Anda di halaman 1dari 95

SEMIOTIKA dan Aplikasinya

Dosen : Umaimah Wahid

Magister ILMU KOMUNIKASI


UNIVERSITAS Budi Luhur
Sabtu, 16 September 2017
Tradisi Ilmu Komunikasi
Robert T. Craig

• Robert Craig membagi dunia teori komunikasi ke


dalam tujuh tradisi pemikiran yaitu:

1. Sosiopsikologi (sociopsychological)
2. Sibernetika (cybernetic)
3. Retorika (rhetorical)
4. Semiotika (semiotic)
5. Sosiokultural (sociocultural)
6. Kritis (critical)
7. Fenomenologi (phenomenology)
SEMIOTIKA

Semiotika memandang komunikasi


sebagai proses pemberian makna melalui
tanda yaitu bagaimana tanda mewakili
objek, ide, situasi, dan sebagainya yang
berada diluar diri individu.

Semiotika digunakan dalam topik-topik


tentang pesan, media, budaya dan
masyarakat.
Ilmu Semiotika
• Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji
tanda.

• Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha


mencari jalan didunia ini, ditengah-tengah manusia dan bersama-
sama manusia.

• Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya


hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai
hal-hal (things), memaknai (to signify) dala hal ini tidak dapat
dicampuradukan dengan mengkomunikasikan (to cammunicate).

• Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa


informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi,
tetapi juga mengkonstitusi sistem tersetruktur dari tanda. (Alex
Sobur, 2009: 15)
Peta Tradisi teori komunikasi Griffin :
Sumber: EM Griffin, dan Glen McClish (special consultant), A
First Look At Communication Theory, Fifth Edition, McGraw
Hill, 2003. Hal 33.
Hidayat dalam Sobur, 2001:163-164). Terdapat tiga aspek
penting dalam studi semiotik, yaitu:

1. Studi tentang tanda itu sendiri, yaitu berkaitan dengan


berbagai tanda yang berbeda. Tanda adalah buatan
manusia dan hanya bisa dimengerti oleh orang- orang
yang menggunakannya.

2. Kode atau sistem dimana lambang-lambang disusun.


Studi ini berkaitan dengan beragam kode berbeda dibentuk
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam sebuah
kebudayaan.

3. Budaya dimana kode dan lambang tersebut beroperasi.


TOKOH SEMIOTIKA

• C. S. Pierce
• Ferdinand de. Saussaure
• Roland Barthes
• Charles S. Pierce
• Baudrillard
• Jacques Derrida
• Algirdas Greimas
• Yuri Lotman
• Christian Metz
• Umberco Eco
Arti Semiotika

Arti Semiotika

• Secara Etimologis, istilah semiotik berasal dari kata Yunani semeion yang
berati “tanda”.

• Tanda adalah sesuatu yang yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun
sebelumnya., mewakili sesuatu yang lain (Eco, dalam Alex Sobur, 95 : 2002)

• Secara terminologis, semiotik didefinisikan sebagai “Ilmu yang mempelajari


sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai
tanda.
Semiotik Analitik: adalah emiotik yang
Macam-macam • menganalisis sistem tanda
semiotika
• Semiotik Deskriptif: adalah semiotik
yang alami sekarang, meskipun ada
tanda yang sejak dahulu

• Semiotik Faunal (Zoo semiotic) adalah


Semiotik Faunal adalah semiotik yang
khusus memperhatikan sistem tanda
yang dihasilkan oleh hewan yang
dihasilakn oleh instiks.

• Semiotik Kultural adalah adalah


semiotik a sistem tanda yang berlaku
dalam kebudayaan masyarakat tertent
Semiotik Natural: semiotik yang khusus menelaah sistem tanda
yang dihasilkan oleh alam.
> Semiotik Naratif: semiotik yang menelaah sistem tanda dalam
narasi yang berwujud mitos dan cerita lisan (Folkkore)
> Semiotik Normatif: semiotik yang khusus menelaah sistem tanda
yang di buat oleh manusia yang berwujud norma-norma, misalnya
rambu-rambu lalu lintas.
> Semiotik Sosial: semiotik yang khusus menelaah sistem tanda
yang dihasilkan oleh manusia yang berupa lambang
> Semiotik Struktural: semiotik yang khusus menelaah sistem
tanda yag dimanifestasikan melalui struktur bahasa
Charles Sanders Peirce

Peirce
mengemukakan teori
segitiga makna atau
triangle meaning yang
terdiri dari tiga
elemen utama, yakni
tanda (sign), object,
dan interpretant.
Trianggle Meaning Pierce
SIGN
• Tanda yang dikaitkan dengan ground dibaginya menjadi
qualisign, sinsign, dan legisign.
Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda, misalnya
kata-kata kasar, keras, lemah, lembut, merdu.
Sinsign adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang
ada pada tanda; misalnya kata kabur atau keruh yang ada
pada urutan kata air sungai keruh yang menandakan
bahwa ada hujan di hulu sungai.
Legisign adalah norma yang dikandung oleh tanda, misalnya
rambu-rambu lalu lintas yang menandakan hal-hal yang
boleh atau tidak boleh dilakukan manusia.
SIGN (Ground)
• Qualisign: putih, rambut, baju, kertas, kain.
• Sinsign: berkeringat, tertawa, menangis, berteriak,
terdiam.
• Legisign: meja hijau (lambang atau tanda untuk
pengadilan), merah putih (lambang atau tanda untuk
bendera Indonesia), tanah air (lambang atau tanda
untuk negara Indonesia), kota pahlawan (lambang
atau tanda untuk kota Surabaya), First Lady (lambang
atau tanda untuk istri presiden).
OBJEk
• Ikon adalah tanda yang hubungan antara penanda dan
petandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Ikon adalah
hubungan hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang
bersifat kemiripan; misalnya, potret dan peta.
• Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan
alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau
hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada
kenyataan. Contoh yang paling jelas ialah asap sebagai tanda
adanya api.
• Simbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara
penanda dengan petandanya. Hubungan di antaranya bersifat
arbriter atau semena, hubungan berdasarkan konvensi
(perjanjian) masyarakat. Misalnya bunga mawah merah yang
diartikan sebagai tanda cinta atau romantis, sayang dll
Objek (Denotatum)
• Ikon: Peta, Foto, Gambar, Lukisan, Patung.
• Indeks: mendung tanda akan hujan, asap tanda adanya api,
demam tanda sakit, matahari terbit tanda datangnya pagi,
bulan tanda malam.
• Simbol: Bambu Runcing (simbol kota Surabaya), bulan
bintang (simbol agama Islam), Burung Garuda (simbol
negara Indonesia), Palang Merah (simbol rumah sakit atau
badan kesehatan), Jangkar (simbol TNI-AL).
Interpretant

