Anda di halaman 1dari 21

Gangguan Perilaku

(ADHD, ODD, Conduct Disorder)

Kelompok III
Raihana Adli Taufiq
Tri Wira Gustari Asmi
Viena Meiliana
Gangguan Perilaku

01 ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder)

02 ODD (Oppositional Defiant Disorder)

03 Conduct disorder
ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder)

(Attention = perhatian, Deficit = berkurang,


Hyperactivity = hiperaktif, dan Disorder =
gangguan). Atau dalam bahasa Indonesia,
ADHD berarti gangguan pemusatan
perhatian disertai hiperaktif.

Secara umum ADHD menjelaskan kondisi


anak-anak yang memperlihatkan simtom-
simtom (ciri atau gejala) kurang
konsentrasi, hiperaktif,dan impulsif yang
dapat menyebabkan ketidakseimbangan
sebagian besar aktivitas hidup mereka.
Gejala ADHD
Kriteria untuk menentukan ADHD dengan mengacu kepada DSM IV
(2005)
1A. Kurang Perhatian
• seringkali gagal memerhatikan baik-baik terhadap sesuatu yang
detail atau membuat kesalahan yang sembrono dalam pekerjaan
sekolah clan kegiatankegiatan lainnya,
• seringkali mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian
terhadap tugastugas atau kegiatan bermain,
• seringkali tidak mendengarkan jika diajak bicara secara langsung,
• seringkali tidak mengikuti baik-baik instruksi clan gagal dalam
menyelesaikan pekerjaan sekolah, pekerjaan,atau tugas di tempat
kerja (bukan disebabkan karena perilaku melawan atau kegagalan
untuk mengerti instruksi),
• seringkali mengalami kesulitan dalam menjalankan tugas dan
kegiatan,
• seringkali kehilangan barangf benda penting untuk tugas-tugas clan
kegiatan, misalnya kehilangan permainan;kehilangan tugas
sekolah;kehilangan pensil, buku, dan alat tulis lain,
1B. Hiperaktivitas Impulsifitas
Hiperaktivitas :
• seringkali gelisah dengan tangan atau kaki mereka, dan sering menggeliat di kursi
• sering meninggalkan tempat duduk di dalam kelas atau dalam situasi lainnya di mana diharapkan agar
anak tetap duduk,
• sering berlarian atau naik-naik secara berlebihan dalam situasi di mana hal ini tidak tepat. (Pada masa
remaja atau dewasa terbatas pada perasaan gelisah yang subjektif),
• sering mengalami kesulitan dalam bermain atau terlibat dalam kegiatan senggang secara tenang,
• sering 'bergerak' atau bertindak seolah-olah 'dikendalikan oleh motor', dan sering berbicara berlebihan.
Impulsivitas :
• Mereka sering memberi jawaban sebelum pertanyaan selesal.
• Mereka sering mengalami kesulitan menanti giliran.
• Mereka sering menginterupsi atau mengganggu orang lain, misalnya rnemotong pembicaraan atau
permainan.
2. Beberapa gejala hiperaktivitas impulsifitas atau kurang perhatian yang menyebabkan gangguan muncul
sebelum anak berusia 7 tahun.
3. Ada suatu gangguan di dua atau lebih seting/situasi.
4. Harus ada gangguan yang secara klinis, signifikan di dalam fungsi sosial3, akademik, atau pekerjaan.
5. Gejala-gejala tidak terjadi selama berlakunya PDD, skizofrenia, atau gangguan psikotik lainnya, dan tidak
dijelaskan dengan lebih baik oleh gangguan mental lainnya.
Hasil penelitian Faron dkk, 2000, Kuntsi dkk, 2000, Barkley, 2003
(dalam MIF Baihaqi & Sugiarmin, 2006):
1. Faktor genetika
Bukti penelitian menyatakan bahwa faktor genetika
merupakan faktor penting dalam memunculkan tingkah laku
ADHD. Satu pertiga dari anggota keluarga ADHD memiliki
gangguan, yaitu jika orang tua mengalami ADHD, maka anaknya
beresiko ADHD sebesar 60 %.
2. Faktor neurobiologis
Beberapa dugaan dari penemuan tentang
Faktor Penyebab neurobiologis diantaranya bahwa terdapat persamaan antara ciri-
ciri yang muncul pada ADHD dengan yang muncul pada kerusakan
fungsi lobus prefrontl.
3. Faktor lingkungan
ADHD selain bergantung pada kondisi gen juga
bergantung terhadap begaimana interaksi yang terjadi antara
faktor genetic dan lingkungan. Dengan kata lain bahwa ADHD juga
bergantung kepada kondisi gen tersebut dan efek negative
lingkungannya
Intervensi
Pendekatan Pendekatan
perilaku farmakologi Pendekatan
multimodal

