Anda di halaman 1dari 40

PERPAJAKAN INTERNASIONAL

sumiharti

1
Agenda Pembahasan

1. Pengertian Pajak Internasional


2. Pajak Internasional Indonesia
3. Dimensi Perpajakan Internasional
4. Double Tax, What and Why?
5. How to relief double tax?
6. BUT

2
Pengertian Pajak Internasional
Definisi:
- Ketentuan-ketentuan
- Yang mengandung aspek internasional
- Di dalam UU Pajak suatu negara

In US, International Tax means international


aspect of US Income Tax Law,
Di Indonesia, pajak internasional adalah aspek
internasional dalam UU PPh

Biasanya terdapat dalam UU yang mengatur


tentang pengenaan pajak atas penghasilan.
3
Pajak Internasional Indonesia
Aspek Internasional dalam UU PPh:
• Subjek pajak (Pasal 2 ayat (2), (3), (4), dan (5);
Pasal 2A ayat (3) dan (4); dan Pasal 3);
• Objek pajak (Pasal 4 dan Pasal 5);
• Anti tax avoidance (Pasal 18);
• Penghitungan pajak (Pasal 16 ayat (1) dan (3),
dan Pasal 17 ayat (1) dan (2);
• Eliminasi pajak berganda (Pasal 24);
• Pengenaan pajak atas penghasilan Orang Asing
dengan mekanisme withholding tax (Pasal 26);
• Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda/ Tax
Treaty (Pasal 32A).

4
Pajak Internasional Indonesia-1
Subjek Pajak Penghasilan
• Siapa saja Subjek Pajak Pasal 2 ayat (2),
• Siapa Subjek Pajak DN Pasal 2 ayat (3),
• Siapa Subjek Pajak LN Pasal 2 ayat (4),
• Apa itu Bentuk Usaha Tetap Pasal 2 ayat (5)
(BUT) Pasal 2A ayat
• Kewajiban Pajak Subjektif (3),(4);
dimulai dan berakhir
• Dikecualikan sebagai Subjek Pasal 3;
Pajak

5
Pajak Internasional Indonesia-2
Objek Pajak Penghasilan
• Objek PPh (umum) Penghasilan Pasal 4 (1),
Prinsip: Worldwide Income, halal/
haram
• Objek PPh untuk BUT Pasal 5 (1),
Prinsip: Income BUT dan “force of
attraction income”
• Pengurang penghasilan bruto terkait Pasal 5 (2)
dengan “force of attraction income”
• Penentuan laba BUT Pasal 5 (3)

6
Pajak Internasional Indonesia-3
Anti Tax Avoidance Rules
Pasal 18
• Debt to Equity Ratio (perbandingan Ayat (1)
utang dg modal)
• Controlled Foreign Corporations Ayat (2)
(CFC) Rules
• Transfer Pricing & Thin Ayat (3),
Capitalization Rules
• Perjanjian utk menentukan hrga
Ayat (3a)
transaksi antar pihak yg pny HI
Ayat (4)
• Hubungan Istimewa (Associated
Enterprises)

7
Pajak Internasional Indonesia-4
Kredit Pajak Luar Negeri

Pasal 24:
• Kredit pajak Ayat (1)
• Kredit pajak dg pembatasan Ayat (2)
• Source Rule Ayat (3),

• PPh yang dapat dikreditkan salah Pasal 28


satunya adalah PPh pasal 24

8
Pajak Internasional Indonesia-5
Taxing the Foreigner/non residents

Pasal 26:
• Passive Income, Business/Service Ayat (1)
Income, other Income
• Capital Gain Income, premi asuransi Ayat (2)

• Branch Profit Tax Ayat (4),

9
Dimensi Pajak Internasional
taxing the foreigners’ income:
yaitu pengenaan pajak atas penghasilan
yang diperoleh orang asing (foreigners)
yang berasal dari DN, dan
taxing the foreign income:
yaitu pengenaan pajak atas penghasilan
yang berasal dari LN yang diperoleh
penduduk (resident).
Akibatnya adalah Pajak Berganda (Double Tax)

10
Dimensi Pajak Internasional-1
Dimensi Pajak Internasional

Aspek Taxing the Taxing the Foreign


Foreigners’ Income Income

Subjek Pajak SP luar negeri SP dalam negeri

Penghasilan dalam Worldwide Income


Objek Pajak Pasal 26 ayat (1) (Pasal 4 ayat (1))
huruf a s.d. ...

Mekanisme
Self Assessment
Pengenaan Pajak Withholding tax
(Pasal 26)
Eliminasi Kredit Pajak Luar
Tidak ada
Pajak Berganda Negeri (Pasal 24)

11
Istilah Dasar
Negara S Negara sumber
 Mengenakan pajak atas penghasilan
Perusahaan X dividen
 Dimensi Taxing the foreigner’s income
 Mekanisme pengenaan pajak:
Investment withholding tax yang dilakukan oleh
perusahaan X
$ Negara S

Negara D
Dividen
Negara D  Negara domisili
 Mengenakan pajak atas penghasilan
dividen
 Dimensi Taxing the foreign income
Tn A  Mekanisme pengenaan pajak: dengan
self assessment system, dilakukan
oleh Tuan A sendiri

12
Double Taxation-What?
What do you mean?
• Economic/Juridical Double Taxation
• International/Domestic Double Taxation

Economic Concept
DOUBLE TAXATION
Juridical Concept

International
International
Concept
Juridical/(Economic) Double
Domestic Concept Taxation

13
lanjutan
Economic Double Taxation:
pengenaan pajak atas penghasilan
(dalam pengertian ekonomi) yang
diperoleh seseorang lebih dari satu
kali oleh lebih dari satu jurisdiksi.
Juridical Double Taxation:
pengenaan pajak atas penghasilan
yang sama yang diperoleh seseorang
oleh lebih dari satu jurisdiksi.

14
Double Taxation-Why?
1.Meningkatnya transaksi internasional
- Globalisasi
- Internet
2. Kedaulatan Negara untuk mengenakan
pajak (Sovereignty to tax) yang
menimbulkan konflik.
Karakteristik konflik penyebab double
taxation:
- Resident-Source conflict
- Resident-Resident conflict
- Source-source conflict
15
Resident-Source Conflict
Pajak berganda yang terjadi karena satu
jurisdiksi mengenakan pajak karena merasa
berhak memajaki penghasilan yang bersumber di
negaranya (source principle) dan jurisdiksi yang
lain merasa berhak memajaki karena penghasilan
diterima oleh penduduknya (resident principle)
X Corp.

Loan Negara X

Indonesia
Interest

PT ABC

16
Resident-Resident Conflict
Pajak berganda yang terjadi karena dua jurisdiksi
mengenakan pajak atas penghasilan dari penduduk
yang diklaim oleh kedua jurisdiksi sebagai
penduduknya. Kedua jurisdiksi mengenakan pajak
menerapkan resident principle.

Mr. John SP DN Negara X

Negara X

Indonesia

Melakukan usaha
di Indonesia SP DN Indonesia
selama > 183 hari

17
Source-Source Conflict
Pajak berganda yang terjadi karena dua
jurisdiksi mengenakan pajak karena merasa
berhak memajaki penghasilan yang diklaim oleh
kedua jurisdiksi bersumber di negaranya. Kedua
jurisdiksi menerapkan source principle.
Negara P Mencatat biaya sewa
dan hutang

P Corp. Cabang
PT ABC
Negara X
Tagihan Indonesia
Rental fee

PT ABC

18
Penghilangan pajak berganda dapat
dilakukan oleh:
• Undang-undang Pajak dan ketentuan
domestik
• Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda
(P3B)
• Prosedur Perjanjian Bersama (Mutual
Agreement Procedures)
• Arbitrase Internasional

19
Undang-undang Pajak & Ketentuan Domestik
Menghilangkan pajak berganda dengan cara:
• Mengecualikan suatu penghasilan sebagai objek
pajak
• Kredit Pajak Luar Negeri (KPLN)

Tidak Sempurna, karena:


• Tidak semua penghasilan yang berpotensi terjadi
pengenaan pajak berganda dikecualikan sebagai
objek pajak;
• KPLN hanya dapat dinikmati manfaatnya oleh
Subjek Pajak Dalam Negeri.
• Dalam kasus R-R conflict, UU PPh justru
menjadi penyebab pajak berganda, sehingga UU
PPh tidak mungkin menghilangkannya.

