Anda di halaman 1dari 31

Diagram Phasa

Disusun Oleh :
1. Ardi Tito (19503244004)
2. Gadang Ishomi 19503244001)
3. Syahrul Ramadhan (19503244019)

1
Diagram Phasa/diagram kesetimbangan fasa
(Equilibrium phase diagram)

Diagram fasa adalah suatu grafik yang merupakan representasi


tentang fasa-fasa yang ada dalam suatu material pada variasi
temperatur, tekanan dan komposisi.

Pada umumnya diagram fasa dibangun pada keadaan


kesetimbangan (kondisinya adalah pendinginan yang sangat
lambat). Diagram ini dipakai untuk mengetahui dan memprediksi
banyak aspek terhadap sifat material.

2
Informasi penting yang dapat diperoleh dari diagram fasa adalah:
1. Memperlihatkan fasa-fasa yang terjadi pada perbedaan
komposisi dan temperatur dibawah kondisi pendinginan yang
sangat lambat.
2. Mengindikasikan kesetimbangan kelarutan padat satu unsur atau
senyawa pada unsur lain.
3. Mengindikasikan pengaruh temperatur dimana suatu paduan
dibawah kondisi kesetimbangan mulai membeku dan pada
rentang temperatur tertentu pembekuan terjadi.
4. Mengindikasikan temperatur dimana perbedaan fasa-fasa mulai
mencair.

Jenis pemaduan:
1. Unsur logam + unsur logam
Contoh: Cu + Zn; Cu + Al; Cu + Sn.
2. Unsur logam + unsur non logam
Contoh: Fe + C. 3
Contoh-contoh pemaduan:

Water Alcohol

Oil

Water

Solution

Sugar

Saturated Syrup
Water
Excess Sugar
Next
4
Pemaduan terjadi akibat adanya
susunan atom sejenis ataupun ada
distribusi atom yang lain pada
susunan atom lainnya.
Jika ditinjau dari posisi atom-atom Cu
yang larut, diperoleh dua jenis
larutan padat: Ni
1. Larutan padat substitusi
Adanya atom-atom terlarut yang
menempati kedudukan atom-atom Fe
pelarut. C
2. Larutan padat interstisi
Adanya atom-atom terlarut yang
menempati rongga-rongga diantara
kedudukan atom/sela antara. 5
Untuk mengetahui kelarutan padat suatu unsur dalam unsur lainnya,
Hume-Rothery mensyaratkan sebagai berikut:
1. Yang mempengaruhi terbentuknya jenis kelarutan ditentukan
oleh faktor geometri (diameter atom dan bentuk sel satuan).
Jenis kelarutan:
•A + B C (sel satuan sama)
(kelarutan yang tersusun disebut kelarutan sempurna)
Dimana sifat C  sifat A atau B
•Jika A dan B memiliki sel satuan yang berbeda
a. A + B A’ (dimana A yang dominan)
B’ (dimana B dominan)
kelarutan yang tersusun disebut larut sebagian
b. A + B A + B (tidak larut)
6
2. Larut padat substitusi/interstisi ditentukan oleh faktor diameter
atom.
Jika perbedaan diameter atom yang larut dibandingkan atom pelarut
lebih kecil dari 15%, maka kelarutan yang terjadi adalah larutan
padat substitusi.
Jika perbedaan diameter atom yang larut dibandingkan atom pelarut
lebih besar dari 15%, maka kelarutan yang terjadi adalah larutan
padat interstisi.
3. Suatu hasil percampuran harus stabil
Stabilitas dari paduan dijamin oleh keelektronegatifan dan
keelektropositifan, makin besar perbedaan keelektronegatifan dan
keelektropositifan makin stabil, tetapi kalau terlalu besar
perbedaannya yang terjadi bukan larutan melainkan senyawa
(compound)
7
Pembentukan diagram fasa
Konstruksi pembentukan diagram
Hubungan antara temperatur, fasa
komposisi diplot untuk mengetahui
perubahan fasa yang terjadi.
Dengan memvariasikan komposisi dari
kedua unsur (0100%) dan kemudian
dipanaskan hingga mencair setelah itu
didinginkan dengan lambat (diukur
oleh dilatometer/kalorimeter), maka
akan diperoleh kurva pendinginan
(gambar a.). Perubahan komposisi
akan merubah pola dari kurva
pendinginan, titik-titik A, L1, L2, L3
dan C merupakan awal terjadinya
pembekuan dan B, S1, S2, S3 dan D
merupakan akhir pembekuan. Gambar
b. diagram kesetimbangan fasa Cu-Ni.
8
Garis liquidus = menunjukkan temperatur terendah dimana logam
dalam keadaan cair atau temperatur dimana awal terjadinya
pembekuan dari kondisi cair akibat proses pendinginan.
Garis solidus = menunjukkan temperatur tertinggi suatu logam
dalam keadaan padat atau temperatur terendah dimana masih terdapat
fasa cair.
9
Selain garis-garis tersebut titik-titik kritis dari keadaan cair dan
padat, juga menyatakan batas kelarutan maksimum unsur terlarut
didalam pelarutnya (maximum solubility limit).

