Anda di halaman 1dari 56

KUSTA /

MORBUS HANSEN

Dr. MAKHFUDLI, S.Kep. Ns. M. Ked. Trop


KEPERAWATAN PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI
FAKULTAS KEPERAWATAN UNAIR
DEFINISI (Menurut Robbins)
 merupakan suatu penyakit infeksi yang
menyerang tubuh secara perlahan tetapi
bersifat progresive, yang disebabkan oleh
Mycobacterium leprae, yang menyerang kulit &
saraf perifer, serta menyebabkan deformitas
dan kelumpuhan ( Robbin’s).
Dr. Armauer Hansen

G.A. Hansen
Kuman Mycobacterium Leprae
Mycobacterium lepra
 Merupakan bakteri aerob,
 Bentuknya seperti batang ramping,

 memiliki dinding sel berlapis lilin yang dibentuk


oleh asam mycolic, sehingga bakteri ini bersifat
tahan asam.
 Bakteri ini disebut juga bakteri gram positif

karena dengan perwarnaan gram (Zeil Nelsen)


strukturnya dapat diketahui.
 Bakteri penyebab lepra berbentuk
batang, seperti gambar yang
terlihat melalui mikrograf di atas,
dengan scanning electron
microscope pada pembesaran
3.250 kali (atas).

 Bakteri tersebut juga dapat


berbentuk bulat sebagaimana
pada gambar bawah (transmission
electron microscope, dengan
pembesaran 5.000 kali)
Lanjutan Mycobacterium lepra
 Merupakan organisme intraseluler tahan asam yang
tumbuh sangat buruk saat di kultur, tetapi dapat
ditumbuhkan di armadillo.
 Kuman ini tumbuh lebih lambat daripada
mycobacteria yang lain & tumbuh sangat baik pada
suhu 32-34°C (suhu tubuh manusia & armadillo).
Lanjutan Mycobacterium lepra
 Memiliki kapsula, dinding
sel, dan membran sel.
Dinding sel dari lepra
berbeda dari sel bakteri
yang lain, membuatnya sulit
dideteksi melalui metode
stain sederhana.
Lanjutan Mycobacterium lepra
 Seperti kuman M. tuberculosis,
sekresi kuman ini tidak
mengandung toksin, virulensinya
justru terkandung dalam dinding
selnya.
 Dinding sel kuman ini sama
dengan M. tuberculosis di mana
imunisasi dengan basil Calmete-
Guerin dapat memberikan
perlindungan terhadap infeksi
M. leprae.
SITUASI KUSTA DI DUNIA
EPIDEMIOLOGI
 Meskipun penyakit lepra merupakan
penyakit yang penularannya cukup
rendah, lepra masih endemis pada
sekitar 10-15 juta orang yang tinggal di
negara tropis yang miskin. (Robbin’s)
EPIDEMIOLOGI
 Pada tahun 2004, menurut data WHO merupakan pucak prevalensi lepra di Asia tenggara.
Di seluruh dunia, dilaporkan terjadi lebih dari 4000 kasus lepra pada tahun 2004 (Alfica
Sehgal)
EPIDEMIOLOGI
 DUNIA :
India, Asia Utara, Afrika Utara
 INDONESIA :

Maluku, Sulawesi, Irian, Jatim, Kalbar,


Kalsel, Kaltim, Pantura
 JAWA TIMUR :

Tapal Kuda  Banyu Wangi,


Situbondo, Pasuruan, Surabaya, Gresik,
Lamongan, Tuban, Madura
PENULARAN

Sumber:
Px tipe L yang tidak diobati, melalui
 Droplet infeksi
 Lesi terbuka

Syarat:
 Kontak lama
 Intim / erat
 Terus menerus

Dipermudah:
 Kepadatan penduduk
 SOSEK rendah
 Hidup tak teratur
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PENULARAN
 Daya tahan tubuh secara umum :
- gizi / makanan
- keteraturan hidup
- kepadatan penduduk
 Syarat terjadinya penularan :
- kontak yang lama
- intim
- terus menerus
( contoh : Ibu dan anak bayinya )
MASA INKUBASI PENYAKIT KUSTA

 Lamanya waktu sejak masuknya basil kusta ke


dalam tubuh sampai timbulnya gejala awal
penyakit : 2 - 5 tahun
 Umur termuda penderita kusta : 3 tahun
 Sering penderita tidak mengetahui kapan kontak
dengan pasien kusta, sehingga sulit memastikan
siapa sumber penularan
TERJADINYA INFEKSI
Kuman M. leprae

Manusia sebagai sumber infeksi


 1,3 m, panjang 1-8 m
Udara, kontak kuat

MANUSIA

97% 3%
Normal Kuman berkembang biak

INDETERMINATE

85% 15%
SEMBUH KUSTA

SLPB MB
PB
BERCAK KUSTA YANG SPESIFIK:

Memiliki sifat 4 – A :
 Anestesi
 Anhidrosis
 Achromia
 Atrofi
GEJALA AWAL
Mati rasa di kulit
- Sering terlihat seperti panu
- Berbentuk seperti uang logam
- Tidak gatal, tidak nyeri
- Tidak bisa hilang dengan salep atau Kalpanax
- Bisa berwarna merah
- Bercak teraba lebih kering dari sekitarnya

 Tes : - Panas dingin


- Nyeri
- Raba
 Pembesaran syaraf tepi
GEJALA LANJUT
 Gejala kulit makin parah
 Gangguan penglihatan
 Mengenai otot, tulang, ginjal, liver dll
Tanda Lain
Kepala: Badan:
Madarosis Gynecomasti
Sadle nose Atrophy Testis
Penebalan Cuping Telinga
Facies leonina

Tangan / Kaki:
∞Ape Hand Drop ∞Hand / foot
∞Gynaecologies hand ∞ Ulcus
∞Clow Hand / foot ∞Atrophy mm. interossei
PEMERIKSAAN BAKTERIOLOGIS

Lokasi sediaan:
Cuping telinga
Lesi kulit yang paling aktif

Pemeriksaan :
 IB = Indeks Bakteriologis
 IM = Indeks Morfologis
Bagan Mikroskopis
IB = Indeks Bakteriologis
 Menunjukkan kepadatan kuman
 Dihitung jumlah proporsional
 Dinyatakan dengan nilai 0 – 6+

1+  1 – 10 BTA dalam 100 LP


2+  1 – 10 BTA dalam 10 LP
3+  1 – 10 BTA dalam 1 LP
4+  11 – 100 BTA dalam 1 LP
5+  101 - 1000 BTA dalam 1 LP
6+  > 1000 BTA dalam 1 LP
IM = Indeks Morfologi

 Menunjukkan daya penularan

 seluruh BTA utuh


IM = ------------------------------------------- X 100%
 seluruh BTA yang diperiksa
DIAGNOSA
BUKA DAN PERIKSA
 cari gejala kulit : gangguan estesi, bercak

putih / kemerahan, nodul, ulkus


 periksa saraf tepi

 tanda lain kusta : madarosis, saddle nose,


penebalan cuping telinga dll.
 kecacatan : atrofi otot, drop foot dll.
DIAGNOSA
CATAT DENGAN BAIK
DIAGNOSA TEGAKKAN
 ditemukan bercak dengan gangguan
estesi kulit
 ditemukan kelainan saraf tepi predileksi
 ditemukan tanda-tanda lain kusta
DIAGNOSA
“Cardinal Sign”
1. Lesi 4A dengan gangguan Syaraf
2. Penebalan Syaraf Perifer dengan gangguan syaraf
3. Ditemukan M. Leprae (BTA)

 4A : Anestesi, Achromi, Atrophi, Anhidrosis


 Gangguan syaraf :
Sensitivitas (nyeri, raba, suhu)
Motoris (clow hand, drop hand, drop foot)
Otonom (anhidrosis, xerosis, ichtiosis)
KLASIFIKASI KUSTA(Alfica Sehgal)
KLASIFIKASI

PAUSI-BASILER MULTI-BASILER
( PB ) ( MB )
Lesi kulit sedikit Lesi kulit banyak
( 1-5 ) ( >5 )
Lesi kulit condong Lesi kulit condong
asimetris simetris
Lesi pucat, berbatas Lesi kemerahan, batas tak
tegas, tak meninggi tegas, meninggi
Bakteriologis (-) Bakteriologis ( + )
KLASIFIKASI MENURUT ROBBIN’S
 Lepra memiliki dua perbedaan pola penularan
penyakit yang cukup menarik.
 Lepra Tuberkuloid
 Lepra Lepromatosa
LEPRA TUBERKULOID
 Lesi kulit kering terlokalisasi yang tipis dan
kemerahan tetapi terus meluas dengan bentuk
yang tidak teratur, bersisik, dan sensasinya
menurun, sering ditemukan dengan gangguan
nerve perifer yang asimetris dan meluas.
 Ada indurasi, elevasi, hiperpigmentasi pada
batasnya dan menekan pusat penyembuhan.
Lanj. Lepra Tuberkuloid

 Pada tipe ini nerve dikelilingi oleh


reaksi inflamasi granulamatus, jika
jumlahnya cukup kecil (mis hanya di
cabang periferal), maka kuman ini
dapat dibunuh oleh sistem imun
tubuh.
Lanj. Lepra Tuberkuloid

 Degenerasi pada nerve akan menimbulkan


mati rasa pada kulit, serta atropi pada kulit
dan otot sehingga penderita tidak merasa jika
terjadi cedera pada area mati rasa dengan
lesi kulit yang mengandung pus dan sulit
sembuh.
Lanj.Lepra Tuberkuloid

 Selanjutnya akan terjadi


kontraktur, paralisis, dan
autoamputasi jari-jari tangan &
kaki. Keterlibatan nerve fasial
dapat berakibat pada paralisis
kelopak mata, keratitis dan
ulserasi kornea.
Lanj. Lepra Tuberkuloid
 Pada pemeriksaan mikroskopis tampak semua
lesi granulomatus sama dengan yang
ditemukan pada tuberkulosis, dan basil selalu
tidak terlihat. Hal ini menunjukkan kuatnya
respons sistem imunitas tubuh (sel T).
PATOGENESIS Lepra Tuberkuloid
 Limfosit T-helper berespons terhadap M.
leprae yang masuk ke dalam tubuh.
 T 1 berespons dengan memproduksi IL-2 dan
H

IFN-γ.
 IFN-γ memobilisasi respon makrofag secara

efektif.
Lanj.PATOGENESIS Lepra Tuberkuloid

 IL-12 yang diproduksi oleh antigen


presenting cell (APC), cukup penting untuk
regenerasi T 1.
H

 Limfosit juga berperan membawa reseptor


γ/δ sel T untuk menyerang lesi dan
memproduksi IFN-γ.
LEPRA LEPROMATOSA
 Ditemukan penebalan kulit yang simetris
dan bernodul.
 Disebut juga anergic leprosy karena tidak

responsif dengan sistem imun host.


 Area kulit yang bersuhu dingin (daun

telinga & kaki).


Lanj.Lepra Lepromatosa

 Menyerang kulit, nerve perifer, ruang anterior


mata, saluran napas atas (sampai laring),
testis, tangan dan kaki.
 Organ vital dan SSP jarang terinfeksi karena
suhunya terlalu tinggi untuk M. leprae bisa
tumbuh.
Lanj.Lepra Lepromatosa
 Lesi lepromatous mengandung makrofag
berlipid dalam jumlah yang besar,
kadang dipenuhi dengan massa basil
tahan asam.
 Hal ini menunjukkan adanya kegagalan
respon pertahanan TH1.
Lanj.Lepra Lepromatosa
 Pada umumnya ditemukan adanya makula,
papula, atau lesi nodul di wajah, telinga,
pergelangan tangan, siku dan lutut.
 Jika hal ini terus dibiarkan, lesi nodular
akan bergabung membentuk fasia leonine
tertentu.
Lanj.Lepra Lepromatosa
 Lesi kulit biasanya hipoestetik atau mati rasa.
Lesi pada hidung dapat menyebabkan
peradangan persisten & pengeluaran basil
laden.
 Saraf perifer (biasanya di ulnar dan perineal),
tempat di mana kuman mendekati permukaan
kulit biasanya juga diserang tetapi dengan
peradangan yang minimal.
Lanj.Lepra Lepromatosa