20
Unilateral Double Taxation Relief
Contoh:
• Penghindaran pajak berganda atas
penghasilan intercorporate dividend (Pasal 4
ayat (3) huruf f)
• Penghindaran pajak berganda atas
penghasilan dari pembagian laba persekutuan
kepada anggota (Pasal 4 ayat (3) huruf i)
• Membetulkan ketetapan pajak yang
menimbulkan pajak berganda

21
Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda

Menghilangkan double taxation dengan cara:


- Menyelesaikan masalah R-R Konflik dengan
menyediakan Dual Residence Tie Breaker Rule
- Membagi hak pemajakan atas penghasilan dengan cara:
- Hak pemajakan eksklusif pada negara sumber
- Hak pemajakan eksklusif pada negara domisili
- Hak pemajakan dibagi antara negara sumber dan negara
domisili
- Dalam kasus transfer pricing, mewajibkan
dilakukannya corresponding adjustment,
- Menentukan metode pengkreditan pajak,
- WP dapat mengajukan kepada Competent Tax
Authority (CA)-nya untuk melakukan MAP bila P3B
diterapkan tidak sebagaimana mestinya.
22
Mutual Agreement Procedure
• Apabila Wajib Pajak dikenakan atau akan dikenakan
pajak yang tidak sesuai dengan P3B dapat meminta
CA-nya untuk melakukan MAP dengan CA dari
negara mitra P3B.
• Para CA akan melakukan konsultasi untuk
menyelesaikan masalah WP dan berusaha
semaksimal mungkin untuk menghilangkan pajak
berganda.
Kelemahan:
- Prosesnya membutuhkan waktu yang lama (2-3
tahun),
- Belum tentu menghasilkan kesepakatan seperti yang
diinginkan oleh Wajib Pajak.
23
Fitur Prosedur MAP di Indonesia
Permintaan MAP dari negara lain kepada DJP:
1. DJP akan menolak melaksanakan MAP bila WP DN
sudah mengajukan keberatan atau banding.
2. DJP terikat pada UU Pengadilan Pajak untuk
melaksanakan (eksekusi) putusan pengadilan pajak dalam
waktu 30 hari.
3. Revenue bias.
4. Tidak ada aturan pelaksanaan, sehingga membingungkan
dalam proses penyiapan tanggapan, pembuatan
keputusan, dan koordinasi.
Permintaan WP Indonesia kepada DJP untuk melakukan
MAP:
1. SE Dirjen Pajak No.SE-05/PJ.10/1995 bersifat
prosedural biasa;
2. Tidak terdapat prosedur apabila WP pada saat yang
bersamaan menempuh keberatan dan banding.
3. Tidak memberikan perlindungan kepada WP mengenai
pembayaran pajak dan sanksi.
24
Metode-metode penghilangan pajak berganda
• Deduction Method: penghilangan pajak berganda
dengan mengurangkan pajak yang dikenakan di
luar negeri dari penghasilan yang diperoleh dari
luar negeri pada saat menghitung pajak terutang
di dalam negeri.
• Exemption Method: penghilangan pajak berganda
dengan tidak memperhitungkan penghasilan dari
luar negeri saat menghitung pajak terutang di
dalam negeri
• Credit Method: penghilangan pajak berganda
dengan memperhitungkan pajak yang dikenakan
di luar negeri dengan pajak terutang di dalam
negeri.

25
Kasus Penghilangan Pajak Berganda
Tn. Ali memperoleh penghasilan neto dari dalam
negeri sebesar Rp 50 miliar dan dari luar
negeri sebesar Rp 30 miliar (dikenakan pajak
di luar negeri 40%, yaitu Rp 12 miliar)
Hitunglah:
1. Total pajak yang dibayar Tn. Ali (global)
2. Tarif pajak efektif yang ditanggung Tn. Ali
Apabila:
1. Di dalam negeri pengenaan pajak dengan
prinsip worldwide income dan tarif tunggal
30%
2. (i) tidak ada penghilangan pajak berganda, (ii)
deduction method, (iii) exemption method, (iv)
credit method in full, dan (v) credit method
seperti di Indonesia (Pasal 24 UU PPh)
26
No DT Deduction Exemption Credit Credit
Relief Method Method Method Method
In Full Indonesia

