Anda di halaman 1dari 89

GEOLOGI STRUKTUR

DAN PROSES

WAHYU SETYANINGSIH, ST., MT


NIP 132317015

JURUSAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
DEFINISI

• Suatu ilmu yang mempelajari struktur-struktur individual (kerak


bumi) seperti sesar sungkup, sesar liniasi dan lainnya dalam satu
unit tektonik (Bagdley, 1965).
• Ilmu yang mempelajari struktur primer dan struktur sekunder
(spencer, 1977).
• Studi tentang arsitektur kerak bumi yang menyangkut tentang
kedudukan, hubungan dan asal mula jadinya.
• Cabang ilmu geologi yang mempelajari bentuk, susunan dan
kedudukan atau orientasi satuan batuan serta gaya-gaya yang
menyebabkannya.
Tahap mempelajari dan menganalisa struktur geologi:

1. Pengenalan dan identifikasi struktur-struktur yang diamati


• Mengenal dan mengidentifikasi struktur lipatan, kekar, sesar ataupun struktur lainnya.
• Pada tahap ini syarat utama yang dibutuhkan adalah selain dapat melakukan
identifikasi setiap jenis struktur, juga kemampuan untuk mengetahui bentuk tiga
dimensi dari semua struktur yang diamati yang sebagia di lapangan tersingkap
secara dua dimensi.
• Kemampuan ini akan mempengaruhi kualitas data struktur yang dikumpulkan
sehingga akan mempengaruhi pula hasil analisanya.

2. Pencatatan dan perekaman data.


• Bentuk, ukuran dan kedudukan semua jenis struktur yang diamati diperikan menurut
masing-masing struktur.
• Data struktur yang didapat kemudian dikelompokkan.

3. Analisa
• Data struktur umumnya jumlahnya puluhan bahkan ratusan, data tersebut harus
dianalisa dengan metode-metode geometri dan statistik untuk mendapatkan pola
ataupun kedudukan umumnya.
• Hasil analisa kemudian disajikan dalam peta-peta, diagram atau maket.
Analisis yang umum dilakukan dalam geologi :
1. Analisis deskriptif (descriptive analysis)
• mengenali dan menggambarkan struktur dan mengukur kedudukan atau orientasinya.
• observasi/pengamatan langsung di lapangan, pengujian eksperimental batuan di
laboratorium, pengeboran atau monitoring geofisika, mempelajari stratigrafi dan
petrografi batuan dimana suatu struktur berada.
• didasari pada pemetaan geologi batuan dan struktur geologi, mengukur dimensi
(ukuran) dan orientasi struktur dengan bantuan alat-alat seperti : pita ukur (meteran),
instrumen survei (theodolite) dan kompas geologi.

2. Analisis kinematik (kinematic analysis)


• interpretasi pergerakan atau pergeseran yang timbul akibat deformasi yang menjadi
penyebab atas terbentuknya suatu struktur.
• Ada 4 (empat) jenis pergerakan yaitu translasi (translation), rotasi (rotation), dilasi
(dilation) dan distorsi (distortion).
• Tujuannya menafsirkan kombinasi yang mungkin terjadi dari keempat jenis pergerakan
tersebut yang mengubah lokasi, orientasi, ukuran dan bentuk dari suatu tubuh batuan.

3. Analisis dinamik (dynamic analysis)


• dilakukan untuk menafsirkan gaya (force), tegasan (stress) dan proses-proses mekanik
lainnya yang menyebabkan terjadinya suatu pembentukan struktur geologi.
• Tujuan utama adalah memberi gambaran besarnya tegasan secara relatif serta
orientasinya yang bertanggungjawab atas terjadinya suatu deformasi.
• analisis dinamik ini harus berlandaskan pada analisis-analisis sebelumnya,
PEMBENTUKAN STRUKTUR GEOLOGI

Dua faktor penting dalam pembentukan struktur geologi :


• Gaya/ penyebab
Gaya atau tenaga yang menyebabkan terbentuknya suatu
struktur geologi.
• Tegasan (stress)
aksi yang cenderung mendeformasi suatu tubuh material
• Batuan/ sifat bahan
Bahan atau batuan yang dikenai gaya sehingga menghasilkan
suatu bentukan struktur tertentu.

Bentuk struktur yang dihasilkan tergantung pada besar dan


arah gaya serta bahan yang dikenai oleh gaya.
Gaya berdasarkan sifatnya :
A. Gaya Kompresif/ gaya tekan (compressional forces)
• Bekerja pada satu garis, berlawanan dan bersifat menekan.
Mengakibatkan terjadinya perlipatan (folding) dan
pensesaran/patahan (faulting).
• Gaya ini dominan pada batas lempeng konvergen.
B. Gaya tensional/ gaya tarik (tensional forces)
• Bekerja pada satu garis, berlawanan dan bersifat tarikan.
Mengakibatkan terjadinya penipisan (thinning) dan pensesaran
(faulting).
• Gaya ini dominan pada batas lempeng divergen.
C. Gaya Geser ( shear forces)
• Bekerja pada satu bidang, berlawanan arah, atau sering disebut
gaya kopel. Mengakibatkan pergeseran (shearing) dan
pensesaran (faulting).
• Gaya ini dominan pada batas lempeng transform.
D. Gaya Torsi (gaya putar)
GAYA
• Gaya (force) adalah aksi yang menyebabkan terjadinya ;
1. perubahan kecepatan (velocity)
2. arah (direction)
3. percepatan (accelaration) suatu massa, baik yang diam maupun
yang bergerak.

Tidak seperti temperature, waktu ataupun kecepatan yang


merupakan satuan “skalar”, yaitu satuan yang mempunyai besaran
(magnitude) saja, gaya merupakan vektor, yaitu satuan yang
memiliki besaran dan arah.

• Menurut hukum Newton Kedua tentang gerak, rumus gaya adalah


sbb :
F =m.a
dimana : F : gaya (suatu vektor)
m : massa (suatu skalar)
a : percepatan (suatu vektor)
• Umumnya gaya dapat dibedakan menjadi
1. body forces
Body forces beraksi dengan tingkat yang sama
di seluruh bagian tubuh massa. Contohnya
adalah efek gravitasi pada suatu massa

2. surface forces
beraksi pada permukaan suatu massa.
Contohnya adalah gaya yang bekerja di
sepanjang sesar (atau patahan) atau batas
lempeng tektonik.
TEGASAN
• Di bumi gaya beraksi pada tubuh batuan dan menyebabkan terjadinya
deformasi, namun gaya menjadi kurang berarti dibandingkan tegasan
(stress).
• Jaeger and Cook (1976, dalam Davies 1984) mendefinisikan tegasan
sebagai aksi yang cenderung mendeformasi suatu tubuh material.
• Besarnya tegasan tidak hanya merupakan fungsi gayanya, namun
juga berhubungan dengan luas dimana gaya itu bekerja.

σ =F/A
dimana σ : tegasan (stress)
F : gaya (force)
A : luas (area)
• satuan tegasan
1. “pounds per square inch” (psi)
2. kilogram per cm persegi (kg/cm²).

1 kg/cm² = 14.1 psi; 1 psi = 0.07 kg/cm².


• Tegasan menurut sifatnya:
1. tegasan kompresi (tekanan) atau compressional stress
2. tegasan tensional (tarikan) atau tensional stress.

• Tegasan menurut arah atau posisinya terhadap suatu bidang referensi yang
dikenai tegasan:
1. tegasan normal (σN) atau normal stress.
σN adalah tegasan yang bekerja tegak lurus bidang referensi
2. tegasan gerus (σS) atau shear stress.
σS adalah tegasan yang bekerja sejajar bidang referensi.
KETERAKAN (STRAIN)

Keterakan atau ketrikan (strain) :


1. perubahan sudut dan panjang dari garis-garis sebagai respon atau akibat dari
tegasan yang bekerja padanya.
2. distorsi (perubahan) bentuk, panjang atau volum dari suatu massa batuan.

• displacement atau translasi dan rotasi dari suatu massa batuan tanpa mengalami
distorsi dianggap bukan merupakan strain.

• cara untuk lebih mendalami struktur tektonik dan kondisi yang membentuknya
membandingkan keadaannya sekarang yang terdeformasi (deformed) atau
berketerakan (strained) dengan yang aslinya yang tidak terdeformasi (undeformed)
atau tak berketerakan (unstrained).

• umumnya sulit karena kita membutuhkan suatu model asli yang “undeformed” dari
setiap struktur yang kadangkala tidak mungkin kita kenali lagi.

• Namun kadang-kadang bagian dari struktur atau bagian-bagian tertentu di dalamnya


dapat membantu misalnya, fosil yang terdeformasi biasanya dengan mudah dapat
diperbandingkan dengan yang masih asli bentuknya atau belum terdeformasi.
• Menurut hasilnya strain dibedakan menjadi:
1. homogeneus strain
garis-garis yang tadinya lurus dan paralel sebelum deformasi tetap
lurus dan paralel sesudah deformasi
2. inhomogeneus strain
garis-garisnya menjadi tidak lurus dan parallel lagi setelah deformasi.

• Strain dapat terjadi dalam berbagai cara


1. perubahan panjang suatu garis (linear strain)
2. perubahan sudut antara garis-garis (shear strain)
3. perubahan volum (dilation).

Jika dimensi-dimensi fundamentalnya diketahui, maka jenis-jenis strain


pada batuan yang terdeformasi dapat dihitung.
BATUAN
Gaya yang sama dapat menghasilkan struktur yang berbeda.
Hal itu disebabkan oleh berbedanya respon yang diberikan oleh batuan
yang satu dengan batuan lainnya terhadap gaya yang mengenainya.

Berdasarkan sifat fisik dan responnya terhadap gaya yang bekerja,


batuan dialam dapat digolongkan menjadi :
A. Batuan tegar/getas (brittle)
• Deformasinya disebut deformasi kandas (brittle deformation) seperti
yang terjadi pada pembentukan sesar/patahan dan kekar/rekahan.
• Contoh : batupasir, batugamping, marmer, batuan beku.