• Rheme Decisign dan argument. Rheme adalah tanda yang


memungkinkan orang menafsirkan berdasarkan pilihan.
Misalnya, orang yang merah matanya dapat saja menandakan
bahwa orang itu baru menangis, atau menderita penyakit
mata, atau mata dimasuki insekta, atau baru bangun, atau
ingin tidur.
• Dicent sign atau dicisign adalah tanda sesuai kenyataan.
Misalnya, jika pada suatu jalan sering terjadi kecelakaan,
maka di tepi jalan dipasang rambu lalu lintas yang
menyatakan bahwa di situ sering terjadi kecelakaan.
• Argument adalah tanda yang langsung memberikan alasan
tentang sesuatu (Sobur, 2006: 41-42).
Interpretant
• Interpretant:
• Rheme: gelap, sering terjadi pembunuhan, angin topan,
buku tulis, minyak tanah.
• Dicisign: lampu mati, ada kasus pembunuhan di
kampung, kota terkena angin topan, adik membeli buku
tulis, minyak tanah langka.
• Argument: lampu mati akibat hujan lebat, korban
pembunuhan dari kampung, angin topan menghancurkan
kota, adik menulis di buku tulis, ibu mencari penjual
minyak tanah.

Tanda
• Tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap
oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu) hal lain di luar
tanda itu sendiri.

• Tanda menurut Peirce yang merujuk (merepresentasika) terdiri dari


Simbol (tanda yang muncul dari kesepakatan),

• Ikon (tanda yang muncul dari perwakilan fisik) dan

• Indeks (tanda yang muncul dari hubungan sebab-akibat).

• Sedangkan acuan tanda ini disebut objek.


Ikon, Indeks dan Simbol
Peirce, 1886: 8, North, 1990: 44-45). (Budiman, 2011: 19).

IKON
• Ikon adalah tanda yang mengandung kemiripan “rupa”
(resemblance) sebagaimana dapat dikenali oleh para
pemakainya.

• Di dalam ikon hubungan antara representamen dan objeknya


terwujud sebagai “kesamaan dalam beberapa kualitas”. Suatu
peta atau lukisan, misalnya, memiliki hubungan ikonik
dengan objeknya sejauh di antara keduanya terdapat
keserupaan.

• Kata-kata onomatope di dalam bahasa Indonesia, misalnya


kukuruyuk, demikian pula sebagian besar dari rambu-rambu
lalu lintas boleh dibilang merupakan tanda-tanda ikonik.
Indeks

• Indeks adalah tanda yang memiliki keterikatan


fenomenal atau eksistensi di antara representamen dan
objeknya. Di dalam indeks hubungan antara tanda dan
objeknya bersifat kongkret, aktual, dan biasanya melalui
suatu cara yang sekuensial atau kausal.
• Contoh, jejak telapak kaki di atas permukaan tanah,
misalnya, merupakan indeks dari seseorang atau
binatang yang telah lewat di sana, ketukan pintu
merupakan indeks dari kehadiran seorang “tamu” di
rumah kita.
Simbol

• Simbol, merupakan jenis tanda yang dihasilkan sesuai


kesepakatan atau konvensi sejumlah orang atau
masyarakat.

• Tanda-tanda kebahasaan pada umumnya adalah simbol-


simbol.

• Contohnya adalah rambu lalu lintas yang sangat


sederhana ini, yang hanya berupa sebuah garis putih
melintang di atas latar belakang merah (rambu yang
merupakan sebuah simbol yang menyatakan larangan
masuk bagi semua kendaraan.
• Objek atau acuan tanda adalah
konteks sosial yang menjadi referensi
dari tanda atau sesuatu yang dirujuk
tanda.

• Interpretant atau pengguna tanda


adalah konsep pemikiran dari orang
yang menggunakan tanda dan
menurunkannya ke suatu makna
tertentu atau makna yang ada dalam
benak seseorang tentang objek yang
dirujuk sebuah tanda
Konsep Tanda Saussure
• Menurut Saussure, tanda linguistik memiliki dua sisi, yakni
‘penanda’ (Signifier) dan ‘petanda’ (signified).

• Saussure berpendapat bahwa sebuah tanda adalah ibarat


sehelai kertas yang memiliki dua sisi, sisi yang pertama
adalah ‘penanda’ dan sisi yang lainnya adalah ‘petanda’.

• Di sini penanda adalah ‘aspek material’ dari sebuah tanda,


sedangkan ‘petanda’ adalah ‘konsep’ dari sebuah tanda.

• Aspek material dari sebuah tanda muncul ketika kita


menangkap bunyi orang yang berbicara.

• Contoh : Mobil : fisik (penanta) dan maka tergantung perspektif


adalah petanda
Contoh

Interpretantnya sajadah adalah


Sign-ya adalah Sajadah
Alat ibadah ummat islam

• Obyeknya adalah sajadah (itu sendiri)


FERDINAND DE SAUSSURE

• Menurut Saussure,
tanda terdiri dari: Bunyi-
bunyian dan gambar,
disebut signifier atau
penanda, dan konsep-
konsep dari bunyi-
bunyian dan gambar,
disebut signified.
Model Semiotika Saussure
Tanda Menurut Saussure

• Hal paling penting dalam konteks semiotik adalah


pandangannya mengenai tanda, yaitu bahwa letak tanda
dalam konteks komunikasi manusia dengan melakukan
pemilahan antara apa yang disebut signifier (penanda)
dan signified (petanda).

• Signifier adalah bunyi yang bermakna atau coretan yang


bermakna (aspek material), yakni apa yang dikatakan dan
apa yang ditulis atau dibaca.