The solubility of sugar (C12H22O11) in a sugar-water syrup.


10
The Solubility Limit
• Example:
Phase Diagram of Water-
Sugar System
Question: What is the
solubility limit at 20°C?

Answer: 65wt% sugar


If Co < 65wt% sugar: syrup
If Co > 65wt% sugar: syrup + sugar

• Solubility limit increases with T:


e.g., if T = 100°C, solubility limit = 80wt% sugar
11
Effect of Temperature and Composition
• Changing T can change number of phases: path A to B
• Changing Co can change number of phases: path B to D

• water-
sugar
system

12
Cooling Curve for Pure Metal

(a)

FIG. 3-50 (1) Heat pure metal to point Ta; (2) cooling of liquid metal a
– b; (3) at point b, pure metal starts to precipitate out of solution; (4)
point c, pure metal completely solid; curve from b to c straight
horizontal line showing constant temperature Tb-c because thermal
energy absorbed in change from liquid to solid; (5) more cooling of
solid pure metal from c to d and temperature begins to fall again. 13
Cooling Curve for Pure Iron

(b)

FIG. 3-50 (b) Cooling curve for pure iron.


14
Allotropic Forms of Iron

FIG. 3-54 Allotropic forms of iron (three phases: bcc, fcc, bcc)
15
Cooling Curve for a Metal Alloy

(c)

FIG. 3-50 (c) Cooling curve for a metal alloy: (1) The alloy A-B heated to point a
(liquid phase, with both metals soluble in each other); (2) cooling of alloy in liquid
phase; (3) point b, solidification begins; (4) point c, solidification complete; sloped
b – c due to changing from liquid to solid over the temperature range Tb to Tc
because components A and B have different melting/cooling temperatures; (5)
further cooling from c to d of solid-state metal alloy. 16
Klasifikasi Diagram Kesetimbangan Fasa
1. Larut sempurna dalam keadaan cair dan padat.
2. Larut sempurna dalam keadaan cair, tidak larut dalam keadaan
padat (reaksi eutektik).
3. Larut sempurna dalam keadaan cair, larut sebagian dalam keadaan
padat (reaksi eutektik).
4. Larut sempurna dalam keadaan cair, larut sebagian dalam keadaan
padat (reaksi peritektik).
5. Larut sempurna dalam keadaan cair, tidak larut dalam keadaan
padat dan membentuk senyawa.
6. Larut sebagian dalam keadaan cair (reaksi monotektik).
7. Tidak larut dalam keadaan cair maupun padat.
17
1. Larut sempurna dalam keadaan cair dan padat

Biasa disebut binary isomorphous alloy systems, kedua unsur


yang dipadukan larut sempurna dalam keadaan cair maupun padat.
Pada sistem ini hanya ada satu struktur kristal yang berlaku untuk
semua komposisi, syarat yang berlaku adalah:

a. Struktur kristal kedua unsur harus sama.

b. Perbedaan ukuran atom kedua unsur tidak boleh lebih dari 15%.

c. Unsur-unsur tidak boleh membentuk senyawa.

d. Unsur-unsur harus mempunyai valensi yang sama.