Pelatihan perilaku wali murid serta pendidik Berkonsultasi dengan


(keduanya diajarkan keterampilan manajemen keluarga dan kesepakatan Gabungan
anak), program sistematis manajemen tentang rencana pengobatan obat/pengobatan perilaku
kontingensi (misalnya penguatan positif, “waktu yang paling tepat. terapi dan pekerjaan perawatan
menyendiri,” biaya respon, dan token economy), farmakologi termasuk obat
terapi perilaku klinis (training dalam pemecahan penggunaan psikostimulan,
masalah dan keterampilan sosial), dan antidepresan, obat anti-
pengobatan kognitif-perilaku (misalnya, self- kecemasan, antipsikotik, dan
monitoring, verbal diri instruksi, pengembangan suasana hati stabilisator
strategi pemecahan masalah, self-reinforcement). (NIMH, 2000).
ODD (Oppositional
Defiant Disorder)
Definisi

Menurut DSM-IV-TR (2000), ODD (Oppositional Defiant


Disorder) adalah suatu pola negativistik, permusuhan dan
perilaku menentang yang terus menerus tanpa adanya
pelanggaran yang serius terhadap norma sosial atau hak orang
lain.
Individu dengan gangguan sikap menentang atau oppositional
defiant disorder ini biasanya menunjukkan perilaku negatif
dan menyimpang seperti keras kepala dan melawan
pengarahan orang lain. Mereka tidak menginginkan adanya
kompromi, memberi atau tidak mau melakukan negosiasi.
Dan biasanya mengabaikan aturan, senang mendebat atau
mengabaikan kesalahan atas perilaku yang dibuatnya. Sikap
permusuhan ini ditunjukkan dengan agresi verbal atau secara
sengaja membuat jengkel orang lain (DSM IV-TR, 2000).
Gangguan ini biasanya terjadi pada Pada laki-laki, kelainan lebih umum terjadi
masa kanak-kanak awal, usia sekitar 2 pada tahun-tahun prasekolah, memiliki
sampai 3 tahun. Gangguan perilaku tempramen yang bermasalah (misalnya:
reaktivitas tinggi, sulit ditenangkan) atau
oppositional defiant disorder
aktivitas motorik yang tinggi. Selama tahun-
merupakan kelompok dari gangguan tahun sekolah mengalami harga diri yang
distruptive behavior. Gangguan ini rendah, sering ada konflik dengan orang tua,
merupakan gangguan yang juga guru, dan teman sebaya. ODD lebih umum di
biasanya paling banyak ditemui pada keluarga yang mana memiliki pola
masa anak-anak, masa remaja, bahkan pengasuhan yang keras, tidak konsisten atau
pada masa dewasa (Cooley, 2007 dalam lalai.
Harina, 2015).
Kriteria Diagnostik ODD
Menurut DSM IV-TR (2000):
Merupakan bentuk perilaku negatif, bermusuhan, dan melawan
setidaknya terjadi pada 6 bulan terakhir, kemudian gejala yang
muncul bisa 4 atau lebih seperti:
1. Sering kehilangan kesabaran,
2. Sering berdebat dengan orang dewasa,
3. Secara aktif sering menentang atau menolak untuk
mematuhi permintaan orang dewasa ataupun pada aturan,
4. Sering dengan sengaja mengganggu orang lain,
5. Sering menyalahkan orang lain atas kesalahan atau kelakuan
buruknya,
6. Sensitif atau mudah terganggu oleh orang lain,
7. Sering marah dan merasa kesal,
8. Mendendam dan dengki.
Faktor-Faktor Penyebab ODD

Faktor Biologis Faktor Keluarga Faktor Lingkungan.

Tempramen awal, pengaruh genetik, Mash & Wolfe menyebutkan bahwa


terdapat dua macam disfungsi keluarga
dan faktor neurobilogi. Tempramen Lingkungan di luar keluarga yang
yang mempengaruhi: pertama,
awal anak yang sulit ini meliputi gangguan spesifik diantaranya meliputi utama berperan bagi
adanya impulsivitas, emosi yang labil, gangguan dalam praktek pengasuhan perkembangan perilaku anak
kesulitan dalam memecahkan dan fungsi keluarga misalnya adalah teman sebaya, lingkungan
masalah, sikap malas, negativistik, dan penggunaan pola disiplin yang sangat masyarakat. Anak-anak yang
sensitif terhadap situasi stress kasar dan berlebihan. Kedua, gangguan ditolak memiliki kualitas
merupakan beberapa indikator anak umum diantaranya meliputi kekacauan hubungan yang rendah dengan
yang mengalami ODD. Tempramen keluarga secara umum, seperti adanya teman sebaya cenderung
anak jika berinteraksi dengan gaya psikopatologi dalam keluarga, sejarah
menjadikan agresif sebagai
manajemen atau pengasuhan orang perilaku anti sosial keluarga,
ketidakstabilan keluarga
strategi dalam berinteraksi (Dohn,
tua yang tidak sesuai maka akan Dunn, & Jones, 2004:63, dalam
memperparah gangguan ODD yang Luh Eka, 2016).
dialami anak.
Intervensi
1. Anger Management Training (AMT)
AMT ialah suatu pelatihan yang bukan bertujuan untuk menghilangkan
marah karena marah merupakan emosi yang normal, melainkan dengan memberikan
semangat pada seseorang agar mengelola marahnya dengan cara yang konstruktif
dan efektif. Untuk perubahan perilaku dengan meningkatkan pengetahuan,
menyediakan perspektif baru, memberikan klien kesempatan untuk belajar, serta
berlatih dengan cara khusus dan strategis. Beberapa metode yang dapat dilakukan
pada AMT ini adalah:
a. Diskusi Kasus,
b. Latihan Individual (Anger trigger yaitu situasi atau kejadian yang menjadi
pencetus timbulnya marah), Anger meter yaitu mengukur tingkat kemarahan
yang disesuaikan dengan situasi atau kejadian yang menjadi penyebab marah,
Anger control Add
plansyour
yaitutext
membuat perencanaan akan strategi yang dipilih
dalam mengontrol marah disesuaikan dengan situasi atau kejadian yang
melatarbelakanginya dan isyarat fisik yang dialami),
c. Modelling Perilaku. menonton film anger management. Film ini diproduksi
pada tahun 2003, yang sebagai pemeran utamanya adalah Adam Sandler
(Dave Buznik-cenderung mengekspresikan marah yang ditekan) dan Jack
Nicholson (Dr. Buddy Rydell sebagai psikiater dan terapis anger
management). Metode ini dianggap efektif karena mengajarkan peserta cara
spesifik menghadapi sebuah situasi interaksi, serta memberikan kesempatan
untuk melatih bentuk tingkah laku baru sehingga mereka percaya diri dan
mampu dalam menghadapi situasi tertentu
Sosial Skill Training (SST) atau latihan keterampilan sosial
merupakan intervensi yang bertujuan untuk
2. Social Skill Training (SST) mengembangkan peningkatan suatu perilaku prososial.
Artinya peningkatan perilaku prososial dan secara tidak
langsung dapat menurunkan tingkat agresi pada anak dengan
masalah perilaku termasuk gangguan sikap menentang atau
a. Behavioral social skill training, yaitu dengan meliputi adanya ODD. SST biasanya akan terdiri dari 8 sampai dengan 12
instruksi, materi diskusi, reinforcement yang digunakan untuk pertemuan.
meningkatkan respon perilaku yang tepat.
b. Social perception skill training, perlunya memperlajari cara
mengidentifikasi; emosi dan perasaan dari sudut pandang orang
lain, karakteristik aturan sosial yang ada dalam situasi-situasi sosial
tertentu, dll. Keakuratan dalam menginterpretasi masalah sosial
akan mempengaruhi anak dalam melakukan penyesuaian dan
menampilkan perilaku sosial yang tepat.

c. Interpesonal problem solving skill training, yaitu komponen yang


mengandung keterampilan untuk melakukan pemecahan masalah.
Anak akan mendapatkan pengetahuan dalam mengidentifkasi, mencari
alternatif perilaku, mempredikasi konsekuensi, dan akhirnya memilih
We’re the best dan memutuskan perilaku yang tepat dalam situasi tertentu.
d. Self instructional and self-regulation methods. Yaitu komponen yang
meliputi suatu penggunaan internal dialog atau self talk yang akan
membantu proses kognitif anak dan munculnya perilaku nyata.
3. Parent-Child Interaction Therapy (PCIT)

Parent-Child Interaction Therapy (PCIT) diperkenalkan sejak tahun 1970, adalah


sebuah pendekatan terapi berfokus keluarga yang terbukti efektif untuk anak-anak berusia
2,5 sampai 12 tahun dan lingkungan keluarga maupun para pengasuhnya. PCIT membuat
orang tua belajar tentang tehnik pengasuhan yang lebih efektif, mengurangi masalah
perilaku anak dan memperbaiki kualitas hubungan orang tua dan anak. Melalui PCIT, orang
tua belajar untuk membangun ikatan batin dengan anak dan membangun pola asuh yang
efektif yang sesuai dengan kebutuhan anaknya. Kurikulum PCIT menggunakan dua fase
pendekatan yaitu:
a. Peningkatan Hubungan (Child-Directed Interaction). Tahap pertama terapi berfokus
pada meningkatkan kualitas hubungan antara orang tua dan anak melalui
penguasaan keterampilan yang disingkat “PRIDE” (Praise, Reflection, Imitation,
Description, Enthusiasm). Orang tua dilatih untuk menguasai ketrampilan bermain
secara tidak langsung yang bertujuan untuk
mengubahkualitashubunganorangtuadengan anak.
b. Disiplin dan Kepatuhan (Parent-Directed Interaction). Tahap kedua dari PCIT
berkonsentrasi pada membangun pendekatan terstruktur dan konsistensi pada
kedisiplinan. Fase ini disebut Parent-Directed Interaction (PDI) karena orang tualah
yang memimpin. Orang tua secara langsung berinteraksi dengan anak dan fokus pada
perbaikan keterampilan pengasuhan.
Conduct Disorder
Definisi
Menurut DSM-IV;APA (Kearney, 2003)
conduct disorder adalah pola perilaku yang
menetap dan berulang, ditunjukkan
dengan perilaku yang tidak sesuai dengan
nilai kebenaran yang dianut oleh
masyarakat atau tidak sesuai dengan
norma sosial untuk rata-rata seusianya.

Seseorang baru dapat dikatakan memenuhi


kriteria ini jika ia menunjukkan 3 gejala
spesifik selama sekurang-kurangnya 12
bulan dan paling tidak 1 gejala muncul
selama lebih dari 6 bulan terakhir. Gejala
tersebut adalah agresi terhadap orang atau
binatang, merusak barang-barang, suka
berbohong atau mencuri dan melanggar
aturan.
Heward & Orlansky (Sunardi, 1996)
• Mengalami gangguan perilaku apabila
memiliki satu atau lebih dari lima
karakteristik berikut dalam kurun waktu
yang lama, yaitu:
1. Adanya ketidakmampuan untuk belajar
yang bukan disebabkan oleh faktor
intelektualitas, alat indra maupun
Menurut Kearney (2003) gejala- kesehatan.
gejala remaja yang mengalami 2. Adanya ketidakmampuan untuk
conduct disorder adalah sebagai membangun atau memelihara
berikut: suka melakukan intimidasi kepuasan dalam menjalin hubungan
pada orang lain, suka berkelahi, dengan teman sebaya dan pendidik.
menggunakan senjata, melakukan 3. Tipe perilaku yang tidak sesuai atau
kekerasan seksual, merusak perasaan yang di bawah keadaan
barang milik diri sendiri dan orang normal.
lain, menyulut pertengkaran, 4. Mudah terbawa suasana hati (emosi
berbohong, suka keluar malam, labil), ketidakbahagiaan, atau depresi.
suka minggat dari rumah, bolos 5. Kecenderungan untuk
dari sekolah, mencuri dan mengembangkan simtom-simtom fisik
melakukan kekerasan fisik pada atau ketakutan-ketakutan yang
orang lain atau hewan. diasosiasikan dengan permasalahan-
permasalahan pribadi atau sekolah.
Faktor Yang Mempengaruhi Conduct Disorder

Faktor Kognitif
Karakteristik
Kepribadian

Faktor Sosial dan


Lingkungan
Temperamen
dan Karakter

Organik dan
Dinamika Neurologis
Keluarga
Intervensi
Pelatihan “Sahabatku Bintang”

Disusun berdasarkan aspek dari perilaku memaafkan yakni pemahaman


emosi pada diri sendiri ataupun orang lain, empati, pemahaman akan
alternatif penyelesaian konflik, serta pemahaman akan kelebihan dari perilaku
memaafkan (Enright, 2001).

Dari semua aspek tersebut, maka peneliti merumuskan tahapan-tahapan dari


pelatihan yang akan diberikan kepada responden sebagai berikut:
1. Tahap I (“Pahami Emosiku”)
Pada tahapan ini, pelatihan dilakukan untuk mengajak anak memahami
emosi-emosi yang mereka rasakan, baik emosi negatif maupun positif.
2. Tahap II (“Empati untuk Semua”)
Di dalam tahapan ini, anak mulai difasilitasi untuk menunjukkan sejauh mana
sikap empati yang mereka miliki terhadap orang lain.
3. Tahap III (“Berdamai Yuk!”)
Setelah diminta untuk mengembangkan pemahaman tentang emosi mereka
sendiri dan empati bagi orang lain, anak-anak diminta untuk mengembangkan
resolusi konflik.
4. Tahap IV (“Memaafkan: Untukku dan Untukmu”)
Pelatihan ini ditutup dengan mengembangkan ketrampilan anak untuk
mengatasi konflik dengan cara memaafkan
Thank’s for
your attention
^_^

Anda mungkin juga menyukai