• Signified merupakan gambaran mental, yaitu pikiran atau


konsep aspek mental dari bahasa (Sobur 2002 : 125).
Dua Elemen Tanda

• Pendekatan terhadap tanda– tanda menurut


Ferdinand De Saussure (1857 –1913) bahwa
tanda– tanda disusun dari dua elemen yaitu
1. Aspek citra tentang bunyi (semacam kata atau
representasi visual

2. Sebuah konsep dimana citra bunyi


disandarkan).
Konsep Tanda Saussure
• Menurut Saussure, tanda linguistik memiliki dua sisi, yakni
‘penanda’ (Signifier) dan ‘petanda’ (signified).

• Saussure berpendapat bahwa sebuah tanda adalah ibarat


sehelai kertas yang memiliki dua sisi, sisi yang pertama adalah
‘penanda’ dan sisi yang lainnya adalah ‘petanda’.

• Di sini penanda adalah ‘aspek material’ dari sebuah tanda,


sedangkan ‘petanda’ adalah ‘konsep’ dari sebuah tanda.

• Aspek material dari sebuah tanda muncul ketika kita


menangkap bunyi orang yang berbicara.

• Contoh : Mobil : fisik (penanta) dan maka tergantung perspektif


adalah petanda
Dalam berkomunikasi, seseorang menggunakan tanda untuk
mengirim makna tentang objek dan orang lain akan
menginterpretasikan tanda tersebut.

Objek bagi Saussure disebut “referent”. Saussure memaknai “objek”


sebagai referent dan menyebutkannya sebagai unsur tambahan
dalam proses penandaan.
Penanda dan Petanda pada gambar dibawah ini :
Apa makna hambar dan kata dibawah ini :
ROLAND BARTHES

Roland Barthes meneruskan


pemikiran Saussure dengan
menekankan interaksi antara
teks dengan pengalaman
personal dan kultural
penggunanya, interaksi
antara konvensi dalam teks
dengan konvensi yang dialami
dan diharapkan oleh
penggunanya.
• Roland Barthes meneruskan pemikiran
tersebut dengan menekankan interaksi antara
teks dengan pengalaman personal dan
kultural penggunanya

• interaksi antara konvensi dalam teks dengan


konvensi yang dialami dan diharapkan oleh
penggunanya.

• Gagasan Barthes ini dikenal dengan “order of


signification”, mencakup denotasi (makna
sebenarnya sesuai kamus) dan konotasi
(makna ganda yang lahir dari pengalaman
kultural dan personal).

• Di sinilah titik perbedaan Saussure dan


Barthes meskipun Barthes tetap
mempergunakan istilah signifier-signified yang
diusung Saussure.
Model Roland
Barthes
• Barthes juga melihat aspek lain dari penandaan yaitu “mitos”
yang menandai suatu masyarakat.

• “Mitos” menurut Barthes terletak pada tingkat


kedua penandaan, jadi setelah terbentuk sistem
sign-signifier-signified, tanda tersebut akan
menjadi penanda baru yang kemudian memiliki
petanda kedua dan membentuk tanda baru.

• Jadi, ketika suatu tanda yang memiliki makna


konotasi kemudian berkembang menjadi makna
denotasi, maka makna denotasi tersebut akan
menjadi mitos.
Contoh
Kasus
 Keris Pusaka dalam budaya Jawa –Yogjakarta yang
“kekuatan Magis”

 . Konotasi “Magis” ini kemudian berkembang menjadi


asumsi umum yang melekat pada simbo Keris Pusaka,
sehingga ‘Keris yang magis bukan lagi menjadi sebuah
konotasi tapi berubah menjadi denotasi pada
pemaknaan tingkat kedua.

 Pada tahap ini, “Keris Pusaka yang mempunyai kekuatan


magis” akhirnya dianggap sebagai sebuah Mitos.
BAUDRILLARD


Baudrillard memperkenalkan teori simulasi - Sebuah
peristiwa yang tampil tidak mempunyai asal-usul
yang jelas, tidak merujuk pada realitas yang sudah
ada, tidak mempunyai sumber otoritas yang
diketahui.

• Konsekuensinya, kata Baudrillard, kita hidup dalam


apa yang disebutnya hiperrealitas (hyper-reality).

• Segala sesuatu merupakan tiruan, tepatnya tiruan


dari tiruan, dan yang palsu tampaknya lebih nyata
dari kenyataannya (Sobur, 2006).
Contoh Kasus

• Fenomena realitas new Media


• Fenomena Briptu Norman Kamaru
• Fenomena Udin Sedunia
• Iklan obat batuk – dengan minum obat kemudian
anak-anak yang sakit langsung sembuh.

> Realitas ini disebut Simulacra – Similasi- Realitas


Hiper.
JACQUES DERRIDA

• Jacques Derrida, adalah seorang tokoh yang hadir untuk


membaca kemungkinan lain dari bangunan bahasa dalam
sistem sosial.
• Derrida memandang ruang lain yang dapat diamati dalam
membincang bahasa, pada ekses-ekses komunikasi yang
dapat saja terjadi dalam proses komunikasi.
• Derrida melirik kembali pemikiran Saussure tentang sifat
konvensi tanda dalam sistem sosial, dan mencoba
membawanya pada sebuah konsep paling krusial dalam
tema filsafatnya, tentang metafisika kehadiran
Bahasa sebagai sumber makna

• Menurut Umberto Eco : Bahasa adalah sebuah ironi


Umberto Eco, tentang titik temu antara semiotika
signifikasi Saussure dan semiotika komunikasi Peirce.
Ada semacam ruang ketiga (third space) yang
terkandung dalam bahasa, dimana sistem tanda dan
proses komunikasi bertemu.
Bahasa sebagai alat dekonstruksi

• Bahasa, yang oleh Saussure


dipandang sebagai totalitas
sistem dalam sistem sosial,
dan bahasa sebagai praktik
komunikatif yang mengambil
perbendaharaannya dalam
sistem bahasa, memiliki
peluang untuk dilihat, tidak
dari kedua poros tersebut.
Bahasa adalah ironi realitas
• Bahasa adalah sebuah ironi,” demikian ujar Yasraf
(dalam Sobur, 2004 : vi) saat hendak menuturkan
pemikiran Umberto Eco, tentang titik temu antara
semiotika signifikasi Saussure dan semiotika
komunikasi Peirce.

• Ada semacam ruang ketiga (third space) kata Yasraf,


yang terkandung dalam bahasa, dimana sistem tanda
dan proses komunikasi bertemu.
• bahasa harus dipandang sebagai totalitas yang
mengantarai aturan-aturan yang telah disediakan oleh
sistem bahasa (semiotika signifikasi) dengan bentuk-
bentuk tindakan komunikasi (semiotika komunikasi)
yang dilakoni manusia.

• Melalui tanda dan aturan-aturan itulah, maka tindakan


komunikasi dapat tercipta dalam sebuah proses
komunikasi
Konsep Derrida
• Dekonstruksi, pertama sekali, adalah usaha membalik
secara terus-menerus hirarki oposisi biner dengan
mempertaruhkan bahasa sebagai medannya.

• Dengan demikian, yang semula pusat, fondasi, prinsip,


diplesetkan sehingga berada di pinggir, tidak lagi
fondasi, dan tidak lagi prinsip.

• Strategi pembalikan ini dijalankan dalam


kesementaraan dan ketidakstabilan yang permanen
sehingga bisa dilanjutkan tanpa batas.
• Derrida terkenal dengan model semiotika
Dekonstruksi-nya.

• Dekonstruksi, menurut Derrida, adalah sebagai


alternatif untuk menolak segala keterbatasan
penafsiran ataupun bentuk kesimpulan yang baku.

• Konsep Dekonstruksi –yang dimulai dengan konsep


demistifikasi, pembongkaran produk pikiran
rasional yang percaya kepada kemurnian realitas—
pada dasarnya dimaksudkan menghilangkan
struktur pemahaman tanda-tanda (siginifier)
melalui penyusunan konsep (signified).
Hukum Bahasa Inkonsisten
• Derrida memandang adanya ketidakkonsistenan dalam hukum-
hukum bahasa yang kerap dipandang sebagai jembatan yang
memertemukan antara realitas internal dan realitas eksternal,
antara objek dan interpretasi, antara fakta dan ide.

• Hanya melalui bahasa, maka benda-benda dapat dikenali, dan


alam sekitar bisa diberi makna.

• Bahasa jadinya selalu dipandang sebagai cermin yang


merepresentasikan realitas, secara sejajar dengan gagasan yang
muncul dalam benak.
• Derrida melihat, bahwa semiotika signifikasi Saussure
sarat dengan kecenderungan logosentrisme.

• Terlalu banyak hal yang dideterminasi dalam semiology


Saussure, sehingga terjadi pengutamaan satu atas yang
lain dalam kecenderungan bahasa.

• Begitu banyak bentuk oposisi dalam semiology Saussure,


hingga mengatributkan yang lain sebagai lebih berarti
dari yang lain, lebih tinggi dari yang lain, lebih benar dari
yang lain.
Dekonstruksi membuka luas pemaknaan sebuah tanda,
sehingga makna-makna dan ideologi baru mengalir tanpa henti
dari tanda tersebut.

Munculnya ideologi baru bersifat menyingkirkan (


“menghancurkan” atau mendestruksi) makna
sebelumnya,

Terus-menerus tanpa henti hingga menghasilkan puing-


puing makna dan ideologi yang tak terbatas.
• Bahasa penting untuk membahasakan realitas agar mudah
dipahami dan dikenali oleh masyarakat (realitas sosial,
namun bahasa bukanlah realitas itu sendiri.

• Derrida melihat, bahwa semiotika signifikasi Saussure


sarat dengan kecenderungan logosentrisme.

• Banyak hal yang dideterminasi dalam semiology Saussure,


sehingga terjadi pengutamaan satu atas yang lain dalam
kecenderungan bahasa hingga mengatributkan yang lain
sebagai lebih berarti dari yang lain, lebih tinggi dari yang
lain, lebih benar dari yang lain.
• Oposisi yang diperlihatkan dalam ragam konsep
strukturalisme, menjebak penafsir pada tipologi khusus
yang diarahkan oleh seorang kreator dan pencipta teks.

• Bahasa menjadi beku dalam penafsiran, selama kreator


tetap menampakkan kerja kerasnya pada teks.

• Derrida tak puas dengan klaim para modernis yang sering


keliru meletakkan ‘arti’, sebagai penggambaran realitas
sebenarnya
Tanda Bukan Realitas
• Pandangan tanda sebagai cermin realitas, adalah sebuah anekdot
yang mengibuli, tidak dapat diterima, dan alih-alih melakukan
penutupan (forclosure) terhadap berbagai kemungkinan tafsir
kreatif atas bahasa.

• Derrida lalu mengusulkan dua model cara penafsiran atas


bahasa.:
 Pertama, penafsiran restropektif (restropective), yakni upaya
untuk merekonstruksi makna atau kebenaran awal atau orisinal;
 kedua, penafsiran prospektif (prospective), yakni upaya untuk
melakukan indeterminasi, di dalam sebuah ‘permainan bebas’
(free play) (Yasraf dalam Sobur, 2004 : xvi).
Makna Tidak Tetap
• Bagi Derrida, makna tidaklah bersifat tetap dan senantiasa
terbuka bagi penafsiran.

• Apa yang dipandang sebagai makna yang dapat


merepresentasikan realitas sebenarnya, selalu memiliki
keterbukaan yang lebar terhadap makna dan ekspresi baru.

• Derrida menganggap aksiomatis klaim Saussure yang


memandang bahasa sebagai sebuah sistem makna, yang
mendasari diri dari prinsip pembedaan, dan tidak dari
korespondensi dengan makna-makna dari sebuah acuan yang
nyata, menjadikan makna tidak lagi dapat diklaim berada dalam
ruang tertutup.
Makna Penuh Tafsir
• Makna selalu terbuka dalam tafsir, dan terus saja bekerja,
sekedar dalam tanda-tanda. Akibatnya, “sejak makna lahir,
yang ada hanyalah tanda”, dan “kita berpikir hanya dalam
tanda-tanda” (Derrida, 1976 : 50 dalam Barker, 2004 : 98).

• Bahasa, dengan demikian, dipandang sebagai lautan teks


yang berkelindan dan memberi pengertian. Ia bahkan
menuturkan, bahwa “everything is text, there is nothing beyond
text”, untuk menekankan lebarnya ruang teks dan makna
yang dapat lahir darinya
Apa makan hambar dan kata dibawah ini :
Contoh : Barbie dan kehiduan perempuan
(umumnya)
Contoh kasus
• Mesjid Iqtilal

• Gereja Katedral

• Mesium Gajah

• Mesium BI

• Taman Mini Indonesia Indah


Pilar Yang Megah, Kuat dan
Mencerminkan Kemakmuran, Kekuatan
• Umberto Eco terkenal di seluruh UMBERTO ECO
dunia melalui dua novelnya yaitu
The Name of The Rose, dan
Foucault’s Pendulum. Kedua karya
ini mengarah ke aspek-aspek
masa lalu dan masa kini dalam
teori tentang tanda.

• Eco lahir pada tahun 1932 di Italia.


Sebelum menjadi ahli semiotika, ia
belajar filsafat dan
mengkhususkan diri pada teori
estetika dan filsafat Abad
Pertengahan
• Stephen W. Littlejohn (1996) menyebut
Umberto Eco sebagai ahli semiotika yang
menghasilkan salah satu teori mengenai
tanda yang paling komprehensif dan
kontemporer.

• Menurut Littlejohn, teori Eco penting karena


ia mengintegrasikan teori-teori semiotika
sebelumnya dan membawa semiotika
secara lebih mendalam (Sobur, 2006).
• Terkaitan dengan semiotika, belakangan ini, semiotika
menunjukkan Perhatian besar dalam produksi tanda
yang dihasilkan oleh masyarakat linguistic dan budaya.

• Berbeda dengan konsep yang lebih statis yang diajukan


Berdinand de Saussure
tentang tanda dan pendekatan taksonimis,
Eco memastikan diri untuk menyelidiki sifat-sifat
dinamis tanda
• Eco menganggap tugas ahli semiotika bagaikan menjelajahi hu
tan, dan inginmemusatkan perhatian pada modifikasi sistem ta
nda. -Eco kemudian mengubah konsep tanda menjadi konsep
fungsi tanda.
• Eco menganggap tugas ahli semiotika bagaikan menjelajahi hu
tan, dan ingin memusatkan perhatian pada modifikasi
sistem
• Eco menyimpulkan bahwa “satu tanda bukanlah entitas
semiotik yang dapat ditawar, melainkan suatu tempat
pertemuan bagi unsur-unsur independen yang berasal dari dua
sistem berbeda dari dua tingkat yang berbeda yakni ungkapan
dan isi, dan bertemu atas dasar hubungan pengkodean”.
Ecomenggunakan “kode-s” untuk menunjukkan kode suara
atau grafis tidak memiliki arti apapun, dan dalam
pengertian yang paling radikal tidak berfungsi secara linguyan
g dipakai sesuai struktur bahasa.
Tanpa kode, tanda-tanda istik. Kode- bisa bersifat“denotatif ”
apabila suatu pernyataan bisa dipahami secara harfiah, atau
“konotatif ”, apabila tampak kode lain dalam pernyataan yang
sama.
> Penggunaan istilah ini hampir serupa dengan karya Saussure,
namun Eco ingin memperkenalkan pemahaman tentang
suatu kode-s yang lebih bersifat dinamis daripada yang
ditemukan dalam teori Saussure, disamping itu sangat terkait
dengan teori linguistik masa kini.
• Buku A Theory of Semiotics secara eksplisit terkait dengan suatu
teori tantang pembangkitkan koda dan tanda.

• Tanda menurut Eco, tidak hanya mewakili sesuatu yang lain,


namun juga mesti ditafsirkan.

• Eco ingin menghindari kemungkinan makna tunggal di satu sisi,


melawan makna yang tak berhingga banyaknya di sisi lain.

• Semiosis tak terbatas lebih terkait dengan pengertian


“interpretant” dari Peirce di mana makna ditetapkan dalam
kaitannya dengan kondisi kemungkinan.
Makna Tunggal dan Bebas

• Secara umum, kode bisa berbentuk tunggal, jenis kode


morse di mana suatu kode tertentu (garis dan titik) sesuai
dengan sekumpulan tanda, yaitu huruf-huruf abjad.
• Tanpa kode, tanda-tanda suara atau garfis tidak memiliki
arti apapun dan dalam pengertian yang paling radikal tidak
berfungsi secara linguistik.
• Makna dari “sarana-tanda” (misalnya kata atau imaji)
bersifat bebas terhadap objek yang dianggap nyata.
• Perlu dihindari “kesalahan perujukan” dan Eco
menyadari bahwa kode memilki konteks karena
konteks ini adalah kehidupan sosial dan kultural.

• Satuan-satuan kultural adalah tanda bahwa


kehidupan sosial telah memberi kita: buku-buku
penafsir imaji, tanggapannya yang sesuai untuk
menafsirkan pertanyaan yang mendua, kata-kata
untuk menafsirkan definisi dan demikian pula
sebaliknya
Model Umberto Eco
(Umberto Eco, Apocalypse ostponed, 1994)
Menurut Eco, unsur-unsur pokok dalam
tipologi cara pembentukan tanda adalah :
1. Kerja fisik : upaya yang dilakukan untuk membuat tanda.
2. Pengenalan : objek atau peristiwa dilihat sebagai suatu ungkapan
kandungan tanda, seperti tanda, gejala, atau bukti.
3. Penampilan : suatu objek atau tindakan menjadi contoh jenis objek
atau tindakan.
4. Replika : kecenderungan ke arah ratio difficilis secara prinsip, tetapi
mengambil bentuk-bentuk kodifikasi melalui penggayaan.
Contohnya adalah notasi musik, tanda matematika, dll.
5. Penemuan : kasus yang paling jelas dari ratio difficilis. Sebagai uang
tidak terlihat oleh kode; menjadi landasan suatu kontinuun materi
baru.
Simbul Perempuyan Tangguh, Cerdas dan Mandiri
Semiotika Julia Krestiva
• Julia Kristeva adalah seorang teoretikus, ahli linguistik, kritikus sastra,
dan filsuf yang berdarah Bulgaria. Selain itu, Kristeva juga seorang
psikoanalis dan novelis.