B. Batuan lentur/mulur (ductile)


• Deformasinya disebut deformasi lentur (ductile deformation) seperti
pada pembentukan struktur lipatan.
• Contoh : serpih, batulempung, batuan metamorf (sekis, filit).
KANDUNGAN MINERAL MEMPENGARUHI KETAHANAN TERHADAP EROSI

www.petrology.com
Gambar 1. Bowen’s Reaction Series
STRUKTUR GEOLOGI
• Struktur geologi adalah suatu struktur atau kondisi geologi yang ada
di suatu daerah sebagai akibat dari terjadinya perubahan-
perubahan pada batuan oleh proses tektonik atau proses lainnya.
• Dengan terjadinya proses tektonik, maka batuan (batuan beku,
batuan sedimen, dan batuan metamorf) maupun kerak bumi akan
berubah susunannya dari keadaannya semula.
• Struktur geologi (makro) yang penting untuk diketahui antara lain ;
bidang perlapisan, sistem sesar, sistem perlipatan, sistem kekar,
dan bidang ketidakselarasan.
GEOMETRI UNSUR STRUKTUR
• Unsur- unsur struktur secara geometris :
1. geometris bidang
(struktur bidang : bidang perlapisan, kekar, sesar, foliasi, sumbu lipatan dll),
2. geometris garis
(struktur garis : gores garis, perpotongan 2 bidang, liniasi dll).

1. Struktur Bidang
• Struktur bidang riil
Bentuk dan kedudukannya dapat diamati secara langsung di lapangan.
• Struktur bidang semu
Bentuk dan kedudukan dari struktur bidang semu hanya bisa diketahui atau didapatkan
dari hasil analisa struktur bidang riil yang lain, contohnya struktur bidang poros lipatan.

Istilah-istilah dalam Struktur Bidang


• Jurus (strike)
merupakan arah dari garis horizontal yang merupakan perpotongan antara bidang yang
bersangkutan dengan bidang horizontal. Besarnya diukur dari arah utara.
• Kemiringan (dip)
merupakan sudut kemiringan terbesar yang dibentuk oleh bidang miring dengan bidang
horizontal dan diukur tegak lurus terhadap jurus (strike).
• Kemiringan semu (apparent dip)
Kemiringan semu merupakan sudut kemiringan suatu bidang dengan bidang horizontal
dari pengukuran dengan arah tidak tegak lurus jurus (strike).
• Arah kemiringan (dip direction)
merupakan arah tegak lurus jurus yang sesuai dengan arah miringnya bidang yang
bersangkutan dan diukur dari arah utara.
Keterangan :
• A – B : Jurus (strike) bidang ABCD diukur terhadap arah utara.
• α : Kemiringan (dip) bidang ABCD diukur tegak lurus AB.
• Β : Kemiringan semu (apparent dip)
• O – A : Arah kemiringan (dip direction)
Cara Penulisan (Notasi ) dan Simbol Struktur Bidang

1. Jurus/ Kemiringan
– Sistem Azimuth
hanya mengenal satu tulisan yaitu N X°E/Y° besarnya X° antara
0° - 360° dan besarnya Y° antara 0° - 90°.
– Sistem Kwadran
penulisan tergantung kepada posisi kwadran yang diinginkan sehingga
mempunyai beberapa cara penulisan.

Contoh penulisan dari system azimuth dan sistem kwadran :


• Sistem azimuth : N145°E/30°,
maka menurut sistem kwadrannya adalah :
N 35°W/30°SW atau S 35°E/30°SW.
• Sistem azimuth : N 90°E/45°,
maka menurut sistem kwadrannya adalah :
N 90°E/45°S atau N 90°W/45°S atau
N 90°E/45°S atau S 90°W/45°S.

2. Besar Kemiringan, Arah Kemiringan (Dip, Dip Direction)


Misalnya sistem azimuth : N 145°E/30°, maka penulisan berdasarkan
sistem "dip, dip direction", adalah : 30°, N 235°E.
Penggambaran simbol struktur bidang :
• Garis jurus hasil pengukuran diplot dengan tepat sesuai arah pembacaan
kompas di titik lokasi dimana struktur bidang tersebut diukur.
• Tanda arah kemiringan digambarkan pada tengah-tengah dan tegak lurus
garis jurus searah jarum jam atau harga jurus ditambah 90° searah jarum
jam. Panjang tanda kemiringan ini kurang lebih sepertiga panjang garis jurus.
• Tulis besar kemiringan pada ujung tanda kemiringan.
Gambar 8. Penulisan simbol strike dan dip pada peta lintasan
Cara Mengukur Struktur Bidang Dengan Kompas Geologi

1. Pengukuran Jurus
• Bagian sisi kompas (sisi "E") ditempel pada bidang yang diukur.
• Kedudukan kompas dihorizontalkan, ditunjukkan oleh posisi level dari nivo
"mata sapi" (Bull's Eye Level) dimana gelembung udara terletak pada tengah-
tengah lingkaran.
• Buatlah garis horizontal pada sisi kompas yang menempel.
• Harga yang ditunjuk oleh jarum utara kompas adalah harga jurus bidang yang
diukur.
• Berilah tanda garis pada bidang tersebut sesuai dengan arah jurusnya.
(Gambar 10. a)

2. Pengukuran Kemiringan
• Kompas pada posisi tegak.
• Tempelkan sisi "W" kompas pada bidang yang diukur dengan posisi yang tegak
lurus jurus pada garis jurus yang telah dibuat pada pengukuran jurus.
• Clinometer (berbentuk tabung) diatur sehingga gelembung udaranya tepat
berada di tengah (posisi level).
• Harga yang ditunjukkan oleh penunjuk pada skala clinometer adalah besarnya
sudut kemiringan dari bidang yang diukur. (Gambar 10. b)

3. Pengkuran Arah Kemiringan


• Tempelkan sisi "S" kompas pada bidang yang diukur.
• Posisikan kompas sehingga horizontal (nivo "mata sapi" level), baca angka
yang ditunjuk oleh jarum utara kompas.
• Harga ini merupakan arah kemiringan (dip direction) dari bidang yang diukur.
(Gambar 10. c)
Gambar 10. Posisi kompas untuk mengukur besarnya strike dan dip.
2. Struktur Garis
• Struktur garis riil,
arah dan kedudukannya dapat diamati langsung di lapangan.
misalnya gores garis yang terdapat pada bidang sesar
• Struktur garis semu
arah atau kedudukannya ditafsirkan dari orientasi unsur-unsur struktur yang
membentuk kelurusan atau liniasi.
Misalnya liniasi fragmen breksi sesar, liniasi mineral-mineral dalam batuan
beku, arah liniasi struktur sediment (cross bedding, flute cast, load cast),
kelurusan-kelurusan sungai, topografi dsb.

Istilah-istilah Struktur Garis


• Arah penunjaman (trend)
merupakan jurus dari bidang vertikal yang melalui garis dan menunjukkan
arah penunjaman garis tersebut (hanya menunjukkan satua arah tertentu).
• Arah kelurusan (bearing)
merupakan jurus dari bidang vertikal yang melalui garis, tetapi tidak
menunjukkan arah penunjaman garis tersebut (menunjukkan arah-arah
dimana salah satu arahnya merupakan sudut pelurusnya).
• Rake (pitch)
Rake merupakan besar sudut antara garis dengan garis horizontal, yang
diukur pada bidang dimana garis tersebut terdapat. Besarnya rake sama
dengan atau lebih kecil 90º.
Gambar 11. Struktur Garis

Keterangan:
A–L : Struktur garis pada bidang ABCD
A–K : Arah penunjuaman (trend)
A–K/K–A : Arah kelurusan (bearing) = azimuth NAK
β : Penunjaman (plunge)
γ : Rake (pitch)
PENGGOLONGAN STRUKTUR GEOLOGI

Berdasarkan saat pembentukannya struktur geologi terbagi menjadi dua :

A. Struktur Primer
Struktur yang terbentuk bersamaan dengan pembentukan batuannya.
Contoh : Struktur sedimen : perlapisan, silang siur.
Foliasi (pada batuan metamorf)
Kekar kolom (pada batuan ekstrusif, lava)

B. Struktur Sekunder
Struktur yang terbentuk setelah pembentukan batuannya. Struktur ini berupa
deformasi yang berasal dari dalam bumi yg menimpa batuan, sehingga batuan
menjadi retak, terlipat, bergeser dari kedudukan semula. Hal itu dipengaruhi oleh :
1. Arah dan kekuatan gaya yang bekerja pada batuan
2. Sifat-sifat batuan (kekompakan, kekerasan, plastisitas)
3. Perubahan batuan oleh pengaruh kimia

Contoh : Kekar, sesar, lipatan


A. STRUKTUR PRIMER
1. Struktur Perlapisan
• Perlapisan
Sifat utama dari batuan sedimen hasil dari pengendapan yang
menghasilkan bidang-bidang batas satuan sedimentasi.
• Lapisan
Satuan stratigrafi terkecil (mm-m)m terdiri atas satu macam batuan yang
homogen, dibatasi pada bagian bawah dan atas oleh bidang perlapisan.
• Bidang perlapisan
Suatu bidang yg merupakan wujud pelamparan/penyebaran suatu
mineral tertentu, besar butir atau bidang sentuhan yg tajam antara dua
macam litologi berlainan.
a. bidang antar muka pengendapan (depositional interface)
b. bidang kesamaan waktu (isochronous surface)
• Cara Mengenal perlapisan :
a. Perubahan : jenis batuan.
susunan mineralogi.
warna.
tekstur : besar butiran.
kekerasan batuan.
Struktur sedimen
b. Penyebaran mineral/fosil/butiran
c. Jejak binatang (bioturbasi)
d. Kicks dalam log listrik
• Contoh : graded bedding, cross bedding, planar bedding,
ripple mark, slump bedding
• Lapisan
Merupakan indikator kesamaan waktu pengendapan
Gambar 2. Struktur perlapisan pada batuan sedimen
Lokasi Kedungklapa, Klepu, Semarang
Gambar 3. slump bedding pada batuan sedimen
Lokasi Kedungklapa, Klepu, Semarang
b

Gambar 4. Graded bedding (a), cross bedding (b), ripple mark (c)
1. Struktur Sedimen

Gambar 5. Flute cast


Gambar 6. Load cast
1. Struktur Aliran lava

Gambar 7. Struktur lava bantal (a), kekar kolom (b)


A. STRUKTUR SEKUNDER
1. KEKAR (JOINT)
• Kekar merupakan rekahan-rekahan dalam batuan yang terjadi
karena kerutan, tekanan atau tarikan yang disebabkan oleh gaya
yang bekerja dalam kerak bumi atau pengurangan/penghilangan
tekanan dimana pergeseran (displacement) dianggap sama sekali
tidak ada.

• Seperti pada sesar dan perlipatan, kekar umumnya terbentuk


karena proses tektonik yang terjadi pada suatu daerah tertentu.

• kekar merupakan akibat lanjutan dan proses pembentuk sesar atau


perlipatan. Jika kekuatan suatu batuan (kuat tekan atau kuat tarik)
tidak sanggup lagi melawan tegangan yang ada, maka batuan
tersebut akan pecah atau retak. Jika ukuran dari retakan tersebut
besar dan terjadi pergeseran yang besar disebut terjadi sesar,
sedangkan dalam ukuran retakan tersebut kecil (hanya sampai
beberapa meter) dan relatif tidak terjadi pergeseran disebut sebagai
kekar
• Permukaan bidang kekar ada yang halus, kasar, bergelombang, licin, dll,
tergantung pada jenis batuan, kekuatan batuan, besarnya gaya, dan jenis
gaya yang bekerja padanya.

• Klasifikasi Kekar
a. Berdasarkan bentuknya :
- Kekar sistematik
- Kekar tak sistematik
b. Berdasarkan cara terjadinya :
- Shear joint
- Tension joint

• yang perlu dalam analisis kekar diperhatikan:


- ukuran kekar (persistensi)
- kekasaran bidang kekar
- bukaan kekar (separation)
- isi bukaan kekar (infilling)
- ada/tidaknya air pada kekar, besar aliran air pada sistem kekar,
- orientasi bidang kekar (jurus dan kemiringan)
- jumlah set kekar pada daerah yang sama
- kerapatan/jarak kekar
Gambar 8. kekar yang terbentuk pada batuan

Gambar 9. kekar yang terbentuk akibat gaya tekan


Gambar 10. Sketsa sistem kekar dan bidang kekar
2. SESAR (FAULT)

• Sesar adalah suatu rekahan/kekar yang mengalami pergeseran


(dari salah satu muka yang berhadapan) arahnya sejajar dengan
zona permukaan (Twiss & Moores, 1992).
• Sesar adalah suatu rekahan pada batuan yang kedua
permukaannya mengalami perpindahan satu sama lainnya
(Ghoshm 1993).
• Sesar adalah rekahan-rekahan dalam kulit bumi yg mengalami
pergeseran (displacement), yg arahnya sejajar dengan bidang
rekahannya satu dengan lainnya.
• Pergeseran dapat berskala mikroskopik (milimeter) sampai
megaskopik (kilometer).
• Sesar yang terbentuk karena proses tektonik yang kuat dapat
menghasilkan sesar-sesar lain yang lebih kecil di sekitarnya
sehingga dapat membentuk sistem sesar yang kompleks
• Bidang sesar dapat berwujud :
- Dinding geser biasa
- Zona milonit (tebal berskala mm-cm)
- Zona terbreksikan (tebal cm–km)
- Zona shear
- Kombinasi
- Kedudukan bidang sesar tegak sampai horisontal
- Kedataran bidang sesar : lurus sampai melengkung
- Kenampakan bidang sesar : tunggal atau jamak atau
jaringan
PENANDA PERGESERAN
• Pada bidang sesar
- Slicken side (bidang kilap)
- Striation (gores garis)
- Milonit
- Breksi sesar

• Pada blok sesar


- shear fracture
- Gash fracture
- Drag fold
- offset tubuh batuan
• Dinding patahan yang terletak di atas bidang patahan disebut hanging wall
dan yang letaknya di bawah disebut foot wall

Gambar 11. Footwall dan hangingwall pada sesar


KLASIFIKASI SESAR

• Ditinjau dari kedudukan sesar terhadap struktur batuan disekitarnya


(umumnya pada sesar di batuan sedimen):
- Strike fault
sesar yg arah jurusnya searah jurus batuan disekitarnya
- Dip fault
jurus sesar searah kemiringan lapisan batuan disekitarnya
- Diagonal/oblique fault
sesar yg memotong struktur batuan disekitarnya.
- Longitudinal fault
arah sesar sejajar dengan arah utama struktur regional
- Transverse fault
sesar yang memotong tegaklurus atau miring arah utama
struktur regional.
Gambar 12. Klasifikasi sesar berdasarkan kedudukan sesar
terhadap struktur batuan
• Klasifikasi sesar berdasarkan genesanya :

Tipe sesar Sesar turun Sesar naik Sesar transform


Gaya deformasi Extension Compression Translation
Tegasan vertikal Tegasan vertikal Tegasan vertikal
Orientasi tegasan
paling besar paling kecil menengah

