Anda di halaman 1dari 93

PEMICU 1

BLOK SISTEM
MUSKULOSKELETAL
Erika Juniartha Tungki
405150002
Learning objective
LO 1 Menjelaskan Anatomi ekstremitas atas dan bawah
LO 2 Menjelaskan histologi otot dan tulang
LO 3 Menjelaskan kontraktilitas otot
LO 4 Menjelaskan kelainan sendi
LO 5 Menjelaskan kelainan tendon
LO 1 Menjelaskan anatomi ekstremitas atas dan bawah
Articulatio humeri, ventral view
Articulatio humeri, dorsal and lateral view
Articulatio cubiti
Lateral view
Ligamen coxae
Ligamen patella

Dorsal view
LO 2 Menjelaskan histologi otot dan tulang
3 tipe otot
 Otot rangka
 Otot polos
 Otot jantung
Otot rangka

Gartner
Perbedaan pada otot rangka
Otot polos

Gartner
Diskus interkalaris

Gartner
LO 3 Menjelaskan kontraktilitas otot
Peran kalsium dalam mengaktifkan jembatan silang
Relaksasi pada tubulus T dan kantung lateral
Relaksasi
 Ketika Ca2+ dikembalikan ke kantong lateral saat
aktivitas listrik lokal berhenti.
 Potensial end plate dan potensial aksi serat otot yg tjd
berhenti ketika enzim asetilkolinesterase yg tdpt di
membran menghilakan Ach dari taut neuromuskulus.
 Potensial aksi tdk tdpt di tubulus T untuk memicu
pelepasan Ca2+  aktivitas pompa Ca2+ retikulum
sarkoplasma mengembalikan Ca2+ yg dilepaskan ke
kantong lateral  Ca2+ hilang dari sitosol  kompleks
troponin-tropomiosin bergeser ke posisi menghambat 
aktin dan miosin tidak berikatan di jembatan silang 
filamen tipis kembali secara pasif ke posisi istirahat 
otot relaksasi
Perubahan pola lurik sewaktu proses pemendekan
Mekanika otot rangka
 Jaringan ikat meluas melewati ujung-ujung otot untuk
membentuk tendon kolagenosa yg kuat untuk melekatkan
otot ke tulang
 Tegangan diproduksi secara internal di dalam sarkomer
 disalurkan ke tulang melalui jaringan ikat dan tendon
sebelum tulang dapat digerakkan.
 Tendon memiliki elastisitas pasif dengan derajat tertentu
dan disebut komponen seri-elastik otot  berlaku spt
pegas yg dapat diregangkan dan diletakkan diantara
elemen-elemen internal penghasil tegangan dan tulang yg
akan digerakkan melawan suatu beban eksternal, atau
gaya pelawan.
3 jenis utama kontraksi
 Kontraksi isotonik  tegangan otot tidak berubah,
sementara panjang otot berubah
 Kontraksi isokinetik  laju pemendekkan tetap konstan
sementara panjang otot berubah
 Kontraksi isometrik  otot tidak dapat memendek
sehingga terbentuk tegangan dengan panjang otot
tetap.
 Eksitasi otot  mengaktifkan proses kontraktil
pembentuk tegangan  jembatan silang mulai
bersiklus  pergeseran filamen memperpendek
sarkomer  meregangkan komponen seri elastik untuk
menghasilkan gaya di tulang tempat insersi origo otot.
Kontraksi konsentrik dan eksentrik
 Kontraksi konsentrik  otot memendek
 Cth : menurunkan suatu buku untuk menempatkan pada meja.
 Kontraksi eksentrik  otot memanjang
 Kontraksi lain : beberapa otot rangka tidak melekat ke tulang di
kedua ujungnya, tetapi tetap menghasilkan gerakan.
 Cth : otot lidah, otot mata eksternal
 Beberapa otot rangka tdk melekat sama sekali pada tulang
dan sebenarnya mencegah gerakan
 cth: sfingter
Perbedaan tipe otot
Sel otot polos
 Berbentuk gelendong
 Memiliki 1 nukelus dan jauh elbih kecil
 Memiliki 3 jenis filamen : filamen tebal miosin, filamen tipis
