Anda di halaman 1dari 24

Pengukuran dan Evaluasi Program

Serta Kesuksesan Deteksi


dan Pengobatan TB
Pembimbing : dr. Lusia Gani, MSI

Oleh :

1. Silvia Kartika 2015-061-164


2. Johannes Paulus Fernandez 2015-061-166
3. Irvin Marcel 2016-061-002
4. Alansan Julio Sutanto 2016-061-003
5. Meida Amanda Shafira Siregar 2016-061-005
6. Yohanes Deni Brianto 2016-061-006
7. Erviana 2016-061-107
8. Lisye Konny 2016-061-075
9. Joseph Ivan Jacob 2016-061-029
Evaluasi Program
Pemantauan dan evaluasi merupakan salah satu fungsi manajemen
yang vital untuk menilai keberhasilan pelaksanan program
penanggulangan TB.
Dilakukan berkala dan kontinu
Mendeteksi masalah secara dini dalam pelaksanaan kegiatan
yang telah direncanakan, agar dapat dilakukan tindakan
perbaikan segera.
Berguna untuk menilai sejauh mana tujuan dan target yang telah
ditetapkan sebelumnya telah tercapai pada akhir suatu periode
waktu.
Evaluasi Program
- Evaluasi dilakukan setelah suatu periode waktu tertentu, biasanya
setiap 6 bulan hingga 1 tahun.

- Dalam mengukur keberhasilan tersebut diperlukan indikator dan


standar.

- Hasil evaluasi berguna untuk kepentingan perencanaan program


dan perbaikan kebijakan program penanggulangan TB.
Pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi
Program TB
Merupakan tanggung jawab masing-masing tingkat pelaksana
program, mulai dari Fasilitas Kesehatan, Kabupaten/Kota,
Provinsi hingga Pusat.

Komponen monitoring dan evaluasi, adalah pencatatan


pelaporan, analisis indikator dan hasil dari supervisi.
Indikator Penanggulangan TB Nasional

Untuk menilai kemajuan atau keberhasilan penanggulanan


TB di Indonesia, digunakan beberapa indikator:

1. Angka Penemuan Pasien baru TB BTA Positif (Case


Detection Rate/CDR)

2. Angka Keberhasilan Pengobatan (Success Rate/SR)


Case Detection Rate

Angka penemuan kasus baru TB BTA positif (Case


Detection Rate, CDR) adalah persentase jumlah kasus baru
BTA positif yang ditemukan dan diobati dibagi dengan
jumlah kasus baru TB yang diperkirakan pada suatu populasi
di suatu wilayah
Case Detection Rate

Target CDR Program Penanggulangan Tb


Nasional Minimal 70%
Faktor Penyebab Rendahnya Case Detection Rate

1. Kesulitan suspek kasus dalam mengeluarkan dahak


2. Program TB hanya mengandalkan Passive Case Finding (PCF) untuk
menjaring kasus
3. Penerapan estimasi prevalensi kasus BTA positif TB yang seragam
diseluruh Indonesia yaitu 107 kasus/ 100.000 penduduk, untuk
semua kota, kabupaten dan kecamatan
4. Penyebab lain seperti : penjaringan terlalu longgar, banyak orang
yang tidak memenuhi kriteria suspek jejaring dan kualitas dahak
yang diperiksa kurang baik
Angka Keberhasilan Pengobatan TB
(Treatment Success Rate = TSR)

TSR adalah angka yang menunjukkan persentase pasien baru TB


Paru Terkonfirmasi Bakteriologis yang menyelesaikan pengobatan
(baik yang sembuh maupun pengobatan lengkap) diantara pasien
baru TB paru Terkonfirmasi Bakteriologis yang tercatat.
TSR merupakan penjumlahan dari angka kesembuhan dan angka
pengobatan lengkap.
Target 85%
Tuberculosis Treatment Success Rate
Indikator lainnya
Untuk mencapai indikator nasional, terdapat beberapa indikator
proses, yaitu
Indikator Penemuan TB
Indikator Pengobatan TB
Indikator Penunjang TB
Indikator Penemuan TB
Indikator Pengobatan TB
Indikator Penunjang TB
Supervisi Program Pengendalian TB
Supervisi TB bertujuan meningkatkan kinerja
petugas, melalui suatu proses yang sistematis
untuk:
Meningkatkan pengetahuan petugas
Meningkatkan keterampilan petugas
Memperbaiki sikat petugas dalam bekerja
Meningkatkan motivasi petugas
Supervisi Program Pengendalian TB
Supervisi harus dilaksanakan di semua tingkat
dan disemua unit pelaksana
Karena petugas memerlukan bantuan untuk
mengatasi masalah dan kesulitan yang mereka
temukan
Suatu umpan balik tentang kinerja harus
selalu diberikan untuk memberikan dorongan
semangat kerja.
Perencanaan Supervisi TB
Supervisi harus dilaksanakan secara rutin dan
teratur pada semua tingkat.
Faskes (misalnya: Puskesmas, RS,
BBKPM/BKPM, termasuk laboratorium) harus
dilaksanakan sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan
sekali.
Kabupaten/kota dilaksanakan sekurang-
kurangnya 3 (tiga) bulan sekali, dan
Provinsi dilaksanakan sekurang-kurangnya 6
(enam) bulan sekali.
Persiapan Supervisi TB
Persiapan perlu dilakukan agar pelaksanaan
supervisi mencapai tujuannya secara efektif dan
efisien. Persiapan supervisi meliputi:
1) Penyusunan jadwal kegiatan.
2) Pengumpulan informasi pendukung.
3) Pemberitahuan atau perjanjian ke
faskes/dinkes/instansi yang akan dikunjungi.
4) Penyiapan atau pengembangan daftar tilik
supervisi.
5) Menyusun kerangka laporan.
Pelaksanaan Supervisi TB
Dalam pelaksanaan supervisi hal-hal yang perlu
diperhatikan, terutama:
1) Kepribadian supervisor:
Mempunyai kepribadian yang menyenangkan dan
bersahabat.
Mampu membina hubungan baik dengan petugas di
faskes/dinkes/instansi yang dikunjungi.
Menjadi pendengar yang baik, penuh perhatian,
empati, tanggap terhadap masalah yang disampaikan,
dan bersama-sama petugas mencari pemecahan.
Melakukan pendekatan fasilitatif, partisipatif dan
tidak instruktif.
Pelaksanaan Supervisi TB
2) Kegiatan penting selama supervisi:
Melakukan review dokumen, data dan catatan-
catatan
Melakukan pemeriksaan ketersediaan logistik.
Diskusi kegiatan dan masalahnya bersama petugas
Melakukan pengamatan saat petugas bekerja
Memberikan motivasi untuk peningkatan kinerja,
kreatifitas, inovatif, inisiatif,
Melakukan identifikasi kebutuhan pelatihan bagi
petugas di institusi tersebut.
Memberikan laporan termasuk umpan balik saran
yang jelas, realistis, sederhana dan dapat
dilaksanakan
Menyusun Laporan Supervisi TB
Supervisor harus membuat laporan supervisi
segera setelah menyelesaikan kunjungan.
Laporan supervisi harus memuat:
Latar belakang (pendahuluan)
Tujuan supervisi
Temuan-temuan: kelebihan dan kekurangan
Kemungkinan penyebab masalah atau
kesalahan
Saran pemecahan masalah
Menyusun Laporan Supervisi TB
RTL (Rencana Tindak Lanjut)
Laporan supervisi sebaiknya dibuat 3 (tiga)
rangkap:
1. Diberikan ke faskes/dinkes/instansi yang
dikunjungi sebagai umpan balik untuk
acuan perbaikan program
2. Diberikan ke atasan langsung supervisor
3. Arsip sebagai bahan untuk rencana supervisi
berikutnya
Sumber
Kementerian Kesehatan RI (2014). Pedoman
nasional penanggulangan tuberkulosis
(Update). Jakarta: DepKes RI.

Anda mungkin juga menyukai