 Hilangnya sensasi dan


perubahan bentuk
tangan dan kaki
biasanya juga terjadi
karena adanya lesi
pada saraf.
PATOGENESIS Lepra Lepromatosa
 Limfosit T-helper berespons terhadap M.
leprae yang masuk ke dalam tubuh.
 T 1 berespons dengan memproduksi IL-2 dan
H

IFN-γ. IFN-γ memobilisasi respon makrofag


secara efektif.
 IL-12 yang diproduksi oleh antigen presenting
cell (APC), cukup penting untuk regenerasi T 1.
H
Lanj.PATOGENESIS Lepra Lepromatosa

 Jika IL-12 dengan jumlah yang rendah atau


Sel T tidak responsif terhadap sitokain, maka
respons T 1 akan berkurang, dan terjadilah
H

lepra lepromatous.
 Penderita tipe ini mengalami defect pada
respon TH1 atau respon T 2-nya terlalu
H

dominan, dengan produksi IL-4, IL-5 dan IL-10


yang menekan aktivasi makrofag dalam
melawan M. leprae.
TATA-LAKSANA

PENGOBATAN KAUSAL : MDT-WHO

Obat PB (6 bulan) MB (12 bulan)

Rifampicin 600mg /bln, 600mg /bln *supervised


*supervised
DDS 100mg /hari 100mg/hari

Lamprene - 300mg/ bln*


+ 50mg/hari
Lanj. TATA-LAKSANA

ALTERNATIF :
Bila salah satu obat MDT tidak bisa diberikan
 Ofloxacine 400mg/hari
 Minocycline 100mg/hari
 Clarithromycine 250mg/hari
Lanj. TATA-LAKSANA

PENGOBATAN SIMTOMATIS :
 pengobatan ulkus
 pengobatan reaksi
GIZI/K.U.
REHABILITASI MEDIK
EDUKASI :
 keteraturan berobat
 pencegahan kecacatan
REAKSI KUSTA

TIPE 1 TIPE 2
( REAKSI REVERSAL) (E.N.L)

ONSET Awal terapi Pertengahan / Akhir


(1-3 bulan pertama) ( > 6 bulan / RFT )

TIPE M.H. PB/MB MB

KLINIS Lesi lama menjadi aktif, Timbul nodule baru yang


menebal meradang

SISTEMIK Jarang, febris ringan, oedem Sering, febris, artralgi, sefalgi


dll.
TERAPI REAKSI KUSTA

TIPE 1 TIPE 2
RINGAN Simtomatis : anti-
inflamasi non-steroid, idem
analgesik

BERAT Kortiko-steroid sistemik Idem + Lampren 100 –


menurun ( 1 – 3 bulan ) 300mg/hari
( 3 – 6 bulan )

Catatan : Cegah neuritis dan Kadang perlu rawat jalan,


kecacatan cegah steroid dependancy
PENTINGNYA PENEMUAN PENDERITA
KUSTA SECARA DINI

 Pengobatan secara dini akan mencegah terjadinya


cacat kusta
 Pengobatan secara dini menghilangkan sumber
penularan di masyarakat
 Pemberantasan penyakit kusta akan
menyelamatkan masa depan generasi penerus
Differential Diagnosa

Tipe T :
 Pt. versicolor  Pt. alba
 T. corporis  Diabetic neuropathi
 TBC kutis verukosa

Tipe L :
Drug erruption
Ichtiosis simpleks
Lymfoma kutis
terima kasih

Anda mungkin juga menyukai