aktin (yg mengandung tropomiosin tetapi tidak mengandung
troponin), dan filamen ukuran sedang ( secara tdk lgsg ikut
serta dalam kontraksi, tetapi merupakan bagian rangka
sitoskeleton yg menunjang bentuk sel)
 Tidak memiliki sarkomer  tdk memiliki garis Z, tetapi memiliki
badan padat (dense body) yg terletak di seluruh sel otot polos
serta melekat ke permukaan internal membran plasma.
 Badan padat ditahan ditempatnya oleh filamen antara
sebagai perancahnya. Filamen aktin melekat ke badan padat.
Kontraksi sel otot polos
 Unit kontraktil filamen tebal dan tipis berorientasi sedikit
diagonal dari sisi ke sisi di dalam sel otot polos dalam
kisi-kisi memanjang berbentuk berlian dan bukan berjalan
sejajar dgn sumbu panjang.
 Pergeseran relatif filamen tipis melewati filamen tebal
selama kontraksi menyebabkan kisi-kisi filamen memendek
dan membesar dari sisi ke sisi  sel keseluruhan
memendek dan menonjol keluar antara titik-titik tmpt
filamen tipis melekat ke permukaan dalam membran
plasma.
 Molekul miosin tersusun dalam filamen tebal otot polos 
jembatan silang tdpt di keseluruhan pnjg filamen 
filamen tipis sekitar dapat ditarik di sepanjang filamen
tebal dgn lebih panjang daripada yg terjadi di otot
rangka.
Aktivasi kalsium pada jembatan miosin
Kontraksi otot polos
Otot polos fasik dan tonik
 Otot polos fasik : berkontraksi dalam letupan-letupan, dipicu
oleh potensial aksi yg menyebabkan peningkatan Ca2+
sitosol.
 Plg bnyk terdapat pd dinding organ berongga, spt: organ-organ
pencernaan.
 Otot polos tonik : biasanya berkontraksi parsial pada setiap
saat.
 Terjadi karena memiliki potensial istirahat yg relatif rendah
 Sebagian kanal Ca2+ berpintu listrik di membran permukaan
membuka pada potensial ini. Ca2+ yg masuk mempertahankan
keadaan kontraksi parsial.
 Tidak memperlihatkan letupan-letupan aktivitas kontraktilm tetapi
secara meningkat memvariasikan tingkat kontraksi di atas atau di
bawah tingkat tonik sbg respon thdp faktor regulatorik, yg
mengubah konsentrasi Ca2+ sitosol.
 Cth : otot polos di dinding arteriol
Otot polos
 Tidak memiliki tubulus T dan retikulum sarkoplasma yg
tidak berkembang dgn baik.
 Pada otot polos fasik, peningkatan Ca2+ sitosol yg
memicu kontraksi berasal dari 2 sumber: sebagian
besar Ca2+ masuk dari cairan ekstrasel, tetapi
sebagian dilepaskan di intrasel dari simpanan
retikulum sarkoplasma.
 Reseptor dihidropiriin sensitif-listrik di membran
plasma sel otot polos berfungsi sbg kanal Ca2+.
 Membran retikulum sarkoplasma pada otot polos tonik
memiliki reseptor IP3 yg merupakan kanal pelepas
Ca2+.
Otot polos (2)
 Potensial aksi  reseptor dihidropirin berespon dgn
membuka kanal membran permukaan  Ca2+ masuk
menuruni gradien konsentrasi dari CES  memicu
pembukaan kanal Ca2+ di retikulim sarkoplasma 
sejumlah sedikit tambahan Ca2+ dilepaskan secara
intrasel.
 Pengikatan caraka kimia ekstrasel (spt norepinefrin)
dengan reseptor bergandeng protein G 
mengaktifkan jalur caraka kedua IP3-Ca2+ 
pelepasan Ca2+  penginduksi kontraksi dari
simpanan intrasel ke dalam sitosol
Otot polos multiunit
 Terdiri atas banyak unit diskret yg berfungsi independen
satu sama lain dan harus dirangsang secara terpisah oleh