Contoh klasik untuk jenis diagram fasa ini adalah diagram fasa
Cu-Ni.
18
• 2 phases:
– L (liquid)
– a (FCC solid solution)
• 2 lines (phase boundaries):
– The liquidus line (L/L+a)
– The solidus line (a/L+a)
• 3 phase fields:
– L
– L+a
– a

19
Rules of Determining Number & Types of Phases
(The lever arm rule/Aturan kaidah lengan)
• aturan 1: jika diketahui T dan Co (komposisi), maka
– akan diketahui jumlah dan jenis fasa

Lihat gambar disamping

• contoh:
A (1100°C, 60wt% Ni):
1 phase: a

B (1250°C, 35wt% Ni):


2 phases: L + a

20
Aturan kaidah lengan/the lever arm rule

Untuk menghitung persentase


fasa-fasa yang ada pada komposisi
tertentu, digunakan metoda kaidah
lengan.
x adalah komposisi paduan yang
akan dihitung persentase fasa-
fasanya pada temperatur T, maka
tarik garis yang memotong batas
kelarutannya (garis L-S).
Jika x = wo; L = wl dan S = ws
maka % fasa cair dan padat :

ws  wo wo  wl
L x100% S x100%
ws  wl ws  wl
21
• aturan 2: jika diketahui T dan Co, maka
– akan diketahui komposisi dari fasa

• contoh: C0 = 35 wt%Ni
At TA:
Only Liquid (L)
CL = C0 = 35 wt%Ni
At TD:
Only Solid (a)
Ca = C0 = 35 wt%Ni
At TB:
Both a and L
CL = CLiquidus = 32 wt%Ni
Ca = CSolidus = 43 wt%Ni
22
wl (32%) wo(35%) ws(43%)

43  35 35  32
L x100% S x100%
43  32 43  32
L  72,7% S  27,3%
Contoh lain: pada wo= 53% Ni

23
% fasa cair dan padat:
wl (45%) wo(53%) ws(58%)

58  53 53  45
L x100% S x100%
58  45 58  45
L  38% S  62%

24
Example: Determine the phase(s) that are present
and the composition of the phase(s)

For the alloys listed below:


60 wt% Ni-40 wt% Cu at 1100°C
35 wt% Ni-65 wt% Cu at 1250°C
(1) Phase(s) that are present
(2) The composition of each phase

25
(L)
(1) Determine the
phase(s) that are
present
60 wt% Ni-40
wt% Cu at 1100°C
a
Point A:
a phase

26
(2) Determine the
composition of each
phase

60 wt% Ni-40 wt%


Cu at 1100°C (Point
A): a
a

Ca = C0 = 60 wt% Ni

27
(L)
(1) Determine the
phase(s) that are
present

35 wt% Ni-65 wt%


Cu at 1250°C a

Point B
a + L phases

28
(2) Determine the
composition of each
phase

35 wt% Ni-65 wt%


Cu at 1250°C (Point a
B):
a+L

29
Tie Line

(2) Determine the


composition of each
phase

31.5 35 42.5

CL C 0 Ca
Composition (wt% Ni)
• 35 wt% Ni-65 wt% Cu at 1250°C (Point B): in two phase (a + L) region
Draw a tie line
Composition of a: intersection L/a+L — Ca = 42.5wt% Ni
Composition of L: intersection a/a+L — CL = 31.5 wt% Ni
30
Equilibrium Cooling in a Cu-Ni Binary System
• Consider
Co = 35wt%Ni
• Upon cooling
– L
35wt%  32wt% 
24wt%
– a
46wt%  43wt% 
36wt%
– Equilibrium cooling
Sufficiently slow
cooling rate gives
enough time for
composition
readjustments
31

Anda mungkin juga menyukai