Anda di halaman 1dari 34

Aneka Modus dan Pelaku Kecurangan Pada

Industri Asuransi Indonesia


Disampaikan oleh:
Rianto
Kepala Bagian Pengawasan Asuransi Umum & Reasuransi
Direktorat Pengawasan Asuransi & BPJS Kesehatan
Otoritas Jasa Keuangan
Fraud di Asuransi
Tindakan penyimpangan atau pembiaran yang sengaja dilakukan untuk mengelabui,
menipu, atau memanipulasi Perusahaan pemegang polis, tertanggung, peserta, atau pihak
lain, yang terjadi di lingkungan Perusahaan dan/atau menggunakan sarana Perusahaan
sehingga mengakibatkan Perusahaan, pemegang polis, tertanggung, peserta, atau pihak
lain menderita kerugian dan/atau pelaku Fraud memperoleh keuntungan keuangan baik
secara langsung maupun tidak langsung (SEOJK 46/SEOJK.05/2017)

Menurut Black Law Dictionary


Fraud adalah suatu tindakan dilakukan oleh seseorang, sekelompok orang atau perusahaan secara
melawan hukum dengan maksud untuk menguntungkan dirinya sendiri (mereka) atau orang lain

Penggelapan premi, kecurangan klaim, pemalsuan dokumen,


penyalahgunaan wewenang, penyembunyian fakta material, dll

Perusahaan asuransi, manager dan staf


Pelaku perusahaan asuransi, broker, akuntan, auditor,
konsultan, adjuster, agen, dan pemegang polis

2
Faktor Mendorong Fraud
Kesempatan Motivasi Rasionalisasi

• Lemahnya • Masalah • Merasa benar


pengendalian keuangan atas tindakan
internal pribadi yang
• Terbukanya • Sifat buruk dilakukan
kesempatan seperti suka • Merasa yang
berjudi, paling berhak
narkoba, suka dan merasa
mencuri lebih berjasa
• Hutang yang • Tergoda
berlebihan karena rekan
kerja
melakukan hal
yang sama

3
Konsekuensi Fraud di Asuransi

Klaim tidak dibayar.

Polis Batal.

Keluar Biaya Besar untuk Proses


Hukum

Catatan Kriminal yang dapat berimbas penolakan


oleh perusahaan asuransi lain atau perusahaan
jasa keuangan lainnya
4
Proses Bisnis Asuransi

Konsultan
Aktuaria*)

Polis
Perjanjian
Perusahaan Reasuransi
PREMI
Tertanggung/ Asuransi Persh. Reasuransi
Pemegang Polis
KLAIM

Pialang Asuransi/
Pialang Reasuransi*)
Agen Asuransi*)

Persh. Laporan Klaim


Penilai Keugian*)
Pihak Ketiga Lainnya:
Rekanan
suplier

Pengawasan FRAUD OJK- 18 September 2017 5


Fraud Asuransi di Indonesia Terkait Klaim

• Ada 130 Ribu Klaim Asuransi Disinyalir


'Fraud‘ pada tahun 2014
– Klaim di lini asuransi kendaraan bermotor disebut
mendominasi dengan jumlah klaim sebanyak 67 ribu
kasus dari total 130 ribu klaim. Diikuti
asuransi liability dan properti.
– industri asuransi umum Tanah Air sendiri mencatat
delapan kasus fraud. Satu di antaranya fraud oleh
karyawan dan tujuh kasus lainnya dilakukan oleh tenaga
pemasar (agen).

(sumber: https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20171013133505-78-248165/ada-130-ribu-klaim-asuransi-disinyalir-
fraud) 6
Contoh Modus Fraud Klaim di Asuransi
Klaim yang dibuat-buat

Terdapat perencanaan atau niat dengan membuat “setting” agar terjadi


peristiwa yang di cover oleh polis.
Contoh : Membuat kebakaran yang disengaja, Pada asuransi kecelakaan diri
(personal accident), tertanggung dengan sengaja melukai dirinya sendiri
(memotong jari dan lain-lain).

Pemalsuan Dokumen
Dalam proses klaim, memalsukan surat atau dokumen pendukung, misalkan pada
asuransi marine cargo dokumen-dokumen terkait dengan “cargo” dan dokumen dari
pihak otoritas (Syahbandar dan/atau Dir Jen Perhubungan Laut).

Invoice pembelian barang diperlukan pada saat pengajuan klaim, dalam banyak kasus
tertanggung yang “nakal” memalsukan invoice pembelian dari para supplier. Setelah
dilakukan pengecekan, supplier memang ada dan sudah membina hubungan bisnis
dengan tertanggung tetapi nilai pembelian yang dilakukan oleh tertanggung tidak
sebesar yang tercantum di dalam invoice “palsu” tersebut

Tindakan menggelembungkan nilai klaim adalah yang paling umum terjadi, biasanya
akan diikuti dengan pemalsuan invoice dan dokumen pendukung lainnya agar tampak
klaim yang diajukan nilainya wajar 7
Contoh Kasus Penggelapan Premi di Indonesia:
1. Kasus PT Balicon Life Insurance
2. Kasus Perum Perhutani dan AJB
Bumiputera 1912
Sekilas Mengenai PT Balicon Life Insurance

PT Balicon Life Insurance didirikan pada tahun 2008 dengan izin sebagai
badan usaha Perseroan Terbatas (PT) dan tidak mempunyai izin asuransi
namun menjual produk asuransi.

Produk yang dijual adalah Prima Income, Tahapan Dana Belajar, serta
Asuransi Kumpulan dan Kesehatan

PT Balicon Life Insurance memiliki 21.984 nasabah di Bali dan sejumlah


wilayah di Jawa Timur. PT Balicon berpusat di Jembrana Bali dan telah
memiliki sejumlah kantor cabang dan unit di seluruh Bali serta Surabaya
dan Jombang

9
Mekanisme Produk yang Dijual

Nasabah asuransi diminta menyetor minimal Rp 200 ribu


dan maksimal Rp 5 juta dengan keuntungan 50 persen
selama masa kontrak (maksimal 5 tahun kontrak).

Akibat tawaran ini, ribuan nasabah tergiur


hingga terkumpul dana Rp 400 miliar.

10
Keputusan Pengadilan

Terbukti secara sah PN Denpasar


Pada tanggal 17 menjalankan menjatuhkan hukuman
Agustus 2010 perusahaan asuransi
kepada I Made
Parisadnyana penjara 15
dilaporkan oleh tanpa izin sehingga tahun dan tambahan
Bapepam-LK ke melanggar pasal 21 hukuman 5 tahun
kepolisian daerah ayat 1 juncto pasal 9 dan pidana denda Rp 100
UU No 2/1992 tentang juta subsider 2 bulan
Bali Perasuransian kurungan

I Made Parisadnyana mengajukan banding namun ditolak karena Pengadilian Tinggi


Denpasar pada 22 September 2011 menguatkan putusan PN Denpasar. Lalu, I Made Paris
pun melawan dengan mengajukan upaya hukum terakhir, kasasi, namun ditolak juga.
11
Kronologis Kasus Perum Perhutani dan
AJB Bumiputera 1912
Kasus ini berawal dari penggelapan polis asuransi Perum Perhutani di AJB
Bumiputera 1912 pada tahun 2006. Premi asuransi yang dibayarkan sebesar Rp20
miliar

Jumlah premi yang digelapkan sebesar Rp 12 miliar digelapkan oleh mantan


Direktur Utama Bumiputera Soeseno Haryosaputra dan Rp3 miliar diserahkan
kepada mantan Direktur Umum PT Perhutani, Sondang Gultom.

Akibat dari penggelapan tersebut, mengakibatkan Perhutani tidak dapat


mencairkan polis tersebut.

Rekap perhitungan Premi dan


Klaim per tahun Perum Perhutani dari tahun 1998 s/d 2006 sebesar
Rp56.760.692.972,- (lima puluh enam milyar tujuh ratus enam puluh juta enam
ratus sembilan puluh dua ribu sembilan ratus tujuh puluh dua rupiah).
(sumber:putusan.mahkamahagung.go.id)

12
Kronologis Kasus

Pelaporan
Hukuman
Penggelapan tersebut dilaporkan
oleh Bapeppam-LK kepada pihak Soeseno dijerat Pasal 3 dan 6
Kepolisian pada tahun 2009. Undang-undang nomor 15 tahun
2002 tentang pencucian uang
palsu, Pasal 21 Ayat 3 dan 4
Undang-undang perasuransian,
serta Pasal 372 junto 374 KUHP
dengan ancaman 15 dan 4 tahun
penjara

