Anda di halaman 1dari 18

Gangguan Bicara dan Bahasa

Gangguan perkembangan bahasa dan bicara


merupakan gangguan perkembangan yang sering
ditemukan pada anak umur 3-16 tahun. Gangguan
bahasa ini juga sering merupakan komorbid pada
penyakit / kelainan tertentu sekitar 50%, seperti
retardasi mental, tuli, kelainan bahasa ekspresif ,
deprivasi psikososial, autisme, electie mutism, afasia
reseptif dan palsi serebral.
Ganggguan bicara dan bahasa pada anak,tergantung
pada alat skrining dan diagnotik yang digunakan yang
mencakup dua aspek yaitu:
1. Terdapat keterlambatan perkembangan bahasa dan
biacara, dibandingkan dengan anak lain yang sama
umur, jenis kelamin, adat istiadat, dan kecerdasannya
2. Terdapat kesenjangan anatara potensi anak untuk
bicara dengan penampilan anaka yang kita observasi.
Angka Kejadian
Untuk mengggambarakan angka kejadian
gangguan biacara secara tepat sangat sulit dilakukan,
kareana terminologi yang digunakan masih rancu,
tergantung pada umur saat didiagnosis. Angaka
kejadiannya berkisar anatara 1% sampi 32% pada
populasi normal. Pada umumnya 60% anaka yang
mengalami gangguan bicara akan membaik secara
spontan pada umur kurang dari 3 tahun.
Faktor penyebab gangguan bicara dan bahasa antara
lain :
a. Lingkungan
b. Kemampuan pendengaran
c. Kognitif
d. fungsi saraf
e. Emosi psikologis
Klasifikasi gangguan bicara menurut Rutter

Ringan Keterlambatan akuisisi dari bunyi Dislalia


kata-kata, bahasa normal
Sedang Keterlambatan lebih berat dari Disfasia ekspresif
akuisisi dari bunyi kata-kata dan
perkembangan bahasa terlambat
Berat Keterlambatan lebih berat dan Disfasia reseptif
bahasa, gangguan pemahaman dan tuli persepsi
bahasa
Sangat Gangguan pada seluruh Tuli persepsi dan
berat kemampuan bahasa tuli sentral
Aram DM (1987) dan Towne (1983) mengatakan bahwa
dicurigai ada gangguan perkembangan kemampuan
bahasa pada anak jika ditemukan gejala-gejala sebagai
berikut :
1. Pada usia 6 bulan, anak tidak mampu memalingkan
mata dan kepalanya terhadap suara yang datang dari
belakang atau samping.
2. Pada usia 10 bulan, anak tidak memberi reaksi
terhadap panggilan namanya sendiri.
3. Pada usia 15 bulan, anak tidak mengerti dan tidak
memberi reaksi terhadap kata-kata jangan, da-da dan
sebagainya.
4. Pada usia 18 bulan, anak tidak dapat menyebutkan
sepuluh kata tunggal.
5. Pada usia 21tahun, anak tidak memberi reaksi
terhadap perintah (misalnya duduk, berdiri).
6. Pada usia 24 bulan, anak tidak bisa menyebut bagian-
bagian tubuh, dan anak belum mampu
mengetengahkan ungkapan yang terdiri dari 2buah
kata.
7. Setelah usia 24 bulan, anak hanya mempunyai
perbendaharaan kata yang sangat sedikit.
8. Pada usia 30 bulan, ucapannya tidak dapat dimengerti
oleh anggota keluarga.
9. Pada usia 36 bulan, anak belum dapat menggunakan
kalimat-kalimat sederhana, tidak bisa bertanya dengan
kalimat tanya yang sederhana dan ucapannya tidak
dimengerti oleh orang di luar keluarganya.
10. Pada usia 5 tahun, anak selalu gagal untuk
menyebutkan kata akhir (ca untuk cat, ba untuk ban, dll).
11. Setelah usia 4 tahun, anak tidak lancar berbicara/gagap.
12. Setelah usia 7 tahun, masih ada kesalahan ucapan.
13. Pada usia berapa saja, terdapat hipernasalitas atau
hiponasalitas yang nyata atau mempunyai suara monoton
tanpa henti, sangat keras atau tidak dapat didengar, serta
terus-menerus memperdengarkan suara yang serak.
Penatalaksanaan
 Deteksi dan penanganan dini gangguan bicara dan
bahasa pada anak  membantu anak-anak dan orang
tua untuk menghindari atau memperkecil kelainan
pada masa sekolah.
Gangguan Tidur Pada Anak

Tidur adalah suatu perilaku alami ketika seseorang


kehilangan kontak perseptual dengan lingkungannya.
Epidemiologi
Sekitar 35-45% gangguan tidur terjadi pada anak
berumur 2-18 tahun. Chervin et al dalam Soejiningsih
(2014) mendapatkan bahwa pada anak usia sekolah
sering dijumpai gangguan tidur, yaitu kesulitan untuk
memulai tidur atau mempertahankan tidur terjadi pada
10-20% anak berumur 8-9 tahun; gangguan tidur yang
berhubungan dengan pernapasan terjadi pada 1-3%
anak; dan mengantuk yang berlebihan di siang hari
terjadi pada sekitar 10% anak.
Etiologi :
1. Organik, seperti kejang epilepsi, nyeri kepala, sindrom
menelan abnormal, asma, gejala kardiovaskular,
penyakit endokrin dan metabolik, serta kondisi
generatif dan traumatik.
2. Non organik (kondisi psikiatrik atau lingkungan)
lingkungan seperti suara bising dan guntur/petir.
Klasifikasi gangguan tidur terbagi2, yaitu menurut ICD-10
dan DSM IV.
1. ICD-10 : disomnia dan parasomnia
2. DSM IV : gangguan tidur primer, ganggguan tidur
yang berhubungan dengan gangguan mental lain,
dan gangguan tidur lain khususnya gangguan tidur
karena kondisi medis umum atau yang disebabkan
oleh zat.
1. ICD-10
a. Disomnia  berhubungan dengan masalah jumlah
tidur, saat mulai tidur, dan lama mempertahankan
tidur.
b. Parasomia  gangguan tidur yang terdiri dari
fenomena fisik dan perilaku yang terjadi pada waktu
tidur  berupa gangguan mimpi buruk, gangguan
teror tidur, gangguan tidur berjalan, dan parasomnia
yang tidak dapat dispesifikasi.
2. DSM IV
a. Gangguan tidur primer  disomnia dan parasomnia.
b. Gangguan tidur yang berhubungan dengan
gangguan menta lain  insomnia yang berhubungan
dengan gangguan aksis I atau aksis II dan hipersomnia
yang berhubungan dengan gangguan aksis I atau aksis
II.
c. Gangguan tidur karena kondisi medis umum
(neoplasma, lesi vaskular, infeksi dan kondisi
degeneratif dan traumatik) atau disebabkan oleh zat
(narkolepsi, ganggguan tidur yag disrtai gangguan
pernapsan).
Penatalaksanaan
1. Informasi untuk orang tua
a. Memberikan penjelasan kepada orang tua
mengenai siklus tidur pada bayi atau anak sesuai
umur mereka.
b. Menggambarkan konsep hubungan onset-tidur
terutama pada tahap pertama.
c. Anak dapat tidur 8-10 jam di malam hari tanpa
diberi minum setelah berumur 6 bulan.
2. Strategi spesifik
a. Dukungan, pemulihan keyakinan dan pemberian
semangat kepada orang tua penting untuk
meredakan gangguan tidur.
b. Orang tua sebaiknya membiasakna diri meletakkan
bayi/anaknya di tempat tidur ketika mereka masih
terbangun (termasuk tidur siang) dan membiarkan
mereka menemukan hubungan onset-tidur dengan
bebas.
c. Jumlah susu yang diberikan pada malam hari dapat
dikurangi secara bertahap, sehingga setelah 1 minggu
hanya diberikan air saja.
d. Catatan tidur.
3. Farmakologis
Difenhidramin  untuk sedatif ringan.
Benzodiazepine dan antidepresan trisiklik  untuk
mengatasi mimpi buruk yang terjadi terus menerus
dan gangguan teror tidur.
Beta bloker  menghambat tidur REM dan dapat
mengakibatkan fragmentasi tidur noktural.
Melatonin (0,5-3mg)  mengurangi latensi tidur dan
memperbaiki kualitas tidur.
DAFTAR PUSTAKA

Soetjiningsih dan IG. N. G. Ranuh. 2014. Tumbuh


Kembang Anak. Edisi 2. EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai