Anda di halaman 1dari 6

E.

Indonesia pasca-VOC: Masuknya Pengaruh Perancis dan Pendudukan Inggris

1. Herman Willem Daendels (Januari 1808-Mei 1811): Gubernur Jenderal “Perancis”


yang Keras dan Otoriter

2. Thomas Stamford Raffles (1811-1814): Letnan Gubernur Inggris

F. Masa Kekuasaan Belanda Kedua ( 1816-1942)

- Kebijakan Tanam Paksa (Cultuurstelsel):

Johannes ven den Bosch (1830-1870)

E. Indonesia pasca-VOC: Masuknya Pengaruh Perancis dan Pendudukan Inggris


Ketika Belanda diduduki Perancis tahun 1795 dan VOC dibubarkan pada tahun 1799, praktis
terjadi semacam kekosongan kekuasaan di Indonesia (Nusantara).

Sementara itu, Inggris mengincar Nusantara dari Belanda. Jawa adalah satu-satunya
daerah koloni Belanda-Perancis yang belum pernah jatuh ke tangan Inggris setelah Isle de
France dan Mauritius pada tahun 1807. Namun demikian, beberapa kali armada Inggris telah
muncul di perairan utara laut Jawa bahkan di dekat Batavia. Pada tahun 1800, armada Inggris
telah memblokade Batavia dan menghancurkan galangan kapal Belanda di Pulau Onrust,
yaitu salah satu pulau di Kepulauan Seribu, sehingga tidak berfungsi lagi. Pada tahun 1806,
armada kecil Inggris di bawah Laksamana Edward Pellew muncul di Gresik. Ancaman
kehilangan tanah jajahan berada di depan mata.

Di sisi lain, Eropa sendiri perang antara Perancis (didukung sekutunya Belanda) dan
Inggris berkecamuk lagi pada tahun 1803. Perancis menguasai wilayah darat dan Inggris
wilayat laut. Dalam situasi itu, Perancis dan pemerintah Belanda sadar bahwa mustahil
mengirim bantuan ke Batavia karena jalur laut dikuasai Inggris melalui blokade laut.

Yang bisa dilakukan adalah menugaskan seorang gubernur jenderal yang mampu
bertindak lebih daripada pendahulu-pendahulunya. Atas saran Napoleon, pemerintah Belanda
mengangkat Herman Willem Daendels (1762-1818), seorang bekas advokat, patriot,
jenderal, dan pengagum Napoleon Bonaparte untuk mengemban tugas berat itu: membangun
pertahanan di Nusantara untuk menghadapi kemungkinan serangan Inggris. Bagi Perancis,
penguatan pertahanan di Nusantara sangat strategis dalam rangka memudahkan Perancis
menyerang sasaran-sasaran Inggris di India.

Dengan demikian, dalam kurun waktu 1806 sampai 1811, Nusantara merupakan
wilayah jajahan Perancis. Para pejabat yang memerintah masih didominasi oleh orang-orang
Belanda.

1. Herman Willem Daendels (Januari 1808-Mei 1811): Gubernur Jenderal “Perancis”yang Keras
dan Otoriter

Daendels memegang dua tugas utama, yaitu: (1) mempertahankan Pulau Jawa agar jangan
sampai jatuh ke tangan Inggris dan
(2) memperbaiki keadaan tanah jajahan dari berbagai aspek, terutama penyelewengan
kekuasaan dan korupsi. Dengan demikian, kekuasaan Belanda di wilayah Hindia Timur
(termasuk Nusantara) tidak lagi bertujuan memperoleh keuntungan ekonomi yang sebesar-
besarnya seperti dilakukan VOC, tetapi lebih untuk mempertahankan koloni tersebut selama
mungkin untuk kepentingan pemerintah.
Sejak awal Daendels menyadari kekuatan Perancis-Belanda yang ada di Jawa tidak
ada di Jawa tidak akan mampu menghadapi kekuatan armada Inggris. Daendels kemudian
menerapkan sejumlah kebijakan di tanah koloni ini sebagai upaya menahan serbuan Inggris
ke Jawa. Kebijakan-kebijakan tersebut di antaranya:

- Membangun Jalan Raya Pos atau de Grote Postweg dari Anyer (ujung barat Jawa) sampai
Panarukan (ujung timur Jawa).
- Mendirikan benteng-benteng pertahanan.
- Membangun pangkalan angkatan laut di Merak dan Ujung Kulon.
- Membangun angkatan perang yang terdiri dari orang-orang pribumi.
- Mendirikan pabrik senjata di Surabaya, pabrik meriam di Semarang, dan sekolah militer
di Batavia.
- Membangun rumah sakit dan tangsi-tangsi militer yang baru.
- Membagi Pulau Jawa menjadi 9 (sembilan) prefektur (daerah).
- Mengangkat para bupati di seluruh Jawa menjadi pegawai pemerintah.
- Menaikkan gaji pegawai agar tetap loyal kepada pemerintah kolonial, serta menindak
pegawai yang korup dengan hukuman seberat-beratnya.
- Mendirikan badan pengadilan yang disesuaikan dengan adat-istiadat yang berlaku.

2. Thomas Stamford Raffles (1811-1816): Letnan Gubernur Inggris

Inggris menunjukan Thomas Stamford Raffles sebagai letnan gubernur. Raffles sangat
menekankan asas-asas liberal. Hal itu diwujudkannya dalam beberapa kebijakan antara lain:

- Menghapus sistem Preangerstelsel, kerja paksa, serta menghentikan perdagangan budak.


- Memberikan kebebasan kepada rakyat untuk menentukan tanaman yang ditanam.
- Menghapus pajak hasil bumi (contingenten) dan sistem penyerahan wajib (verplichte
leverantie)yang sudah diterapkan sejak zaman VOC.
- Menetapkan tanah sebagai milik pemerintah, dan petani hanyalah penggarap; Sebagai
penggarap, petani dikenakan sewa tanah (landrent).
- Pemungutan pajak sewa tanah dilakukan per kepala.
- Bupati diangkat sebagai pegawai pemerintah, dan jabatan yang diwariskan secara turun-
temurun dihapus.
- Membagi Pulau Jawa menjadi 16 keresidenan.
- Membentuk sistem pemerintahan dan sistem peradilan yang mengacu pada sistem yang
dilaksanakan di Inggris.
Namun demikian, pelaksanaan sistem sewa tanah ini gagal karena beberapa faktor, yaitu
terbentur sistem sosial budaya dan tradisi Jawa, rakyat belum terbiasa menggunakan uang sebagai alat
pembayaran pajak, serta singkatnya masa pemerintahan Raffles.

Raffles juga memilki hobi bakat dan pribadi. Ia menyelediki flora dan fauna Indonesia,
meneliti peningglan-peninggalan kuno. Hasil penelitiannya di Pulau Jawa ia tulis dalam sebuah buku
yang berjudul History of Java (Sejarah Jawa).

Belanda mendapatkan kembali bekas wilayah kekuasaannya di Nusantara, kecuali Bengkulu.


Secara resmi, penyerahan wilayah-wilayah tersebut dilaksanakan pada tahun 1816.

F. Masa Kekuasaan Belanda Kedua (1816-1942)

Konvensi London (1814) mengembalikan hak Belanda atas atas bekas-bekas wilayah kekuasaannya di
Nusantara.

Akan tetapi, situasi sebelum dan setelah penyerahan ini sebetulnya tidak begitu baik bagi
Belanda: pemerintah Belanda sendiri sedang mengalami krisis keuangan yang sangat parah. Krisis
keuangan ini terutama disebabkan banyaknya biaya yang dikeluarkan untuk melawan pendudukan
Perancis serta untuk membayar dikeluarkan untuk melawan pendudukan Perancis serta untuk
membayar utang-utang VOC.

Dengan latar belakang kas negara yang kosong dan beban utang yang menempuk ini,
dikirimlah van der Capellen (1816-1826) sebagai gubernur jenderal. Ia mengemban tugas penting.
mengekploitasi kekayaan alam Nusantara sebesar-besarnya untuk menutupi kas negara yang kosong
itu.Setelah van der Cappelen, dikirim pula de Gisignies (1826-1830). Disisi lain, tekad untuk
mengusir mengusir penjajah semakin tumbuh dan berkembang di Nusantara. Oleh karena itu,
kedatangan mereka disambut dengan berbagai pahlawan, di antranya Perang Saparua (1817),
perlawanan sultan Palembang (1818-1825), Perang Diponegoro (1825-1830), Perang Padri (1815-
1838), Perang Bone (1824). Sementara itu, di negeri asalnya di Eropa, Belanda sendiri harus
mengeluarkan biaya besar untuk menghadapi pemberontakan rakyat Belgia, yang akhirnya lepas dari
Belanda pada tahun 1830.

Untuk menyelamatkan negeri Belanda dari kesulitan ekonomi (krisis keuangan) tersebut
diutuslah Johannes van den Bosch sebagai gubernur jenderal yang baru. Tugas utamanya
menyelamatkan negara dari kebangkrutan. Dari sinilah kebijakan Tanam Paksa dimulai.

- Kebijakan Tanam Paksa (Cultuurstelsel): Johannes van den Bosch (1830-1870)

Van den Bosch menghapus sistem sewa tanah era Raffles (Inggris) dan menerapkan apa yang
disebut Cultuurstelsel. Secara harfiah, “cultuurstelsel” berarti sistem budaya. (selanjutnya
disingkat TP) karena dalam praktinya rakyat dipaksa menanam tanaman-tanaman ekspor yang
hasilnya dijual kepada Belanda.

Sistem TP diperkenalkan secara perlahan sejak tahun 1830 sampai tahun 1835. Menjelang
tahun 1840, sistem ini telah sepenuhnya berjalan di Jawa. Berikut ini kebijakan-kebijakan dasar
Cultuurstelsel:

- Mewajibkan setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya (1/5 alias 20%) untuk ditanami
komoditi ekspor, khususnya kopi, tebu, dan tarum (nila). Tanah yang digunakan untuk
kepentingan Cultuurstelsel dibebaskan dari pajak.
- Rakyat yang tidak memiliki tanah pertanian dapat menggantinya dengan bekerja di tanah-
tanah pertanian dan pabrik pengolahan hasil pertanian milik pemerintah selama 66 hari
atau 1/3 dari tahun yang berjalan.
- Waktu mengerjakan tanaman pada tanah pertanian yang diperuntungkan bagi
Cultuurstelsel tidak boleh melebihi waktu tanam padi atau kurang dari tiga (3) bulan.
- Kelebihan hasil produksi pertanian dari ketentuan akan dikembalikan kepada rakyat.
- Kerusakan atau kerugian akibat gagal panen yang bukan disebabkan karena kesalahan
petani.
- Pengawasan dalam penggarapan tanah pertanian dan penyerahan hasil tanaman
Cultuurstelsel dilakukan atau disampaikan melalui para kepala desa.

Sistem TP merupakan kebijakan paling eksploitatif dalam praktik ekonomi Hindia-Belanda.


Bahkan jauh lebih kejam daripada sistem monopoli VOC. Bagi pemerintah Hindia-Belanda, sistem ini
berhasil dengan sangat luar biasa. Kas kerajaan Belanda mengalami surplus.

Sitem TP menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk dari orang-orang Belanda sendiri. Salah
seorang pengkritik terkenal sistem TP adalah seorang mantan asisten residen di Lebak, Banten yang
bernama Eduard Douwes Dekker. Kritiknya ditulis dalam buku yang berjudul Max Havelaar (1860),
dengan menggunakan nama samaran Multatuli.

Sistem TP kemudian dihapus pada tahun 1870 setelah dikeluarkannya Undang-undang


Agraria (Agrarische Wet) dan Undang-undang Gula (Suiker Wet). Tujuan dikeluarkannya Undang-
undang Agraria adalah:

1. Melindungi hak milik petani atas tanahnya dari penguasa dan pemodal asing.
2. Memberi peluang kepada pemodal asing untuk menyewa tanah dari penduduk
Indonesia seperti dari Inggris, Belgia, Amerika Serikat, Jepang, Cina, dan lain-lain.
3. Membuka kesempatan kerja kepada penduduk untuk menjadi buruh perkebunan.

Sementara itu, Undang-undang Gula bertujuan memberikan kesempatan yang lebih luas
kepada para pengusaha gula untuk mengambil alih pabrik-pabrik gula pemerintah.

Penerapan kedua Undang-undang ini kemudian mendorong para pengusaha swasta


asing berlomba-lomba menanamkan modalnya. Era liberlisasi ekonomi pun dimulai di
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai