Anda di halaman 1dari 30

Makhluk hidup mempunyai irama sirkardian kehidupan

yang sesuai dengan beredarnya waktu dalam siklus 24


jam.

Fase Tidur susunan saraf pusat masih bekerja dimana


neuron-neuron di substansia retikularis ventral batang otak
melakukan sinkronisasi

Terletak pada substansia ventrikulo retikularis batang


otak yang disebut sebagai pusat tidur (sleep center).
Bagian susunan saraf pusat yang menghilangkan
sinkronisasi/ desinkronisasi terdapat pada bagian rostral
batang otak disebut sebagai pusat penggugah (arousal
center).
Tidur Dibagi Menjadi 2 Tipe Yaitu:
1. Tipe Rapid Eye Movement (REM)
2. Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM)

Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4
stadium, lalu diikuti oleh fase REM. Keadaan tidur normal
antara fase NREM dan REM terjadi secara bergantian
antara 4-6 kali siklus semalam.

Tidur NREM yang meliputi 75% dari keseluruhan waktu


tidur dan dibagi emnjadi 4 stadium. Sedangkan tidur REM
meliputi 25% dari keseluruhan waktu tidur. Tidak dibagi-
bagi dalam stadium seperti dalm tidur NREM
PEMBAGIAN KETERANGAN
Stadium 1 berlangsung selama 5% dari keseluruhan waktu tidur. Stadium ini
dianggap stadium tidur paling ringan. EEG menggambarkan gambaran
kumparan tidur yang khas, bervoltase rendah, dengan frekuensi 3
sampai 7 siklus perdetik, yang disebut gelombang teta

Stadium 2 berlangsung paling lama, yaitu 45% dari keseluruhan waktu tidur. EEG
menggambarkan gelombang yang berbentuk pilin (spindle shaped)
yang sering dengan frekuensi 12 sampai 14 siklus perdetik, lambat,
dan trifasik yang dikenal sebagai kompleks K. Pada stadium ini, orang
dapat dibangunkan dengan mudah

Stadium 3 berlangsung 12% dari keseluruhan waktu tidur. EEG menggambarkan


gelombang bervoltase tinggi dengan frekuensi 0,5 hingga 2,5 siklus
perdetik, yaitu gelombang delta. Orang tidur dengan sangat nyenyak,
sehingga sukar dibangunkan

Stadium 4 berlangsung 13% dari keseluruhan waktu tidur. Gambaran EEG hampir
sama dengan stadium 3 dengan perbedaan kuantitatif pada jumlah
gelombang delta. Stadium 3 dan 4 juga dikenal dengan nama tidur
dalam, atau delta sleep, atau Slow Wave Sleep (SWS)
*Kadar melatonin dalam darah mulai meningkat pada jam 9 malam, terus meningkat sepanjang malam dan
menghilang pada jam 9 pagi.
Orang usia lanjut mengalami waktu tidur yang dalam lebih
pendek, sedangkan tidur stadium 1 dan 2 lebih lama.
Bila siang hari sibuk dan aktif sepanjang hari, pada malam
hari tidak ada gangguan dalam tidurnya, sebaliknya bila
siang hari tidak ada kegiatan dan cenderung tidak aktif,
malamnya akan sulit tidur.5
Pada usia lanjut, ekskresi kortisol dan GH serta perubahan
temperatur tubuh berfluktuasi dan kurang menonjol.
Melatonin menurun dengan meningkatnya umur.
Menurut DSM-IV, Insomnia didefinisikan sebagai keluhan
dalam hal kesulitan untuk memulai atau mempertahankan
tidur atau tidur non-restoratif yang berlangsung setidaknya
satu bulan dan menyebabkan gangguan signifikan atau
gangguan dalam fungsi individu.

The International Classification of Diseases mendefinisikan


Insomnia sebagai kesulitan memulai atau
mempertahankan tidur yang terjadi minimal 3
malam/minggu selama minimal satu bulan

Menurut The International Classification of Sleep Disorders,


insomnia adalah kesulitan tidur yang terjadi hampir setiap
malam, disertai rasa tidak nyaman setelah episode tidur
tersebut.
Dalam ICD 10, insomnia dibagi menjadi 2 yaitu:
Organik
Non-organik
Dyssomnias (gangguan pada lama, kualitas dan waktu tidur)
Parasomnias (ada episode abnormal yang muncul selama tidur seperti mimpu
buruk, berjalan sambil tidur, dll)

Dalam DSM IV, gangguan tidur (insomnia) dibagi menjadi 4


tipe yaitu:
Gangguan tidur yang berkorelasi dengan gangguan mental lain
Gangguan tidur yang disebabkan oleh kondisi medis umum
Gangguan tidur yang diinduksi oleh bahan-bahan atau keadaan
tertentu
Gangguan tidur primer (gangguan tidur tidak berhubungan sama
sekali dengan kondisi mental, penyakit, ataupun obat-obatan.)
Gangguan ini menetap dan diderita minimal 1 bulan.
Stres: Kekhawatiran tentang pekerjaan, kesehatan sekolah, atau
keluarga dapat membuat pikiran menjadi aktif di malam hari,
sehingga sulit untuk tidur. Peristiwa kehidupan yang penuh stres,
seperti kematian atau penyakit dari orang yang dicintai,
perceraian atau kehilangan pekerjaan, dapat menyebabkan
insomnia.

Kecemasan Dan Depresi:Hal ini mungkin disebabkan


ketidakseimbangan kimia dalam otak atau karena kekhawatiran
yang menyertai depresi.

Obat-obatan: Beberapa resep obat dapat mempengaruhi


proses tidur, termasuk beberapa antidepresan, obat jantung dan
tekanan darah, obat alergi, stimulan (seperti Ritalin) dan
kortikosteroid.
Kafein, Nikotin Dan Alkohol: Kopi, teh, cola dan minuman
yang mengandung kafein adalah stimulan yang terkenal.
Nikotin merupakan stimulan yang dapat menyebabkan
insomnia. Alkohol adalah obat penenang yang dapat
membantu seseorang jatuh tertidur, tetapi mencegah tahap
lebih dalam tidur dan sering menyebabkan terbangun di
tengah malam.

Kondisi Medis: Jika seseorang memiliki gejala nyeri kronis,


kesulitan bernapas dan sering buang air kecil, kemungkinan
mereka untuk mengalami insomnia lebih besar dibandingkan
mereka yang tanpa gejala tersebut. Kondisi ini dikaitkan
dengan insomnia akibat artritis, kanker, gagal jantung,
penyakit paru-paru, gastroesophageal reflux disease (GERD),
stroke, penyakit Parkinson dan penyakit Alzheimer.
Perubahan Lingkungan Atau Jadwal Kerja: Kelelahan
akibat perjalanan jauh atau pergeseran waktu kerja dapat
menyebabkan terganggunya irama sirkadian tubuh,
sehingga sulit untuk tidur. Ritme sirkadian bertindak sebagai
jam internal, mengatur siklus tidur-bangun, metabolisme,
dan suhu tubuh.

Belajar Insomnia: Hal ini dapat terjadi ketika Anda


khawatir berlebihan tentang tidak bisa tidur dengan baik
dan berusaha terlalu keras untuk jatuh tertidur. Kebanyakan
orang dengan kondisi ini tidur lebih baik ketika mereka
berada jauh dari lingkungan tidur yang biasa atau ketika
mereka tidak mencoba untuk tidur, seperti ketika mereka
menonton TV atau membaca.
Wanita: Perempuan lebih mungkin mengalami insomnia.
Perubahan hormon selama siklus menstruasi dan menopause
mungkin memainkan peran. Selama menopause, sering
berkeringat pada malam hari dan hot flashes sering mengganggu
tidur.
Usia Lebih Dari 60 Tahun: Karena terjadi perubahan dalam
pola tidur, insomnia meningkat sejalan dengan usia.
Memiliki Gangguan Kesehatan Mental: Banyak gangguan,
termasuk depresi, kecemasan, gangguan bipolar dan post-
traumatic stress disorder, mengganggu tidur.
Stres: Stres dapat menyebabkan insomnia sementara, stress
jangka panjang seperti kematian orang yang dikasihi atau
perceraian, dapat menyebabkan insomnia kronis. Menjadi miskin
atau pengangguran juga meningkatkan risiko terjadinya
insomnia.
Perjalanan jauh (Jet lag) dan Perubahan jadwal kerja:
Bekerja di malam hari sering meningkatkan resiko insomnia.
Kesulitan untuk memulai tidur pada malam hari
Sering terbangun pada malam hari
Bangun tidur terlalu awal
Kelelahan atau mengantuk pada siang hari
Iritabilitas, depresi atau kecemasan
Konsentrasi dan perhatian berkurang
Peningkatan kesalahan dan kecelakaan
Ketegangan dan sakit kepala
Gejala gastrointestinal
Untuk mendiagnosis insomnia, dilakukan penilaian terhadap:
Pola tidur penderita.
Pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang.
Tingkatan stres psikis.
Riwayat medis.
Aktivitas fisik
Diagnosis berdasarkan kebutuhan tidur secara individual.
Hal tersebut di bawah ini diperlukan untuk membuat diagnosis
pasti:
Keluhan adanya kesulitan masuk tidur atau mempertahankan tidur, atau
kualitas tidur yang buruk
Gangguan minimal terjadi 3 kali dalam seminggu selama minimal 1 bulan
Adanya preokupasi dengan tidak bisa tidur dan peduli yang berlebihan
terhadap akibatnya pada malam hari dan sepanjang siang hari
Ketidakpuasan terhadap kuantitas dan atau kualitas tidur menyebabkan
penderitaan yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam sosial dan
pekerjaan
Adanya gangguan jiwa lain seperti depresi dan anxietas tidak
menyebabkan diagnosis insomnia diabaikan.
Kriteria lama tidur (kuantitas) tidak diguankan untuk
menentukan adanya gangguan, oleh karena luasnya variasi
individual. Lama gangguan yang tidak memenuhi kriteria di atas
(seperti pada transient insomnia) tidak didiagnosis di sini,
dapat dimasukkan dalam reaksi stres akut (F43.0) atau
gangguan penyesuaian (F43.2)
Trap Tingkah Laku :
Edukasi tentang kebiasaan tidur yang baik,
Teknik Relaksasi
Terapi kognitif
Restriksi Tidur
Kontrol stimulus
Gaya Hidup Dan Pengobatan Di Rumah
Mengatur jadwal tidur yang konsisten termasuk pada hari libur
Tidak berada di tempat tidur ketika tidak tidur.
Tidak memaksakan diri untuk tidur jika tidak bisa.
Hanya menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur.
Relaksasi sebelum tidur, seperti mandi air hangat, membaca, latihan
pernapasan atau beribadah
Menghindari atau membatasi tidur siang karena akan menyulitkan tidur pada
malam hari.
Menyiapkan suasana nyaman pada kamar untuk tidur, seperti menghindari
kebisingan
Olahraga dan tetap aktif, seperti olahraga selama 20 hingga 30 menit setiap
hari sekitar lima hingga enam jam sebelum tidur.
Menghindari kafein, alkohol, dan nikotin
Menghindari makan besar sebelum tidur
Cek kesehatan secara rutin
Jika terdapat nyeri dapat digunakan analgesik
1. Benzodiazepine (Nitrazepam,Trizolam, dan
Estazolam)
2. Non benzodiazepine (Chloral-hydrate, Phenobarbital)
Pemilihan obat, ditinjau dari sifat gangguan tidur :
Initial Insomnia (sulit masuk ke dalam proses tidur) Obat yang
dibutuhkan adalah bersifat Sleep inducing anti-insomnia yaitu
golongan benzodiazepine (Short Acting) Misalnya pada
gangguan anxietas
Delayed Insomnia (proses tidur terlalu cepat berakhir dan sulit
masuk kembali ke proses tidur selanjutnya) Obat yang dibutuhkan
adalah bersifat Prolong latent phase Anti-Insomnia, yaitu
golongan heterosiklik antidepresan (Trisiklik dan Tetrasiklik)
Misalnya pada gangguan depresi
Broken Insomnia (siklus proses tidur yang normal tidak utuh dan
terpecah-pecah menjadi beberapa bagian (multiple awakening).
Obat yang dibutuhkan adalah bersifat Sleep Maintining Anti-
Insomnia, yaitu golongan phenobarbital atau golongan
benzodiazepine (Long acting).
Kontraindikasi :
Sleep apneu syndrome
Congestive Heart Failure
Chronic Respiratory Disease

Penggunaan Benzodiazepine pada wanita hamil


mempunyai risiko menimbulkan teratogenic effect
(e.g.cleft-palate abnormalities) khususnya pada trimester
pertama. Juga benzodiazepine dieksresikan melalui ASI,
berefek pada bayi (penekanan fungsi SSP)
Prognosis umumnya baik dengan terapi yang adekuat dan
juga terapi pada gangguan lain spt depresi dll. Lebih buruk
jika gangguan ini disertai skizophrenia

Anda mungkin juga menyukai