13
Peran OJK dalam Pengawasan Fraud
di Industri Asuransi
RUANG LINGKUP PENGAWASAN

1. Risiko Kepengurusan
2. Risiko Tata Kelola Penilaian didasarkan
pada kriteria yang ada
3. Risiko Strategi dalam peraturan
4. Risiko Operasional perundang-undangan

5. Risiko Aset Liabilitas Dalam hal kriteria belum


6. Valuasi Aset dan Liabilitas diatur dalam peraturan
perundang-undangan,
7. Risiko Dukungan Dana
kriteria yang
8. Keterbukaan informasi kepada masyarakat (public dipergunakan mengacu
disclosure) kepada standar, prinsip,
9. Perlindungan konsumen dan praktek
penyelenggaraan usaha
10. Monitoring dampak sistemik, dan asuransi yang berlaku
11. Aspek lain yang merupakan fungsi, tugas, dan umum
wewenang OJK berdasarkan peraturan perundang-
undangan

15
METODE PENGAWASAN
Pengawasan Langsung
Dilakukan melalui pemeriksaan
 Pemeriksaan dilakukan oleh pegawai OJK dan/atau pihak lain
yang ditunjuk oleh Kepala Eksekutif Pengawas IKNB
 Pemeriksaan dapat diperluas kepada perusahaan anak
dan/atau pihak lain yang memiliki keterkaitan dengan ruang
lingkup Pemeriksaan
Metode  Pemeriksaan yang dilakukan OJK dapat mencakup seluruh
Pengawasan aspek atau sebagian aspek yang menjadi ruang lingkup
pengawasan OJK
 Pemeriksaan dilakukan paling sedikit 1 kali dalam 1 tahun

Pengawasan Tidak Langsung


 Analisis terhadap laporan yang disampaikan kepada OJK
 Analisis terhadap laporan yang disampaikan oleh pihak lain
kepada OJK dan/atau
 Analisis dampak ekonomi makro

16
SANKSI

Dasar Hukum
POJK Nomor 17/POJK.05/2017 tentang Prosedur dan Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif di
Bidang Perasuransian dan Pemblokiran Kekayaan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi
Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah

Sanksi Administratif berupa:


Peringatan Tertulis

Pembatasan Kegiatan Usaha

Larangan untuk memasarkan produk asuransi untuk lini usaha tertentu

Pencabutan izin usaha

Pembatalan pernyataan pendaftaran untuk agen asuransi

Pembatalan penyataan pendaftaran bagi konsultan aktuaria, akuntan publik, penilai atau pihak
lain yang memberikan jasa bagi perusahaan perasuransian

Pembatalan persetujuan bagi lembaga mediasi atau asosiasi

Denda administratif

Larangan menjadi pemegang saham, pengendali, direksi, dewan komisaris, dewan pengawas syariah, atau menduduki jabatan
eksekutif di bawah direksi atau setara dengan jabatan eksekutif dibawah direksi pada perusahaan perasuransian

17
Dasar Hukum Pengawasan OJK
Undang-Undang OJK
Pasal 1 dan Pasal 6 UU Nomor 21 Tahun 2011
Tugas pengaturan dan pengawasan OJK:
Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan
Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal
Kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan,
dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (LJKL)
UU Perasuransian
Pasal 70 UU Nomor 40 Tahun 2014
OJK berwenang mengenakan sanksi administratif kepada setiap orang yang melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan dalam undang-undang ini dan pearturan pelaksanaannya.
Pasal 74 ayat (1)
Anggota direksi, anggota dewan komisaris, anggota dewan pengawas syariah, aktuaris
perusahaan, auditor internal, pengendali atau pegawai lain Perusahaan yang dengan sengaja
memberikan laporan, informasi, data dan/atau dokumen kepada OJK yang tidak benar, palsu,
dan/atau menyesatkan dipidana dengan pidana penjara 5 (lima) tahun dan denda paling
banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)
Pasal 74 ayat (2)
Anggota direksi, anggota dewan komisaris, anggota dewan pengawas syariah, aktuaris
perusahaan, auditor internal, pengendali atau pegawai lain Perusahaan yang dengan sengaja
memberikan laporan, informasi, data dan/atau dokumen kepada OJK mengenai posisi
keuangan, kinerja keuangan dan risiko yang dihadapinya yang tidak benar, palsu, dan/atau
menyesatkan dipidana dengan pidana penjara 5 (lima) tahun dan denda paling banyak
Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah)
18
Dasar Hukum Pengawasan OJK.. (2)
UU Perasuransian
Pasal 75
Setiap orang (Agen Asuransi, Pialang Asuransi, Pialang Reasuransi dan Perusahaan Perasuransian) yang
dengan sengaja tidak memberikan informasi atau memberikan informasi yang tidak benar,
palsu, dan/atau menyesatkan kepada pemegang polis, tertanggung, atau peserta mengenai risiko, manfaat,
kewajiban dan pembebanan biaya terkait dengan produk asuransi yang ditawarkan dipidana dengan pidana
penjara 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 76
Setiap orang (Agen Asuransi, Pialang Asuransi, dan Pialang Reasuransi) yang menggelapkan premi atau
kontribusi atau kontribusi dipidana dengan pidana penjara 5 (lima) tahun dan denda paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 77
Setiap orang (Pemegang Saham, Direksi, Dewan Komisaris, Pegawai Perusahaan Asuransi, Perusahaan
Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, atau Perusahaan Reasuransi Syariah) yang menggelapkan
dengan cara mengalihkan, menjaminkan, mengagunkan, atau menggunakan kekayaan, atau melakukan
tindakan yang dapat mengurangi aset atau menurunkan nilai aset perusahaan asuransi, perusahaan
asuransi syariah, perusahaan reasuransi, perusahaan reasuransi syariah, tanpa hak pidana dengan pidana
penjara 8 (delapan) tahun dan denda paling banyak Rp50.000.000.000,00 (limapuluh miliar rupiah)

Pasal 78
Setiap orang yang melakukan pemalsuan atas dokumen perusahaan asuransi, perusahaan asuransi
syariah, perusahaan reasuransi dan perusahaan reasuransi syariah dipidana dengan pidana penjara 6
(enam) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

19
Dasar Hukum Pengawasan OJK.. (3)
UU Perasuransian
Pasal 79
Anggota direksi dan/atau pihak yang menandatangani polis baru dari perusahaan
asuransi atau perusahaan asuransi syariah yang sedang dalam pengenaan sanksi
pembatasan kegiatan usaha dipidana dengan pidana penjara 5 (lima) tahun dan denda
paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
Peraturan Pemerintah
Pasal 3 PP Nomor 73 Tahun 1992
Perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi harus memiliki susunan struktur organisasi
perusahaan paling sedikit meliputi fungsi pengelolaan risiko, fungsi pengelolaan
keuangan dan fungsi pelayanan dalam melaksakan kegiatan usahanya
Peraturan OJK
Pasal 72 POJK 69/POJK.05/2016

Dalam rangka mengendalikan risiko terjadinya fraud, perusahaan dan unit syariah wajib
melaksanakan fungsi pengendalian fraud dan menerapkan strategi anti fraud
Surat Edaran OJK
SEOJK 46/SEOJK.05/2017
Dalam SEOJK dimaksud diatur mengenai ketentuan pelaksanaan pengendalian fraud,
penerapan strategi anti fraud, dan laporan strategi anti fraud

20
INSURANCE CORE PRINCIPLE (ICP)
 IAIS (International Association of Insurance Supervisor)
 Merupakan asosiasi dari regulator asuransi yang beranggotakan lebih
dari 200 yurisdiksi di hampir 140 negara.
 Tujuan: untuk mempromosikan pengawasan yang efektif dan konsisten
serta mengembangkan dan memelihara keamanan dan kestabilan pasar
asuransi demi perlindungan pemegang polis.
 Menerbitkan Insurance Core Principles (ICPs).
 Indonesia/OJK termasuk dalam anggota IAIS

 ICPs adalah prinsip-prinsip termasuk standard pengaturan dan pengawasan


dengan hierarki tertinggi di IAIS yang menjadi acuan bagi anggotanya.

 ICPs menjelaskan mengenai unsur-unsur penting yang harus ada dalam


suatu sistem pengawasan untuk menciptakan suatu sektor asuransi yang
sehat dan memberikan perlindungan pada pemegang polis pada tingkat yang
memadai

 Pada tahun 2016, telah dilakukan Financial Sector Assessment Program


(FSAP) Indonesia oleh The International Monetary Fund (IMF) dan World Bank
(WB) berkenaan dengan pelaksanaan ICP di Indonesia

 Hasil FSAP akan dipublikasi melalui website sehingga investor, calon


nasabah, regulator lain, serta pihak lain bisa mengetahui penerapan ICP di
suatu negara.

 Belum semua negara dilakukan FSAP dan tidak ada suatu negara yang
100% sesuai dengan ICP dan menerapkannya 21
PENGELOMPOKAN 26 ICP

1. SUPERVISORY POWERS, RESPONSIBILITIES 2. PRUDENTIAL REGULATION AND REQUIREMENTS


AND FUNCTION FOR INSURANCE

ICP 1 Objectives, Powers and Responsibilities ICP 7 Corporate Governance


of the Supervisor ICP 8 Risk Management and Internal Controls
ICP 2 Supervisor ICP 13 Reinsurance and Other Forms of Risk
ICP 3 Information Exchange and Transfer
Confidentiality Requirements ICP 14 Valuation
ICP 4 Licensing ICP 15 Investment
ICP 5 Suitability of Persons ICP 16 Enterprise Risk Management for Solvency
ICP 6 Changes in Control and Portfolio Purposes
Transfers ICP 17 Capital Adequacy
ICP 9 Supervisory Review and Reporting ICP 18 Intermediaries
ICP 10 Preventive and Corrective Measures ICP 19 Conduct of Business
ICP 11 Enforcement ICP 20 Public Disclosure
ICP 12 Winding-up and Exit from the Market ICP 21 Countering Fraud in Insurance
ICP 23 Group-wide Supervision ICP 22 Anti-Money Laundering and Combating the
ICP 24 Macroprudential Surveillance and Financing of Terrorism
Insurance Supervision
ICP 25 Supervisory Cooperation and Coordination
ICP 26 Cross-border Cooperation and
Coordination on Crisis Management

Pengawasan FRAUD OJK- 18 September 2017 22


ICP 21
(Countering Fraud in Insurance)
NO Judul Penjelasan
1. ICP 21 The supervisor requires that insurers and intermediaries take effective
measures to deter, prevent, detect, report, and remedy fraud in insurance.
Pengawas mewajibkan perusahaan asuransi (termasuk broker) untuk
mengambil langkah efektif dalam rangka mencegah, mendeteksi,
melaporkan dan memperbaiki mengenai fraud dalam asuransi
2. Ringkasan • Pengawas memiliki pemahaman secara komprehensif mengenai jenis
Kriteria ICP risiko fraud yang dihadapi oleh perusahaan asuransi (termasuk broker)
• Pengawas secara berkala menilai potensi risiko fraud di asuransi dan
mengharuskan perusahaan asuransi (termasuk broker) untuk mengambil
langkah efektif untuk mengatasi risiko fraud tersebut.
• Pengawas memiliki kerangka pengawasan yang efektif dalam mengawasi
kepatuhan perusahaan asuransi (termasuk broker) dalam melakukan
pencegahan fraud di asuransi sesuai dengan peraturan perundangan.
• Pengawas melakukan review secara berkala terhadap perusahan asuransi
(termasuk broker) dalam mencegah, mendeteksi, melaporkan dan
melakukan perbaikan mengenai fraud yang terjadi. Selain itu, pengawas
mengambil tindakan yang diperlukan untuk meningkatkan efektivitas.
• Pengawas memiliki mekanisme yang efektif , yang memungkinkan bekerja
sama, berkoordinasi dan bertukar informasi dengan pihak berwenang
lainnya seperti penegak hukum dan pengawas lain.
23
ICP 21
(Countering Fraud in Insurance)
NO Judul Penjelasan
3. Hasil FSAP • Terdapat ketentuan pada UU 40 tahun 2014 tentang
Peasuransian mengenai penentuan jenis tindakan yang
dianggap sebagai fraud di asuransi yang dapat dikenai sanksi
baik sanksi pidana maupun denda
• OJK mewajibkan perusahaan asuransi dan pialang asuransi
untuk menerapkan manajemen risiko terhadap fraud
termasuk langkah-langkah untuk mencegah, mendeteksi dan
melaporkan. Kejadian fraud harus dilaporkan kepada OJK
secara berkala. Adapun risiko fraud termasuk bagian dari
risiko operasional.
• OJK memiliki alat pengawasan yang efektif yaitu melalui Risk
Based Supervision (RBS) dan melakukan monitoring fraud
sebagai bagian dari risiko operasional. .
• OJK senantiasa berkoordinasi dengan kepolisian dan asosiasi
industri asuransi dalam rangka bertukar informasi dan
meningkatkan kesadaran terkait fraud di asuransi.

