Sister city dapat didefinisikan ketika sebuah komunitas dari berbagai
ukuran memutuskan untuk join dengan masyarakat di negara lain untuk
mempelajari lebih lanjut tentang satu sama lain, dan untuk mengembangkan pertukaran pembelajaran, selanjutnya dua aktor dari sister city mengusulkan afiliasi resmi yang mengarah ke perjanjian sebagai 'Sister City'. Hubungan tersebut menjadi resmi dengan menandatangani perjanjian formal dengan dua yurisdiksi resmi.
Pada hubungan kerja sama yang dimaksud haruslah dilengkapi dengan
program serta kegiatan yang tetap dan terencana, baik mengenai bidangbidang yang ingin dikerjasamakan, dengan tujuan yang ingin dicapai dengan kontribusi biaya masing-masing pihak serta lamanya waktu yang di perlukan bagi program dan kegiatan yang dikerjasamakan • Pembentukan kerjasama Siter City atau Kota Kembar ini telah diatur dalam pasal 5 Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 03 Tahun 2008. Dalam pasal itu disebutkan bahwa jika ada daerah yang hendak mengadakan kerjasama Sister City dengan daerah lain baik internal maupun lintas negara, maka harus memperhatikan lima hal yaitu: • 1. Kesetaraan Status Administrasi • 2. Kesamaan Karakteristik • 3. Kesamaan Permasalahan • 4. Upaya Saling Melengkapi; dan • 5. Peningkatan Hubungan Kerjasama • Kewenangan Pemerintah daerah untuk melaksanakan kerja sama luar negeri yang berdasarkan pada MoU yang mengatur pada UU No.24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. Jadi MoU adalah salah satu bentuk perjanjian internasional yang mengaplikasikan keinginan kedua belah pihak atau lebih untuk menciptakan kewajiban hukum baru yang dapat mengikat dan mengatur hukum internasional, oleh karena itu untuk membantu tunduk dalam ketentuan hukum internasional. Fungsi Dari MoU tersebut lebih merupakan instrumen payung bagi kerjasama-kerjasama teknis lainnya • Kebijakan Pemerintah DIY dalam penataan kerjasama adalah dengan empat tahapan Tahap pertama adalah penjajagan atau perkenalan, Tahap yang kedua, yaitu pembahasan draft MoU, Tahap yang ketiga, yaitu penandatangan MoU, Tahap keempat, pelaksanaan kegiatan\ • Terkait dengan instrumen hukum MoU sebagai bentuk perjanjian tertulis yang digunakan oleh Pemda, maka status hukum MoU dalam konteks kerjasama tersebut dapat dijelaskan dengan menggunakan teori hukum perjanjian. Secara prinsip, isu yang menjadi pokok pembahasan di bagian ini perlu dikemukakan dua hal sebagai berikut. Pertama, daerah ketika melakukan transaksi di tingkat internasional tidak bisa dipandang sebagai representasi atas dirinya – walau daerah bertindak untuk kepentingannya sendiri, bukan kepentingan nasional. Sebagai konsekuensinya, ini berimplikasi pada persoalan tanggung jawab. Singkatnya, pertanggungjawaban berada di pundak pemerintah nasional (Pusat) meskipun para kontraktor adalah pemerintah daerah. Ini dikarenakan dalam hukum internasional hanya dikenal negara – bukan pemerintah daerah. Kedua, persoalan yang terkait dengan kewenangan daerah untuk mengadakan hubungan luar negeri bersifat lintas-hukum. Hal mana melibatkan, setidaknya, hukum internasional publik, hukum tata negara dan hukum administrasi negara. Dari ketersinggungan antar ketiganya telah mengakibatkan kesimpangsiuran pengaturannya. Ini tercermin jelas dalam praktek di Indonesia. Dapat disimpulkan bahwa sebuah perjanjian internasional tidaklah diwajibkan untuk menggunakan istilah tertentu. Dengan kata lain, tidak tertutup kemungkinan untuk menggunakan istilah Memorandom of Understanding (MoU) sebagaimana yang digunakan oleh pemerintah daerah dalam menamai instrumen hukum yang dijadikan dasar bagi dilaksanakannya. kerjasama luar negeri. • Selain itu, dalam Pasal 4 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 03 Tahun 2008 diberikan penegasan bahwa sebelum menjalin sebuah kerjasama Sister City, Pemerintah Daerah setempat harus memenuhi berbagai persyaratan: • 1. Hubungan Diplomatik. Daerah yang diajak kerjasama harus memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia. • 2. Tidak membuka kantor perwakilan di luar negeri. Pertemuan antar perwakilan daerah tidak bersifat diplomatik tetapi hanya berupa pendelegasian. • 3. Merupakan Urusan Pemerintah Daerah. Segala permasalahan dan perjanjian yang dilakukan selama program Sister City menjadi tanggung jawab setiap pemerintah daerah yang terlibat. • 4. Tidak mengarah pada campur tangan urusan dalam negeri. • 5. Sesuai dengan kebijakan dan rencana pembangunan. Kerjasama Sister City tidak boleh dilaksanakan secara insidental. ( kesempatan / waktu tertentu) • Sebenarnya, program sister city antara DIY dengan Perfektur Kyoto diperlukan untuk membandingkan banyak aspek. Kerja sama ini dapat digunakan untuk melihat kemajuan kotakota lain dan diadopsi caranya. Kerja sama ini telah dilakukan dari tahun 1985 namun masih berjalan di sektor yang menjadi utama kerja sama prioritas ditandatangani sepertiseni dan budaya, pariwisata, pendidikan, pembangunan, lingkungan, transportasi, industri, investasi, transportasi, dan pertanian. • Kerjasama antara DIY dengan Pemerintah Perfecturi Kyoto di Jepang, tertanggal 16 Juli 1985 tergolong kerjasama yang paling tua dilakukan dalam sejarah hubungan kerjasama luar negeri di Republik Indonesia • Hubungan kerja sama tersebut mulai resmi dilakukan sejak 16 Juli 1985 bersamaan dengan ditandatangani persetujuan hubungan kerja sama persahabatan antara kedua pemerintah provinsi oleh Sri Paku Alam VIII selaku wakil Gubernur DIY dan Yukio Hayashida selaku Gubernur prefektur Kyoto. Latar belakang utama kerja sama tersebut antara lain yaitu kedua provinsi adalah tujuan wisata baik internasional maupun domestik, lalu kedua ibukota provinsi tersebut pernah dijadikan ibukota negara dan memiliki nilai-nilai perjuangan, serta kedua provinsi memiliki keindahan alam yang dapat diandalkan bagi pengambangan pariwisata dan pendidikan. Adapun bidang-bidang yang disepakati Kesenian dan Kebudayaan, Pendidikan dan Tehnologi Ilmu Pengetahuan, Peningkatan Pariwisata, Industri, Lain-lain. • Berikut beberapa contoh kegiatan yang telah dilaksanakan oleh kedua belah pihak : • Pengiriman petugas untuk belajar teknis konservasi pelestarian lingkungan cagar budaya • Pengiriman misi kesenian di Kyoto • Pemberian beasiswa bagi mahasiswa dari Yogyakarta dan pemberian beasiswa untuk belajar ke Jepang • Penanganan pelestarian lingkungan cagar budaya di kawasan Tamansari, Kotagede, Situs Gamping dan Candi Boko • Penerimaan tenaga ahli teknik pertanian dari Jepang Pertukaran Mahasiswa • Lomba dan pameran dalam rangka pertukaran lukisan • Penerimaan tenaga ahli di bidang pariwisata untuk memberikan pelatihan di bidang marketing • Landasan Peraturan Mengenai Sister City di Indonesia • Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 Tentang Hubungan Luar Negeri • Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 Tentang Perjanjian Internasional • Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah • Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah (menggantikan Undang-UndangPeraturan Menteri Luar Negeri Nomor 09/A/KP/XII/2006/01 • Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah Daerah dengan Pihak Luar Negeri