Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA

KEPALA DAN TULANG BELAKANG


AISYAH NUR SYAHIDAH
BAGUS SADEWO
FITRI NING LESTARI
NUR INTIFADAH
NURUL HUMAIRAH
PUTRI PULI ROSTIANA
SAVIRA MELATI
Pendahuluan
 Trauma kepala meliputi trauma kepala, tengkorak dan otak
 penyakit neurologis
 Resiko utama pasien yang mengalami trauma kepala 
kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak
sebagai respon terhadap cedera  peningkatan tekanan intra
cranial (PTIK).
Trauma kepala

Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit


kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik
secara langsung maupun tidak langsung pada kepala. (Suriadi & Rita
Yuliani, 2001)
Klasifikasi trauma kepala berdasarkan Nilai Skala Glasgow (SKG):
 Minor
SKG 13 – 15 Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi
kurang dari 30 menit. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur
cerebral, hematoma.

 Sedang
SKG 9 – 12 Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit
tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.

 Berat
SKG 3 – 8 Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24
jam. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma
intrakranial.
Etiologi
 Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau
sepeda, dan mobil.
 Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.
 Cedera akibat kekerasan.
Patofisiologi
Manifestasi klinis
1. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
2. Kebungungan
3. Iritabel
4. Pucat
5. Mual dan muntah
6. Pusing kepala
7. Terdapat hematoma
8. Kecemasan
9. Sukar untuk dibangunkan
10. Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari
hidung (rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang
temporal. 7
Pathway
Komplikasi
 Hemorrhagie
 Infeksi
 Edema
 Herniasi
Pemeriksaan Penunjang
 Laboratorium: darah lengkap (hemoglobin, leukosit, CT, BT)
 Rotgen Foto
 CT Scan
 MRI
Penatalaksanaan
Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma
kepala adalah sebagai berikut:
 Observasi 24 jam
 Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
 Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
 Anak diistirahatkan atau tirah baring.
 Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
 Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
 Pemberian obat-obat analgetik.
 Pembedahan bila ada indikasi.
Asuhan keperawatan
Pengkajian
1. Riwayat kesehatan:
 waktu kejadian
 penyebab trauma
 posisi saat kejadian
 status kesadaran saat kejadian
 pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes,
biot, hiperventilasi, ataksik)
b. Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK
c. Sistem saraf :
1) kesadaran : GCS 10
2)Fungsi saraf kranial : trauma yang mengenai/meluas ke
batang otak akan melibatkan penurunan fungsi saraf kranial.
3) Fungsi sensori-motor : adakah kelumpuhan, rasa
baal, nyeri, gangguan diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia,
hiperalgesia, riwayat kejang.
d. Sistem pencernaan
1) Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks
menelan, kemampuan mengunyah, adanya refleks
batuk, mudah tersedak. Jika pasien sadar tanyakan pola makan?
2) Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi
natrium dan cairan.
3) Retensi urine, konstipasi, inkontinensia.
e. Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik :
hemiparesis/plegia, gangguan gerak volunter, ROM, kekuatan otot.
f. Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan : disfagia
atau afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis.
g. Psikososial : data ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat
pasien dari keluarga.
Diagnosa Keprawatan
1. Resiko tidak efektifnya bersihan jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas
berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan
meningkatnya tekanan intrakranial.
2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan
peningkatan tekanan intrakranial.
3. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya
kesadaran.
4. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan mual dan muntah.
5. Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan
intrakranial.
6. Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.
7. Resiko infeksi berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala.
8. Kecemasan orang tua-anak berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma
kepala.
9. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi.
Intervensi Keperawatan
 Resiko tidak efektifnya jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas
berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi
pergerakan, dan meningkatnya tekanan intrakranial.
 Tujuan: Pola nafas dan bersihan jalan nafas efektif yang ditandai dengan tidak ada
sesak atau kesukaran bernafas, jalan nafas bersih, dan pernafasan dalam batas normal.
 Intervensi:
1. Kaji Airway, Breathing, Circulasi.
Kaji anak, apakah ada fraktur cervical dan vertebra. Bila ada hindari
memposisikan kepala ekstensi dan hati-hati dalam mengatur posisi bila ada
cedera vertebra.
1. Pastikan jalan nafas tetap terbuka dan kaji adanya sekret. Bila ada sekret segera
lakukan pengisapan lendir.
2. Kaji status pernafasan kedalamannya, usaha dalam bernafas. Bila tidak ada fraktur
servikal berikan posisi kepala sedikit ekstensi dan tinggikan 15 – 30 derajat.
3. Pemberian oksigen sesuai program.
 Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema
serebral dan peningkatan tekanan intrakranial.
 Tujuan: Perfusi jaringan serebral adekuat yang ditandai dengan tidak ada
pusing hebat, kesadaran tidak menurun, dan tidak terdapat tanda- tanda
peningkatan tekanan intrakranial.
 Intervensi:
1. Tinggikan posisi kepala 15 – 30 derajat dengan posisi “midline” untuk
menurunkan tekanan vena jugularis.
2. Hindari hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya
3. peningkatan tekanan intracranial : fleksi atau hiperekstensi pada leher,
rotasi kepala, valsava meneuver, rangsangan nyeri, prosedur (peningkatan
lendir atau suction, perkusi).
4. tekanan pada vena leher.
5. pembalikan posisi dari samping ke samping (dapat menyebabkan kompresi
pada vena leher).
6. Bila akan memiringkan anak, harus menghindari adanya tekukan pada
anggota badan, fleksi (harus bersamaan). Berikan pelembek tinja untuk
mencegah adanya valsava maneuver.
6. Hindari tangisan pada anak, ciptakan lingkungan yang tenang,
gunakan sentuhan therapeutic, hindari percakapan yang
emosional.
7. Pemberian obat-obatan untuk mengurangi edema atau tekanan
intrakranial sesuai program.
8. Pemberian terapi cairan intravena dan antisipasi kelebihan cairan
karena dapat meningkatkan edema serebral.
9. Monitor intake dan out put.
10. Lakukan kateterisasi bila ada indikasi.
11. Lakukan pemasangan NGT bila indikasi untuk mencegah
aspirasi dan pemenuhan nutrisi.
12. Libatkan orang tua dalam perawatan anak dan jelaskan hal-hal
yang dapat meningkatkan tekanan intrakranial.
 Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan
menurunnya kesadaran.
 Tujuan: Kebutuhan sehari-hari anak terpenuhi yang ditandai dengan
berat badan stabil atau tidak menunjukkan penurunan berat badan,
tempat tidur bersih, tubuh anak bersih, tidak ada iritasi pada kulit,
buang air besar dan kecil dapat dibantu.
 Intervensi:
1. Bantu anak dalam memenuhi kebutuhan aktivitas, makan – minum,
mengenakan pakaian, BAK dan BAB, membersihkan tempat tidur,
dan kebersihan perseorangan.
2. Berikan makanan via parenteral bila ada indikasi. Perawatan kateter
bila terpasang.
3. Kaji adanya konstipasi, bila perlu pemakaian pelembek tinja untuk
memudahkan BAB.
4. Libatkan orang tua dalam perawatan pemenuhan kebutuhan sehari-
hari dan demonstrasikan, seperti bagaimana cara memandikan anak
 Resiko kurangnnya volume cairan berhubungan dengan mual dan
muntah.
 Tujuan: Tidak ditemukan tanda-tanda kekurangan volume cairan
atau dehidrasi yang ditandai dengan membran mukosa lembab,
integritas kulit baik, dan nilai elektrolit dalam batas normal.
 Intervensi:
1. Kaji intake dan out put.
2. Kaji tanda-tanda dehidrasi: turgor kulit, membran mukosa, dan
ubun-ubun atau mata cekung dan out put urine.
3. Berikan cairan intra vena sesuai program.
 Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau
meningkatnya tekanan intrakranial.
 Tujuan: Anak terbebas dari injuri.
 Intervensi:
1. Kaji status neurologis anak: perubahan kesadaran, kurangnya
respon terhadap nyeri, menurunnya refleks, perubahan pupil,
aktivitas pergerakan menurun, dan kejang.
2. Kaji tingkat kesadaran dengan GCS Monitor tanda-tanda vital
anak setiap jam atau sesuai dengan protokol.
3. Berikan istirahat antara intervensi atau pengobatan.
4. Berikan analgetik sesuai program.
 Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.
 Tujuan: Anak akan merasa nyaman yang ditandai dengan anak
tidak mengeluh nyeri, dan tanda-tanda vital dalam batas normal.
 Intervensi:
1. Kaji keluhan nyeri dengan menggunakan skala nyeri, catat
lokasi nyeri, lamanya, serangannya, peningkatan nadi, nafas
cepat atau lambat, berkeringat dingin
2. Mengatur posisi sesuai kebutuhan anak untuk mengurangi
nyeri.
3. Kurangi rangsangan.
4. Pemberian obat analgetik sesuai dengan program.
5. Ciptakan lingkungan yang nyaman termasuk tempat tidur.
6. Berikan sentuhan terapeutik, lakukan distraksi dan relaksasi.
 Resiko infeksi berhubungan dengan adanya injuri.
 Tujuan: Anak akan terbebas dari infeksi yang ditandai dengan
tidak ditemukan tanda-tanda infeksi: suhu tubuh dalam batas
normal, tidak ada pus dari luka, leukosit dalam batas normal.
 Intervensi:
1. Kaji adanya drainage pada area luka.
2. Monitor tanda-tanda vital: suhu tubuh.
3. Lakukan perawatan luka dengan steril dan hati-hati.
4. Kaji tanda dan gejala adanya meningitis, termasuk kaku kuduk,
iritabel, sakit kepala, demam, muntah dan kenjang.
 Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi penyakit
akibat trauma kepala. Tujuan: Anak dan orang tua akan
menunjukkan rasa cemas berkurang yang ditandai dengan tidak
gelisah dan orang tua dapat mengekspresikan perasaan tentang
kondisi dan aktif dalam perawatan anak.
 Intervensi:
1. Jelaskan pada anak dan orang tua tentang prosedur yang akan
dilakukan, dan tujuannya.
2. Anjurkan orang tua untuk selalu berada di samping anak.
3. Ajarkan anak dan orang tua untuk mengekspresikan perasaan
4. Gunakan komunikasi terapeutik.
 Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan
immobilisasi.
 Tujuan: Tidak ditemukan tanda-tanda gangguan integritas kulit
yang ditandai dengan kulit tetap utuh.
 Intervensi:
1. Lakukan latihan pergerakan (ROM).
2. Pertahankan posisi postur tubuh yang sesuai. Rubah posisi
setiap 2 jam sekali atau sesuai dengan kebutuhan dan kondisi
anak. Kaji area kulit: adanya lecet.
3. Lakukan “back rub” setelah mandi di area yang potensial
menimbulkan lecet dan pelan-pelan agar tidak menimbulkan
nyeri.

Anda mungkin juga menyukai