Gambar 13. Sesar berdasarkan genesanya


Gambar 14. Arah tegasan/gaya
Sesar transform

Pada sesar transform dikenal ada dua arah


pergerakan :
1. Sinistral
Pergerakan bidang sesar cenderung ke arah kiri
2. Dextral
Pergerakan bidang sesar cenderung ke arah kanan

Gambar 15. Arah pergerakan pada sesar transform


INDIKATOR SESAR DI LAPANGAN

Beberapa Indikasi sesar yang dapat diamati di lapangan :


1. Pembelokan sungai secara tiba-tiba
2. Pergeseran formasi batuan
3. jalur breksiasi
4. jalur hancuran
5. jalur pelapukan dan erosi kuat
6. kontak tiba-tiba antara dua variasi batuan yang berbeda
7. kekar-kekar
8. kelurusan mata air
9. drag fold
10. lapisan tegak
Gambar 16. offset litologi sebagai indikasi sesar
Gambar 17. sesar minor di Sungai tampuk, Klepu, Semarang
Gambar 18. Lapisan tegak merupakan salah satu indikasi adanya sesar naik
Gambar 19. Lapisan terbalik yang ditandai adanya flute cast
merupakan salah satu indikasi adanya sesar
Gambar 20. Peta Lintasan, Peta Geologi dan Penampang sayatan daerah
Kawengen, Klepu dan sekitarnya yang mengalami proses pensesaran dan
perlipatan
Gambar 21. Data seismik yang menunjukkan adanya sesar dibawah permukaan
Gambar 22. Model blok sesar hasil interpretasi Data seismik
Gambar 23. Analisis sesar menggunakan data offset litologi
Horst dan Graben

Horst adalah bagian antara dua patahan yang mengalami pengangkatan,


sehingga lebih tinggi dari daerah sekitarnya.

graben/slenk adalah suatu depresi yang terbentuk antara dua patahan di


mana block batuan di tengah kedua patahan mengalami penurunan.
ANALISIS SESAR

1. ANALISA SESAR MENDATAR KALI DOLOK

Data Lapangan :

Shear fracture (N…°E/…°) :


126/80 128/80 127/82 125/81 124/70 122/71 130/81 131/79
135/80 136/72 131/64 125/64 113/69 117/77 119/86

Gash fracture (N…°E/…°) :


166/81 170/82 168/81 173/78 174/76 162/80 161/79 158/82
157/64 161/66 168/68 174/70 179/72 180/81 176/84 170/64

Breksiasi (N…°E) :
180 184 186 176 184 160 193 184 160 141 184 176 215 192
210 184 170
Proyeksi Stereografis
Hasil analisa :

Shear fracture (SF) : N 130°E/79°

Gash fracture (GF) : N 173°E/78°

Bidang Sesar (BS) : N 184°E/78°

Net Slip (NS) : 06°, N 002°E

Rake : 05°

σ1 : 10°, N 022°E σ1’ : 03°, N 352°E

σ2 σ2’ : 76°, N 250°E

σ3 : 13°, N 083°E σ3’ : 13°, N 083°E

Arah umum breksiasi : N 184°E atau N 264°E

Jenis Sesar : Right Slip Fault (Rickard, 1972)


2. ANALISA SESAR NAIK WATUPAWON

Data Lapangan :

Shear fracture (N…°E/…°) :


138/70 143/72 136/75 137/67 145/71 140/72

Gash fracture (N…°E/…°) :


340/68 335/12 339/17 336/15 340/12 343/14 241/15

Breksiasi (N…°E) :
136 136 147 136 152 132 134 136 124 136 162 176
Proyeksi Stereografis
Hasil analisa :

Shear fracture (SF) : N 141°E/68°

Gash fracture (GF) : N 326°E/15°

Bidang Sesar (BS) : N 136°E/20°

Net Slip (NS) : 20°, N 233°E

Rake : 82°
σ1 : 16°, N 233°E σ1’ : 14°, N 052°E

σ2 σ2’ : 02°, N 143°E

σ3 : 74°, N 046°E σ3’ : 76°, N 242°E

Arah umum breksiasi : N 136°E atau N 316°E

Jenis Sesar : Left Reverse Slip Fault (Rickard, 1972)


3. LIPATAN (FOLD)
• Bentuk lengkung suatu benda pipih/lempeng, dapat disebabkan
oleh 2 macam mekanisme yaitu buckling dan bending (Asikin,
1978).

• Buckling/melipat
- Gaya penyebab adalah gaya tekan yang arahnya sejajar
permukaan lempeng.
- besarnya gaya tekan masih di bawah titik elastisitas
batuan, sehingga batuan hanya terlipat dan ridak hancur.

• Bending/pelengkungan
- Gaya penyebab adalah gaya tekan yang arahnya tegak
lurus permukaan lempeng.
- Gerak vertikal yang merubah lapisan horisontal menjadi
melengkung dan menghasilkan kubah(dome) dan basin.
a b

Gambar 26. Buckling (a) dan (b) bending yang membentuk lipatan
b

Gambar 27. lipatan (a) dan microfold (b) di lapangan


•Apabila besarnya tegasan yang bekerja pada batuan sedimen melampaui
batas elastisnya, maka sistem lipatan tersebut akan mengalami pensesaran
•Sedangkan jika tegasan tidak terlalu besar, maka pada bagian-bagian
tertentu akan terbentuk sistem kekar tarik (pada batuan yang rapuh/getas).

