Dasar Tentang SKD-KLB
Dasar Tentang SKD-KLB
SKD-KLB
Tujuan
• Peserta mengetahui konsep dasar SKD-KLB
• Proses SKD-KLB berjalan dengan baik
• Sistem Kewasdaan Dini Kejadian Luar Biasa (SKD-
KLB) sensitif/peka
• Upaya-upaya pencegahan KLB terlaksana dengan
baik
• Jika TERPAKSA TERLANJUR terjadi KLB dapat
ditangani dengan cepat, tepat, efektif dan efisien
• Derajat kesehatan masyarakat meningkat
(kesakitan/kematian rendah)
epidemiologi
Epi : atas
Demos : penduduk
Logos : ilmu
“ Ilmu yg mempelajari kejadian penyakit yang
menimpa sekelompok penduduk “
Perkembangan epidemiologi
- epid. PTM jantung
- epid. Kecelakaan lalin
- dll
SURVEILANS EPIDEMIOLOGI
• Adalah rangkaian kegiatan:
• pengumpulan data epidemiologis
- dari kegiatan rutin
- teratur / terus menerus
- untuk masalah kesehatan tertentu
• kompilasi data
• analisa data & interpretasi
• menghasilkan informasi
• distribusi informasi
- dipakai sendiri / pihak lain
SURVEILANS
EPIDEMIOLOGI SKD - KLB KLB
KLB Tanpa SKD
masalah
Kasus Kasus
dapat di
kontrol
Waktu
SKD- Berjalan Baik
HC REP
Potensi
Kasus Kasus dicegah
Waktu
9
DETEKSI DINI & RESPON CEPAT
TERHADAP KLB
Respon
Respon
SKD dan Respon KLB yang baik dapat menjawab hal ini.
EWARS akan menjawab tantangan ini, karena EWARS
akan bekerja sebelum KLB terjadi
10
10
0
1
2
3
4
5
6
7
9
8
01-Jan
02-Jan
03-Jan
04-Jan
05-Jan
06-Jan
07-Jan
08-Jan
09-Jan
10-Jan
11-Jan
12-Jan
13-Jan
Informasi LP-LS
14-Jan
15-Jan
Sosialisasi, Disiminasi
16-Jan
I
.
k
e
K
d
n
18-Jan
19-Jan
20-Jan
21-Jan
22-Jan
23-Jan
dll)
ON
ina,
thdp
RESP
kasus
karant
ksana,
(tatala
24-Jan
25-Jan
26-Jan
27-Jan
28-Jan
29-Jan
30-Jan
31-Jan
01-Feb
02-Feb
03-Feb
04-Feb
05-Feb
06-Feb
SKD-KLB diawali dari Upaya Pra Kasus (Kondisi Rentan)
07-Feb
08-Feb
09-Feb
10-Feb
11-Feb
12-Feb
13-Feb
SKD-KLB Deteksi Dini
kondisi
rentan KLB
IBS (STP, EWARS), EBS, (PWS)
kerentanan (masy, lingk, Gerakan
yankes ) penularan dari Masyarakat Deteksi
Kajian epid. wil lain
Dini KLB
Jejaring SE-KLB (PWS)
Deteksi dini
Unit laporan
Kesehatan kewaspada
Upaya an
pencegahan
Peringatan Kesiapsiag
Dini (program) Kewaspadaan Kewaspadaan aan
Ancaman KLB antar daerah Menghadapi
KLB KLB
Upaya
Desiminasi Info
kpd daerah ttg pencegahan
adanya ancaman (sektor) Tindakan
KLB Kewaspada- penanggulan
an Propinsi/ gan KLB
cepat & tepat
Nasional
Peningkatan Kewaspadaan
& Kesiapsiagaan KLB
Deteksi Dini kond rentan KLB (kewaspadaan thdp
timbulnya kond rentan lingk-perilaku, yankes
Deteksi Dini KLB PWS PMT-KLB dan PE dugaan KLB
SOSIALISASI
SKD-KLB Peringatan Dini KLB