• Lahir, 24 Juni 1941, Sleven, Bulgaria

• Kristeva adalah seorang filsuf, feminist, sosiologis, kritikus sastra, dan


novelis. Berkarir sebagai peneliti dan akademisi , bersama Lacan dan
Barthes dan Goldman ia menjadi salah satu tokoh strukturais disaat
strukturalisme punya perananan penting dalam ilmu pengetahuan
(Handayani, 2010, hal. 4).
Pernyataan Utama Julia Krestiva

• What does “woman” mean? . . . Indeed, she (woman) does not exist with a
capital W, possessor of some mythical unity . . . I nderstand by “woman”
that which cannot be represented, something that is not said, something
above and beyond nomenclatures and ideologies.

• Apa Makna Kata “WANITA” ? . . . Memang, dia (wanita) tidak ada dengan W
dalam huruf besar, pemilik dari beberapa kesatuan mitos. . . Saya mengerti
dengan "wanita" yang tidak dapat diwakili, sesuatu yang tidak dikatakan,
sesuatu yang di atas dan di luar nomenklatur dan ideologi.
Tokoh yang mempengaruhi Kresteva
• Pemikiran-pemikiran Kristeva banyak dipengaruhi oleh
Lucian Goldmann dan Rolland Barthes. Kristeva juga
mendalami psikoanalisis Freud dan Jaques Lacan.

• Karya pertamanya yang diterbitkan pada tahun 1969


berjudul Séméiotiké: Recherches pour une sémanalyse (1969)
yang diterbitkan oleh portal jurnal ternama Tel Quel.
• Jurnal Tel Quel memuat karya-karya ilmuan terkemuka di
Perancis misalnya Barthes, Goldman, dan Gerard Genette
(Lestari, 2006, hal. 104).
Pendapat Lacanian-Fredian
• Jika dalam semiotik yang dibaa Lacanian-Freudian yang membentuk peran
subjek dalam bahasa adalah ada tidaknya alat kelamin (Mr. P) dalam diri
seseorang.

• Pendapat tersebut kemudian dibantah oleh Kristeva , ia menyatakan bahwa


subjek dalam bahasa dibentuk sebelum “fase kastrasi” yaitu fase dimana
seorang anak masih sangat tergantung dengan tubuh ibunya.

• Semiotika yang menurut Kristeva berbeda dengan semiotika Saussure ,


semiotika Kristeva lebih banyak mengacu pada dan berkaitan dengan
pemikiran Freud, Lacanian (pre-mirror stage), dan psikoanalisis British
Object Relation (Handayani, 2010, hal. 5).
Pengaruh Pendekatan Psikoanalisis =
Ktirik Poststrukralis
• Dalam karyanya, Kristeva menggunakan pendekatan psikoanalis
untuk kritik poststruktural. Sebagai contoh, pandangannya tentang
subjek dan pembentukannya mirip dengan pandangan Sigmund
Freud dan Jacques Lacan.

• Kristeva menolak pemahaman subjek dalam strukturalis.


Sebaliknya, ia menganggap kalau subjek selalu berada “dalam
proses” atau “dalam krisis.”
Fase Chora
• Semiotika Kristeva mencakup bahasa rangsangan, impuls ritme tubuh, dan gerakan-
gerakan yang amsih tersimpan dimasa anak-anak.

• Elemen semiotika adalah tindakan badaniah yang diwujudkan dalam proses


signifikasi.
• Semiotika adalah pra-simbolik dari kehidupan lisan yang muncul pada saat masih
dalam masa anak-anak dan mempunyai hubungan dengan ibunya, dicapai melalui
proses gerakan tangan, pendengaran, dan vocal serta pengulangannya.

• Plato Chora adalah proses bagaimana alam semesta diciptakan. Istilah Chora bagi
plato adalah suatu wadah yang menampung alam semesta (McAfee, 2004, hal. 18).
Chora Menurut Julia Kresteve

• Chora menurut Kristeva adalah bagaimana lingkungan psikis bayi berorientasi


kepada tubuh ibunya.

• Chora menunjuk pada ketika seorang bayi belum mengetahui jelas batas-batas
jelas tentang idenitas pibadi , antara inside dan outside.

• Dalam kondisi bayi sedang ada pada fase chora maka bayi sedang dalam
proses menerima rangsangan yang banyak (perasaan, naluri, vocal, gerakan
dll) dari tubuh ibunya.

• Tubuh ibu kemudian memediasi hukum simbolik yang mengorganisir relasi


sosial dan menjadi prinsip ordering dari the semiotik chora.
• Bagi Freud, perempuan sebagai ibu adalah obyek hasrat anak laki-laki dan
sebagai anak perempuan dia menerima penghiburan paternal.

• Bagi Winnicott, perempuan adalah “ibu yang memadai”, cermin


perkembangan subyektivitas bayi.

• Bagi Julia Kristeva, perempuan tidak bisa didefinisikan. “Jika kita membuat
satu penjelasan tentang perempuan, tidak mungkin tidak, di dalam definisi itu
akan ada risiko menghapuskan kekhasannya.

• Kekhasan itu mungkin terkait dengan keibuan mengingat itulah satu-satunya


fungsi yang membedakannya dari eksistensi jenis kelamin lain” (Kristeva,
1984).
Makna Perempuan
• Dalam budaya patriarkal, makna perempuan direduksi ke dalam fungsi ibu, atau
dengan kata lain perempuan telah direduksi menjadi fungsi reproduksi.

• Dengan menolak menjadikan fungsi ibu sebagai subyek, budaya ini secara bersamaan
menolak perempuan, keibuan, dan femininitas karena semuanya telah tereduksi ke
dalam fungsi tersebut (Tales of Love , Kristeva dalam Oliver, 1998).

• JULIA KRISTEVA, Eksistensi Perempuan sebagai Subyek dianggap rendah.


• Contoh : Dalam tradisi beberapa agama, tubuh perempuan selalu mendapat
“perlakuan khusus” dengan menolaknya terlibat dalam upacara keagamaan di
saat mengalami siklus bulanan karena dianggap kotor dan menjijikkan sehingga
bisa menghilangkan kesakralan tradisi keagamaan. Dalam sejarah panjang
kemanusiaan, perempuan kemudian selalu ianggap sebagai makhluk yang tak
bermoral, tidak bersih, lemah, atau inferior (Oliver, 1998)
• Dalam karyanya, Kristeva menggunakan pendekatan
psikoanalis untuk kritik poststruktural.
• Sebagai contoh, pandangannya tentang subjek dan
pembentukannya mirip dengan pandangan Sigmund Freud
dan Jacques Lacan.
• Kristeva menolak pemahaman subjek dalam
strukturalis. Sebaliknya, ia menganggap kalau subjek
selalu berada “dalam proses” atau “dalam krisis.”

