PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER TEKNIK ARSITEKTUR
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2017
Teori Antropologi Arsitektur
Rapoport mengungkapkan bahwa arsitektur bermula sebagai tempat
bernaung. Oleh karena itu banyak anggapan di masyarakat bahwa
arsitektur adalah sesuatu yang berhubungan dengan bangunan sebagai
tempat tinggal.
Arsitektur Rumah Aceh merupakan hasil karya cipta dari kearifan masyarakat Aceh
dalam menyikapi alam dan keyakinan (religius). Arsitektur rumah berbentuk
panggung dengan menggunakan kayu sebagai bahan dasarnya merupakan bentuk
adaptasi masyarakat Aceh terhadap kondisi lingkungannya. Struktur rumah tradisi
yang berbentuk panggung memberikan kenyamanan kepada penghuninya.
Telaah Budaya Tektonika Rumoh Aceh
Ketektonikaan Rumoh Aceh dapat dibaca dari distribusi ruang, struktur dan
ornamentasinya. Dimana kombinasi dari ketiganya menghasilkan tingkat
seni konstruksi yang sempurna bagi kebutuhan masyarakat Aceh pada
zamannya dan seyogianya terus berlangsung hingga sekarang. Rumoh Aceh
memiliki sebuah tipe yang tetap, diantaranya dapat dilihat dari orientasi
bangunan, ruangan dan elemen strukturnya.
1. Distribusi Ruang/ Denah
Rumoh Aceh merupakan rumah panggung. Besarnya Rumoh Aceh tergantung pada
banyaknya ruweueng (ruang). Ada yang tiga ruang, lima ruang, tujuh ruang hingga
sepuluh ruang. Beranda muka disebut seuramo keue (karena di sini ditempatkan tangga
masuk, disebut juga seuramo rinyeuen), serambi belakang disebut seuramo likot. Bagian
utama rumah adalah pada bagian tengah, yang dibuat lebih tinggi dari pada lantai
serambi. Bagian utama rumah ini disebut Tungai. Pada bagian Tungai ini terletak dua bilik
(kamar) tidur, yaitu rumoh Inong dan anjong. Rumoh inong adalah bilik peurumoh
(master bedroom), sedangkan anjong adalah bilik untuk anak perempuan.
Demikian mulianya posisi peurumoh dalam Adat Aceh. Keharmonisan rumah tangga adalah
hal yang paling penting, sehingga ditempatkan pada posisi yang paling utama, di tengah
dan di lantai tertinggi. Di antara kedua kamar tidur itu ada lorong penghubung antara
seuramo rinyeuen dengan seuramo likot, yang bernama Rambat. Di bagian belakang ada
rumoh dapu (dapur) yang elevasi lantainya lebih rendah dari seuramo likot. Dapur
mendapat posisi terendah. Karena ruang ini merupakan perluasan rumah, atau sebagai
tambahan ruang pada rumah saja.
Dapat kita pahami masyarakat Aceh telah mengonsepkan ruang dengan suatu hirarki.
Secara fisik bangunan, hirarki ini tampak pada elevasi yang berbeda di tiap lantai
ruangan. Hal ini berhubungan dengan struktur yang membentuk ruang menjadi demikian.
Seuramo Keue
Seuramo Likot
2. Anatomi dan Struktur Rumoh Aceh
Rumah Aceh atau Rumoh Aceh terdiri atas tiang-tiang penopang lantai, tangga, lantai,
dinding, jendela dan atap yang keseluruhannya dibangun tanpa menggunakan paku.
Material yang digunakan yaitu tali pengikat yang berbahan tali ijuk, pasak, rotan dan
kulit pohon waru, papan, enau, kayu dan bambu.
Banyaknya jumlah tiang penopang di rumah aceh bervariasi tergantung dari berapa banyak
ruangan yang terdapat di dalam rumah atau dari seberapa luas ukuran rumah. Biasanya
masyarakat aceh membangun rumah dengan jumlah tiang sebanyak 16, 18, 22 dan 24.
Namun ada pula yang sanggup membangun dengan jumlah tiang mencapai 40 atau bahkan
80.
Berbanding terbalik dengan bangunan yang besar dan juga tinggi, pintu
masuk utama rumoh aceh atau pinto aceh ini sangatlah mungil. Tingginya
hanya sekitar 120-150 cm. Hal ini membuat orang yang hendak masuk
otomatis menundukkan kepala agar tidak terbentur. Konsep ukuran pintu
yang mungil ini menggambarkan bahwa siapa pun orang yang hendak masuk,
kaya atau miskin, tua atau muda hendaknya menghormati sang pemilik
rumah. Karena pintu ibarat hati pemilik rumah, perlu upaya untuk
memasukinya namun apabila telah masuk maka akan diterima dengan penuh
kebesaran hati tanpa sekat sekat seperti luasnya bagian dalam rumah. Hal
ini sesuai dengan pribadi masyarakat aceh yang menjunjung adat, yaitu
tidak suka menyombongkan diri.
Serupa dengan pintu aceh, jendela rumah
aceh pun mungil-mungil, dengan ukuran
0.6x1 m. Biasanya jendela diletakkan di
dinding sebelah barat dan timur yaitu pada
rumoh inong dan rumoh anjoeng serta dua
buah jendela berada di bagian depan rumah.
Material utama lantai pada rumoh aceh adalah papan dan kadang menggunakan kayu
enau. Selain itu terdapat pula bambu yang dimanfaatkan untuk membuat gasen (reng),
alas lantai, beuleubah (tempat menyemat atap), dan lainnya. Salah satu keunikan
lantai pada rumoh aceh yaitu adanya gap atau celah antar papan sekitar 1cm. Gap ini
menjadi tempat terbuangnya kotoran yang ada di lantai rumah bila disapu.
Begitu banyak keunikan yang ada di rumah aceh, termasuk dengan atap rumahnya.
Atap rumah pada rumah aceh tidak bersifat permanen atau mudah untuk dilepaskan
karena hanya dihubungkan menggunakan tali ijuk. Hal ini dilakukan mengingat bahan
dasar atap yaitu daun rumbia atau daun enau yang rentan terbakar. Untuk mengurangi
rambatan api maka tali ijuk dapat dipotong dan atap dapat dilepaskan.
3. Ornamentasi Rumoh Aceh
Ukiran yang terpasang sebagai hiasan Rumoh Aceh tidak diukir secara sembarangan.
Setiap ukiran memiliki bentuk-bentuk khas yang diambil dari benda-benda sekitar.
Ukiran yang tedapat pada bidang-bidang penutup fasad rumah ini tidak hanya
berfungsi sebagai penghias rumah, namun dapat juga menjadi tempat masuknya sinar
matahari lewat celah-celah kecil tersebut.
Rumah adat identik dengan motif – motif ukiran yang khas yang tersebar di seluruh
bagian rumah. Begitu pula dengan rumoh aceh. Bentuk ukirannya berupa pola
simetris, belah ketupat, garis silang dan kaligrafi. Umumnya ukirannya berupa ayat
suci Al Quran, flora berupa semua bagian bunga dan lainnya, fauna, dan alam.
Konsep-konsep Islami dalam Arsitektur Rumoh Aceh
Konsep-konsep Islam didalam Arsitektur Rumoh Aceh, sangat kuat menyimbolkan kadar
keislaman rakyat Aceh, dapat kita lihat antara lain sebagai berikut:
1. Arah kiblat
Setelah Islam masuk ke Aceh, arah Rumoh Aceh mendapatkan justifikasi keagamaan. Dalam
agama Islam, ibadah shalat selalu menghadap ke kiblat. Maka itu, rumah juga dibuat
memanjang ke arah kiblat, yakni ke arah barat, mencerminkan upaya masyarakat Aceh untuk
membangun garis imajiner dengan Ka‘bah yang berada di Mekkah. Itu sebabnya pada seuramo
rinyeuen tangga dan pintu masuk ke Rumoh tidak di letakkan di Barat, tetapi selalu berada di
sebelah Timur atau di tengah seuramo, maksudnya agar tidak mengganggu orang yang sedang
Shalat menghadap ke kiblat.
Bukaan pada dinding seuramo rumoh Aceh tidak terlalu besar dan untuk pencahayaan digunakan
screen (lubang-lubang kecil) untuk meredam terik matahari. Lubang lubang kecil pada dinding
ini mengingatkan kita pada ”Masyrabiyya” di Saudi Arabia.
Tidak seperti halnya serambi rumah Betawi yang terbuka lebar, serambi rumoh Aceh itu
tertutup, hanya sedikit saja bagian yang terbuka. Orang dari luar sukar melihat ke dalam tetapi
orang dari dalam dapat melihat keluar. Demikian cara Aceh membudayakan seni interior, seolah
memberi pesan agar aurat itu jangan diobral keluar ke semua orang yang lalu lalang di depan
rumah. Di dalam Rumoh Aceh, ada dua buah serambi yang sengaja dibuat terpisah sesuai dengan
ajaran Islam, yaitu seuramo keue untuk kaum pria dan seuramo likot khusus untuk kaum wanita.
Nabi mengajarkan thaharah, bersuci dengan mandi, berwudhu dan istinja’, agar badan kita
menjadi bersih. Raga yang bersih sebagai cerminan dari hati yang suci. Orang Aceh menaruh
guci pembasuh kaki dibawah tangga rumoh Aceh. Sebaiknya bersuci dulu, sebelum naik ke
rumah.
Kesimpulan