saraf agar berkontraksi.
 Bersifat neurogenik (“dihasilkan oleh saraf”) : kontraksi
dimulai hanya sebagai respon terhadap stimulasi oleh
saraf yg menyarafi otot tsb.
 Bersifat fasik, berkontraksi hanya jika dirangsang oleh
saraf.
 Ditemukan di:
 Dinding pembuluh darah besar
 Saluran napas halus di paru
 Otot mata yg menyesuaikan lensa untuk melihat dekat/jauh
 Iris mata  mengubah ukuran pupil
 Dasar folikel rambut
Otot polos unit tunggal
 Dinamai juga otot polos viseral, karena ditemukan di
dinding organ-organ berongga atau visera
 Serat-serat otot yg membentuk jenis otot ini tereksitasi dan
berkontraksi sbg satu unit
 Serat-serat otot pd otot polos uni ttunggal secara elektris
terhubung oleh taut celah.
 Potensial aksi cepat disebarkan melalui titik-titik kontak
elektris khusus ke seluruh kelompok sel yg saling terhubung
 kontraksi sbg satu unit yg terkoordinasi.
 Kelompok sel yg saling terhubung tsb secara elektris dan
mekanis berfungsi sbg satu unit disebut sbg sinsitium
fungsional
Perbandingan peran kalsium dlm menimbulkan
kontraksi di otot polos dan rangka
LO 4 Menjelaskan kelainan sendi
Osteoartritis
 Gangguan pada sendi yg bergerak.
 Bersifak kronik, berjalan progresif lambat, tidak
meradang, dan ditandai oleh adanya deteriorasi dan
abrasi rawan sendi dan adanya pembentukan tulang
baru pada permukaan persendian.
 Lebih banyak dialami pada perempuan daripada
laki-laki dan ditemukan pada orang yg berusia lebih
dari 45 tahun.
 Sendi yg paling sering terserang: sendi yg harus
memikul beban tubuh, antara lain : lutut, panggulm
vertebra lumbal dan servikal, dan sendi-sendi pada
jari
Etiopatogenesis osteoartritis
 Berdasarkan patogenesisnya, OA dibedakan menjadi 2,
yaitu
 OA primer, disebut jg OA idiopatik, yaitu OA yg kausanya
tidak diketahui dan tidak ada hubungannya dengan penyakit
sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi
 OA sekunder adalah OA yg didasari oleh adannya kelainan
endokrin, inflamasi, metabolik, pertumbuhan, herediter, jejas
mikro dan makro serta imobilisasi yg trlalu lama
 Peningkatan degradasi kolagen  mengubah
keseimbangan metabolisme rawan sendi  kelebihan
produk hasil degradasi matriks rawan sendir cenderung
berakumulasi di senda dan menghambat fungsi rawan
sendi, serta mengawali suatu respon imun yg
menyebabkan inflamasi sendi
Faktor resiko osteoartritis
 Umur
 Jenis kelamin
 Suku bangsa
 Genetik
 Kegemukan dan penyakit metabolik
 Cedera sendi, pekerjaan, dan olahraga
 Kelainan pertumbuhan
Gejala dan tanda
 Gambaran khas: lebih seringnya keterlibatan sendi
falang distal dan proksimal, sementara
metakarpofalangeal biasanya tidak terserang.
 Nyeri sendi
 Hambatan gerak sendi
 Kaku pagi
 Krepitasi
 Pembesaran sendi (deformitas)
 Perubahan gaya berjalan
Pemeriksaan fisis
 Hambatan gerak
 Krepitasi
 Pembengkakan sendi yg seringkali asimetris
 Tanda-tanda peradangan
 Perubahan bentuk (deformitas) sendi yg permanen
 Perubahan gaya berjalan
Pemeriksaan diagnostik
 Radiografis sendi yg terkena
 Penyempitan celah sendi yg seringkali asimetris
 Peningkatan densitas (sclerosis) tulang subkondral
 Kista tulang
 Osteofit pd pinggir sendi
 Perubahan struktur anatomi sendi

 Pemeriksaan laboratorium
 Darah tepi dlm keadaan normal, kecuali OA generalisata
 Pemeriksaaan imunologi (ANA, faktor reumatoid, dan
komplemen) normal
 Pada OA yg disertai peradangan, mngkin didapatkan
penurunan viskositas, pleositosis ringan sampai sedang,
peningkatan ringan sel peradangan dan peningkatan protein.
Tatalaksana
 Terapi non-farmakologis:
 Edukasi atau penerangan
 Terapi fisik dan rehabilitasi
 Penurunan berat badan
 Terapi farmakologis:
 Analgesik oral non-opiat
 Analgesik topikal
 OAINS
 Chondroprotective
 Steroid intra-artikular
 Terapi bedah:
 Malaligment, deformitas lutut Valgus-Varus dsb
 Arthroscopic debridement dan joint lavage
 Osteotomi
 Artroplasti sendi total
Pemeriksaan cairan sinovial
 Uji bekuan musin  dilakukan dengan
menambahkan asam asetat pada cairan sinovial 
membentuk suatu presipitasi karena berinteraksi
dgn asam hialuronat.
 Tidak akurat bila tdpt banyak cairan peradangan
 Kejernihan cairan sinovial normal akan menghilang dgn
peningkatan sel-sel dan protein.
Analisis cairan sendi
 Rutin
 Pemeriksaan makroskopis : warna, kejernihan, viskositas, potensi
terbentuknya bekuan, volume
 Pemeriksaan mikroskopis : jumlah leukosit, hitung jenis leukosit,
pemeriksaan sediaan basah dengan mikroskop polarisasi dan fase
kontras
 Khusus
 Mikrobiologi : pengecatan khusus (silver, PAS, Ziehl-Nielsen, kultur
bakteri, jamur, virus, atau M. tuberculosis, analisis antigen atau asam
nukleat mikroba (PCR)
 Serologi
 Kadar komplemen hemolitik (CH50), kadar komponen komplemen (C3
dan C4), autoantibodi (RF, ANA, anti CCP)
 Kimiawi
 Glukosa, protein total, pH, pO2, asam organik (asam laktat dan
asma suksinat)
LO 5 Menjelaskan kelainan tendon
Robekan tendo Achillis
 Robekan terjadi jika tendon mengalami degenerasi
 Dialami oleh sebagian besar pasien berumur diatas
40 tahun
 Berlari/melompat membuat otot betis berkontraksi,
tetapi kontraksi ditahan oleh berat badan 
tendon robek
Gejala dan tanda
 Seolah terpukul tepat di atas tumit
 Tidak dapat berjinjit
 Setelah terjadi robekan  terlihat suatu celah dan
terasa 5 cm diatas insersio tendon
 Plantarfleksi kaki akan lemah dan tidak disertai
dgn penegangan tendon
Pemeriksaan
 Uji Simonds
 Pasien menelungkup, betis diremas  jika tendon utuh
kaki terlihat plantarfleksi. Jika tendon robek, kaki tetap
diam
Diagnosis banding
 Robekan yg tidak sempurna
 Jikarobekan lengkap tidak ditangani dlm 24 jam,
celahnya sulit diraba
 Pada saat itu pasien dpt berdiri pd ujung jari kaki, dgn
menggunakan fleksor jari kaki panjangnya
 Robekan otot soleus
 Suatu robekan pd sambungan muskulotendineus
menyebabkan rasa nyeri dan nyeri tekan yg menyebar
ke atas ke separuh betis.
Terapi
 Jika pasien cepat diperiksa  kedua ujung tendon
dapat bertemu bila kaki diplantarfleksikan secara
pasif. Gips dipasang dgn kaki dalam equinus dan
dipakai selama 8 minggu. Sepatu dengan tumit yg
tinggi dipakai selama 6 minggu berikutnya
 Perbaikan dgn operasi mungkin lebih aman, tetapi
gips equinus selama 8 minggu dan sepatu dgn tumit
tinggi selama 6 minggu berikutnya masih diperlukan
 Jika perbaikan dilakukan melalui insisi vertikal, luka
sering pecah lagi. Tetapi, suatu insisi melintang yg
kecil mungkin memadai (Aldam, 1989)
TENDINITIS
 Tendo yang terkena radang menjadi tebal, tidak
rata, iregular  tidak ditangani  deposit Ca 
tendo kaku dan lemah

 Faktor predisposisi:
 BB>>
 Abnormalitas biomekanik
Berdasarkan lokasi tubuh
 Bahu :  Jari dan tangan :
 Rotator cuff tendinitis  Stenosing tenosinovitis
 Tendinitis bisipital (trigger finger)
 Tenosivitis De
 Siku :
Quervain
 Epikondilitis lateral
(tennis elbow) dan  Lutut :
epikondilitis medial  Tendinitis patellar
(golfer’s elbow)  Kaki dan
Pergelangan:
 Tendonitis achilles
Macam-macam tendinitis
Macam-macam Penyebab
Tendisitis supraspinatus : trauma kecil berulang sewaktu bekerja
dan berolahraga (berenang)

Tendinitis Kalsifikans : penumpukan kalsium di manset rotator

Tendinitis biseps : pekerjaan yang memerlukan fleksi


berulang melawan tahanan atau aktivitas
melempar bola, tombak, atau cakram

Tendinitis achilles : aktivitas berlebih pada atlit, trauma,


dorsofleksi tiba – tiba, inflamasi, dan alas
kaki yang tidak cocok , misalnya
rangsang pinggir belakang sepatu)
Macam-macam tendinitis
Macam-macam penyebab
Patela tendinitis (lutut jumper's) peradangan pada tendon patella yang
melekat pada tempurung lutut untuk
tibia.
Tendinitis patella melompat berulang, berlari, atau
memotong gerakan.
Popliteus Tendinitis bentuk tendinitis di belakang lutut yang
disebabkan oleh menurun berlari atau
berjalan.
Peroneal Tendinitis peradangan pada tendon yang terletak di
sisi pergelangan kaki dan telapak kaki.
hiking berlebihan, tenis, atau kegiatan
lainnya dapat menyebabkan tendinitis
peroneal
Tanda dan Gejala
• Pembengkakan (tumor)
• Tenderness
• Nyeri (dolor) yang semakin besar ketika
menggunakan tungkai yang terkena  gangguan
pergerakan (fungsio laesa)
• Hangat (kalor)
• Kemerahan (rubor)
• Krepitasi (pada saat fleksi)
Pemeriksaan Fisik TENDINITIS ACHILLES