• Hal ini merupakan kontribusinya dalam kritik post


strukturalis terhadap strukturalisme, sementara menerapkan
ajaran psikoanalis.
Psikoanalisis dan Bahasa
• Konsep penanda dan petanda daam bahasa dapat kita temukan dalam teori yang
dikemukakan oleh Jaques Lacan yang menghubungkan teori Freud dengan bahasa.

• Konsep freud tentang ketidaksadaran manusia menentukan kegiatannya. Psikologi


manusia terdiri dari id, ego dan superego sepenuhnya ada dalam ketidaksadaran.

• Kalimat Jaques Lacan yang terkenal adalah “the unconscious is structure like a language”
struktur bahasa adalah struktur ketidaksadaran. Teoi Lacan ini diterima Kristeva
sebagai tatanan simbolik.

• Kemudian dalam disertasi yang berjudul La Revolution Du Langage Poetique Kristeva


mengolah psikoanalisis Lacan tentang tatanan imajiner menjadi semiotika dan
simbolik. Semiotik yang dikontraskan dengan simbolik mencakup bahasa rangsangan,
gerakan yang masih tersimpan saat anak-anak.
Bahasa dan Gender
• Kristeva menerima konsep teori Lacan dan menyarikan bahwa wanita memang tidak punya
akses ke bahasa.

• Bahasa telah membuang perbedaan gender melalui korelasi nama gender yang hanya
mempertimbangkan ada tidaknya penis.

• Ketika anak berumur 3-6 tahun (fase phallic dengan ciri-ciri genital infantil) hanya ada satu
genital yang diakui yaitu male meskipun faktanya ada dua jenis seks.

• Artinya hanya ada falus primer dan bukan genital primer (Freud dalam Kristeva, 2004).

• Jika berbicara fisik maka ada maskulinitas yang melekat dalam diri anak yang tidak
mengindahkan anatomi seks sehingga little girl is a little man (Kristeva, 2004).
Ketidaksadaran dalam Struktur Bahasa
• Kalimat Lacan yang terkenal, the unconsciousness is structured like a
language—struktur bahasa adalah struktur ketidaksadaran, membawa
kita ke ranah bahasa (simbolik).

• Ketika anak akhirnya bisa menyebut dirinya “aku”, membedakan dirinya


dari orang lain dan memilih identitasnya maka anak memasuki tatanan
simbolik. Ia menjadi subyek yang berbicara, menjadi penanda berarti
menjadi bukan petanda.

• Pemikiran Lacan ini ditolak oleh Kristeva, bagi Kristeva, ketidaksadaran


itu sebagian besar adalah semiotik yang terdiri atas sensualitas diri
praverbal yang terbangun oleh hukum ibu (Oliver, 1991).
• Ketidaksadaran terstruktur seperti alteritas sudah ada dalam tubuh
maternal dan fungsinya.

• Julia Kresteva menuntut wacana baru tentang keibuan yang mengakui


arti penting fungsi ibu dalam pengembangan subyektivitas dan dalam
budaya.

• Kristeva mementingkan fungsi ibu dan arti pentingnya dalam


pengembangan subyektivitas dan akses kepada budaya dan bahasa
Pandangan Kresteva Tentang Tubuh
• Julia Kristeva adalah salah seorang penulis utama Prancis dan satu-satunya wanita
penulis yang kontribusinya penting dicatat karena telah menantang tradisi Barat yang
didominasi oleh pemikiran pria yang mengenyahkan wacana tentang perempuan.

• Kristeva mengembalikan pentingnya tubuh (khususnya tubuh maternal) sebagai


sumber makna (Roudiez, 1984).

• Freud dan Lacan mempertahankan pendapat mereka bahwa anak memasuki


kehidupan sosial dengan memenuhi fungsi ayah, hususnya ancaman ayah tentang
pengebirian.

• Kristeva mempertanyakannya karena jika itu adalah motivasi kita untuk memasuki
kehidupan sosial mengapa kebanyakan dari kita tidak menjadi psikotik.
Tubuh Bagi Kresteva
• Bagi Kristeva, tubuh yang meletakkan dan melabuhkan simbolik (pada saat yang sama juga
mengancamnya) adalah tubuh maternal. Tubuh maternal digambarkan lebih dulu daripada
hukum ayah dan adalah permulaan simbolik.

• Tulisan-tulisan awal Kristeva berkenaan dengan penemuan tubuh maternal yang direpresi.
Tulisan-tulisannya berikutnya berkenaan dengan abjek tubuh maternal yang diasosiasikan
dengan relasi anak dengan kelahirannya dan jenis kelami ibu.

• Tulisan-tulisan yang lebih baru lebih berkenaan dengan ayah imajiner yang oleh Oliver
(1991) dibaca sebagai rahasia cinta ibu yang diasosiasikan dengan hubungan anak dengan
konsepsinya dan rahim ibunya.

• Ayah imajiner menyediakan dukungan yang diperlukan bagi anak untuk bergerak ke dalam
simbolik. Anak bergerak dari tubuh ibu ke hasrat ibu melalui cinta ibu (ayah imajiner).
Tubuh ibu memediasi hukum simbolik.
Tubuh Maternal
• Tubuh maternal menjadi model yang menjembatani fondasi biologis dari
fungsi penandaan dan determinasinya oleh keluarga dan masyarakat.
• Proses penandaan material atau drive adalah biologis sekaligus sosial.

• Tubuh maternal dengan penolakan dan reduplikasinya menjadi model untuk


ketidaksadaran dan untuk hubungan antara drive dan simbol.

• Tubuh maternal sangat penting, Kristeva mengubah psikoanalisis Lacan


tentang tatanan imajiner dan simbolik menjadi semiotik dan simbolik
(Kristeva, 1984)
Perjuangan Feminisme
• Menurut Kristeva setidaknya ada tiga tahapan feminisme :

 Tahap Pertama feminisme adalah mennuntut kesetaraan didalam segala hal antara laki-laki dan
perempuan. Tahap ini menuntut adanya persamaan hak, upah dan mengabaikan perbedaan jenis kelamain.

 Tahap kedua gerakan feminisme muncul karena mengingnkan bahasa yang khas perempuan. Bahasa untuk
pengalaman intrasubjekif yang dibungkam budaya masa lalu. Kristeva menolak mendefinisikan “perempuan”
apabila hanya diposisikan sebagai lawan laki-laki secara biologis.

 Tahap ketiga feminisme mulai mempertimbangkan kembali identitas dan perbedaan serta hubungan antara
keduanya.

 Pengaruh dari dekontruksi Deridda yang mengatakan bahwa bahasa tergantung pada differance. Istilah
diffrance menerangkan bahwa makna adalah hasil perbedaan (difference) antara penanda sekaligus
penundaan (defferal).
Tiga pemikiran Kristeva yang dianggap penting oleh teori feminis

1. Usaha Kristeva untuk memasukkan kembali tubuh ke dalam wacana


ilmu kemanusiaan;

2. Fokus Kristeva pada pentingnya maternal dan preoedipal dalam


pembentukan subjektivitas; dan

3. Ide Kristeva tentang penolakan sebagai sebuah penjelasan untuk


penindasan dan diskriminasi Tubuh
Semiotika Ekspansif Kreteva
• Van Zoest dalam Sobur ( 2006: 79 ), Kristeva sebagai pencetus munculnya semiotik ekspansif, dalam semiotik ini
pengertian tanda kehilangan tempat sentralnya diganti oleh pengertian produksi aksi yaitu tanda terlalu statis terlalu
nonhistoris dan terlalu reduksionistis.

• Kresteva membedakan semiotik dan simbolik pada tataran yang sepenuhnya bersifat tektual dan masing-masing
berkorespodensi sebagai “genotek” dan “fenotek” :

• Genotek adalah bukan linguistik, ia hanya suatu proses, teks yang mempunyai kemungkinan, tak terbatas, yang menjadi
substuktur bagi teks-teks aktual, juga dapat dianggap sebagai suatu sarana yang membuat seluruh evaluasi historis
bahasa dan aneka praktik penandaan, sebelum tertimbun dan tenggelam di dalam fenotek.

• Fenotek adalah tataran tempat kita biasa membaca saat kita mencari makna kata, tek aktual yang bersumber dari
genotek. Fenotek meliputi seluruh fenomena dan ciri-ciri yang dimiliki oleh struktur bahasa, pengarang dan gaya
interprestasi. Meskin demikian baik fenotek dan genotek tidak bisa berdiri sendiri-sendiri,mereka selalu ada
bersamaan dalam proses yang disebut sebagai proses penandaan (Sobur, 2006: 81).
Dua Praktik Pembentukan Makna dalam Wacana

• Kristeva membedakan antara dua praktik pembentukan makna dalam


wacana yaitu :
• a. Signifikasi yaitu makna yang dilembagakan dan dikontrol secara sosial
(tanda disini berfungsi sebagai refrensi dari konvensi dan kode-kode sosial
yang ada dan berhubungan dengan ritme, nada, dan dimensi gerak dari
pratik-pratik penandaan, tanpa simbolik signifikasi hanya tinggal iguan
belaka).
• b. Significance yaitu proses penciptaan yang tanpa batas dan takterbatas,
pelepasan rangsangan-rangangan dalam diri manusia melalui ungkapan
bahasa. Ia merupakan sebuah perjalanan menuju batas-batas terjauh dari
subjek, batas terjauh dari konvesi moral, tabu dan kesepakatan sosial dalam
suatu masyarakat.
semua signifikasi terdiri dari dua elemen.

1. Elemen semiotika adalah tindakan badaniah yang dilepaskan dalam proses signifikasi.

• Semiotika diasosiasikan dengan ritme, nada, dan tindakan yang menandakan gerakan
menandai.

• Seiring dengan pelepasan mekanisme yg diasosiasikan dengan tubuh ibu, sumber pertama
dari ritme, nada, dan gerakan untuk setiap manusia karena kita semua bertempat di tubuh
tersebut. Simbol elemen dari signifikasi diasosiasikan dengan tata bahasa dan struktur
signifikasi.

• Elemen simbol adalah hal yang membuat referensi menjadi mungkin.


• Sebagai contoh, kata- kata memiliki arti referensi karena simbol struktur dari bahasa.
Sebaliknya, kita dapat mengatakan kalau kata- kata memberikan arti pada kehidupan (arti
tanpa referensi) yang disebabkan oleh isi semiotiknya. Tanpa simbol, semua signifikasi
akan menjadi gumaman atau delirium.
• Tanpa semiotika, semua signifikasi akan menjadi kosong dan tidak
penting bagi kehidupan kita. Intinya, signifikasi memerlukan dua-
duanya semiotika dan simbol; tidak ada signifikasi tanpa kedua unsur
tersebut.

• Seperti halnya tindakan badaniah yang dinyatakan dalam bentuk


signifikasi, logika signifikasi sudah beroperasi dalam materialitas
tubuh.

• Kristeva menyarankan kalau operasi identifikasi dan differensiasi yang


diperlukan untuk signifikasi ditandai dalam penyatuan tubuh dan
khususnya pengeluaran makanan.
• Proses "identifikasi" dan "differensiasi" tubuh ini diatur oleh tubuh ibu
sebelum kelahiran dan oleh ibu pada saat anaknya masih bayi.
Baca Kembali :
• Subyek yang Dikekang, Pengantar ke Pemikiran Julia risteva, Simone de Beauvoir
Michel Foucault, Jacques Lacan, oleh Christina Siwi Handayani, Gadis Arivia,
Haryatmoko dan Robertus Robet, SALIHARA, Mei 2013

Handayani, C. S. (2010). Julia Kristeva Tentang Seksualitas : Kemabalinya Eksistensi


Perempuan Sebagai Subjek.

• Lestari, I. (2006). Katakan dan Lawan : Bahasa dan Perjuangan Feminisme dalam
Teori Julia Kristeva. Jurnal Perempuan : Untuk Pencerahan dan Kesetaraan ,

• McAfee, N. (2004). Routledge Critical Thinkers : Julia Kristeva. London, UK: British
Library Cataloguing in Publication Data.
• dokumen.tips › Documents: Teori Julia Kresteva, diunduh pada 9 April 2016
Pukul 10.20 WIB

Anda mungkin juga menyukai