• Departemen Kesehatan,
• Dinkes Prov
• Dinkes Kab/Kota,
• Unit Yankes dan
• Anggota masyarakat perorangan/kelompok, berperan
dalam penyelenggaraan SKD-KLB
• Bekerjasama dengan sektor terkait di wilayahnya
SKD – KLB DENGAN INDIKATOR PRAKASUS & KASUS
VARIABEL INDIKATOR
PENYAKIT PRA KASUS KASUS
- IDL<95% Peningkatan / adanya
PD3I - Imm Lanjutan kasus campak, difteri,
Baduta <80% polio, TN, pertusis
VARIABEL INDIKATOR
PENYAKIT PRA KASUS KASUS
- Kepadatan tikus tinggi - Kesakitan
PES - Indeks pinjal tikus tinggi - Kematian
- Pinjal tikus positip
- Tikus positip ada
- Musim pernikahan - kesakitan
KERACUNAN - Mobilitas massal (mudik
PANGAN lebaran
- Musim paceklik
- adanya kasus FB pada - kesakitan
FLU BURUNG ayam / unggas - kematian
SKD – KLB DENGAN INDIKATOR PRAKASUS & KASUS
VARIABEL INDIKATOR
PENYAKIT PRA KASUS KASUS
- Perubahan iklim -∑ malaria
MALARIA - Perpindahan terkonfirmasi
pendduk bulanan
- Perubahan lingk. - MoPI
- Tingkat - ∑ kematian dg gej.
reseptivitas Malaria
daerah
4. Usulan dana
5. Pemantauan thd peningkatan kasus atau
kematian dengan W2
6. Pemantauan thd kondisi lingkungan
pemukiman, kondisi masyarakat dan
kondisi pelayanan kesehatan
7. Penyelidikan situasi rawan KLB atau ada
dugaan terjadinya KLB
LANGKAH-LANGKAH SKD KLB (3)
93
97
KAB. BANYUWANGI
87
KAB. BLITAR
64 59
59
KAB. BOJONEGORO
44
50
KAB. BONDOWOSO
KAB. GRESIK
74 78
94 85
KAB. JEMBER
89
99
KAB. JOMBANG
51
82
KAB. KEDIRI
KAB. LAMONGAN
98 97
99 100
KAB. LUMAJANG
93
52
KAB. MADIUN
72
87
KAB. MAGETAN
KAB. MALANG
97 94
KAB. MOJOKERTO
30
88 89 30
KAB. NGANJUK
55
KAB. NGAWI
43 40
79
KAB. PACITAN
31
39
KETEPATAN * (%)
KAB. PAMEKASAN
60
76
KAB. PASURUAN
19
47
KAB. PONOROGO
63
89
KAB. PROBOLINGGO
di Jatim, 2016
41
62
KAB. SAMPANG
98
KAB. SIDOARJO
73 80
100
KELENGKAPAN * (%)
KAB. SITUBONDO
97
92
KAB. SUMENEP
68
89
KAB. TRENGGALEK
80
100
KAB. TUBAN
53
80
KAB. TULUNGAGUNG
78
100
KOTA BATU
68
99
KOTA BLITAR
99
KOTA KEDIRI
100
% Kelengkapan dan Ketepatan Laporan Ewars per Kab/Kota
KOTA MADIUN
92 84 96
100
KOTA MALANG
79
89
KOTA MOJOKERTO
67
81
KOTA PASURUAN
100
KOTA PROBOLINGGO
99
KOTA SURABAYA
99
91 85 92
KAB. BANGKALAN
59
77
KAB. BANYUWANGI
94
KAB. BLITAR
81 81
84
KAB. BOJONEGORO
59
76
KAB. BONDOWOSO
95
KAB. GRESIK
82 80
87
KAB. JEMBER
98
90
KAB. JOMBANG
52
98
KAB. KEDIRI
KAB. LAMONGAN
96 92
99 100
KAB. LUMAJANG
KAB. MADIUN 100
58 54
KAB. MAGETAN 83
100
KAB. MALANG
92 85
95
5
5
KAB. MOJOKERTO
KAB. NGANJUK 44
KAB. NGAWI
68
KAB. PACITAN
38 39 35
54
KETEPATAN * (%)
KAB. PAMEKASAN
77
86
KAB. PASURUAN
25
63
KAB. PONOROGO
65
96
di Jatim, 2017
KAB. PROBOLINGGO
53
81
KAB. SAMPANG
69
100
KAB. SIDOARJO
99
KELENGKAPAN * (%)
KAB. SITUBONDO
85 90
99
KAB. SUMENEP
51
85
KAB. TRENGGALEK
92
97
KAB. TUBAN
40
58
KAB. TULUNGAGUNG
KOTA BATU
68 73
100 91
KOTA BLITAR
KOTA KEDIRI
85 84
98 99
% Kelengkapan dan Ketepatan Laporan Ewars per Kab/Kota
KOTA MADIUN
96
100
KOTA MALANG
76
97
KOTA MOJOKERTO
86
98
KOTA PASURUAN
97
98
KOTA PROBOLINGGO
75
100
KOTA SURABAYA
92
97
KAB. BANGKALAN
73
89
KAB. BANYUWANGI
KAB. BLITAR
83 81
93 93
KAB. BOJONEGORO
69
90
KAB. BONDOWOSO
KAB. GRESIK
KAB. JEMBER
96 88 96
KAB. JOMBANG
79 82 82 83
99
KAB. KEDIRI
97
KAB. LAMONGAN 98
77
94
KAB. LUMAJANG
60
99
KAB. MADIUN
74
95
KAB. MAGETAN
91
98
KAB. MALANG
71
87
0
KAB. MOJOKERTO
KAB. NGANJUK
93
98
KAB. NGAWI
67
KAB. PACITAN
49
KETEPATAN * (%)
KAB. PAMEKASAN
35 29 31
36
KAB. PASURUAN
79
99
KAB. PONOROGO
71
88
KAB. PROBOLINGGO
36
53
KAB. SAMPANG
60
98
KAB. SIDOARJO
di Jatim, 2018 (Mg. 42)
100
KELENGKAPAN * (%)
KAB. SITUBONDO
85 91
99
KAB. SUMENEP
67
87
KAB. TRENGGALEK
86
93
KAB. TUBAN
39
63
KAB. TULUNGAGUNG
73
98
KOTA BATU
94
KOTA BLITAR
98
KOTA KEDIRI
83 90 84
98
% Kelengkapan dan Ketepatan Laporan Ewars per Kab/Kota
KOTA MADIUN
98
100
KOTA MALANG
71
92
KOTA MOJOKERTO
82
89
KOTA PASURUAN
94
95
KOTA PROBOLINGGO
70
100
KOTA SURABAYA
96
98
Simpulan
Dengan kelengkapan laporan yang tinggi ≥90%
dan ketepatan laporan yang tinggi ≥80%
informasi mendekati akurat (mewakili situasi
dan kondisi yang sebenarnya di masyarakat), shg
rekom cepat dan tepat upaya efektif dan
efisien
SURVEILANS AFP
INDIKATOR KINERJA S-AFP
1. Kelengkapan lap. zero reporting ( T : 90% )
2. Ketepatan lap. Zero reporting ( T : 80% )
3. AFP Rate pada penduduk usia < 15 th (T : >=2/100.000)
4. Non Polio AFP rate pd penduduk usia < 15 th
(T : >=2/100.000)
5. Spesimen adekuat (T : >=80% )
6. KU 60 hr ( T : >=80% )
7. Spes dikirim ke lab. & tiba di lab.<=3 hr sejak pengiriman
(T : >=80% )
8. Spesimen tiba di lab dlm kondisi memenuhi syarat
(T : >=80% )
9. Hasil pemeriks. spes diterima dr lab. Dlm waktu <=28 hr
(T : >= 80% )
10. Spes. Yg diperiksa di lab dimana NPEV dapat disiolasikan ( T : >=10% )
28
INVESTIGASI DAN
PENANGGULANGAN
Mengamati semua AFP
2/100.000/<15th. Ambil 2 spec <14
stlh lumpuh (>80 %)
Konsep
SAFP
Pemeriksaan
laboratorium Biofarma,
BLK Sby, Puslit Jkt
VPL (terfokus)
VPL
(menyebar luas)
GBS
POLIO Myelitis Transv
Myelopati Gravis
Parese/Paralitik lainnya
Non Non
POLIO POLIO
Sebelum Sesudah
Tujuan
1. Sertifikasi Indonesia bebas polio tahun 2020
2. Mengidentifikasi daerah berisiko transmisi
virus-polio liar (terdapat penderita polio
lumpuh)
3. Memantau kemajuan program erapo
Strategi
• Menemukan kasus AFP minimal 2/100.000
penduduk < 15 tahun
• Upaya penemuan :
– di Rumah Sakit
– di Puskesmas dan Masyarakat
• Pemeriksaan Klinis dan Laboratorium
• Keterlibatan ahli
• Pemeriksaan Ulang 60 hari
• Zero Reporting
Penyakit yg termasuk AFP
Gejala Klinis:
- Paraparese/Paraplegi
- Monoparese/Monoplegi
-Tetraparese/Tetraplegi
Penyakit:
Acute Poliomyelitis Anterior
Guillain-Barre Syndrome
Transverse myelitis dengan parese/paralisis flacid
Polyneuropathy/Neuropathy dg. Parese/paralisis flacid
Polyneuritis dg. Parese/paralisis flacid
Polymyositis/Myositis/Myopathy dg.Parese/paralisis flacid
Daftar Diagnosis Kasus AFP yang Dilaporkan
Dalam Sistem Surveilans
1 AFP 27 NEUROPPATHY
14 MALARIA DENGAN AFP
ANEMIA APLASTIC 28 PARALYSIS
2 DENGAN AFP 15 MALNUTRITION
3 ARTHRITIS 29 PARAPARESIS
16 MENINGITIS
4 BRAIN TUMOR 30 PARESIS N VII
17 MENINGOENCEPHALITIS
BRONCHOPNEUMONIA
31 POLIOMYELITIS
5 DENGAN AFP 18 MONONEURITIS
6 CEREBRAL PALSY 19 MONOPARESIS 32 POLYNEUROPATHY
7 DIARHEA DENGAN AFP 33 RADICULITIS
20 MYALGIA
DUCHENE MUSCULAR
21 MYELITIS 34 RHEUMATIC FEVER
8 DYSTROPHY
9 ENCEPHALITIS 22 MYELOPATHY 35 S.L.E
10 FEBRIS DENGAN AFP 23 MYOSITIS SPINAL MUSCULAR
11 HEMIPARESIS 36 ATROPHY
24 NEURALGIA
12 HYPOKALEMIA
25 NEURITIS 37 SPONDILITIS TB
13 LEUCEMIA
26 NEUROBLASTOMA 38 TETRAPARESIS
A. RUTIN
4. Kelengkapan laporan Pusk (C1) ≥90% 17.5% 24,25% 34.34% 44.62% 45.9%
B. KLB
1. Kelengkapan laporan
≥90% 67% 100% 80% 84% 58%
C KLB/K
2. KLB dilakukan Fully
100% 20% 20% 20% 30% 50%
Investiagted
3. KLB Campak Pasti
≥80%
yang diperiksa 86% 100% 100% 100% 100%
Virologi
Akhir Jan – awal Peb, KLB Rubella di Pacitan, usia : 16 th (50%), diluar usia
kampanye MR 2017
Oktober 2018 Terduga KLB Campak-Rubella di Sumenep
Desember 2018 Terduga KLB Campak-Rubella di Pasuruan
Trend Kasus Campak per Bulan Paska Kampanye MR di Jatim, 2015 - 2018
250
Kelengkapan
200
Lap 45.9%
177
164
150
142
114
108
100
90
64
60
50
32
16
9 7 7 6 7
1 2 1 4 3
0 0
Jan Peb Mart April Mei Jun Jul Agust Sept Okt Nop Des
160
Kelengkapan
140
Lap 45.9%
120
100
85
80 78
60
46
43
40
31 31 29
20 20
17 17
13
8 8 6 8 7
5 4 4
0 2 1
Jan Peb Mart April Mei Jun Jul Agust Sept Okt Nop Des
30
25 Campak = 36 ks
Rubela = 55 ks
20
21
2
15
10
15 6
5
8
5 3 5 4
0 1 0 0 3 2 2 3
1 1 1 1 1 0 1
0 1
0 0 1
0 0 0 0 0
0
Campak Rubela
INVESTIGASI DAN
PENANGGULANGAN
DO Kasus Campak
Demam dan Bercak merah berbentuk
makulopapular (rash) dan disertai minimal salah
satu Batuk, pilek, mata merah (conjunctivitis)
- 18 -4 0 +4
18 hr sebelum rash 4 hr sebelum rash Tgl mulai timbul 4 hr setelah rash
adalah kemungkinan adalah rash adalah kemungkinan
tgl paling awal kemungkinan awal akhir menularkan
tertular menularkan
Definisi KLB Campak
NO KLASIFIKASI KRITERIA
1. Tersangka KLB Adanya ≥5 kasus selama 4 minggu
berturut-turut dan terjadi mengelompok
serta dibuktikan adanya hubungan
epidemiologi
2. Pasti KLB Hasil pemeriksaan serologis terdapat ≥2
spesimen positif IgM campak
KEMATIAN CAMPAK :
• Kematian seorang penderita campak pasti (klinis, lab, epidemiologi)
• Terjadi ≤30 hari setelah timbulnya rash
• Bukan disebabkan hal-hal lian : trauma / peny kronik yg tdk berhub dg
komplikasi campak
KLB dinyatakan berhenti jk tdk ada lagi kasus baru campak dalam 2 kl masa inkubasi
terpanjang (rata-rata 1 bulan).
Daerah Risiko Campak
(berpotensi KLB)
1. Cakupan imunisasi campak <80%
2. Lokasi padat dan kumuh (termasuk
pengungsian)
3. Rawan gizi
4. Sulit dijangkau / jauh dari yankes
5. Ada kelompok penolak imunisasi
PE KLB
• Manfaat PE KLB :
1. terident besar mslh dan gambaran
epidemiologi (WTO-sta imun, faktor risiko)
2. Tersusunya rekom kepada prog imun
penanggulangan / putus rantai penularan
• Setiap KLB campak dilakukan Fully
Investigated
Pemberian Nomor Epidemiologi
Kasus Individu di Puskesmas :
• Digit 1 dan 2 kode Provinsi (13)
• Digit 3 dan 4 kode Kab/Kota (01-38)
• Digit 5, 6 dan 7 kode Pusk di kab/kota
• Digit 8 dan 9 kode tahun (18)
• Digit 10, 11 dan 12 Nomor urut ks (mulai
001 .... Selama satu
tahun per Puskesmas)
• Contoh :
Prov Jatim, Kab. Magetan, Pusk Nguntoronadi, Kasus
ke 001 di tahun 2018 131000518001
Pemberian Nomor Epidemiologi
Kasus Individu di RS :
• Kab/Ko menginformasikan ke Pusk setiap
menerima lap ks campak dr RS, utk
- dilakukan pelacakan /mencari ks tambahan
- Permintaan nomor epid
ATAU
• Kab/Ko memberikan no epid sebulan sekali
setelah menerima C1 dr Pusk dan menambahkan
(mengurutkan) ks campak (dr RS), selanjutnya
menginfokan ke Pusk
Pemberian Nomor Epidemiologi Kasus KLB
Tersebar di 38 Kab/Kota
Jumlah Kasus = 706
60 Meninggal = 3 (terlambat lapor)
Kasus Positif = 42 (30 mitis, 12 gravis)
54
Kontak Positif = 10 (8 mitis, 2 gravis)
50
46
40
31
29 29
30 28
25
24 24
23
21 21
20
19 19
20 18
17 17
15
14 14
13
12
11
10 10 10
10 8 8
7 7 7 7
6
5 5
3
1 1 1
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0
Trend Kasus Difteri per Minggu di Jatim, 2016 - 2018 (Mg 49, 7 Desember 2018)
45
40 2017
Jumlah = 640, meninggal =16 39
Angka keberhasilan pengobatan: = 96,52%
23
N KEDUA
ORI
22 22 PUTARA
N
21
KETIGA
20 20
19 19
18 18 18 18 18
17 17
16 16
15 15 15 15
14 14
13 13
12 12 12 12 12 12
11 11 11 11 11 11
10 10 10 10 10 10
9 9 9 9
8 8 8 8 8 8 8 8
7 7 7 7
6 6 6 6 6 6 6 6
5 5 5 5 5
4 4 4 4 4 4 4
3 3 3 3 3 3
2 2 2
1 1
0 0 0 0 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52
• Kasus kompatibel klinis :adalah kasus suspek difteri dengan hasil laboratorium
negative, atau tidak diambil specimen, atau tidak dilakukan tes toksigenisitas, dan
tidak mempunyai hubungan epidemiologi dengan kasus konfirmasi laboratorium
• Discarded : adalah kasus suspek difteri yang setelah dikonfirmasi oleh Ahli tidak
memenuhi kriteria suspek difteri.
Suspek Difteri
Oleh Petugas Kes
Spesimen Diperiksa
Spesimen tidak diambil/tidak periksa
Pemeriksaan Lab:
Kultur + elek test
Atau PCR-RT
Ada hubungan Epid dg ks. Positif
Positif Negatif
Ya Tidak
Difteria
Konfirmasi Lab Difteria Difteria
Epid-Link Kompatibel Klinis
STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN KLB DIFTERI
0
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Dist KLB KP per Kab/Kota di Jatim, 2018
5
5
3 3
3
2 2 2 2 2 2 2 2 2
2
1 1 1 1 1 1
1
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0
Tujuan PE
1. Identifikasi Agen penyebab KLB
2. Identifikasi Gambaran epidemiologi
3. Ident Kelompok rentan (jumlah korban
menurut waktu, tempat, jenis
kelamin, dan besar risikonya (attack rate)
4. Ident Sumber dan cara keracunan
5. Susun cara penanggulangan yg efektif dan
efisien
RINGKASAN PE KLB KP
Langkah Sederhana menentukan Etiologi
• Amankan spesimen sisa makanan/minuman dan muntahan/swab
rectal dll
• Wawancara kasus Isi format Kr1 dengan lengkap
• Olah per proporsi :
- Variabel gejala/keluhan terbanyak 1-4 lihat
contekan di buku pintar
- Variabel masa inkubasi
terpendek, terpanjang, tersering (rata2) lihat
contekan di buku pintar
- Variabel jenis makanan (rinci) lihat
contekan di buku pintar
• Simpulkan beberapa etiologinya 1-2 etiologi Buku Pintar
• Mintakan konfirmasi ke lab (BBLK Surabaya)
Langkah-Langkah
Lihat Buku
1. Penetapan etiologi KLB keracunan pangan Pintar
Langkah : slide 8-15
a. Wawancara dan pemeriksaan kasus yg dicurigai, menggunakan kuesioner Terhadap px yg
dirwt di unit kes ditemukan gjl-tanda menonjol, ditetapkan diagnosis banding (DD) awal.
b. Distribusi gjl – tanda ks yg dicurigai. Wawancara diperluas di lap yg diperkirakan masuk dlm
DD.
BUKU PINTAR : Contoh : Diare, Muntah, dll DD ok kuman (vibrio parahemolitikus, C. Perfringens,
shigella dysentri)
Jumlah Orang Makan & Tidak
Gejala Jumlah Sakit %
Makan
Diare 25 25 100.00
Muntah 25 20 80.00
Mual 25 20 80.00
Nyeri Perut 25 10 40.00
Panas Badan 25 3 12.00
Diare Berlendir 25 2 8.00
Menggigil 25 2 8.00
Sakit Kepala 25 2 8.00
Diare Berdarah 25 1 4.00
OK gjl Diare berlendir dan diare berdarah sangat sedikit kecurigaan
Shigella Dysentri dihilangkan
c. Gambaran epidemiologi (WTO) dapat menentukan etiologi KP
1) Periode KLB KP
Dihitung sejak (jam/tanggal) kasus keracunan pertama s/d
(jam/tanggal) kasus terakhir
• Jika MI KLB KP terpanjang (K) > dari bahan racun terpanjang (R) Bahan
Racun tersebut bukan etiologi KLB KP yang dicurigai
• Jika periode KLB KP > dari selisih MI bahan racun (terpanjang – terpendek)
Bahan Racun tersebut bukan etiologi KLB KP yang dicurigai
c. Gambaran epidemiologi (WTO) dapat menentukan etiologi KP
2) Masa Inkubasi Terpendek dan Terpanjang
Masa inkubasi terpendek (ks pertama stlh
paparan/makan-minum)
= masa inkubasi terpendek dari penyakit penyebab KLB
MI KLB KP
Terpendek (K)
3. Gambaran epidemiologi Menurut Tempat dan Orang
2) Tempat :
Keracunan pestisida petani
Keracunan malathion wilayah sering DB, dll
3) Orang :
Usia anak murid SD/MI MSG, Hepatitis A, dll
d. Pemeriksaan Pendukung
Idealnya spesimen yang diambil adalah yang diperkirakan
memperkuat etiologi yang telah ditetapkan/dicurigai
3.5
2.5
1.5
0.5
≥1 th
45%
<6 bl
55%
6-11 bl
0%
Dist Kasus Pertusis per Sex di Jatim, 2016 – 2018 (10 Nop)
LAKI
47%
PEREMPUAN
53%
DITRIBUSI KASUS PERTUSIS DI JAWA TIMUR 2016
≥3 Kasus Kasus = 9
Meninggal = 1
DITRIBUSI KASUS PERTUSIS DI JAWA TIMUR 2017
≥3 Kasus Kasus = 3
Meninggal = 0
DITRIBUSI KASUS PERTUSIS DI JAWA TIMUR 2018 (10 Nop 2018)
≥3 Kasus Kasus = 5
Meninggal = 0
Simpulan
• Penemuan kasus pertusis perlu ditingkatkan
• Mengkonsultasikan temuan kasus suspek
pertusis ke tim ahli klinisi Jawa Timur dengan
mengirim vedio (suara batuk dan tarikan
nafas) untuk ditetapkan diagnosesnya
Trend Kasus ETN di Jatim, 2012 – 2018 (10 Nop)
35 CFR = 37 – 80%
ETN = <1/1.000 KLH
30 30
27
25
22
20 20
19
Kasus
15 16
Meninggal
13
10 10
9
8
5 5 5
4
3
0
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Kasus = 30
Meninggal = 16
Kasus = 20
Meninggal = 9
Kasus = 27
Meninggal = 10
Kasus = 22
Meninggal = 13
Kasus = 19
Meninggal = 8
Kasus = 5
Meninggal = 3
DITRIBUSI KASUS TETANUS NEONATORUM DI JAWA TIMUR 2018 (10 Nop 2018)
≥3 Kasus
Kasus = 5
Meninggal = 4