Gambar 28. Bending dan buckling yang membentuk lipatan


Gambar 29. bidang perlipatan
Gambar 30. macam perlipatan
Gambar 31. Kenampakan lipatan bawah permukaan menggunakan data seismik
ANALISIS LIPATAN
1. ANALISA LIPATAN SINKLIN BORANGAN

Data Pengukuran :

Sayap Utara (N…°E/…°) :


115/45 105/40 106/41 106/39 105/35 100/41 105/40

Sayap Selatan (N…°E/…°) :


275/50 286/37 280/36 284/42 283/45

Hasil analisa :

Arah Umum Sayap Utara : N 110°E/42°

Arah Umum Sayap Selatan : N 278°E/41°

Hinge Surface (HS) : N 284°E/02°

Hinge Line (HL) : 07°, N 284°E


σ1 : 03°, N 194°E

σ2 : 07°, N 284°E

σ3 : 06°, N 079°E

Jenis Lipatan : Recumbent Horizontal Fold (Fluety, 1964)


Proyeksi Stereografis
2. ANALISA LIPATAN ANTIKLIN K. LANA
Data Pengukuran :

Sayap Utara (N…°E/…°) :


275/52 286/51 280/51 284/50 283/54 281/52 287/52 283/54 287/55

Sayap Selatan (N…°E/…°) :


114/48 106/42 114/45 107/43

Hasil analisa :
Arah Umum Sayap Utara : N 286°E/50°

Arah Umum Sayap Selatan : N 108°E/46°

Hinge Surface (HS) : N 108°E/88°

Hinge Line (HL) : 02°, N 288°E

σ1 : 03°, N 018°E

σ2 : 02°, N 288°E

σ3 : 88°, N 164°E

Jenis Lipatan : Upright Horizontal Fold (Fluety, 1964)


Proyeksi Stereografis
Gambar 34. Analisis lipatan
A’ B’

A B
Gambar 35. Peta Lintasan daerah Penawangan dan sekitarnya
Gambar 34. Penampang sayatan dengan analisis lipatan yang
dibuat berdasarkan data peta lintasan
DASAR – DASAR STRATIGRAFI

membahas tentang urutan – urutan , hubungan dan


Stratigrafi kejadian batuan dialam (sejarahnya) dalam ruang dan
waktu geologi.

KONSEP-KONSEP DASAR STRATIGRAFI

A. Hukum yang dikemukakan oleh STENO (1669)

1. Prinsip superposisi (superposition of strata)


Dalam keadaan normal/ belum mengalami gangguan, dalam
suatu urutan batuan yang diendapkan, maka lapisan yang
berada paling bawah umurnya paling tua.
umur semakin tua

Gambar 35. Perselingan batuan sedimen di Eagle Bluff, Alaska

2. Prinsip kesinambungan lateral (lateral continuity)


Lapisan yang diendapkan oleh air terbentuk terus menerus
secara lateral dan hanya membaji pada tepi cekungan
pengendapan, pada masa cekungan itu terbentuk.
3. Prinsip akumulasi vertikal (original horizontality)
Lapisan sedimen pada mulanya diendapkan dalam keadaan mendatar
(horizontal), sedangkan akumulasi pengendapannya terjadi secara vertikal
(principle of vertical accumulation).

Gambar 37. Akumulasi pengendapan secara vertikal


B. Hukum yang dikemukakan oleh JAMES HUTTON (1785)
 Bapak Geologi

Azas UNIFORMITARISME yaitu proses-proses yang terjadi pada


masa lampau akan mengikuti hukum yang berlaku pada proses-
proses yang terjadi pada masa sekarang.
Atau dengan kata lain “ Masa kini merupakan kunci masa lampau”
(The Present is The Key to The Past).

Proses-pross geologi yang terjadi pada masa sekarang dapat


digunakan sebagai dasar pembahasan proses geologi yang terjadi
pada masa lampau karena prosesnya tetap terjadi meskipun dalam
skala dan intensitas yang berbeda.
C. Hukum Intrusi Penerobosan (cross cutting relationship) yang
dikemukakan oleh AWR POTTER & H. ROBINSON

Suatu intrusi/ batuan yang menerobos, umurnya lebih muda jika


dibandingkan batuan yang diterobosnya.

Vein A dipotong oleh B,


jadi B lebih muda dari A.

Vein C memotong A dan


B, jadi C adalah yg
termuda

Gambar 38. crosscutting relations pada urat batuan (vein)


D. Hukum Pergantian/Urutan Fauna (Law of Fauna Succestion) yang
dikemukakan oleh DE SOULOVIE (1777)

Dalam urutan-urutan batuan sedimen, sekelompok lapisan dapat


mengandung kumpulan fosil tertentu yang berbeda dengan lapisan diatas
maupun dibawahnya.

E. Strata Identified by Fossils (WILLIAM SMITH, 1816)

Urutan lapisan sedimen dapat dilacak secara lateral dengan mengenali


kumpulan fosilnya jika kriteria litologinya tidak menentu.