 Pemeriksaan fisik biasanya menunjukkan


pembengkakan dan nyeri tekan dan nyeri pada
gerakan dorsofleksi serta teraba krepitasi (suara
gemeretak, seperti kita sedang menggerakan tulang
– tulang yang patah) tepat diatas kalkaneus
 Mobilitas (ekstensi pergelangan kaki, terutama
menekuk kaki ke atas).
 Jika diberikan tahanan terhadap otot yang
menempel pada tendon tersebut, maka akan timbul
nyeri.
Pemeriksaan Laboraturium
 Tidak ada tes laboratorium diagnostik biasanya
diperlukan untuk mengkonfirmasi Achilles tendinitis,
meskipun film polos x-ray dari daerah sendi dan
sekitarnya dapat diambil.
 USG : tendon menebal dan hipoekoik
 Diagnostik USG juga dapat berguna dalam
memeriksa daerah tersebut, terutama jika tendonn
dilihat selama kontraksi.
Tata laksana TENDINITIS
 Terapi Farmako :
 Obat anti-inflamasi nonsteroid (NSAID) - seperti
ibuprofen (Advil, Motrin) dan naxproxen (Aleve),
mengurangi rasa sakit dan peradangan. NSAID dapat
meningkatkan risiko perdarahan lambung.
 Lidokain atau suntikan kortikosteroid ke dalam tendon
- tidak dapat digunakan untuk tendon menahan beban
karena risiko pecah.
 Kolkisin - untuk tendinitis kalsifikasi (ketika kalsium
menumpuk dalam sendi).
Tata laksana non farmako
– Istirahat atau imobilisasi pada tendon yang terkena sangat
membantu untuk pemulihan
– Meninggikan tungkai bawah waktu tidur
– Fisioterapi
– Terapi fisik yang merentangkan dan memperkuat otot dan
tendon sangat penting (ketika nyeri sudah hilang). Hal ini
dapat mengembalikan kemampuan tendon untuk berfungsi
dengan baik, meningkatkan penyembuhan, dan mencegah
cedera masa depan.
– Transkutan stimulasi saraf listrik (TENS) - listrik yang digunakan
untuk membantu mengurangi rasa nyeri
– Ultrasonography (phonophoresis) - frekuensi tinggi digunakan
untuk memanaskan suatu daerah dan meningkatkan pasokan
darah
Tenosynovitis
 Radang pada tendon dan sarungnya
 Most acute cases of flexor tenosynovitis (FT) result
from infection. However, FT also can develop
secondary to acute or chronic inflammation from a
nononfectious cause, such as diabetes, overuse, or
arthritis
Pathophysiology
 Infectious flexor tenosynovitis
 Infection can be introduced directly into the tendon
sheaths through a skin wound (most often) or via
hematogenous spread, as occurs with gonococcal
tenosynovitis
 Infectious FT is a closed-space infection. Sheaths of the
index, middle, and ring fingers run from the metacarpal
neck at the level of the first annular (A1) pulley
proximally to the insertion of the flexor digitorum
profundus distally.
Etiology
 Noninfectious causes: Diabetes mellitus, RA, crystalline
deposition, overuse syndromes, amyloidosis, ochronosis,
psoriatic arthritis, SLE, sarcoidosis
 Nongonococcal infectious tenosynovitis
 Predisposing factor: diabetes mellitus, IV drug abuse,
debility, and arteriosclerosis obliterans
 The primary inciting event of infectious FT usually is
penetrating trauma, such as bite wound. Infecting
organisms include the following: S. aureus, Pasteurella
multocida, Eikenella corrodens, Bacteroides and
Fusobacterium, Mycobacterium
 Gonococcal tenosynovitis  Neisseria gonorrhoeae
Sign and symptoms
 Infectious tenosynovitis
 Present after a penetrating injury, with complaints of pain, redness, and
fever. Physical examination reveals Kanavel signs of flexor tendon sheath
infection, which are as follows: fusiform swelling, tenderness along the flexor
tendon sheath, pain with passive extension of the digit
 Gonococcal tenosynovitis
 Erythema, tenderness to palpation, and painful range of motion (ROM)of
the involved tendon(s)
 Fever
 Dermatitis  characterized by hemorrhagic macules or papules on the
distal extremities or trunk
 Inflammatory flexor tenosynovitis
 Usually the result of an underlying disease process
 Presentation is indolent but progressice if therapy is not initiated
 Similar findings to those found in infectious FT eventually present
 Swelling  most common initial finding
Diagnosis
 If infection is suggested  culture of the suppurative
synovial fluid is mandatory prior to beginning definitive
antimicrobial treatment
 Diagnostic arthrocentesis is indicated if joint effusion is
present with tenosynovitis
 Hematologic studies
 Complete blood count, erythrocyte sedimentation rate,
rheumatoid factor (if rheumatoid arthritis is a consideration)
 Biopsy
 Helpful in diagnosing granulomatous changes observed in
Mycobacterium infections and in cases of chronic processes
 Imaging
 Obtain standart anteroposterior and lateral radiographs to
rule out bony involvement or a foreign body
Management
 Infectious flexor tenosynovitis
 IV antibiotics, elevation, splinting, and rehabilitation (ROM
exercise and edema control, initiated once FT is under control)
 Inflammatory flexor tenosynovitis  nonoperative
 Icing and elevation of the affected area
 Administration of a nonsteroidal anti-inflammatory drug
(NSAID)
 Consideration of a short course of oral steroids
 Administration of flexor tendon sheath or carpal tunnel
corticosteroids injections to decrease pain and the
inflammatory phase
 Rehabilitation  prevents reinitiation of the inflammatory
phase
Prognosis
 Cases of infectious FT that present early and have
no comorbidities have a good prgnosis.
 Patients that present with fulminant infection, those
with chronic infection, and those with impaired
immune status have increased risk of long-term
complications and impairment
 The most common complication in FT is loss of range
of motion (ROM) secondary to adhesions. If loss of
functional motion persist, tenolysis is considered at 4
months post surgery.
Lesi meniskus
 Meniskus berperan penting dalam :
 Meningkatkan stabilitas lutut
 Mengendalikan kerja menggelinding dan meluncur yg kompleks pada
sendi
 Mendistribusikan beban selama pergerakan
 Kompartemen medial lutut membawa sekitar 90% beban selama
penahanan beban dan meniskus medial jauh kurang aktif
dibandingkan lateral
 Lesi meniskus jauh lebih sering ditemukan pada sisi medial
dibandingkan pada sisi lateral
 Pada remaja, robekan meniskus biasanta akibat cedera
 Pada masa tua, sekalipun tidak ada cedera, tdpt pengerasan yg
berangsur-angsur dan degenerasi meniskus sejalan dgn umur 
meniskus sering pecah dan robek, terutama jika terdapat hubungan
dgn artritis atau kondrokalsinosis.
Robeknya meniskus
 Meniskus dapat pecah memanjang oleh tenaga
yang menggerusnya diantara femur dan tibia.
 Pada kaum muda biasanya terjadi bila orang
menahan beban ketika lutut berfleksi dan terdapat
strain yg memuntir  pd pemain sepak bola
 Di usia pertengahan, ketika fibrosis telah
membatasi mobilitas meniskus, robekan dpt terjadi
oleh kekuatan yg relatif kecil.
Patologi
 Meniskus medial jauh lebih sering terkena daripada
lateral, sebagian karena perlekatannya pada
kapsul yg membuatnya tidak terlalu mobil.
Robeknya kedua meniskus dapat terjadi bersama-
sama bila terjadi cedera ligamentum yg hebat.

Anda mungkin juga menyukai