24
REGULASI ANTI FRAUD DI ASURANSI
Pasal 72 Peraturan OJK Nomor 69/POJK.05/2016 tentang Penyelenggaraan Usaha
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi dan
Perusahaan Reasuransi Syariah

Dalam rangka mengendalikan risiko terjadinya fraud, Perusahaan wajib


melaksanakan fungsi pengendalian fraud dan menerapkan strategi anti
fraud
Fungsi pengendalian fraud meliputi aspek sebagai berikut:
a) Pengawasan aktif manajemen;
b) Organisasi dan pertanggungjawaban;
c) Pengendalian dan pemantauan; dan
d) Edukasi dan pelatihan.

Dalam rangka melaksanakan aspek pengendalian dan pemantauan,


Perusahaan wajib menerapkan strategi anti fraud yang meliputi:
a) pencegahan;
b) deteksi;
c) investigasi, pelaporan dan sanksi; dan
d) pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut.

Perusahaan wajib menyampaikan laporan strategi anti fraud kepada OJK

25
PENGENDALIAN FRAUD

PILAR 1
PENGAWASAN AKTIF MANAJEMEN

pengembangan budaya dan kepedulian terhadap anti fraud pada seluruh jenjang
organisasi seperti pendeklarasian ketentuan anti fraud dan perilaku yang termasuk
tindakan fraud

penyusunan dan pengawasan penerapan kode etik dalam pencegahan fraud bagi
seluruh jenjang organisasi

penyusunan dan pengawasan penerapan strategi anti fraud

pengembangan kualitas sumber daya manusia (SDM) khususnya peningkatan


awareness dan pengendalian fraud

pemantauan dan evaluasi atas kejadian-kejadian fraud serta penetapan tindak lanjut

pengembangan saluran komunikasi yang efektif di internal Perusahaan agar seluruh


jenjang organisasi Perusahaan memahami dan mematuhi kebijakan terkait
pengendalian fraud

Memantau secara berkala atas pengendalian fraud


Pengawasan FRAUD OJK- 18 September 2017 26
PENGENDALIAN FRAUD

PILAR 2
ORGANISASI DAN PERTANGGUNGJAWABAN

Membentuk unit atau fungsi yang bertugas menangani pengendalian fraud

Unit atau fungsi dimaksud harus memenuhi kriteria sebagai berikut:


Adanya tugas dan tanggungjawab yang jelas
Bertanggungjawab kepada direksi
Pelaporan secara langsung kepada dewan komisaris
Dilakukan oleh SDM yang memiliki kompetensi, integritas dan
independensi

Pengawasan FRAUD OJK- 18 September 2017 27


PENGENDALIAN FRAUD

PILAR 3
PENGENDALIAN DAN PEMANTAUAN

Terdapat kebijakan dan prosedur pengendalian risiko anti fraud

Terdapat metode pengendalian dengan melakukan reviu secara berkala


terkait pelaksanan strategi anti fraud oleh manajemen dan internal audit

Terdapat pengendalian di bidang SDM (kebijakan rotasi, mutasi, cuti


wajib, gathering)
Penetapan fungsi dalam pelaksanaan aktivitas Perusahaan pada seluruh
jenjang organisasi, misal adanya pemisahan fungsi antara bagian yang
melakukan proses akseptasi, klaim dan keuangan dengan tujuan agar
setiap pihak yang terkait dalam aktivitas tersebut tidak memiliki peluang
untuk melakukan fraud
pengendalian sistem informasi yang mendukung pengolahan, penyimpanan,
dan pengamanan data secara elektronik untuk mencegah potensi terjadinya
fraud
pengendalian lain dalam rangka pengendalian fraud seperti pengendalian
aset fisik dan dokumentasi
28
PENGENDALIAN FRAUD

PILAR 4
EDUKASI DAN PELATIHAN

dilakukan secara berkala minimal 1 (satu) kali dalam


1 (satu) tahun

dapat dilakukan oleh pihak internal Perusahaan maupun


mengundang narasumber dari eksternal Perusahaan

Pengawasan FRAUD OJK- 18 September 2017 29


STRATEGI ANTI FRAUD

Anti Fraud Awareness, melalui :


1. Penyusunan dan sosialisasi anti fraud statement (Zero Tolerance)
P 2. Employee awareness dengan mengadakan seminar dan diskusi, publikasi,
mengenai bentuk/jenis/tipologi fraud yang dilakukan secara berkala
E 3. Customer awareness (pemegang polis/tertanggung)
N
C Identifikasi kerawanan, melalui :
1. Identifikasi dan analisis setiap aktifitas yang berpotensi merugikan
E perusahaan oleh pejabat yg ditunjuk
2. Dokumentasi dan menginformasikan kepada pihak yang berkepentingan
G dalam perusahaan
3. Pengkinian informasi atas aktifitas yang berisiko tinggi
A
H
Know your employee, melalui:
A 1. Terdapat sistem dan prosedur rekrutment (Informasi menyeluruh thd
calon pegawai)
N 2. Sistem seleksi dengan kualifikasi yang tepat (pelaksanaan promosi dan
mutasi pada posisi yang memiliki risiko tinggi atas fraud)
3. Cuti wajib
Pengawasan FRAUD OJK- 18 September 2017 30
STRATEGI ANTI FRAUD

Terdapat kebijakan whistleblowing, paling sedikit memuat:


D 1. Perlindungan whistleblower dan kerahasiaan identitas
2. Sistem pelaporan fraud oleh pihak internal dan eksternal (tata cara, media, pihak yang
E menangani, mekanisme tindak lanjut

T
Kebijakan dan mekanisme audit pada unit yang berisiko tinggi tehadap fraud
E (Surprise Audit)

K
S Surveillance System (untuk menguji efektifitas kebijakan anti fraud tanpa diketahui

I atau disadari oleh pihak yang diuji)


teknik investigasi yang didasarkan pada pengamatan dan perekaman fakta-fakta

fisik, kegiatan dan gerakan, yang diduga merupakan bagian dari fraud

31
STRATEGI ANTI FRAUD

Terdapat Standar Investigasi, paling sedikit memuat:


I 1. Pihak yang berwenang melakukan investigasi
N P 2. Mekanisme investigasi untuk menindaklanjuti hasil deteksi
3. apakah suatu dugaan fraud perlu diinvestigasi atau tidak
V E
S berdasarkan kriteria tertentu
E L
A Terdapat kebijakan yang mengatur terkait mekanisme
S A pelaporan kejadian fraud kepada internal perusahaan untuk
N
T P selanjutnya dapat ditindaklanjuti oleh direksi
K
I O
S Terdapat kebijakan terkait dengan sanksi, yang paling sedikit
G R memuat:
I 1. Mekanisme pemberian sanksi (Direksi oleh Komisaris,
A A
Karyawan oleh Direksi)
S N 2. Pihak yang berwenang memberikan sanksi
I

Pengawasan FRAUD OJK- 18 September 2017 32


STRATEGI ANTI FRAUD

T
I Terdapat Pemantauan tindak lanjut dengan memperhatikan
P ketentuan perusahaan
N Dilakukan evaluadi agar dapat dilakukan perbaikan
E E
D
M V
A Terdapat rekapitulasi data mengenai kejadian fraud (jenis,
A A
K tanggal kejadian, lokasi, pihak yang terlibat, kronologis, tindak
N L lanjut, kerugian)
T U
L
A A
A Terdapat mekanisme tindak lanjut terhadap kejadian fraud,
U S
N yang paling sedikit memuat:
A I
J 1. Mekanisme perbaikan terkait kelemahan (tiap
N pelanggaran dilakukan mediasi untuk menekan kerugian)
U
2. Mekanisme memperkuat sistem pengendalian
T

Pengawasan FRAUD OJK- 18 September 2017 33


www.ojk.go.id/wbs

Terima kasih
34

Anda mungkin juga menyukai