Anda di halaman 1dari 10

Laporan Praktikum Toksikologi Veteriner

KERACUNAN OBAT (STRIKNIN)

Imam Muliawan (B04149001)


Resti Puspitaningsih (B04150011)
Annisa Zikriatin Nafilah (B04150031)
Miftahudin Aziz (B04150036)
Resti Indana (B04150052)
Syahrul Fadillahir R (B04150055)
PENDAHULUAN
Obat-obatan stimulan susunan saraf pusat adalah obat-obatan
yang dapat bereaksi secara langsung ataupun tidak langsung terhadap
susunan saraf pusat. Daya kerja stimulan SSP dapat dibedakan berdasarkan
lokasi dan titik tangkap kerjanya yang dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Stimulansia cortex cerebri, obat golongan ini mampu meningkatkan
persepsi, respon, tremor. Gelisah dan delirium. Contohnya : Kafein
2. Stimulansia medulla oblongata, obat golongan ini dapat menyebabkan
hiperaktivitas, peningkatan frekuensi pernafasan dan jantung serta
tremor. Contohnya : Cardiazol.
3. Stimulansia medulla spinalis, obat golongan ini dapat merangsang
medulla spinalis dan bagian lain SSP. Contohnya striknin.
• Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui gejala klinis dan
penanggulangan keracunan striknin.

• Alat dan Bahan


Alat yang digunakan adalah spoit 1 ml, jam dan kandang hewan. Bahan
yang digunakan yaitu tikus, striknin, tanin,dan penthotal.

• Prosedur
Dilakukan pemeriksaan fisiologis 3 ekor tikus normal (posisi tubuh,
refleks, rasa nyeri, tonus, frekuensi nafas dan jantung. Kemudian pada
tikus pertama diberikan tanin secara peroral, tikus kedua dan ketiga
tanpa pemberian apapun. Striknin disuntikan ke ketiga ekor tikus secara
sub cutan dengan dosis sub letal. Lalu dimati perubahan fisiologis tikus
setiap 10 menit sampai terjadi konvulsi pada tikus. Pada tikus kedua,
setelah terjadi konvulsi segera diinjeksikan nembuthal secara
intraperiteneal (IP) dan pemberian tanin secara peroral.
TINJAUAN PUSTAKA
• Striknin adalah obat yang bekerja secara sentral (Louisa dan Dewoto
2007).
• Striknin bekerja dengan cara mengadakan antagonisme kompetitif
terhadap transmiter penghambatan yaitu glisin di daerah
penghambatan pascasinaps, dimana glisin juga bertindak sebagai
transmiter penghambat pascasinaps yang terletak pada pusat yang
lebih tinggi di SSP (Louisa dan Dewoto 2007)
• Sifat khas lainnya dari kejang striknin ialah kontraksi ekstensor yang
simetris yang diperkuat oleh rangsangan sensorik yaitu pendengaran,
penglihatan dan perabaan.
• Striknin tidak langsung mempengaruhi sistemkardiovaskuler, tetapi bila
terjadi konvulsi akan terjadi perubahan tekanan darah berdasarkan
efek sentral striknin pada pusat vasomotor.
• Obat yang penting untuk mengatasi hal ini ialah diazepam, sebab
diazepam dapat melawan kejang tanpa menimbulkan potensial
terhadap depresi post ictal, seperti yang umum terjadi pada
penggunaan barbiturat atau obat penekan ssp non-selektif lain.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kelompok Antidota dan Rute Waktu Konvulsi Waktu Normal Dosis Antidota
Pemberian

1 Forelax (SC), tannin (oral) Tidak ada - -


konvulsi sampai
volume 0,15 ml

2 Forelax (IP) 12 menit 31 10 menit 0.13 ml


detik
3 Phenobarbital (SC) 14 menit 30 7 menit 0.11 ml
detik
4 Phenobarbital (IP) 11 menit 10 menit 0.125 ml

5 Evipan (SC) 15 menit Di atas 10 menit 0.2 ml


masih konvulsi
6 Evipan (IP) 6 menit 50 detik Di atas 30 menit 0.24 ml
masih terdepress
Pembahasan
• Keracunan striknin dapat menyerupai tetanus dengan peningkatan
eksitabilitas neuron akibat gangguan pada inhibisi post sinaps (Muliawan
2007). Gejala keracunan striknin yang mula-mula timbul ialah kaku otot
muka dan leher.

• Pada stadium awal terjadi gerakan ekstensi yang masih terkoordinasi,


akhirnya terjadi konvulsi tetanik. Pada stadium ini badan berada dalam
sikap hiperekstensi (opistotonus).

• Kematian biasanya disebabkan oleh paralisis batang otak karena hipoksia


akibat gangguan napas. Kombinasi dari adanya gangguan napas dan
kontraksi otot yang hebat dapat menimbulkan asidosis respirasi maupun
asidosis metabolik hebat; yang terakhir ini mungkin akibat adanya
peningkatan kadar laktat dalam plasma (Louisa dan Dewoto 2007).

• Obat yang penting untuk mengatasi hal ini ialah diazepam 10 mg


intravena, sebab diazepam dapat melawan kejang tanpa menimbulkan
potensial terhadap depresipost ictal, seperti yang umum terjadi pada
penggunaan barbiturat atau obat penekan ssp non-selektif lain.
• Pengobatan keracunan striknin ialah mencegah terjadinya kejang dan
membantu pernapasan. Intubasi pernapasan endotrakeal berguna untuk
memperbaiki pernapasan. Dapat pula diberikan obat golongan kurariform
untuk mengurangi derajat kontraksi otot.
• Untuk bilas lambung digunakan larutan KMnO4 0,5 % atau campuran
yodium tingtur dan air (1:250) atau larutan asam tanat.
• Pada tabel, mencit dilakukan penyuntikan dengan sediaan striknin dan
setelah terjadi konvulsi diberi antidota farelax dengan rute intraperitoneal.
Waktu recovery yang dibutuhkan mencit secara intraperotoneal sekitar 12
menit. Farelax merupakan sediaan obat yang mengandung atracurium
basilate yang berfungsi sebagai pelemas otot atau muscle relaxant non
depolarisasi untuk jangka pendek sampai menengah. Metabolismenya
terjadi di dalam darah, tidak bergantung pada fungsi hati dan ginjal, tidak
mempunyai efek akumulasi pada pemberian berulang (Muhiman et. al.
1989
• Sedian evipan dengan rute injeksi subkutan dan intraperitoneal
menunjukan hasil waktu recovery subkutan lebih cepat dari pada
intraperitoneal. Dengan ini hasil tersebut tidak sesuai dengan literature
yang ada bahwa waktu absorpsi cairan secara subkutan lebih lama
dibandingkan waktu absorpsi cairan secara intraperitoneal (Hirota dan
Shimizu 2012).
KESIMPULAN

Pemberian striknin pada tikus akan mengakibatkan gejala konvulsi pada


tikus dan berakhir pada kematian. Hal tersebut dikarenakan striknin bersifat
stimulansia pada susunan saraf pusat yang akan mengakibatkan paralisis batang
otak karena hipoksia akibat gangguan napas dan mengakibatkan kontraksi otot
yang berlebihan. Penanggulangan keracunan striknin dapat dilakukan dengan
pemberian tannin sebagai protektiva sebelum berinteraksi dengan striknin.
Senyawa lain yang dapat digunakan sebagai antidota adalah diazepam. Obat ini
bersifat sedatif-hipnotis, antikonvulsif, dan daya relaksasi otot sehingga mampu
menetralisir efek dari striknin.
Daftar Pustaka
• Herwana E, Pudjiadi L.L., Wahab R, Nugroho D, Hendrata T, Setiabudy R.
2005. Efek Pemberian Minuman Stimulan Terhadap Kelelahan pada
Tikus. Journal of Universa Medicina. 24(1): 8-14
• Katzung BG. 1997. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 6. Jakarta: ECG.
• Louisa M, Dewoto HR . 2007. Perangsangan Susunan Saraf Pusat .
Dalam : Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
• Mardjono M. 1988. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat.
• Muliawan SY. 2007. Bakteri Anaerob yang erat kaitannya dengan
problem di klinik: diagnosis dan penatalaksanaan. Jakarta (ID): Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
• Mycek MJ. 2001. Farmakologi. Jakarta: Widya Medika.
• Utama H, Gan V. 2007. Antiepilepsi dan Antikonvulsi . Dalam :
Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai