. Tokoh-tokohnya antara lain Sartono, Sanusi Pane, dan Moh. Yamin.
Dasar dan tujuannya adalah nasional dan mencapai Indonesia Merdeka. Gerindo juga menganut
asas insidental yang sama dengan Parindra dengan tujuan mencapai Indonesia Merdeka,
memperkokoh ekonomi Indonesia, mengangkat kesejahteraan kaum buruh, dan memberi bantuan
bagi kaum pengangguran.

Gabungan Poilitik Indonesia (Gapi)


Gabungan Politik Indonesia (GAPI) adalah suatu organisasi payung dari partai-partai dan
organisasi-organisasi politik. GAPI berdiri pada tanggal 21 Mei 1939 di dalam rapat pendirian
organisasi nasional di Jakarta. Walaupun tergabung dalam GAPI, masing-masing partai tetap
mempunyai kemerdekaan penuh terhadap program kerjanya masing- masing dan bila timbul
perselisihan antara partai-partai, GAPI bertindak sebagai penengah.
Untuk pertama sekali pimpinan dipegang oleh Muhammad Husni Thamrin, Mr. Amir
Syarifuddin, Abikusno Tjokrosujono . Di dalam anggaran dasar di terangkan bahwa GAPI
berdasar kepada:
a. Hak untuk menentukan diri sendiri
b. Persatuan nasional dari seluruh, bangsa Indonesia dengan berdasarkan kerakyatan dalam
paham politik, ekonomi dan sosial.
c. Persatuan aksi seluruh pergerakan Indonesia

Dalam konfrensi pertama GAPI tanggal 4 Juli 1939 telah dibicarakan aksi GAPI dengan
semboyan "Indonesia berparlemen". September 1939 GAPI mengeluarkan suatu pernyataan yang
kemudian dikenal dengan nama Manifest GAPI . Isinya mengajak rakyat Indonesia dan rakyat
negeri Belanda untuk bekerjasama menghadapi bahaya fasisme dimana kerjasama akan lebih
berhasil apabila rakyat Indonesia diberikan hak-hak baru dalam urusan pemerintahan. Yaitu suatu
pemerintahan dengan parlemen yang dipilih dari dan oleh rakyat, dimana pemerintahan tersebut
bertanggungjawab kepada parlemen tersebut.
Untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan, GAPI menyerukan agar perjuangan GAPI
disokong oleh semua lapisan rakyat Indonesia. Seruan itu disambut hangat oleh pers Indonesia
dengan memberitakan secara panjang lebar mengenai GAPI bahkan sikap beberapa negara di
Asia dalam menghadapi bahaya fasisme juga diuraikan secara khusus. GAPI sendiri juga
mengadakan rapat-rapat umum yang mencapai puncaknya pada tanggal 12 Desember 1939
dimana tidak kurang dari 100 tempat di Indonesia mengadakan rapat memprogandakan tujuan
GAPI.
Selanjutnya GAPI membentuk Kongres Rakyat Indonesia (KRI). Kongres Rakyat Indonesia
diresmikan sewaktu diadakannya pada tanggal 25 Desember 1939 di Jakarta . Tujuannya adalah
"Indonesia Raya" bertujuan untuk kesejahteraan rakyat Indonesia dan kesempatan cita-citanya.
Dalam kongres ini berdengunglah suara dan tututan "Indonesia berparlemen". Keputusan yang
lain yang penting diantaranya, penerapan Bendera Merah Putih dan Lagu Indonesia Raya sebagai
bendera dan lagu persatuan Indonesia dan peningkatan pemakaian bahasa Indonesia bagi rakyat
Indonesia.
Walaupun berbagai upaya telah diadakan oleh GAPI namun tidak membawa hasil yang
banyak. Karena situasi politik makin gawat akibat Perang Dunia II , pemerintah kolonial Hindia
Belanda mengeluarkan peraturan inheemse militie dan memperketat izin mengadakan rapat.

Organisasi Keagamaan
Muhammadiyah adalah organisasi Islam modern yang didirikan di Yogyakarta pada tanggal
18 November 1912 oleh K.H. Ahmad Dahlan. Dalam perkembangannya, Muhammadiyah
menghadapi tantangan dari golongan Islam konservatif. Mereka melihat Muhammadiyah begitu
terbuka terhadap kebudayaan Barat sehingga khawatir kemurnian Islam akan dirusakkan. Oleh
karena itu para ulama mendirikan Nahdlatul Ulama pada tahun 1926. Gerakan NU dipelopori
oleh K.H. Hasyim Asy’ari. Gerakan Muhammadiyah banyak mendapat simpati termasuk
pemerintah kolonial Belanda karena perjuangannya tidak bersifat konfrontatif (menentang).
Dalam Kongres Muhammadiyah yang berlangsung dari tanggal 12 - 17 Maret 1925 di
Yogyakarta, diperbincangkan masalah-masalah yang berkaitan dengan pengajaran Islam, mass
media Islam, dan buku-buku tentang Islam yang berbahasa Jawa

Kongres Pemuda
Organisasi kepemudaan yang terbentuk pada masa kebangkitan nasional merupakan akibat
langsung berdirinya Budi Utomo, sehingga menyadarkan para pemuda untuk ikut
memperjuangkan nasib bangsa Indonesia, namun organisasi kepemudaan ini masih bersifat
kedaerahan. Ada beberapa organisasi yang berdiri di Indonesia antara lain :
A. Tri Koro Dharmo
Organisasi kepemudaan yang pertama muncul adalah Tri Koro Dharmo (Tiga Tujuan Mulia),
yang didirikan oleh R. Satiman Wiryo Sandjojo, Kadarman, dan Sunardi pada 7 maret 1915 di
Jakarta. Tujuan didirikannya Tri Koro Dharmo ialah agar pemuda Jawa ikut berjuang
mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Asas perjuangan Tri Koro Dharmo yaitu :
1. Menimbulkan pertalian antara murid-murid bumi putera pada sekolah menengah, kursus
perguruan sekolah guru, dan sekolah kejuruan.
2. Menambah pengetahuan bagi anggotanya.
3. Membangkitkan dan mempertajam perasaan untuk segala bahasa dan budaya Indonesia,
khususnya Jawa.
Karena Jawa yang sifatnya sentries, Tri Koro Dharmo kurang berkembang maka Tri Koro
Dharmo diubah menjadi Jong Java pada tahun 1918. Berdirinya Jong Java maka lahirlah
organisasi kepemudaan daerah lainnya di Indonesia, seperti Jong Sumatera, Jong Ambon, Jong
Minahasa, dan sebagainya.

B. Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI)


Semakin banyaknya organisasi kepemudaan yang berdiri pada masa kebangkitan nasional,
mengilhami para mahasiswa di Bandung membentuk Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia
(PPPI) pada tahun 1925. Anggota- anggotanya terdiri atas para pelajar di Bandung dan Jakarta
untuk bersama-sama memerdekakan tanah air Indonesia.
C. Jong Indonesia
Jong Indonesai berdiri di Bandung pada tahun 1927. Organisasi oni merupakan perkumpulan
dari organisasi-organisasi kepemudaan yang ada di Indonesia. Tujuan dibentuknya Jong Indonesia
untuk menyatukan seluruh pamuda di Indonesia dan yang memelopori penyelenggaraan Kongres
Pemuda di Jakarta yang di ikuti oleh seluruh organisasi kepemudaan di Indonesia yang
menghasilkan Sumpah Pemuda.
Kongres Pemuda I
Kongres Pemuda I diadakan di Jakarta pada tanggal 30 April 1926, diketuai oleh Muh. Tabrani
dari PPKI. Hasil Kongres Pemuda I yaitu :
1. Mengusulkan agar semua perkumpulan pemuda bersatu dalam organisasi pemuda
Indonesia, baik secara fusi maupun federasi.
2. Mempersiapkan diselenggaranya Kongres Pemuda ke II.
Kongres Pemuda II
Kongres Pemuda II diadakan di Jakarta tanggal 27-28 Oktober 1928, dihadiri oleh wakil-
wakil organisasi pemuda di seluruh daerah, dan diketuai oleh Seogondo Djojopeospito dari PPPI.
Hasil Kongres Pemuda II yaitu :
Menyepakati seluruh organisasi kepemudaan di Indonesia berfusi atau meleburkan ke dalam
Indonesia Muda. Para pemuda yang hadir dalam kongres, mengikrarkan Sumpah Pemuda yang
berisi suatu kesepakatan : satu tanah air, Indonesia; satu bangsa, Indonesia; dan menjujung tinggi
bahasa persatuan, Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai