Annafira Yuniar
132011101026
Pembimbing
dr. Bambang Indra, Sp. THT
4
Mastoiditis Kataral
Mastoiditis pada tahap ini terjadi mengikuti
stadium supurasi pada otitis media supuratif
akut.
Pada tahap ini terjadi kongesti dari mukosa
mastoid yang dapat memperparah gejala.
5
Mastoiditis Kataral
Gejala:
a. Nyeri, terdapat nyeri berulang yang
menyertai otitis media akut. Nyeri tersebut
dapat semakin parah dan terjadi pada regio
mastoid
b. Gejala konstitusional yang lebih parah
c. Otore mungkin bertambah banyak dan
berwarna kuning kental
d. Peningkatan derajat ketulian lebih jauh
e. Nyeri tekan antrum mastoid
6
Mastoiditis Koalesens
Oleh karena penyebaran infeksi, granulasi dan
edema berkembang sehingga keduanya
memblokade sebagian atau seluruh saluran ke
arah antrum.
Terjadi penumpukan pus pada rongga mastoid
yang disertai kerusakan sekat-sekat di antara sel
udara pada mastoid.
Sel-sel udara pada mastoid bersatu dan rongga
mastoid dipenuhi pus (empiema).
7
Mastoiditis Koalesens
Gejala:
a. Nyeri semakin bertambah berat
b. Gejala konstitusional semakin menonjol.
Takikardi yang meningkat perlahan-lahan
seringkali dijumpai
c. Otore dapat bertambah ataupun menurun
tergantung pada obstruksi dari sistem
drainase pada mastoid yang disebabkan
karena adanya blokade akibat mukosa yang
edema pada saluran menuju antrum mastoid
8
d. Pemeriksaan membran timpani sebagai akibat
kongesti dan adanya reservoir sign mastoid ditandai
dengan adanya discharge yang profus atau berkurang
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya
e. Nyeri tekan antrum mastoid menjadi lebih menonjol
f. Kanalis auditori eksterna menunjukkan adanya
edema dan menurun pada bagian posterosuperior
9
Mastoiditis Kronis
Mastoiditis kronis muncul menyertai atau sebagai akibat
dari otitis media supuratif kronis.
Otitis media kronis tipe aman dapat menghasilkan sedikit
granulasi pada mastoid, sedangkan otitis media kronis tipe
bahaya dengan kolesteatoma dapat menghancurkan tulang
mastoid secara bertahap, sehingga mastoid dapat terisi
kolesteatoma dan granulasi.
Biasanya terjadi pada mastoid aseluler.
Mastoiditis akut dapat tumpang tindih dengan mastoiditis
kronis, pada kasus ini gejala otitis media kronis juga
muncul.
10
Abses Mastoid
Penyakit mastoid akut maupun kronis dapat
menyebabkan pembentukan berbagai jenis abses,
sejalan dengan terjadinya nekrosis tulang mastoid dan
nanah yang membuat jalan keluarnya sendiri.
11
Abses Mastoid
1. Abses Subperiosteal
Merupakan jenis abses yang paling sering terjadi
sebagai akibat infeksi mastoid.
- Gejala:
a. Nyeri pada antrum mastoid semakin berat
b. Pembengkakan diatas antrum mastoid muncul karena
adanya edema dan abses
c. Pinna terdorong keluar, bawah dan ke depan dan
sering disebut “erection of pinna”. Hal ini sebagai
akibat dari keluarnya pus dari rongga mastoid melalui
korteks dari tulang mastoid dan menyebar secara
subperiosteal
d. Gejala konstitusional semakin berat
12
Diagnosis Banding Abses Subperiosteal
a. Otitis eksterna akut
b. Otalgia
c. Limfadenitis retroaurikuler biasa muncul sebagai
penyerta infeksi kulit kepala atau otitis eksterna
dan seringkali keliru dengan abses mastoid
d. Kista retroaurikuler tetapi jarang dan tidak nyeri
13
2. Abses Bezold
Abses jenis ini terjadi dalam otot
sternomastoid. Abses menyebar ke dalamnya
akibat nekrosis dari ujung mastoid karena abses.
Pasien mengalami tortikolis dan pembengkakan
hebat di bawah bagian atas dari sternomastoid.
Abses ini memiliki gejala yang sama dengan
abses subperiosteal.
Penyebaran nanah di dalam selubung otot
disebut juga “the sinking abscess” pada leher.
14
3. Abses Zigomatik
Jika jalur abses sepanjang processus zigomaticus
dari mastoid, maka akan mengakibatkan pembengkakan
di bagian atas dan depan dari telinga luar.
4. Abses Luc
Abses memiliki jalur di bawah periosteum dari atap
kanalis yang tersusun atas tulang untuk mencapai posisi
subtemporal.
5. Abses Citelli
Abses menyebar hingga ke segitiga digastrik
sepanjang bagian posterior dari otot digastrik.
15
Pemeriksaan Radiologis
Mastoiditis kataral menunjukkan adanya kabut pada sel
udara tulang mastoid.
Mastoiditis koalesens mulai menunjukkan kerusakan sel
udara mastoid dan sel-sel tersebut tampak menyatu.
Mastoiditis kronis menunjukkan mastoid yang sklerotik
dengan atau tanpa adanya erosi tulang pada area yang
sklerotik.
Komplikasi lebih jauh mungkin disebabkan adanya erosi
dari lempeng sinus, tegmen dan ujung mastoid.
CT-Scan menunjukkan hasil yang lebih detail
dibandingkan pemeriksaan radiologis.
16
Terapi
Mastoiditis
- Mastoiditis kataral memberi respon terhadap terapi
konservatif yang biasa digunakan sebagai
pengobatan otitis media akut. Perubahan antibiotik
mungkin dapat bermanfaat. Miringotomi mungkin
dapat membantu menyediakan drainase yang lebih
baik bagi eksudat.
- Mastoiditis koalesens diterapi dengan
mastoidektomi sederhana untuk mengeluarkan pus
pada rongga mastoid. Antibiotik harus diberikan
secara adekuat.
- Mastoiditis kronis diterapi dengan tindakan
modifikasi radikal atau radikal mastoidektomi
apabila terdapat kolesteatoma.
17
Abses mastoid
- Drainase dan insisi harus dilakukan, lebih baik jika
dilakukan di bawah anestesi general. Hal ini dapat
mengurangi tekanan yang diakibatkan oleh
penumpukan pus.
- Mastoidektomi: saat kongesti dan infeksi
berkurang, mastoidektomi sederhana diperlukan
pada mastoiditis koalesens akut, sedangkan radikal
atau modifikasi radikal mastoidektomi dilakukan
pada kasus mastoiditis kronis dengan kolesteatoma.
18
Bentuk Khusus Mastoiditis
Masked Mastoiditis: akibat penggunaan antibiotik yang
inadekuat atau kurang cocok dapat menutupi tanda dan gejala
klasik dari mastoiditis akut. Tetapi penyakit ini berjalan
progresif secara diam-diam dan tetap memiliki resiko untuk
menimbulkan komplikasi. Terdapat tanda-tanda mastoiditis
pada pemeriksaan radiologis.
Mastoiditis pada anak: seringkali tak terduga, tanda pertama
adalah adanya abses subperiosteal pada regio mastoid. Hal ini
terjadi akibat penipisan dari korteks mastoid dan pengeluaran
pus yang lebih awal melalui sutura petrosquamous. Gejala diare
dan muntah mungkin muncul.
Mastoiditis diabetik: Pasien dengan diabetes yang tak terkontrol
mungkin dapat memiliki mastoiditis yang mirip dengan masked
mastoiditis.
19
KELAINAN TELINGA TENGAH
AKIBAT TRAUMA
Kondisi traumatik di bawah ini dapat mempengaruhi
telinga tengah, yaitu:
a. Perforasi traumatik
b. Haemotimpanum
c. Diskontinuitas osikular
d. Barotrauma telinga
20
Perforasi Traumatik Membran
Timpani
Etiologi
Perforasi traumatik membran timpani terjadi
sebagai akibat dari:
a. Tamparan yang mengenai telinga
b. Membersihkan telinga menggunakan instrumen
c. Cedera kepala
d. Adanya benda asing di telinga
e. Prosedur valsava yang dilakukan dengan paksa
21
Gejala Klinis
Pasien mengalami perdarahan dari telinga, nyeri dan
tuli. Perforasi akibat trauma memiliki bentuk yang ireguler dan
mungkin saja berhubungan dengan diskontinuitas osikular.
Terapi
a. Konservatif sama halnya dengan otitis media akut.
Pada kasus cedera kepala, tetes telinga tidak dianjurkan
untuk mencegah meningitis, khusunya bila terdapat CSF
otore.
b. Perforasi yang kecil akan sembuh dalam waktu 6-8
minggu.
c. Perforasi yang tidak membaik atau sembuh dapat ditutup
dengan teknik miringoplasti atau timpanoplasti.
22
Haemotimpanum
Darah dapat menumpuk pada telinga tengah
sebagai akibat cedera kepala atau prosedur bedah.
Membran timpani tampak kebiruan dan terdapat
tuli konduktif.
23
Terapi
Antibiotik dan dekongestan nasal
Darah biasanya dikeluarkan melalui tuba Eustachius
atau akan diserap dengan sendirinya dalam waktu 3
minggu
Aspirasi: jika darah tetap tersisa, dapat dilakukan
prosedur miringopuncture atau miringotomi
24
Diskontinuitas Osikular
Jika hubungan antar tulang (osikular) terganggu,
dapat terjadi tuli konduktif.
Impedansi audiometri menunjukkan peningkatan
komplians (Tipe kurva Ad).
Terapi: osikuloplasti untuk memperbaiki masalah
25
Barotrauma Telinga
Etiopatologi
- Perubahan tekanan: saat pesawat mendarat atau ketika
menyelam dihasilkan tekanan relatif negatif intratimpani.
Ketika tekanan intratimpani tinggi, udara dapat keluar
melalui tuba Eustachius secara pasif. Tetapi ketika tekanan
intratimpani rendah, penyesuaian tekanan tidak terjadi
karena adanya penutupan tuba, kecuali bila tuba
Eustachius tetap terbuka secara aktif karena gerakan
mengunyah atau ketika menguap.
- Disfungsi tuba Eustachius: jika terdapat edema atau
obstruksi dari tuba Eustachius akibat adenoiditis, rinitis,
sinusitis, atau deviasi septum nasi, masalah bisa makin
parah dan penutupan tuba terjadi dengan perbedaan
tekanan minor.
26
Gejala Klinis
1. Tuli progresif yang dapat membaik dengan gerakan
mengunyah. Tuli tersebut meningkat secara
bertahap.
2. Nyeri sering timbul jika masalah berat.
3. Tinitus dapat terjadi
4. Pada tahap awal, membran timpani retraksi,
kongesti terjadi pada tahap lanjut. Perforasi dapat
terjadi jika masalah berat.
27
Terapi
- Gerakan mengunyah dan perasat valsava mungkin
membantu
- Antibiotik, analgesik dan dekongestan mungkin
dibutuhkan
- Miringopuncture dengan tujuan mengeluarkan udara
pada telinga tengah dapat memberi perbaikan
- Miringotomi dengan insersi grommet mungkin
diperlukan pada kasus yang berulang
Pencegahan
- Penerbangan saat mengalami infeksi saluran pernafasan
atas dihindari
- Dekongestan hidung sebelum penerbangan seringkali
membantu
- Disfungsi tuba Eustachius harus diobati
28
Eustachian Kataral
Tuba Eustachius dapat menjadi tersumbat akibat
penyakit pada hidung, sinus paranasal dan faring.
Oleh karena obstruksi kronis pada tuba Eustachius,
terjadi penyerapan udara di telinga tengah dan
membran timpani menjadi retraksi.
Pasien mengalami tuli konduktif.
29
Terapi
Faktor kausatif:
Penyakit hidung, sinus paranasal, atau faring yang
menyebabkan obstruksi tuba Eustachius, maka dari
itu harus segera dieradikasi.
Perasat valsava atau kateterisasi Eustachius dapat
dilakukan.
Miringopuncture: pungsi dan aspirasi udara pada
telinga tengah dapat memberikan perbaikan segera.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Bhargava, K. B., Bhargava, S. K., Shah, T. M. 2002. A
Short Text book of E.N.T Diseases Sixth Edition.
Mumbai: Usha Publications.
31