Anda di halaman 1dari 18

PERAN MAJELIS PENGAWAS DAERAH

TERHADAP NOTARIS YANG LALAI DALAM


PEMBUATAN AKTA SEWA MENYEWA

NAMA ANGGOTA KELOMPOK:


ABDUS SALAM FATHONI (1960100111019)
JORDY FANGGIDAE (1960100111014)
ILHAM PRABOWO GHUTO (1960100111017)
MUHAMMAD ALVIN NUGRAHA (1960100111022)
LATAR BELAKANG
 Notaris sebagai pejabat umum, merupakan salah satu organ Negara yang dilengkapi dengan
kewenangan hukum memberikan pelayanan umum kepada masyarakat, teristimewa dalam pembuatan
akta otentik sebagai alat bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum dibidang
keperdataan.
 Sebagai pejabat umum Notaris wajib untuk memahami dan mematuhi semua ketentuan peraturan
perundangundangan yang berlaku, hal ini merupakan sesuatu yang mutlak mengingat jabatan Notaris
merupakan jabatan kepercayaan dalam proses penegakan hukum, selain itu Notaris harus senantiasa
berlaku dan bertindak sesuai dengan Kode Etik Profesi Notaris.
 Terkait yang mempunyai wewenang melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap Notaris adalah
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia yang dalam pelaksanaannya Menteri membentuk Majelis
Pengawas Notaris.
 Dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.02.PR.08.10
Tahun 2004 tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota, Susunan Organisasi,
Tata Kerja dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris, pada Pasal 1 angka 1 berbunyi:
“Majelis Pengawas Notaris adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk
melaksanakan pengawasan dan pembinaan terhadap Notaris”. Selanjutnya dalam melaksanakan tugas
kewajibannya Badan tersebut secara fungsional dibagi menjadi 3 bagian secara hirarki sesuai dengan
pembagian suatu wilayah administratif (Kabupaten/Kota, Provinsi dan Pusat) yaitu : Majelis Pengawas
Daerah, Majelis Pengawas Wilayah dan Majelis Pengawas Pusat. (ps 68 UUJN)
 Majelis Pengawas berjumlah 9 (sembilan) yang terdiri dari unsur:
a) Permerintah sebanyak 3 (tiga) orang
b) Organisasi Notaris sebanyak 3 (tiga) orang
c) Ahli atau akademisi sebanyak 3 (tiga) orang
LANJUTAN LATAR BELAKANG
 Posisi Kasus:
 Terhadap penjelasan diatas terdapat kasus yang menimpa notaris EM dalam pembuatan akta sewa
menyewa dengan nomor akta 26 tanggal 24 Agustus 2016 antara ER dan SH dengan FIT dengan
objek sewa menyewa yang merupakan objek sengketa antara OC dengan ER dan SH dengan dasar
sertifikat hak milik lama atas objek sengketa tersebut yang masih atas nama ER dan SH selaku
tergugat I dan tergugat II padahal sertifikat hak milik objek sengketa tersebut telah beralih menjadi
nama OC selaku penggugat sejak tanggal 12 April 2016 yang lalu. perjanjian sewa menyewa tersebut
dibuat tanpa sepengetahuan OC dan tanpa melibatkan OC selaku pemilik tanah.
 Kemudian Notaris EM dalam menjalankan tugasnya untuk membuat akta autentik, EM tidak
menggunakan dokumen SHM yang asli sebagai dasar hak bagi ER dan SH dalam membuat perjanjian
sewa dengan FIT, melainkan hanya berupa fotocopyan dokumen SHM yang lama tanpa melakukan
pengecekan atas keasliannya sehingga hal ini tidak sejalan dengan ketentuan dalam Pasal 15 ayat 2
Point d Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris. kemudian Notaris EM
sebagai Pejabat Negara telah keliru karena tidak memberi nasihat / penyuluhan hukum kepada ER,
SH, dan FIT yang melakukan Perjanjian Sewa Menyewa atas rumah yang sedang bersengketa,
sehingga ER, SH, dan FIT melakukan tindakan melawan Undang-Undang, Sehingga dari hal ini
terlihat kelalaian yang dilakukan oleh notaris EM yang melanggar kewajiban penyampaian penyuluhan
hukum berkaitan dengan hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam pembuatan akta sewa
menyewa dan juga terlihat keberpihakan notaris EM pada para penghadap dalam akta perjanjian
sewa-menyewa yaitu ER, SH,dan FIT yang merugikan OC. Sehingga notaris Em dalam menjalankan
tugasnya bertentangan dengan ketentuan Pasal 16 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2014 Tentang Jabatan Notaris.
 Berdasarkan uraian diatas penulis hendak mengkaji lebih lanjut mengenai Fungsi Dan Kedudukan
Majelis Pengawas Daerah Notaris dalam menjalankan tugas pokok pengawasan terhadap Notaris
yang lalai dalam pembuatan akta otentik sewa menyewa. Maka dari itu akan dirumuskan
permasalahan dalam tulisan ini sebagai berikut
RUMUSAN MASALAH

 Apa Akibat Hukum Kelalaian Notaris Dalam


Pembuatan Akta Perjanjian Sewa Menyewa
(Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor
2750 K/PDT/2018)?
 Bagaimana peran majelis pengawas daerah
terhadap notaris yang tidak membacakan akta
?
PEMBAHASAN
AKIBAT HUKUM KELALAIAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA PERJANJIAN SEWA
MENYEWA (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2750 K/PDT/2018)
BENTUK KELALAIAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA PERJANJIAN SEWA MENYEWA PUTUSAN MAHKAMAH
AGUNG NOMOR 2750 K/PDT/2018.

 Notaris EM melanggar ketentuan pasal 16 ayat (1) UUJNP karena Notaris EM tidak teliti dalam
menelaah kewenangan dari para pihak yang bertindak sebagai subyek dan penghadap dalam
akta perjanjian sewa menyewa nomor 26 tertanggal 24 Agustus 2016 tersebut.
 Notaris EM tidak teliti dalam menelaah kewenangan dari para pihak yang bertindak sebagai
subyek dan penghadap yaitu ER dan SH yang tidak berhak lagi atas obyek tanah dan
bangunan yang akan disewakan dan bukan pemegang sertifikat hak milik obyek perjanjian
sewa dalam akta perjanjian sewa menyewa nomor 26 tertanggal 24 Agustus 2016 tersebut
dengan alasan bahwa notaris tidak meminta untuk memperlihatkan sertifikat hak milik asli
dari obyek tanah dan bangunan dikarenakan ER dan SH pernah menggunakan jasa Notaris
EM, sehingga Notaris EM memiliki datanya sebelumnya atas obyek sewa yang berupa tanah
dan bangunan tersebut.
 Pada Akta perjanjian sewa menyewa nomor 26 tertanggal 24 Agustus 2016 pada bagian
premis, “Bahwa Pihak Pertama dengan ini telah menyewakan kepada Pihak Kedua 2 (dua)
buah bangunan yang terdiri di atas tanah Sertifikat Hak Milik Nomor; 3009 atas nama 1.ENY
RAHAYU, 2 SUSMI HARIYANTI seluas 575 m² (lima ratus tujuh puluh lima meter persegi), sesuai
Surat Ukur Nomor 772/BALUN/2004 tanggal delapan Desember duaribu empat (09-12-
2004)terletak di Kelurahan Balun, Kecamatan Cepu, Kabupaten Blora, Propinsi Jawa Tengah. “
Yang seharusnya obyek tanah dan bangunan luas 575 m² dengan Nomor SHM: 3009, Surat
Ukur No.772/BALUN/2004 semula atas nama ER & SH. Berdasarkan AJB No.534/CP/2016
melahirkan peralihan nama atas Sertipikat Hak Milik tersebut diatas yang sebelumnya
Sertipikat Hak Milik tersebut atas nama ER & SH telah beralih menjadi atas nama OC.
LANJUTAN
 Notaris EM dalam membuat Akta perjanjian Sewa Menyewa telahnmelanggar Pasal 16 ayat 1 point a
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 JonPasal 16 ayat 1 point a Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2014 Tentang JabatannNotaris yang isinya bahwa dalam menjalankan jabatannya, Notaris wajib :
“bertindak amanah, jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga kepentingan pihak yang
terkait dalam perbuatan hukum”. Maka dapat kelompok kami simpulkan bahwa Akta Perjanjian Sewa
tersebut dibuat oleh Notaris EM selaku Notaris dengan cara melanggar hukum. Pasal 1335
KUHPerdata , “suatu perjanjian yang tidak memakai suatu sebab yang halal atau dibuat dengan
suatu sebab yang palsu atau terlarang tidak mempunyai kekuatan hukum..” Atas tindakan Notaris EM
yang merugikan OC, maka dari itu sudah sewajarnya Notaris EM juga harus bertanggung jawab dan
ikut dalam menanggung ganti kerugian yang telah dialami OC. Tindakan ER,SH,FIT dan Notaris EM
dalam membuat Akta Perjanjian Sewa Menyewa tersebut yang kesemua tindakan mengandung
unsur-unsur :
 Melanggar Undang-Undang ;
 Melanggar hak orang lain yang dilindungi oleh hukum ;
 Bertentangan dengan kewajiban hukum sipelaku ;
 Perbuatan yang bertentangan sikap baik dalam masyarakat untukmem perhatikan kepentingan orang lain.
 Notaris EM yang melanggar kewajiban penyampaian penyuluhan hukum berkaitan dengan hal-hal penting yang perlu
diperhatikan dalam pembuatan Akta Sewa Menyewa.
 Notaris EM tidak menjelaskan bahwa yang bertindak sebagai pihak yang menyewakan yaitu ER dan
SH adalah benar pemilik dari tanah dan bangunan yang menjadi obyek sewa dan bangunan yang
juga tidak dibuktikan dengan kepemilikan sertipikat asli dan surat keterangan tanah obyek perjanjian
sewa menyewa atas nama ER dan SH karena EM tetap membuat akta perjanjian sewa menyewa
walaupun mengetahui obyek dalam akta perjanjian sewa menyewa tersebut adalah obyek sengketa.
Padahal obyek sewa dan telah beralih kepemilikan pada sertipikat asli atas nama OC.
LANJUTAN
 Keberpihakan notaris EM pada para penghadap dalam akta perjanjian sewamenyewa yaitu ER, SH,dan FIT yang merugikan OC.
 Notaris EM tidak netral dan Notaris EM berpihak kepada salah satu pihak dalam akta perjanjian sewa menyewa yaitu ER, SH,dan FIT
serta Notaris EM tidak memastikan akta perjanjian sewa menyewa ini yang berakibat merugikan OC sebagai pemilik sah atas tanah dan
bangunan yang menjadi obyek sewa dalam akta perjanjaian sewa menyewa nomor 26 ini. Bentuk Kelalaian Notaris dalam pembuatan
akta perjanjian sewa menyewa terkait Putusan Mahkamah Agung Nomor 2750 K/PDT/2018 saat menjalankan tugas dan wewenang
adalah tidak menjalankan kewenangan seorang notaris berdasarkan pasal 15 UUJN adalah sebagai berikut:
 Notaris EM melanggar pasal 15 ayat (1) UUJNP karena Notaris tidak membuat akta perjanjian sewa menyewa atas kehendak yang
berkepentingan yaitu OC. Seharusnya jika Notaris ingin membuat akta perjanjian sewa menyewa dengan objek sewa menyewa tanah dan
bangunan atas nama OC pada sertipikat asli, maka yang harusnya menghendaki perjanjian sewa menyewa adalah OC sebagai pihak yang
menyewakan pada FIT yang bertindak sebagi penyewa tanah dan bangunan atas nama OC tersebut.
 Notaris EM melanggar pasal 15 ayat (2) huruf d UUJNP karena Notaris tidak melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya.
 Notaris EM melanggar pasal 15 ayat (2) huruf e UUJNP karena Notaris tidak memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan
akta perjanjian sewa menyewa kepada EM,ER dan FIT.
 Bentuk Kelalaian Notaris EM dalam pembuatan akta perjanjian sewa menyewa terkait Putusan Mahkamah Agung Nomor 2750
K/PDT/2018 saat menjalankan kewajibannya sebagai seorang notaris menurut Pasal 16 ayat (1)n huruf a UUJN adalah Notaris EM tidak
bertindak jujur, tidak bertindak seksama, tidak mandiri, berpihak pada salah satu pihak (tidak netral) dan tidak menjaga kepentingan
pihak yang terkait dalam perbuatan hukum dalam akta perjanjian sewa menyewa karena EM tetap membuat akta perjanjian sewa
menyewa walaupun mengetahui obyek dalam akta perjanjian sewa menyewa tersebut adalah obyek sengketa. Akibat Kelalaian Notaris
dalam menjalankan kewajiban pada pasal 16 UUJN pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf l maka menurut pasal 16 UUJN ayat (11) :
“Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf l dapat dikenai sanksi berupa:
 a. peringatan tertulis;
 b. pemberhentian sementara;
 c. pemberhentian dengan hormat; atau
 d. pemberhentian dengan tidak hormat.”
 Berdasarkan pasal 16 UUJN ayat (12): Selain dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (11), pelanggaran terhadap ketentuan
Pasal 16 ayat (1) huruf j dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan
bunga kepada Notaris.
 Ps.16 (11) Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 Perubahan Atas Undang No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.
 Ibid, Ps.16 (12)
LANJUTAN
 Bentuk Kelalaian Notaris EM yang melakukan larangan Notaris
dalam pasal 17 UUJN ayat (1) huruf i yaitu Melakukan pekerjaan lain yang
bertentangan dengan norma agama, kesusilaan atau kepatutan yang dapat
mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan Notaris karena EM tetapmembuat akta perjanjian sewa menyewa
walaupun mengetahui obyek
dalam akta perjanjian sewa menyewa tersebut adalah obyek sengketa.
 Akibat Kelalaian Notaris dalam menjalankan larangan menurut UU
Jabatan Notaris berdasarkan Pasal 17 ayat (2) UUJN:
 Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenai sanksi berupa:
 a. peringatan tertulis;
 b. pemberhentian sementara;
 c. pemberhentian dengan hormat; atau
 d. pemberhentian dengan tidak hormat.
 Notaris EM melakukan perbuatan melawan hukum dalam pembuatan Akta
Pejanjian Sewa Menyewa Nomor 26 tertanggal 24 Agustus 2016
 Perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh notaris EM dalam pembuatan akta perjanjian sewa menyewa Nomor
26 tertanggal 24 Agustus 2016 yang berdasarkan ketentuan Pasal 1365 KUH. Perdata tersebut memenuhi unsur-
unsur perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad), yaitu:
 a. Adanya Perbuatan.
 b. Adanya pelanggaran.
 c. Adanya kesalahan.
 d. Adanya kerugian.
 Ibid, Ps.17 (2)
PEMBATALAN AKTA NOTARIS PERJANJIAN SEWA MENYEWA DALAM PUTUSAN
MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2750 K/PDT/2018

 Amar putusan nomor 8/Pdt.G/2017/PN Bla tanggal 14 Desember 2017.dikabulkan sebagian yang menyatakan secara hukum
ER,SH,FIT dan Notaris EM bersalah melakukan Perbuatan Melawan Hukum dan Menyatakan Akta Perjanjian Sewa Menyewa Nomor
26 tertanggal 24 Agustus 2016 tidak sah menurut hukum, tidak mengikat secara hukum dan tidak mempunyai akibat hukum atau
menyatakan bahwa akta perjanjian sewa menyewa ini dianggap tidak pernah ada. Maka Akta Perjanjian Sewa Menyewa Nomor 26
tertanggal 24 Agustus 2016 adalah Batal Demi Hukum. Maka harus dikembalikan seperti keadaan semula di awal sebelum adanya
Akta Perjanjian Sewa Menyewa Nomor 26 yaitu:
 Obyek Sewa berupa tanah dan bangunan dalam Akta Perjanjian SewaMenyewa Nomor 26 dikembalikan pada OC
sebagai pemilik sah atas obyek sewa tersebut dibuktikan dengan sertipikat asli hak milik atas nama OC.
 Pengembalian uang sewa kepada FIT atas sejumlah uang sewa yang telah FIT berikan atas obyek sewa dalam Akta
Perjanjian Sewa Menyewa Nomor 26 tertanggal 24 Agustus 2016 karena akta perjanjian sewa menyewa menjadi batal
demi hukum berdasarkan pada amar Putusan Mahkamah Agung Nomor 2750 K/PDT/2018 sehingga Akta Perjanjian
Sewa Menyewa Nomor 26 ini tidak sah menurut hukum, tidak mengikat secara hukum dan tidak mempunyai akibat
hukum atau menyatakan bahwa akta perjanjian sewa menyewa ini dianggap tidak pernah ada.
 Seharusnya hal ini menjadi pertimbangan hukum oleh hakim dalam putusan kasus ini tetapi tidak ada satupun pertimbangan
hukum yang membahas tentang Pengembalian uang sewa kepada FIT atas sejumlah uang sewa yang telah FIT berikan atas obyek
sewa dalam Akta Perjanjian Sewa Menyewa Nomor 26 tertanggal 24 Agustus 2016 karena akta perjanjian sewa menyewa menjadi
batal demi hukum baik di tingkat Pengadilan Negeri Blora, Pengadiilan Tinggi Jawa Tengah, dan Mahkamah Agung. Menurut
Kelompok kami, seharusnya FIT menuntut haknya atas pengembalian uang sewa yang telah FIT berikan atas obyek sewa dalam
Akta Perjanjian Sewa Menyewa Nomor 26. Tetapi FIT tidak mengajukan hal ini baik di tingkat banding pada Pengadilan Tinggi Jawa
Tengah maupun di tingkat kasasi pada Mahkamah Agung.
LANJUTAN
 Apabila suatu akta notaris tidak memenuhi unsur-usur obyektif dalamperjanjian maka akta notaris tersebut dapat
menjadi batal demi hukum. Batal demi hukum adalah sanksi perdata terhadap suatu perbuatan hukum yang
penyebab kebatalan mengandung cacat yuridis (penyebab kebatalan), berupa perbuatan hukum yang dilakukan
tidak mempunyai akibat hukum Sejak terjadinya perbuatan hukum tersebut atau perbuatan hukum tersebut menjadi
tidak berlaku sejak akta ditandatangani dan tindakan hukum yang disebut dalam akta dianggap tidak pernah terjadi.
Hal-hal yang dapat menyebabkanakta notaris menjadi batal demi hukum yaitu apabila melanggar ketentuan didalam
UUJN.
 Akibat hukum kelalaian notaris dalam pembuatan akta perjanjian sewa menyewa pada Putusan Mahkamah Agung
Nomor 2750 K/PDT/2018 adalah ditolaknya permohonan kasasi dari Pemohon banding oleh FIT dan Menghukum
FIT untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini sejumlah Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dimana
amar putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor 2750 K/PDT/2018 ini telah berkekuatan hukum tetap.
Kelompok kami tidak setuju dengan amar putusan amar putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor 2750
K/PDT/2018 ini karena tidak menyatakan secara tegas bahwa menguatkan amar putusan nomor 8/Pdt.G/2017/PN
Bla dan putusan nomor 74/Pdt/2018/PT.SMG yaitu dengan menyatakan akta perjanjian sewa menyewa nomor 26
tertanggal 24 Agustus2016 menjadi batal demi hukum sehingga akta perjanjian sewa menyewa nomor 26 ini tidak
sah menurut hukum, tidak mengikat secara hukum dan tidak mempunyai akibat hukum atau menyatakan bahwa
akta perjanjian sewa menyewa ini dianggap tidak pernah ada dikarenakan objek perjanjian sewa menyewa ini
didasarkan pada hal yang tidak benar adanya. Padahal permohonan dari OC sebagai Penggugat di tingkat PN Bloara
adalah sangat jelas yaitu memohonkan pembatalan Akta Perjanjian Sewa Menyewa Nomor 26 dan telah dikabulkan
dalam amar putusan PN Blora, maka seharusnya ada kejelasan tentang Akta Perjanjian Sewa Menyewa Nomor 26
dalam amar Putusan di tingkat banding yaitu 74/Pdt/2018/PT.SMG dan amar putusan di tingkat kasasi yaitu 2750
K/PDT/2018.
SANKSI BAGI NOTARIS YANG LALAI DALAM PEMBUATAN AKTA SEWA MENYEWA
BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2750 K/PDT/2018

 Amar putusan nomor 8/Pdt.G/2017/PN Bla tanggal 14 Desember 2017. dikabulkan sebagian yang menyatakan menghukum Notaris EM
bersama ER,SH,FIT secara tanggung renteng membayar uang paksa sebesar Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari apabila lalai
dalam melaksanakan putusan ini setelah mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan menghukum Notaris EM bersama ER,SH,FIT untuk
membayar biaya yang hingga kini diperhitungkan sebesar Rp. 5.795.000,00 (lima juta tujuh ratus sembilan puluh lima ribu rupiah).
 Notaris EM bersama ER,SH,FIT secara tanggung renteng beranggung jawab secara perdata atas perbuatan melawan hukum yang mereka
lakukan dalam pembuatan akta perjanjian sewa menyewa No.26tanggal 24 Agustus 2018.Sanksi keperdataan adalah sanksi yang
dijatuhkan terhadap kesalahan yang terjadi karena wanprestasi, atau perbuatan melanggar hukum onrechtmatige daad. Sanksi ini
berupa penggantian biaya, ganti rugi dan bunga merupakan akibat yang akan diterima Notaris dari gugatan para penghadap apabila akta
yang bersangkutan hanya mempunyai pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau akta batal demi hukum.Suatu akta yang
dinyatakan batal demi hukum, maka akta tersebut dianggap tidak pernah ada atau tidak pernah dibuat sesuatu yang tidak pernah dibuat
tidak dapat dijadikan dasar suatu tuntutan dalam bentuk penggantian biaya, ganti rugi dan bunga.
 Dengan demikian, seharusnya suatu akta Notaris yang batal demi hukum
berakibat kembalinya kepada keadaan semula awal sebelum terjadinya pembuatan
akta. Sehingga uang sewa sebesar Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah) yang telah dibayarkan oleh FIT kepada ER dan SH ditambah
dengan biaya perbaikan bangunan di atas tanah sewa yang telah dikeluarkan FIT dan setelahnya dikurangi oleh biaya penyusutan
bangunan dan tanah yang semula menjadi obyek sewa seharusnya dikembalikan kepada FIT dikarenakan perjanjian sewa-menyewa
dianggap telah batal demi hukum. Tetapi baik pada putusan pengadilan negeri Blora, tingkat banding padaputusan Pengadilan Tinggi
Jawa Tengah hingga di tingkat kasasi pada putusanMahkamah Agung tidak membahas mengenai hal ini. Sangat tidak adil bagi FIT yang
tidak mendapat pengembalian uang tersebut sementara bangunan dan tanah yang semula objek perjanjian sewa menyewa ini
dikembalikan sepenuhnya kepada OC sebagai pemegang sertifikat hak milik yang sah. Kelompok kami sangat menyayangkan hal ini tidak
termasuk dalam pertimbangan hukum para hakim di tingkat putusan pengadilan
negeri Blora, tingkat banding pada putusan Pengadilan Tinggi Jawa Tengah hingga di tingkat kasasi pada putusan Mahkamah Agung. OC
dapat menuntut penggantianbiaya, ganti rugi atau bunga terhadap Notaris EM tetapi harus dengan mendasarkanpada suatu hubungan
hukum antara Notaris dengan para pihak yang menghadapNotaris yaitu ER, SH dan FIT. Apabila OC sebagai pihak yang merasa dirugikan
sebagai akibat langsung dari suatu akta notaries berupa akta perjanjian sewa menyewa nomor 26 ini, maka OC berhak dapat menuntut
secara perdata terhadap Notaris EM.
PERAN MAJELIS PENGAWAS DAERAH TERHADAP TERHADAP NOTARIS YANG LALAI DALAM MEMBUAT AKTA
SEWA MENYEWA

 Salah satu dasar hukum yang mengatur tentang pengawasan terhadap notaris dalam menjalankan tugas dan
jabatannya adalah pasal 1 butir 6 undang-undang jabatan notaris, menyatakan bahwa majelis pengawas adalah
suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan
terhadap notaris berdasarkan pasal tersebut diatas, maka yang melakukan tugas pengawasan terhadap notaris
setelah berlakunya undang-undang jabatan notaris adalah tugas dari mejelis pengawas.
 Menurut pasal 67 UUJN yang menjadi pengawas untuk mengawasi segala tugas dan jabatan notaris diatur dalam
menteri sebagai implementasi dari ketentuan pasal 67 undang-undang nomor 30 tahun 2004 tentang jabatan
notaris, maka ditindak lanjuti dengan peraturan menteri hukum dan hak asasi manusia RI nomor M.02.PR.08.10
Tahun 2004 tentang tata cara pengangkatan anggota, pemberhentian anggota, susunan organisasi, tata kerja dan
tata cara pemeriksaan mejelis pengawas notaris. Sedangkan dalam pasal 1 butir 5 peraturan menteri tersebut
diatas, pengertian pengawasan adalah kegiatan yang bersifat preventif dan kuratif termasuk kegiatan pembinaan
yang dilakukan oleh majelis pengawas terhadap notaris.
 Sebelum berlakunya UUJN, Pengawasan, pemeriksaan dan penjatuhan sanksi terhadap notaris dilakukan oleh badan
peradilan yang ada pada waktu itu, sebagaimana pernah diatur dalam pasal 140 Reglement op de rechtelijke
organisatie en het der justitie (stbl. 1847 No. 23), pasal 96 Reglement buitengewesten, pasal 3 Ordonantie
buitengerechtelijke verrichtingen –lembaran Negara 1946 nomor 135, dan pasal 50 PJN, kemudian pengawasan
terhadap notaris dilakukan peradilan umum dan mahkamah agung sebagaimana tersebut dalam pasal 32 dan 54
undangundang nomor 13 tahun 1965 tentang pengadilan dalam lingkungan peradilan umum dan mahkamah
agung. Kemudian dibuat pula surat edaran mahkamah agung republic Indonesia nomor 2 tahun 1984 tentang tata
cara pengawasan terhadap notaris, keputusan bersama ketua mahkamah agung dan menteri kehakiman nomor
KMA/006/SKB/VII/1987 tentang tatacara pengawasan, penindakan dan pembelaan diri notaris, dan terakhir dalam
pasal 54 undang-undang nomor 8 tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-undang no 14 tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung. Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 2004 Mengenai Pengalihan Organisasi, Administrasi, Dan
Financial Di Lingkungan Peradilan Umum Dan Peradilan Tata Usaha Negara, Dan Peradilan Agama Kemahkamah
Agung
 Mekanisme pengawasan yang dilakukan secara terus menerus terhadap Notaris di dalam
menjalankan tugas dan jabatannya dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris
(selanjutnya disebut UUJN), dan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor
M.02.PR.08.10 Tahun 2004 Tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota,
Susunan Organisasi, Tata Kerja, dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas. Dalam ketentuan
UUJN, terdapat banyak perubahan mengenai Kewenangan Majelis Pengawas Daerah dalam
melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap Notaris.
 Tugas Majelis Pengawas Daerah Notaris adalah melakukan pengawasan terhadap Notaris
sebagaimana dimaksud dalam UUJN serta Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota,
Pemberhetian Anggota, Susunan Organisasi, Tata Kerja dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas
Notaris dan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.39-
PW.07.10 Tahun 2004 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Majelis Pengawas Notaris. Masa
Jabatan Anggota Majelis Pengawas Daerah adalah 3 (tiga) tahun terhitung sejak pengangkatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (4) UUJN.
 Majelis Pengawas Notaris beranggotakan 9 (sembilan) orang terdiri atas 1 (satu) orang Ketua
merangkap anggota, 1 (satu) orang Wakil Ketua merangkap anggota dan 7 (tujuh) orang anggota
dimana Ketua dan Wakil Ketua dipilih dari dan oleh anggota yang dilakukan secara musyawarah atau
pemungutan suara yang kemudian diatur bahwa Majelis Pengawas Notaris dibantu oleh 1 (satu)
orang sekretaris atau lebih yang ditunjuk dalam rapat Majelis Pengawas Notaris, hal ini ditegaskan
dalam Permen Hukum dan HAM Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004 Pasal 11 Juncto Pasal 12.
 Berdasarkan Teori kewenangan Menurut Hane van Maarseveen L, bahwa "wewenang terdiri dari tiga komponen yaitu, komponen
pengaruh, komponen dasar hukum, komponen konfinitas hukum.” Komponen pengaruh berarti bahwa penggunaan wewenang dimaksud
untuk mengendalikan perilaku subjek hukum. Komponen dasar hukum berarti bahwa wewenang ini selalu harus dapat ditunjuk dasar
hukumnya. Komponen konfornitas hukum mengandung makna adanya standar wewenang, baik standar umum (semua jenis wewenang)
maupun standar khusus (untuk jenis wewenang tertentu)”, Philipus M. Hadjon menyim-pulkan adanya dua jenis kekuasaan bebas atau
kekuasan diskresi, yakni wewenang untuk memutuskan secara mandiri dan wewenang interpretasi terhadap norma yang kabur. Dalam
hal ini Majelis Pengawas Daerah(MPD) diberikan kewenangan bersifatatributif yang terdapat pada pasal 70 UU NO.40 th 2004 tentang
jabatan notaris, dengan adanya kewenangan tersebut maka MPD melakukan tindakan pengawasan dan pembinaan berdasarkan koridor
yang telah ditetapkan, untuk mencegah perbuatan kesewenang-wenangan dalam pelaksanaan tugasnya dan jabatannya sebagai Majelis
Pengawas Daerah. Mengenai pasal 70 UUJN berbunyi sebagai berikut:
 Majelis Pengawas Daerah Berwenang:
 a. menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan jabatan
Notaris;
 b. melakukan pemeriksaan terhadap Protokol Notaris secara berkala 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun atau setiap waktu yang dianggap
perlu;
 c. memberikan izin cuti untuk waktu sampai dengan 6 (enam) bulan;
 d. menetapkan Notaris Pengganti dengan memperhatikan usul Notaris yang bersangkutan;
 e. menentukan tempat penyimpanan Protokol Notaris yang pada saat serah terima Protokol Notaris telah berumur 25 (dua puluh lima)
tahun atau lebih;
 f. menunjuk Notaris yang akan bertindak sebagai pemegang sementara Protokol Notaris yang diangkat sebagai pejabat negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4);
 g. menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran ketentuan dalam
Undang-Undang ini; dan
 h. membuat dan menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g
kepada Majelis Pengawas Wilayah

 Dalam kewenangan atributif pelaksanaannya dilakukan sendiri oleh pejabat atau badan tersebut dan tertera dalam peraturan dasarnya.
Terhadap kewe-nangan atribut mengenai tanggung jawab dan tanggung gugatnya berada pada pejabat ataupun badan sebagaimana
tertera dalam peraturan dasarnya.
 Pengawasan yang dilakukan Majelis Pengawas tidak hanya pelasanaan tugas jabatan notaris agar sesuai dengan ketentuan UUJN, tetapi
juga Kode Etik Notaris dan sikap dan prilaku kehidupan Notaris yang dapat mencederai keluhuran martabat Notaris. Pasal 67 ayat 5
UUJN menunjukkan bahwa ruang lingkup pengawasan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas sangatlah luas.
 Pasal 69 menerangkan bahwa MPD dibentuk merupakan tolak ukur dalam pengawasan notaris di tingkat bawah. Dalam ketentuan Pasal
66 UUJN ini adalah mutlak kewenangan Majelis Pengawas Daerah yang tidak dimiliki oleh Majelis Pengawas Wilayah maupun Majelis
Pengawas Pusat. Ketentuan tersebut berlaku hanya dalam perkara pidana, karena dalam pasal tersebut berkaitan dengan tugas penyidik
dan penuntut umum dalam ruang lingkup perkara pidana. Jika seorang notaris digugat perkara perdata maka izin dari MPD diperlukan,
karena hak setiap orang untuk mengajukan gugatan jika ada hak-haknya terlarang oleh suatu akta notaris.
 Terkait permasalahan notaris EM dalam pembuatan akta sewa menyewa dengan nomor akta 26 tanggal 24 Agustus 2016 antara ER dan
SH dengan FIT dengan objek sewa menyewa yang merupakan objek sengketa antara OC dengan ER dan SH dengan dasar sertifikat hak
milik lama atas objek sengketa tersebut yang masih atas nama ER dan SH selaku tergugat I dan tergugat II padahal sertifikat hak milik
objek sengketa tersebut telah beralih menjadi nama OC selaku penggugat sejak tanggal 12 April 2016 yang lalu. perjanjian sewa
menyewa tersebut dibuat tanpa sepengetahuan OC dan tanpa melibatkan OC selaku pemilik tanah.
 Kemudian Notaris EM dalam menjalankan tugasnya untuk membuat akta autentik, EM tidak menggunakan dokumen SHM yang asli
sebagai dasar hak bagi ER dan SH dalam membuat perjanjian sewa dengan FIT, melainkan hanya berupa fotocopyan dokumen SHM yang
lama tanpa melakukan pengecekan atas keasliannya.
 Wewenang MPD (Majelis Pengawas Daerah) yang bersifat administratif yang memerlukan keputusan rapat MPD diatur dalam Pasal 14
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.02.PR.08.10 Tahun 2004. Berdasarkan pasal 70 huruf g
UU NO.40 th 2004 tentang jabatan notaris, terkait menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran ketentuan
dalam Undang-Undang berupa Notaris EM yang membuat akta sewa menyewa antara FIT dengan ER dan SH FIT dengan objek sewa
menyewa yang merupakan objek sengketa antara OC dengan ER dan SH dengan dasar sertifikat hak milik lama atas objek sengketa
tersebut yang masih atas nama ER dan SH selaku tergugat I dan tergugat II padahal sertifikat hak milik objek sengketa tersebut telah
beralih menjadi nama OC selaku penggugat sejak tanggal 12 April 2016 yang lalu, maka MPD berwenang menyelenggarakan sidang
tertutup untuk umum, MPD akan memeriksa dan mendengar keterangan pelapor, tanggapan terlapor, memeriksa bukti yang diajukan
pelapor dan terlapor, kemudian hasil pemeriksaan dituangkan dalam Berita Acara dan wajib diberikan kepada Majelis Pengawas Wilayah
dalam 30 (tiga puluh) hari dengan tembusan kepada notaris yang bersangkutan, Pengurus Daerah Ikatan Notaris Indonesia dan Majelis
Pengawas Pusat. Lalu berdasarkan pasal 17 ayat (2) jo. 73 UUJN majelis pengawas wilayah dapat memberikan sanksi berupa teguran
lisan atau tertulis, bila dirasa tidak cukup dapat mengusulkan sanksi pemberhentian sementara kepada majelis pengawas pusat (MPP) ,
bila sanksi berupa pemberhentian sementara yang diberikan majelis pengawas pusat dirasa masih saja kurang, maka majelis pengawas
pusat (MPP) dapat mengusulkan kepada Kementerian Hukum dan Ham agar memberikan sanksi berupa pemberhentian tidak hormat
kepada notaris yang bersangkutan. Pada dasarnya pengangkatandan pemberhentian Notaris dari jabatannya sesuaidengan aturan
hukum yang mengangkat dan yangmemberhentikan harus instansi yang sama, yaituMenteri.
 Dalam penjatuhan sanksi terhadap notaris, jika berupa sanksi perdata, MPD tidak berwenang memberikan penilaian pembuktian
terhadap fakta-fakta hukum dan juga tanpa kewenangan untuk menjatuhkan sanksi, karena MPD tidak dapat melakukan penilaian
berdasarkan pasal 84 UUJN, namun harus Berdasarka Putusan Pengadilan Negeri, dan dalam hal ini pengadilan negeri Blora yang
berwenang, dan telah memutus dengan Nomor 08/Pdt.g/2017/PN Bla. Notaris dianggap bersalah dan menjadikan akta yang
dibuat tidak sah menurut hukum, tidak mengikat secara hukum, tidak mempunyai akibat hukum, dan perjanjian sewa menyewaa
dianggap tidak pernah ada dan bertdasarkan putusan pengadilan tersebut Notaris dapat dituntut biaya, ganti rugi dan bunga.
 Habib Adjie. 2011. Majelis Pengawas Notaris SebagaiPejabat Tata Usaha Negara. Bandung: Refika Aditama,Hlm. 25
KESIMPULAN
 Terhadap tindakan pelanggaran oleh seorang notaris dalam hal pembuatan
akta autentik yang menyebabkan akta tersebut hanyan mempuntai
kekuatan akta dibawah tangan atau akta menjadi batal demi hukum, maka
pihak yang merasa dirugikan dapat menuntut ganti rugi terhadap notaris.
 Penjatuhan sanksi terhadap notaris jika berupa sanksi perdata, MPD tidak
berwenang memberikan penilaian pembuktian terhadap fakta-fakta hukum
dan juga tanpa kewenangan untuk menjatuhkan sanksi, karena MPD tidak
dapat melakukan penlaian berdasarkan Pasal 84 UUJN, namun harus
berdasarkan putusan Pengadilan Negeri dalam hal ini pengadilan negeri
Blora yang berwenang dan telah memutus dengan Nomor
08/Pdt.g/2017/PN Bla. Notaris dianggap bersalah dan menjadikan akta
yang dibuat tidak sah menurut hukum, tidak mengikat secara hukum, tidak
mempunyai akibat hukum, dan perjanjian sewa menyewa dianggap tidak
pernah ada dan berdasarkan putusan pengadilan tersebut Notaris dapat
dituntut biaya, ganti rugi.
SARAN
 Notaris sebagai pejabat umum dalam menjalankan jabatannya harus
bertindak amanah, jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak dan
menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum hal
ini sejalan dengan ketentuan Pasal 16 ayat 1 point a UUJN kemudian
lebih berhati-hati dalama melakukan pelayanana terhadap kehendak
para pihak yang menghendaki adanya akta autentik yang dibuat
dihadapan Notaris sesuai dengan UUJN. Terlebih lagi harus memberi
nasihat / penyuluhan hukum kepada para pihak untuk menghindari
pengingkaran yang dilakukan oleh para pihak yang merasa dirugikan
baik sengaja maupun tidak sengaja

 Kepada para pihak yang menghadap Notaris untuk membuat akta


autentik hendaknya memenuhi syarat – syarat formil dan dengan
memberikan keterangan dengan sebenar – benarnya agar tidak
terjadi sengketa atas akta yang dikehendaki oleh para pihak sendiri
pada kemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
 Buku
 Ending Purwaningsih, Pelanggaran Hukum Oleh Notariat Diwilah Provinsi Banten Dan Penegakan Hukumnya, Hasil
Penelitian Fakultas Hukum Universitas Yarsi, Jakrta, 2014.

 Habib Adjie, Hukum Notariat Di Indonesia-Tafsiran Tematik Terhadap Uu No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris,
Bandung. Refika Aditama, 2008.
 ------------, Kebatan Dan Pembatalan Akta Notaris, Pt. Refika Aditama. 2011.
 Tan Thong Kie, Study Notariat & Serba-Serbi Praktek Notaris, Ichtisar Baru Van Hoeve, Jakrta, 2007.
 G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris. Jakarta. Erlangga. 1999.

 Jurnal
 Anna Sari Dewi, FungsiDanKedudukanMajelis Pengawasa DaerahNotarisSetelah BerlakunyaUndang-
UndangNo2Tahun 2014 Tentang Perubahan Undang-Undang Jabatan Notaris No 30 Tahun 2004, Jurnal Repertorium,
Issn:2355-2646, Volume Ii No. 2 Juli - Desember 2015.
 Sulistiyono. 2009. “Pelaksanaan Sanksi Pelaggaran Kode Etik Profesi Notaris Oleh Dewan Kehormatan Ikatan Notaris
Di Indonesia Di Kabupaten Tangerang”. Vol.1 No.1, 2009. Jurnal Studi Kenotariatan.
 N . G . Yu D A R A . 2 0 0 6 . “N O T A R I S D A N Permasalahannya(Pokok-Pokok Pemikiran Di Seputar Kedudukan
Dan Fungsi Notaris Serta Akta Notaris Menurut Sistem Hukum Indonesia)”, Majalah Renvoi Nomor 10.34 Iii, Edisi 3
Maret 2006.
 Tesis
 Erna Ristiani , Peranan Dan Fungsi Majelis Pengawas Wilayah Terhadap Pelaksanaan Tugas Jabatan Notaris, Tesis,
Program Studi Magister Kenotariatan Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang 2010.

Anda mungkin juga menyukai