Penghasilan Neto DN 50 M 50 M 50 M 50 M 50 M
Penghasilan Neto LN 30 M 18 M -- 30 M 30 M
Total Penghasilan Neto 80 M 68 M 50 M 80 M 80 M
PPh (30%) 24 M 20.4 M 15 M 24 M 24 M
(-) Kredit Pajak LN --- --- --- (12 M) (9 M)*
Pajak di dalam negeri 24 M 20.4 M 15 M 12 M 15 M
Total Pajak (dn & ln) 36 M 32.4 M 27 M 24 M 27 M
Tarif Pajak Efektif 45% 40.5% 33.75% 30% 33.75%
*) 30/80 x 24M = 9M, Hasil perhitungan (9M) lebih kecil dari yang sudah dikenakan di luar negeri (12M)

27
Bentuk Usaha Tetap
Bentuk Usaha Tetap (BUT) =
Permanent Establishment (PE)

• Apa perbedaan BUT dengan bentuk


usaha lainnya?
• BUT dalam Domestic Laws
• BUT dalam Tax Treaty

28
BUT dibandingkan dengan PMA
Bentuk Usaha Tetap Penanaman Modal Asing

Foreign HQ Foreign Parents


Luar Negeri
Luar Negeri
Indonesia
Indonesia
BUT PMA
(Domestic Subsidiary)

Revenue Expenses Revenue Deductible


Pasal 5(1) - Pasal 5(2),5(3) Pasal 4(1) - Expenses

Branch Net
Profit Profit
Penghasilan Penghasilan
- Kena Pajak
- Kena Pajak
Pasal 16(3) Pasal 16(1)

PPh Terutang X PPh Terutang X


Tarif Pasal 17 Tarif Pasal 17

29
BUT dibandingkan dengan PMA
BUT PMA

Status hukum Tidak berbadan hukum Berstatus badan hukum PT

Penyertaan/Equity Tidak ada Berasal dari pemegang


saham
Penghasilan Pasal 5 ayat (1) UU Pasal 4 ayat (1) UU PPh
PPh
Pengurang Penghasilan Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 6 ayat (1), Pasal 9
Bruto (3) UU PPh UU PPh

Perhitungan Kompensasi O O
Kerugian
Penghasilan Kena Pajak Pasal 16 ayat (3) UU Pasal 16 ayat (1) UU PPh
PPh
Tarif Pajak Pasal 17 ayat (1) b Pasal 17 ayat (1) b UU PPh
UU PPh
Penghasilan Kena Pajak Branch Profit (subject Tidak ada terminologi
dikurang PPh terutang to PPh Pasal 26 ayat khusus, distribution to
(4)) shareholder (dividend)
subject to PPh Pasal 23/26

30
BUT dalam Domestic Laws
Pasal 2 ayat 5 UU PPh:
BUT adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh:
• orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di
Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih
dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau
• badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha
atau kegiatan di Indonesia.

Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang


dipergunakan oleh Subjek Pajak luar negeri untuk
memperoleh penghasilan di Indonesia, yaitu
Income from Business or Services.

31
BUT dalam Domestic Laws
Bentuk-bentuk BUT dapat diklasifikasikan ke dalam
4 jenis:
• BUT tipe Aktiva: Tempat manajemen, cabang
perusahaan, kantor perwakilan, gedung kantor,
pabrik, bengkel, pertambangan dan penggalian
sumber alam, wilayah kerja pengeboran yang
digunakan untuk eksplorasi pertambangan, perikanan,
peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan.
• BUT tipe Aktivitas: proyek konstruksi, instalasi,
atau proyek perakitan; dan pemberian jasa dalam
bentuk apapun oleh pegawai atau oleh orang lain yang
dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12
bulan.

32
BUT dalam Domestic Laws
• BUT tipe Agen: kegiatan usaha melalui
orang atau badan yang bertindak selaku
agen yang dependen.
• BUT tipe Asuransi: perusahaan asuransi
luar negeri yang menanggung resiko di
Indonesia atau memungut premi asuransi
di Indonesia melalui agen atau
pegawainya.
Bentuk-bentuk BUT di atas merupakan
penampakan wujud dari kegiatan yang
dilakukan oleh Subjek Pajak luar negeri di
Indonesia.
33
Pajak Penghasilan untuk BUT
Objek Pajak BUT (Pasal 5 ayat (1) UU PPh)
a. Penghasilan dari usaha atau kegiatan BUT
b. Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan
barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan
yang dijalankan atau yang dilakukan oleh BUT di Indonesia.
c. Penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 yang diterima
atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat ada hubungan
efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan
penghasilan dimaksud.
Poin a dan c lazimnya disebut sebagai force of attraction rule.

Biaya-biaya BUT (Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3) UU PPh)


• BUT diperbolehkan untuk mengurangi biaya yang berkenaan
dengan penghasilan kantor pusat yang ditarik menjadi penghasilan
BUT.
• BUT diperbolehkan untuk mengurangkan biaya administrasi kantor
pusat yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan BUT, yang
besarnya ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak, diatur lebih
lanjut dengan Kep. Dirjen Pajak No.Kep-62/PJ./1995.

34
PPh untuk BUT
Biaya yang tidak dapat dikurangkan oleh BUT:
• Royalti atau imbalan lainnya sehubungan dengan
penggunaan harta, paten, atau hak-hak lainnya.
• Imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa
lainnya.
• Bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha
perbankan.

Tarif PPh untuk BUT (Pasal 17 ayat (1) b UU PPh):


28% sejak 2010 = 25%

Branch Profit Tax (Pasal 26 ayat (4) UU PPh):


PPh Pasal 26 yang dikenakan atas Penghasilan Kena
Pajak suatu BUT di Indonesia setelah dikurangi Pajak
Penghasilan.
Tarif: 20%
35
BUT dalam Tax Treaty (P3B)
• Apabila Subjek Pajak luar negeri yang
menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia
melalui BUT adalah penduduk (resident) dari
mitra Tax Treaty Indonesia yang dibuktikan
dengan Certificate of Domicile (COD) atau
Surat Keterangan Domisili (SKD) yang
dikeluarkan oleh Competent Tax Authority di
negaranya, maka ketentuan di dalam Tax
Treaty yang akan berlaku.

Penerapan Tax Treaty akan mengalahkan


domestic law (UU PPh), kecuali untuk hal-hal
yang tidak diatur dalam Tax Treaty.
Tanpa adanya COD, Domestic Law yang
diberlakukan
36
BUT dalam Tax Treaty (P3B)
Dalam P3B umumnya pasal-pasal yang
terkait dengan BUT:
• Pasal 5: mengatur tentang apa yang
dimaksud dengan BUT, jenis-jenis BUT,
dan apa yang tidak termasuk sebagai BUT
yang disepakati antara Indonesia dan
negara mitra P3B.
• Pasal 7: mengatur tentang Negara mana
yang berhak mengenakan pajak atas
penghasilan BUT yang berada di suatu
negara (ayat 1), apa yang menjadi
penghasilan BUT (ayat 3), dan apa yang
boleh menjadi biaya dari BUT (ayat 4).

37
Ketentuan yang perlu diperhatikan dalam penerapan P3B
Jasa yang tidak dilakukan di Indonesia oleh
penduduk mitra P3B

•NO PE NO TAX
Kecuali: dalam P3B dengan Jerman, Luxemburg, Swiss,
Pakistan, dan Venezuela khususnya yang berhubungan dengan
pemberian jasa teknik, manajemen, dan konsultasi yang
dilakukan di Indonesia, dikenakan pemotongan PPh Pasal 26
meskipun pemberi jasa tidak mempunyai BUT di Indonesia.

• Pasal 7 P3B: penghasilan yang diperoleh penduduk


negara domisili hanya dapat dipajaki oleh negara
sumber, bila kegiatan atau usaha tersebut
dilakukan melalui suatu BUT.
• Jasa yang tidak dilakukan di Indonesia tidak
menimbulkan BUT tidak dapat dikenakan pajak di
Indonesia.

38
Ketentuan yang perlu diperhatikan dalam penerapan P3B

Bila jasa dilakukan di Indonesia:

• Penentuan adanya BUT di Indonesia ditentukan


berdasarkan time test yang diatur oleh masing-
masing P3B.

• Bila time test terpenuhi: imbalan jasa tersebut


dikenakan pajak di Indonesia dan dipotong PPh Pasal
23 sesuai ketentuan yang berlaku.

• Bila time test tidak terpenuhi, imbalan jasa


tersebut tidak dapat dikenakan pajak di Indonesia,
kecuali yang dibayar atau terutang kepada penduduk
Jerman, Luxemburg, Swiss, Pakistan, dan Venezuela.

39
The End

40

Anda mungkin juga menyukai