F. Principles of Organic Extinction (GEORGE CUVIERM 1769)

Prinsip kepunahan organik dibuktikan oleh kumpulan fosil yg berlainan


dalam urutan stratigrafinya, dimana endapan yg lebih muda mengandung
makhluk yg lebih sekarang daripada endapan yg lebih tua.
G. Aturan Pumpelly

Struktur-struktur berukuran kecil merupakan kunci dan


menirukan ragam dan orientasi dari struktur-struktur yang
lebih besar dari generasi yang sama pada daerah tertentu.

Gambar 39. Microfold di daerah Kedungglatik yg dapat digunakan untuk


mengetahui orientasi struktur lipatan yg lebih besar
Ketidakselarasan
Dalam suatu urutan-urutan stratigrafi terkadang terdapat suatu ketidakmenerusan siklus
pengendapan/sedimentasi yang diakibatkan adanya proses erosi sehingga terjadi
selang waktu antara suatu lapisan dengan lapisan diatas maupun dibawahnya
(ketidakselarasan/unconformity).

Macam-macam Ketidakselarasan :
1. Ketidakselarasan sejajar (Disconformity)
Ketidakselarasan yang diakibatkan oleh adanya bidang erosi. Lapisan batuan yang
berada diatas maupun dibawah bidang ketidakselarasan saling sejajar satu dengan
lainnya tetapi tetap tampak adanya suatu bidang erosi.

Gambar . Disconformity
2. Ketidakselarasan menyudut (Angular unconformity)

Suatu ketidakselarasan dimana sekelompok batuan yang berada dibawah bidang


ketidakselarasan membentuk sudut dengan sekelompok batuan yang berada
diatasnya.

Gambar. Angular unconformity


3. Nonconformity

Merupakan ketidakselarasan yang diakibatkan oleh bidang erosi yang


memisahkan antara batuan kristalin (batuan beku maupun metamorf)
yang berada dibawah bidang ketidakselarasan dengan batuan sedimen
diatasnya.

Gambar . Nonconformity
I
H
G
F
C
E
B

A D
• Bagaimanakah urutan pembentukan
batuannya dari yg tua ke yang muda
• Ada struktur apa saja
• Adakah ketidakselarasan pada gambar
tersebut
PUSTAKA

Adhe Syaiful .R.P., 2003, Pemetaan Daerah Penawangan dan sekitarnya, Kecamatan Klepu Kabupaten Semarang,
Jawa Tengah, teknik Geologi, UPN “Veteran”, Yogyakarta
Anonimous, 1989, Bahan Galian C dan Air Bawah Tanah di Jawa Tengah, Semarang :
Dinas Pertambangan Pemprop Dati I Jateng.
……… 1983, Sumberdaya Alam untuk Pembangunan Nasional, Ghalia Indonesia ,
Jakarta
Anonimous, 1981,Metode Geometri Geologi Struktur, direktorat Jenderal Pertambangan
Umum, Bandung
Bateman, A.M. 1971. Economic Mineral Deposits, John Willey & Son, New York.
Bemmelen, R.W. van. 1970. The Geology of Indonesia. Vol. II. Netherland : Martinus
Nijhoff, The Hague, Introduction.
Billings, 1982, Structural Geology, Prentice-Hall, Singapore
Davis H.G., 1984, Structural Geology of Rock and Regions, John Willey and Sons
Dhadar, J. Rainir. (tanpa tahun). Eksplorasi Endapan Bahan Galian, GSB, Bandung.
Gilluly, James, 1950, Principle of Geology, Freeman & Co.Handoyo, San Francisco
Katili, J.A. (tanpa tahun). Geologi, Kilat Maju, Bandung.
Koesoemadinata, RP. 1980. Geologi Minyak dan Gasbumi, ITB, Bandung.
Lange m., Ivanova m., labedeva., 1991, Geologi Umum, Gaya Media Pratama, Jakarta
Noor, Djauhari, 2006, Geologi Lingkungan, Graha Ilmu, Yogyakarta
Porter S. J., Skinner B.C., 1987, Physical Geology, John Willey and Sons
Pratistho,dkk, 2000, Petunjuk Praktikum Geologi Struktur, Jurusan teknik Geologi, UPN
“Veteran”, Yogyakarta
Sanusi, Bachrawi, 1984, Mengenal Hasil Tambang Indonesia, Bina Aksara, Jakarta
Setyaningsih, Wahyu, 2002, Pemetaan Daerah Kedungglatik dan sekitarnya, Kecamatan Klepu Kabupaten Semarang,
teknik Geologi, UPN “Veteran”, Yogyakarta
Sukandarrumidi,1999,Bahan Galian Industri,Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Sukendar Asikin, 1979, Dasar-dasar Geologi Struktur, ITB, Bandung
Sukendar Asikin, 2002, Materi Kuliah Geotektonik, Program Studi Teknik Geologi,
Universitas Pakuan, Bogor
Weiss and More, 1993, Sructural Geology
Zen, M.T dan Skinner, B.J., 1982, Industri Mineral dan Sumber Daya Bumi, Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai