0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
251 tayangan22 halaman
Teks ini membahas sejarah dan metode penetapan koefisien dalam Analisa Harga Satuan Pekerjaan (AHSP) di Indonesia. AHSP pertama kali dikeluarkan pada tahun 1921 oleh pemerintah Hindia Belanda dan kemudian disempurnakan. Teks ini menjelaskan bagaimana para ahli menentukan koefisien untuk semen, pasir, dan kerikil berdasarkan komposisi butiran dan udara dalam bahan tersebut. Koefisien ini digunakan untuk men
Teks ini membahas sejarah dan metode penetapan koefisien dalam Analisa Harga Satuan Pekerjaan (AHSP) di Indonesia. AHSP pertama kali dikeluarkan pada tahun 1921 oleh pemerintah Hindia Belanda dan kemudian disempurnakan. Teks ini menjelaskan bagaimana para ahli menentukan koefisien untuk semen, pasir, dan kerikil berdasarkan komposisi butiran dan udara dalam bahan tersebut. Koefisien ini digunakan untuk men
Teks ini membahas sejarah dan metode penetapan koefisien dalam Analisa Harga Satuan Pekerjaan (AHSP) di Indonesia. AHSP pertama kali dikeluarkan pada tahun 1921 oleh pemerintah Hindia Belanda dan kemudian disempurnakan. Teks ini menjelaskan bagaimana para ahli menentukan koefisien untuk semen, pasir, dan kerikil berdasarkan komposisi butiran dan udara dalam bahan tersebut. Koefisien ini digunakan untuk men
Discussion (FGD) untuk penyusunan Satuan Pekerjaan
BATU, 2 Desember 2019
Analisa Harga Satuan Pekerjaan pertama kali dikeluarkan oleh Pemerintah Hindia Belanda No. 5372 A pada tanggal 28 Februari 1921, yang kemudian disesuaikan dengan kemajuan konstruksi sehingga kini menjadi Analisa SNI. Analisa tersebut lebih dikenal dengan Analisa BOW (Burgerlijke Openbaare Werken) Burgerlijke =Dinas/Pemerintah Openbare = Umum Werken = Pekerjaan alias Dinas Pekerjaan Umum Analisa Harga Satuan pada jaman Belanda didahului dengan perhitungan material yang diperlukan, kemudian upah kerja dan ditambahkan biaya sewa peralatan yang pada waktu itu jumlah dan macam perlatannya masih sangat terbatas.
Penentuan koefisien dilakukan dengan
penelitian sederhana namun bisa mencukupi kebutuhan di lapangan. Pada Analisa BOW no G-41
Kebutuhan material untuk membuat 1 m3
beton adalah: 340 kg Semen Portland 0,544 m3 Pasir cor 0,817 m3 Kerikil Dari mana koefisien tersebut ? Para ahli analisa BOW membuat penelitian tentang semen sebagai berikut:
apabila kita memiliki semen normal 1 liter
(1dm3) , dan ditimbang maka beratnya adalah 1,25 kg. Jadi berat isinya adalah = 1,25 kg/liter
Setiap 1 liter semen yang masih terurai secara
normal terdiri dari butiran sebesar 0,51 liter (51%) dan udara 0,49 liter (49%) KANDUNGAN BUTIRAN PADAT DAN UDARA PADA SEMEN menurut “ANALISA BOW “
Udara 49% Butiran 51%
Akan tetapi semen memerlukan air sebanyak 25% untuk
berubah menjadi padat, sehingga nantinya membentuk batu (mengeras) dan jika dicampur pasir dan kerikil akan menjadi beton yang memiliki kekuatan tekan tinggi Campuran butiran semen 51% ditambah air 25 % akan menjadi batu semen sebanyak 76% menguap
100 100
Sisa air yang tak
terserap semen UDARA 76 49% 76% 51 larutan 50 air dan Semen semen padat mengendap kemudian 51% membatu 0 0 1. Semen, bahan padat 51% + Air 25 % = 76%, atau koefisien = 0,760
2. Pasir ( Ø 0- 4 mm) , bahan padat
60% + Air 7% = 67,5% atau koefisien 0,675
3. Kerikil (Ø >4 – 32 mm) , bahan padat
52% tidak memerlukan air , koefisien 0,520 1 m3 semen menjadi > 1 m3 x 0,760 = 0,760 m3
2 m3 pasir menjadi > 2 m3 x 0,675 = 1,350 m3
3 m3 kerikil menjadi > 3 m3 x 0,520 = 1,560 m3 +
Jumlah beton = 3,670 m3
Ternyata 1 m3 semen + 2 m3 pasir + 3 m3 kerikil bukan
menjadi 6 m3, tetapi hanya 3,67 m3 karena celah- celah antara kerikil dengan kerikil diisi pasir dan celah-celah pasir diisi pasta semen Berapa air yang diperlukan ? Sebenarnya air yang benar-benar ikut bereaksi (kebutuhan minimal) untuk menjadikan beton hanya sebanyak : - Dari kebutuhan PC = 0,25 x 272 liter = 68 liter - Dari kebutuhan pasir = 0,075 x 544 liter = 40,8 liter + Jumlah minimal = 108,8 liter
Dalam pelaksanaan sangat sulit membuat campuran dengan kadar air
semen sebanyak itu, untuk itu perlu ditambah, tetapi jumlah air juga tidak boleh terlalu banyak, dibatasi oleh faktor air semen (f.a.s), kira-kira antara 0,40 - 0,60. Beton yang terlalu encer akan rendah mutunya, namun terlalu kental juga berakibat kropos karena sulit dipadatkan. Apakah faktor air semen itu ??? f.a.s adalah perbandingan berat air dengan berat semen yang disarankan untuk membuat campuran beton. Misal ditentukan f.a.s = 0,55 maka pada campuran 1 PC : 2 Ps : 3 Kr adalah : Kebutuhan PC per m3 = 340 kg Maka kebutuhan air = f.a.s x kebutuhan PC = 0,55 x 340 kg = 187 kg Karena berat isi air = 1 kg/liter, maka air yang diperlukan = 187 liter.
Kita ketahui bahwa keperluan air sesungguhnya untuk campuran beton
adalah sebesar 108,8 liter, jadi air selebihnya sebanyak : 187 liter - 108,8 liter = 78,2 liter. Hanyalah sebagai pengencer saja, yang akan diuapkan lagi setelah beton dicor, atau dalam istilah kimia air sisa tersebut dinamakan katalisator/pembantu. Berapa banyaknya material yang diperlukan dalam 1 kali pencampuran pada molen ??? Tergantung kapasitas molen !!! Baca/pelajari dahulu kapasitasnya. Kalau tidak ada data, maka buatlah campuran eksperimen 1 : 2 : 3 takarlah dengan teliti. Setelah dimasukkan campurannya dan ditambah air secukupnya (dengan feeling/perkiraan), maka tuanglah seluruh beton yang sudah jadi dan takarlah . Misal dari hasil takaran mendapatkan volume 120 liter (0,12 m3), maka setiap kali pencampuran diperlukan material sebanyak :
PC = 0,12 x 340 kg = 40,8 kg
atau setara dengan 1 sak PC isi 40 kg Pasir = 0,12 x 544 liter = 65,28 liter atau setara dengan 2 kotak takaran isi 32 liter
Kerikil = 0,12 x 817 liter = 98,04 liter
atau setara dengan 3 kotak takaran isi 32 liter
Air = 0,12 x 187 liter = 22,44 liter
atau setara dengan 4,5 ember isi 5 liter Agar bisa menjaga perbandingan campuran dengan baik,maka harus dibuatkan kotak takaran yang kuat dari kayu, misalkan menggunakan basis volume 1 sak isi 40 kg, sebagai berikut :
1 Sak PC isi 40 kg volumenya = 40/1,25 = 32 liter
Maka ukuran kotak takaran adalah sebagai berikut :
Panjang = 50 cm = 5 dm Lebar = 40 cm = 4 dm Tinggi = 16 cm = 1,6 dm
Volume = Panjang x Lebar x Tinggi = 5 dm x 4 dm x 1,6 dm
= 32 dm3 = 32 liter Dari analisa mix design akan dihasilkan perbandingan campuran. Contoh : Untuk membuat beton K-175 didaerah A, setelah menganalisa pasir dan kerikil yang akan digunakan meliputi gradasi butirannya, berat isinya, kekerasannya, maka dihasilkan campuran 1 PC : 2,5 Ps : 3,5 Kr
Kondisi ini barang kali untuk daerah B berbeda, karena mutu
agregatnya lebih rendah, berat isinya lebih ringan, tingkat kekerasannya lebih lunak atau gradasinya berbeda dengan daerah A, maka untuk membuat beton dengan K-175 pada Daerah B barangkali diperlukan campuran 1 PC : 2,5 Ps : 3 Kr. Angka - angka yang dikeluarkan pada hasil mix design sangat berbeda antara satu dan lainnya. Daftar G : Banyaknya bahan yang diperlukan untuk membuat 1 m3 Beton Perbandingan campuran 1 PC 1 PC 1 PC 1 PC 1 PC No Keperluan bahan 1 ½ Ps 2 Ps 2 Ps 1 ½ Ps 3 Ps 2 ½ Kr 3 Kr 4 Kr 5 Kr 6 Kr 1 PC = Kg 415 340 298.5 250 212