Anda di halaman 1dari 39

REFERAT

ANALGETIK OPIOD
By:
Natalia Hadinata
Nurshawina Kamaludin
Definisi Nyeri
O Nyeri adalah sensori subyektif dan emosional
yang tidak menyenangkan yang didapat terkait
dengan kerusakan jaringan aktual maupun
potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya
kerusakan
O Pain with nociception persepsi nyeri
merupakan sensasi yang tidak menyenangkan
dan pengalaman emosional menyusul adanya
kerusakan jaringan yang nyata
O Pain without nociception perasaan yang sama
juga dapat timbul tanpa adanya kerusakan jaringan
yang nyata. Jadi nyeri dapat terjadi tanpa adanya
kerusakan jaringan yang nyata
O Menurut timbulnya nyeri, dapat dibagi menjadi
Nyeri akut: terjadi segera setelah tubuh terkena
cidera atau intervensi bedah dan memiliki awitan
yang cepat, dengan intensitas bervariasi dari berat
sampai ringan
Nyeri kronik: nyeri konstan atau intermiten yang
menetap sepanjang suatu periode tertentu,
berlangsung lama, intensitas bervariasi, dan
biasanya berlangsung lebih dari enam bulan
O Transduksi : Adalah proses rangsangan yang
menganggu sehingga menimbulkan aktivitas listrik di
rseptor nyeri
O Transmisi: Melibatkan proses penyaluran impuls
nyeri dari tempat transduksi melewati saraf perifer
(disalurkan oleh serabut saraf A delta dan serabut C)
dari perifer ke medulla spinalis otak
O Modulasi: aktivitas saraf melalui jalur-jalur saraf
desenden dari otak yang dapat mempengaruhi
transmisi nyeri setinggi medula spinalis. Melibatkan
faktor-faktor kimiawi yang menimbulkan atau
meningkatkan aktifitas di reseptor nyeri.
O Persepsi: Pengalaman subyektif nyeri yang juga
dihasilkan oleh aktivitas transmisi nyeri oleh saraf
Jalur Nyeri di SSP
Jalur ascenden
O Melalui proses transduksi dan transmisi
O Serat saraf C dan A- aferen yang menyalurkan
impuls nyeri masuk ke dalam medula spinalis di akar
saraf dorsal ( kornu dorsalis posterior medula
spinalis)
O Daerah ini menerima, menyalurkan, dan memproses
impuls sensorik
O Terdiri dari lapisan sel yang disebut lamina
lapisan 2 & 3 ( Substansia gelatinosa) sangat
penting dalam transmisi dan modulasi nyeri.
O Kornu dorsalis impuls nyeri kirim ke neuron-
neuron yg salurkan informasi ke sisi berlwanan
medula spinalis di komisura anterioir menyatu di
traktus spinothalamikus antero-lateralis naik ke
thalamus
O Transmisi impuls nyeri di medula spinalis bersifat
kontra lateral terhadap sisi tubuh tempat impuls itu
berasal.
Jalur Desenden
O Melalui proses modulasi dan persepsi
O Hipotalamus dan struktur limbik berfungsi sebagai
pusat emosional persepsi nyeri
O Korteks frontalis menghasilkan interpretasi dan
respon rasional terhadap nyeri.
O SSP memiliki beragam mekanisme untuk
memodulasi dan menekan rangsangan nosiseptif
variasi luas dalam mempersepsikan nyeri
O Jalur desenden serat eferendari korteks serebrum
bawah ke medula spinalis dapat menghambat atau
memodifikasi rangsangan nyeri yang datang melalui
suatu mekanisme umpan balik yang melibatkan
substansia gelatinosa dan lapisan lain kornu dorsalis.
O Jalur desenden yang telah diidentifikasi sebagai jalur
penting dalam sistem modulasi-nyeri atau analgesik
O Substansia grisea periakuaduktus (PAG) dan substansia
grisea periventrikel (PVG) mesensefalon dan pons bagian
atas yang mengelilingi akuaduktus Sylvius.
O Neuron-neuron dari daerah satu mengirim impuls ke
nukleus rafe magnus (NRM) yang terletak di pons bagian
bawah dan medula bagian atas dan nukleus retikularis
paragigantoselularis (PGL) di medula lateralis.
O Impuls ditransmisikan dari nukleus ke bawah ke
kolumna dorsalis medula spinalis ke suatu kompleks
inhibitorik nyeri yang terletak di kornu dorsalis medula
spinalis.
O Zat-zat kimia yang disebut neuroregulator @
neurotransmitter @ neuromodulator
O Neurokimia yang menghambat atau merangsang
aktifitas di membran pascasinaps.
O Zat P (suatu neuropeptida) adalah neurotransmiter
spesifik-nyeri yang terdapat di kornu dorsalis medula
spinalis.
O Nt yg erlibat dalam transmisi nyeri adalah
asetilkolin, norepinefrin, epinefrin, dopamin dan
serotonin.
Jalur Nyeri di SSP
Analgetik
O Suatu senyawa atau obat yang dipergunakan untuk
mengurangi rasa sakit atau nyeri.
O Nyeri timbul akibat oleh berbagai rangsangan pada
tubuh sehingga menimbulkan kerusakan pada
jaringan memicu pelepasan mediator nyeri seperti
bradikinin dan prostaglandin yang akhirnya
mengaktivasi reseptor nyeri di saraf perifer dan
diteruskan ke otak
O Dibagi dalam dua golongan, yaitu analgetik non
narkotik dan analgetik narkotik (opioid).
Opioid
O Def: semua zat baik sintetik atau natural yang
dapat berikatan dengan reseptor morfin
O Analgesia narkotik yang sering digunakan dalam
anastesia untuk mengendalikan nyeri saat
pembedahan dan nyeri paska pembedahan.
O Yang termasuk golongan opioid ialah :
(1) obat yang berasal dari opium-morfin
(2) senyawa semisintetik morfin
(3) senyawa sintetik yang berefek seperti morfin.
Kegunaan Opioid
O Penggunaan utama opioid ini adalah untuk
mengatasi rasa nyeri yang tidak hilang dengan
analgesik biasa.
O Penggunaan lain senyawa opioid ini adalah antidiare
(loperamid) dan antitusif (terutama kodein).
Penggunaan obat-obat ini harus hati-hati karena
mendepresi pusat pernapasan dan menimbulkan
adiksi (kecanduan) serta ketergantungan psikis dan
fisik.
Penggolongan Opioid
Menurut jenis zat kimianya, opioid dibedakan
berdasarkan :
O Derivat fenilpiperidin (morfin dan alkaloid opium
alamiah lainnya), termasuk tebain, kodein, heroin,
hidromorfon, oksikodon, levorfanol.
O Derivat fenilheptilamin (difenilheptan), termasuk:
metadon (analgesik) dan propoksifen.
O Derivat fenilpiperidin, meperidin (analgesik),
alfaprodin, anileridin, fentanil, difenoksilat, dan
aloperamid.
Analgesik Opioid Kuat
O Analgesik ini khususnya digunakan pada
terapi nyeri tumpul yang tidak terlokalisasi
dengan baik (viseral). Morfin parenteral banyak
digunakan untuk mengobati nyeri hebat dan
morfin oral merupakan obat terpilih pada
perawatan terminal.
O Morfin dan analgesik opioid lainnya menghasilkan
suatu kisaran efek sentral yang meliputi analgesia,
euforia, sedasi, depresi napas, depresi pusat
vasomotor, Morfin bisa menyebabkan pelepasan
histamine dengan vasodilatasi dan rasa gatal.
O Diamorfin (heroin, diasetilmorfin) : Kadar puncak
yang lebih tinggi menimbulkan sedasi yang lebih kuat
daripada morfin. Dosis kecil diamorfin epidural
semakin banyak digunakan untuk mengendalikan
nyeri hebat.
O Fentanil dapat diberikan secara transdermal pada
pasien dengan nyeri kronis yang stabil, terutama bila
opioid oral menyebabkan mual dan muntah hebat.
O Metadon mempunyai durasi kerja panjang dan
kurang sedative dibandingkan morfin. Metadon
digunakan secara oral untuk terapi tumatan
pecandu heroin atau morfin. Pada pecandu,
metadon mencegah penggunaan obat intravena.
O Petidin mempunyai kerja cepat tetapi durasinya
yang singkat (3 jam) membuatnya tidak cocok untuk
pengendalian nyeri jangka panjang. Petidin
berinteraksi serius dengan MAOI menyebabkan
konvulsi atau depresi napas.
O Buprenorfin merupakan agonis parsial reseptor .
Buprenorfin mempunyai kerja lambat, tetapi
merupakan analgesic efektif setelah pemberian
sublingual.
Analgesik Opioid Lemah
O Analgesik opioid lemah digunakan pada nyeri
ringan sampai sedang. Analgesik ini bisa
menyebabkan ketergantungan dan cenderung
disalahgunakan. Akan tetapi, buprenorfin
kurang menarik untuk pecandu karena tidak
memberikan efek yang hebat.
O Kodein (metilmorfin) diabsorbsi baik secara oral,
tetaoi mempunyai afinitas yang sangat rendah
terhadap reseptor opioid. Kodein juga digunakan
sebagai obat antitusif dan antidiare.
O Dekstropropoksifen mempunyai kira-kira
setengah potensi kodein, tetapi mempunyai aksi
yang serupa pada dosis akuianalgesik.
Kombinasi dengan parasetamol berbahaya pada
overdosis karena dekstropopoksifen
menyebabkan depresi napas, sementara
parasetamol bersifat hepatotoksik.
Farmakodinamik
Reseptor Opioid dan Mekanisme Kerja Opioid
Opioid berinterkasi secara stereospesifik dengan
protein reseptor pada membran sel-sel tertentu dalam SPP,
pada ujung saraf perifer dan pada sel-sel saluran cerna.
Banyak peptida yang memberikan efek mirip morfin yang
dijumpai dalam otak dan dalam jaringan lain. Peptida-
peptida ini dinamakan opiopeptin.
Reseptor Opioid :
O Reseptor (mu), yang ternyata berperanan dalam efek-efek
analgesik, pernapasan, dan ketergantungan fisik.
O Reseptor (kappa), yang mungkin memperantarai efek-efek
analgesik spinal, miosis, dan sedasi.
O Reseptor (sigma), yang berperanan dalam efek-efek
halusinogenik dan perangsangan jantung
Distribusi Reseptor dan Fungsinya
O Batang otak: reseptor opioid mempengaruhi pernapasan,
batuk, mual, dan muntah, memelihara tekanan darah,
diameter pupil, dan mengontrol sekresi lambung.
O Talamus medialis: daerah ini memengaruhi nyeri yang
dalam yang tidak terlokalisasi dan memngaruhi emosi.
O Medula spinalis: reseptor di dalam substansia gelatinosa
terlibat dalam penerimaan dan integrasi hasil
pembentukan sensorik yang memengaruhi pengurangan
stimulus aferen rasa nyeri.
O Hipotalamus: reseptor di tempat ini memengaruhi sekresi
neuroendokrin
O Sistem limbik: dalam sistem ini terdapat konsentrasi
reseptor opioid yang terbesar, yaitu di amigdala.
O Perifer: opioid juga terikat di serabut saraf perifer dan
ujungterminalnya.
Efek opioid yang digunakan secara klinis
Morfin dan kebanyakan agonis lain yang
digunakan secara klinis memberikan efeknya melalui
reseptor opioid. Obat ini menpengaruhi system
fisiologis secara luas. Obat ini menyebabkan
analgesia, mempengaruhi mood, perilaku puas, dan
mengubah fungsi pernafasan, kardiovaskular,
gastrointertinal, dan neuroendokrin.
O Terhadap susunan saraf pusat
Sebagai analgetik, obat ini bekerja pada
thalamus dan substansi gelatinosa medulla
spinalis, di samping itu, narkotik juga mempunyai
efek sedasi.
O Terhadap respirasi
Menimbulkan depresi pusat nafas terutama
pada bayi dan orang tua. Namun efek ini dapat
dipulihkan dengan nalorfin atau nalokson.
Terhadap bronkus, petidin menyebabkan
dilatasi bronkus, sedangakan morfin
menyebabkan konstriksi akibat pengaruh
pelepasan histamin.
O Terhadap sirkulasi
Tidak menimbulkan depresi system sirkulasi,
sehingga cukup aman diberikan pada semua pasien
kecuali bayi dan orang tua.
Pada kehamilan, opiod dapat melewati bairer
plasenta sehingga bisa menimbulkan depresi nafas
pada bayi baru lahir.
O Terhadap system lain
Merangsang pusat muntah, menimbulkan spasme
spinter kandung empedu sehingga menimbulkan kolik
abdomen. Morfin merangsang pelepasa histamine
sehingga bisa menimbulkan rasa gatal seluruh tubuh
atau minimal pada daerah hidung, sedangkan petidin,
pelepasan histaminnya bersifat local ditempat suntikan.
Farmakokinetik
O Absorpsi : derivat morfin (mis: morfin, heroi, kodein)
diserap dengan baik di saluran cerna. Namun
banyak diantara zat-zat ini (kecuali kodein)
mengalami metabolisme lintas-pertama dan bila
diberikan secara oral, dosisnya lebih besar dari dosis
pemberian suntikan.
O Distribusi : bergantung pada aliran darah dan
kelarutan obat di dalam jaringan. Zat-zat ini dapat
melewati plasenta dengan baik. Bayi yang baru lahir
dari ibu yang mendapat narkotik dalam dosis besar
dapat mengalami depresi pernapasan yang berat.
O Metabolisme
Sebagian besar opioid-opioid dikonversi menjadi
metabolit-metabolit polar, sehingga mudah di ekskresi oleh
ginjal
O senyawa yang mempunyai gugusan hidroksil bebas seperti
morfindan levorfanol dengan mudah di konyugasi dengan
asam glukoronat.
O senyawa-senyawa bentuk ester (seperti : meperidin dan heroin)
lebih cepat dihidrolisis oleh esterase yang umum terdapat
dlam jaringan.
O Heroin (diasetilmorfin) dihidrolisis menjadi monoasetilmorfin
dan akhirnya jadi morfin yang kemudian dikonyugasi dengan
asam glukoronat.
Opioid juga mengalami N-dimetilasi oleh hati, tetapi ini
hanya sebagian kecil saja. Akumulasi metabolit meperidin,
normaperidin dapat ditemukan pada pasien-pasien yang
menerima obat dalam dosis yangncukup tinggi, metabolit
dapat menimbulkan kejang terutama pada anak.
O Ekskresi
Metabolit polar opioid diekskresi terutama
melalui ginjal. Sebagian kecil opioid diekskresi
dalam bentuk tidak berubah. Obat tersebut
dieliminasi melalui filtrasi glomerulus, 90% ekskresi
total terjadi pada hari pertama. Terjadi sirkulasi
enterohepatik morfin dan glukuronidanya, yang
menyebabkan adanya sejumlah kecil morfin dalam
feses dan dalam urin selama beberapa hari setelah
dosis terakhir. Konyugasi glukuronid juga diekskresi
ke dalam empedu, tetapi sirkulasi enterohepatik
hanya merupakan bagian kecil dari proses ekskresi.
EFEK SAMPING OPIOID
O Gelisah, gemetar, dan hiperaktif
O Depresi pernapasan
O Mual dan muntah
O Hipotensi
O Konstipasi
O Retensi urin
O Pruritus
O Ketergantungan Obat
Efek Samping Khusus
O Morfin
Kejang nalikson reversible, pada dosis tinggi rigiditas obat
Membebaskan histamine dari jaringan vasodilatasi,
bronkospasme pada penderita asma, rangsangan gatal,
pengeluaran keringat
O Petidin
Efek spasmogen yang rendah; pada dosis tinggi dapat
menyebabkan kejang
Nalokson yang reversible seperti morfin membebaskan
histamine dari jaringan efek samping lebih ringan dari
morfin
O Tramadol
Lebih ringan daripada morfin, sirkulasi netral, sedikit
hingga sama sekali tidak ada depresi pernapasan
O Tilidin
Tidak mempunyai efek antitusif, depresi pernapasan seperti
petidin, ketergantungan dan ada gejala toleransi
kombinasi dengan nalokson untuk mengindari
penyalahgunaan.
O Buprenorfin
Karena ikatan pada reseptor kuat dan lama, depresi
pernapasan tidak dapat diantagonis oleh nalokson (analeptic
pernapasan doksapram, dopram) seperti halnya pada morfin
Mulai dari dosis tertentu, seuatu peningkatan dosis
mengakibatkan penurunan efek analgesiknya (komponen
antagonistic)
O Pentazosin
Diforis, psikomimetik
Kenaikan kadar katekolamin plasma, kenaikan tekanan
darah, frekuensi jantung, tekanan pengisian jantung pada
akhir diastole, tekanan arteri pulmonal
O Fentanil
Rigiditas toraks; jarang rangsang gatal, nyeri pada tempat
suntikan; singultus
Antagonis Opioid
O Nalokson
Nalokson merupakan antagonis kompetitif
yang muni, dan obat pilihan dalam terapi
keracunan opioid. Presipitasi sindrom putus obat
berat pada individu yang mempunyai toleransi
opioid. Penelitian klinis menunjukkan kemungkinan
manfaat nalokson dosis tinggi pada syok septik.
O Levalorfan
Levalorfan mempunyai sifat agonis/antagonis,
efek antagonis lebih kuat dari efek agonis. Efek
antagonis dihasilkan oleh kerjanya yang dapat
menggese ropioid lain dari reseptornya.
Adiksi, Ketergantungan Obat Serta
Toleransi Pada Morfin Dan Opioid
Dalam adiksi terdapat 2 fenomena :
O Adanya tendensi untuk meningkatkan dosis (karena adanya
toleransi)
O Adanya ketergantungan
Terdapat 3 tipe toleransi farmakologi, yaitu :
O Toleransi disposisiol-perubahan farmakokinetik menyebabkan
obat lebih sedikit berada di tempat kerja. Mekanisme utama
ialah ditingkatkannya metabolisme obat
O Toleransi farmakodinamik-perubahan berupa penyesuaian
dengan jaringan target dengan diturunkannya respon terhadap
konsentrasi obat yang diberikan.
O Toleransi perilaku-penyesuaian terhadap efek obat yang
mengubah tingkah laku.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai