Anda di halaman 1dari 42

ANTIHISTAMIN

Preseptor: Rasmia Rowawi, dr., SpKK(K)


Pendahuluan

 Histamin: senyawa normal yang ada dalam jaringan tubuh yaitu


pada jaringan sel mast dan peredaran basofil
 Merupakan produk dekarboksilasi dari asam amino histidin.
 Histamin keluar bila ada rangsangan senyawa alergen
Penyebab Pelepasan Histamin

 Rusaknya sel
 Senyawa kimia
 Reaksi hipersensitivitas
 Sebab lain: mekanik, termal, radiasi yang cukup
PENDAHULUAN

 Alergen masuk  TH-2 limfosit mengeluarkan IL-4  merangsang B-sel


menghasilkan antibodi IgE
 Alergen menyerang kedua kali  IgE berikatan dengan alergen dan
dibawa menuju sel mast  sel mast kompleks IgE-alergen akan terikat
pada reseptor Fcε (Epsilon-C reseptor)  aktivasi fosfolipase  mengubah
phosphatidylinositol 4,5-bisphosphate (PIP2) menjadi inositol 1,4,5-
triphosphate (IP3)  mobilisasi Ca2+  kontraksi  degranulasi sel mast
sehingga histamin akan terlepas dan berikatan pada reseptornya
JENIS-JENIS
Jenis
RESEPTOR
Distribusi
HISTAMIN
Antagonis selektif
reseptor parsial

H1 neuron, smooth muscle, Mepyramine,


endothelial, epithelium, Triprolidine, Cetirizine
otak
H2 mukosa gaster, otot Cimetidine,
jantung, mast cell, Ranitidine, tiotidine
endothelium, epithelium,
otak
H3 histaminergic neuron Thioperamide,
iodophenpropit,
clobenpropit
H4 bonemarrow dan sel-sel Thioperamide
hematopoietic periferal
ANTIHISTAMIN
 Antihistamin : obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan kerja histamin dalam tubuh
melalui mekanisme penghambatan bersaing pada reseptor H-1, H-2, dan H-3.
 penghambatan bersaing pada reseptor
 mengusir histamin secara kompetitif dari reseptornya sehingga mampu meniadakan efek
histamin
 TIDAK menetralkan atau mengubah efek histamin yang sudah terjadi
 TIDAK dapat mencegah produksi histamin
pengobatan
Antagonist H-1 gejala-gejala
akibat reaksi alergi.

mengurangi sekresi
antihistamin Antagonist H-2
asam lambung

masih dalam
Antagonist H-3
penelitian
Anti Histamin

H2-
H1- antagonis
antagonis
Simetidi
(klasik/seda (non- n,Ranitid
tif) sedatif) ine,Fam
1st 2nd 3rd otidine,
Generatio generation generation Nizatidin
n e
Levosetirisi
Akrivastin, n,
Alkilamin,Etanola
Astemisol, Desloratadi
mine,Etilendiamin,
Setirisin, n,
Fenotiazin,
loratadin, Feksofena
Piperidin,piperazin
Mizolastin, din
Terfenadin,
Ebastine
Antihistamin H1

 Antagonis H-1 menghambat efek histamin dengan cara reversibel mengikat dan
menstabilkan reseptor H1 sehingga tetap dalam keadaan inaktif
 Efeknya adalah menurunkan produksi sitokin proinflamasi, menurunkan ekspresi CAM,
menurunkan pelepasan mediator dari sel mast dan basofil, dan menurunkan kemotaksis dari
eosinofil dan sel-sel lainnya
 Efek dari H1 antihistamine akan lebih efektif jika diberikan sebelum terjadinya pelepasan
histamin
Antagonis Reseptor H-1

 Antagonis H-1 dibagi menjadi klasik/sedatif dan non sedatif


 H-1 generasi pertama mempunyai efek sedatif yang relatif
kuat
 Antagonis H-1 generasi kedua dan ketiga pada umumnya
non sedatif karena lebih banyak dan lebih kuat terikat
dengan protein plasma sehingga tidak dapat
menembus blood brain barrier
H1 Antihistamin - Dosis
Farmakologi Tipe H1
 Antihistamin tipe H1 adalah inhibitor yang kompetitif dan reversibel terhadap histamin pada
reseptor jaringan  sehingga mencegah histamin berikatan serta mengaktivasi reseptornya
dan tidak mudah diganti oleh histamin
 AH1 dilepaskan secara perlahan sehingga masa kerjanya lebih lama
 Antihistamin H1 non sedatif kurang bersifat lipofilik sehingga sangat sedikit menembus sawar
darah otak dan lebih mengikat reseptor H1 di perifer secara lebih spesifik
 Walaupun golongan ini sering dikatakan nonsedasi, obat-obat ini tetap
dapat menyebabkan efek sedasi

 Ada obar yangg memiliki efek anti inflamasi seperti hambatan aktivasi
eosinofil, neutrofil, limfosit dan kemotaksis dengan jalan menghambat:
 Adhesi leukosit ke endotel
 Efek kemotaksis sehingga terjadi migrasi melalui jaringan ke tempat
radang
 Aktivasi sel radang/ pelepasan mediator
 Ekspresi adhesi molekul oleh endotel/sel target
3. Farmakodinamik & Farmakokinetik

SEDATIF NON-SEDATIVE
• PO  diabsorbsi dengan baik di • diabsorbsi dari saluran cerna
saluran cerna • puncak konsetrasi plasma dalam 2
• Efeknya diamati setelah dalam jam.
waktu 30 menit • menghilangkan urtikaria dan reaksi
• konsentrasi puncak dalam 1-2 jam eritema sekitar 1-24 jam.
dan bertahan selama 4-6 jam • Terfenadin, astemisol, loratadin,
• dimetabolisme oleh hepatic aktivastin, mizolastin, ebastin dan
cytochrom P450 (CYP) enzim sistem oksatomid dimetabolisme di hepar
CYP3S4, yang dikonjugasikan melalui sistem enzim CYP dalam
menjadi bentuk glucoronida hepar CYP3A4.
• ekskresikan ke urin setelah 24 jam • Setirisin, feksofenadin, dan
pemberian. desloratadin tidak dimetabolisme
dalam hepar.
• Astemisol efek jangka panjang
dibandingkan yang lain.
• Waktu paruh eliminasi setirisin dan
feksofenadin pada anak-anak sama
dengan dewasa yaitu 7-8 jam
H1 Antihistamin – indikasi

 Acute urticaria
 Chronic Idiopathic Urticaria
 Atopic Dermatitis
 Pruritus yang berasosiasi dengan kondisi lain
 Systemic mastocytosis
H1 Antihistamin – efek samping
 Sedasi (terutama gen-1)
 Gangguan CNS
 Pusing
 Pandangan kabur
 Gangguan pendengaran
 Keluhan Gastrointestinal
 Mual dan muntah
 Diare dan konstipasi
 Anoreksia
 Efek anticholinergic
 Membran mukus kering
 Retensi urin
 Postural hypotension
 Aritmia
 Hipersensitivita
H1 Antihistamin – Resiko dan kontraindikasi

 Resiko
 Sejarah aritmia jantung
 Kehamilan Trimester pertama
 Hipertrofi prostat

 Kontraindikasi
 Narrow-angle glaucoma
Interaksi

SEDATIF NON-SEDATIVE

• Efek depresi SSP akan semakin • Terfenadin bersamaan dengan


meningkat apabila antihistamin tipe ketokonazol dan itrakonazol, antibiotik
makrolid, seperti eritromisin dan
H1 diminum bersamaan dengan klaritromisin Perpanjangan interval
alkohol atau obat lain yang bersifat QT
depresif terhadap SSP seperti • Obat-obatan lain yang dapat
diazepam berpengaruh pada peningkatan
kadar antihistamin serum dan yang
memiliki risiko kardiovaskular adalah
(HIV-1) protease inhibitors, Selective
Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI)
antidepresant, seperti quinin, zileuton.
Antihistamin yang Aman Digunakan
 Wanita hamil dan menyusui: golongan klorfeniramin maleat, meskipun AH non sedatif sangat
sedikit menembus plasenta, namun penggunaannya sebaiknya dihindari karena masih
kurangnya penelitian AH non sedatif pada wanita hamil dan menyusui.
 Anak-anak: Bromfeniramin maleat, klorfeniramin maleat, difenhidramin HCL, loratadin,
desloratadin, feksofenadin, setirisin.
ANTIHISTAMIN
KLASIK/SEDATIF
ANTIHISTAMIN KLASIK/SEDATIF

 Antagonis H-1 generasi pertama Antihistamin H1 generasi I


mempunyai efek sedatif yang relatif kuat, (klasik/sedatif)
karena agen generasi pertama lebih
mempunyai sifat menghambat reseptor  Akrivastin
autonom.
 Alkilamin (propilamin)
 Etanolamin (Aminoalkil eter)
 Etilendiamin

 Fenotiazin

 Piperazin
ANTIHISTAMIN KLASIK/SEDATIF

Klasifikasi:

 Alkilamin (propilamin) : bromfeniramin maleat, klorfeniramin maleat dan


tanat,
 Etanolamin (Aminoalkil eter) : karbioksamin maleat, difenhidramin sitrat
dan hidroklorida,
 Etilendiamin : mepiramin maleat, pirilamin maleat, tripenelamin sitrat dan
hidroklorida, antazolin fosfat.
 Fenotiazin : dimetotiazin mesilat, mekuitazin
 Piperidin : azatidin maleat, siproheptadin hidroklorida, difenilpralin
hidroklorida, fenindamin tartrat
 Piperazin : hidroksizin hidroklorida dan pamoat (Fitzpatrick)
FARMAKOLOGI

Mekanisme kerja
 Antihistamin tipe H1 bekerja sebagai inhibitor kompetitif terhadap histamin pada reseptor
jaringan mencegah histamin berikatan pada reseptornya serta mencegah aktivasi dari
reseptor tersebut.
 Ikatan antara AH dan reseptornya bersifat reversibel dan dapat digantikan oleh histamin
dalam kadar yang tinggi.
 Antihistamin klasik juga memiliki aktivitas anti kolinergik, efek anastesi lokal, anti emetic,
dan anti mabuk perjalanan.
 Beberapa AH-1 mempunyai kemampuan untuk menghambat reseptor alfa-adrenergik
atau reseptor muskarinik kolinergik, sedangkan obat lainnya seperti siproheptadin
mempunyai efek anti serotonin.
FARMAKOLOGI

 Farmakokinetik :
 A : per oral
 Kadar puncak (serum) : 1-2 jam
 DOA : 4-6 jam
 M : sitokrom P-450 (hepar)
 E : Ginjal (urine)
 Farmakodinamik :
 ↓kerja otot polos, ↓permeabilitas kapiler, ↓edema dan gatal pada reaksi
alergi, ↓sekresi kel.eksokrin
FARMAKOLOGI

Kegunaan klinis
 Antihistamin tipe H1 klasik digunakan untuk menghilangkan pruritus, pengobatan urtikaria
akut, urtikaria kronis, angioedema dan reaksi alergi kulit lainnya termasuk reaksi obat.

Kontraindikasi
pada bayi baru lahir atau bayi premature, kehamilan, ibu menyusui, glaucoma sudut
sempit, retensi urin, dan asma
FARMAKOLOGI
Efek samping
Sifat lipofilik  dapat melewati sawar darah otak, plasenta dan air susu ibu, karena itu dapat
memberikan efek pada :
 SSP : depresi SSP( sedasi dan pusing). Kecemasan, iritabilitas, insomnia, tremor dan mimpi buruk.
Bangkitan dapat terjadi walaupun jarang.
 GI : mual, muntah, anoreksia, konstipasi dan diare.
 Genitourinaria : Disuria, disfungsi ereksi, retensi urin
 Darah : pansitopenia, agranulositosis, trombositopenia, leucopenia dan anemia aplastik.
 Kulit : dermatitis, ptechiae, fixed drug eruption dan fotosensitif.
FARMAKOLOGI

Interaksi obat
 Efek depresi SSP akan semakin meningkat apabila diminum bersamaan dengan alkohol
atau obat lain yang bersifat depresif terhadap SSP seperti diazepam.
 Kontraindikasi pemberian antihistamin tipe H1: penderita yang mendapat inhibitor
monoamine oksidase, seperti isokarboksazid, nialamid, moklobemid, ranilsipromin, fenelzim.
AH-1 SEDATIF YANG SERING DIGUNAKAN

Klorfeniramin • Lama kerja 4-6 jam


• Dosis : 3-4 x/hari (4-6 mg p.o)  max 24
• Dari golongan alkilamin paling mg/hari
poten & stabil • Sediaan :
• Puncak dalam plasma 30-60 menit • - Elixir, 2 mg/5 ml : 120 ml, 480 ml

• Metabolisme pertama di hati & di - Tablet, 2 mg dan 4 mg


mukosa saluran pencernaan - Retarded tablet, 8 mg dan 12mg
selama proses absorbsi
• Distribusi secara luas termasik SSP
• 50% dari dosis diekskresikan
terutama melalui urine (12 jam)
dalam bentuk asal dan
metabolitnya
AH-1 SEDATIF YANG SERING DIGUNAKAN

Difenhidramin •


Lama kerja 4-6 jam
Pemberian 100 mg/ lebih menyebabkan
• Derivat etanolamin hipertensi, takikardi, perubahan gelombang
T, dan pemendekan diastol
• Metabolisme pertama di hati
• Sediaan :
• Hanya 40-60 % yang mencapai sirkulasi
sistemik  distribusi luas termasuk SSP • - Kapsul, 25 dan 50 mg
• Kadar puncak 1-5 jam, bertahan selama 2 - Elixir, 12,5 mg/5 ml : 120 cc,
jam 480 cc
• Waktu paruh 2,4 sampai 10 jam - Injeksi, 50 mg/ml : 1 ml ampul
• Bersifat iritatif dan dapat menyebabkan - Spray : 60 ml
nekrosis setempat
• Tidak dapat menembus kulit yang intak
• Dosis : 25-50 mg p.o  max 300 mg/hari
AH-1 SEDATIF YANG SERING
DIGUNAKAN
Hidroksin - Injeksi 25 mg/ml, 50 mg/ml
- Sirup 10 mg/5ml : 240 ml, 480 ml
• Derivat piperazin
• Sering digunakan sebagai transquilizer,
sedatif, antipruritus, dan antiemetik
• Kadar plasma : 2-3 jam setelah pemberiaan
oral
• Waktu paruh 6 jam
• Ekskresi dalam urine
• Lama kerja 6-24 jam
• Dosis 10 – 50 mg p.o, setiap 4jam
• Sediaan:
• - Tablet, 10 mg, 25 mg, 50 mg, 100 mg
ANTIHISTAMIN H2, H3, DAN
H4
H2 Antihistamin
 Sel parietal dalam gaster terdapat sel enterochromaffin like(ECL) yang mempunyai reseptor
pada H2

 Apabila histamine terikat pada reseptor H2 ini maka akan menyebabkan aktivasi pada
adenylcyclase cAMP aktivasi protein kinase stimulasi acid secretion by H+/K+ ATPase

 Obat ini memiliki efek terhadap stimulasi dari produksi asam lambung
 Dapat menyebabkan perubahan pada permeabilitas vaskular di kulit, pelepasan mediator
inflamasi lokal, dan presentasi antigen.


H2 Antihistamin - Farmakokinetik

 Diserap di traktus digestivus.


 Melalui metabolisme di hepar dan
pembuangan melalui ginjal.
 Cimetidine diserap sedikit di lambung, lebih
banyak di bagian usus halus.
 Bersifat lipofilik dengan penetrasi terbatas ke
daerah blood-brain barrier.
H2 Antihistamin - Indikasi

 Bersamaan dengan H1 antihistamine untuk kasus


refraktori dari urtikaria kronis dan angioedema.
 Kombinasi H1 dan H2 reseptor antagonis berguna
dalam mengurangi rasa gatal dan bentol yang
disebabkan oleh mastocytosis sistemik dan
urticaria pigmentosa.
 Cimetidine dosis tinggi dapat digunakan untuk
pengobatan verruca vulgaris di beberapa
individu.
H2 Antihistamin - Dosis
H2 Antihistamin - Efek samping

 Efek pada CNS, termasuk kebingungan, pusing, dan sakit kepala. Efek
samping lain yaitu mengantuk, malaise, nyeri otot, diare dan konstipasi.
 Bisa terjadi granulocytopenia, tetapi jarang.
 Meningkatkan kemungkinan terjadi pneumonia pada individu yang
immunocompromised.
 Simetidin Juga bisa menyebabkan terjadi gynecomastia, penurunan
libido dan juga impotensi.
H2 Antihistamin - Interaksi Obat
 Cimetidine meningkatkan level serum warfarin dan dapat meningkatkan resiko pendarahan.
 Juga berinteraksi dengan obat2an jantung, seperti B blocker, ca channel blocker,
amiodarone dan antiarrhytmic agents.
 Kontraindikasi pada pasien dengan dofetilide.
 Obat lain yang berinteraksi dengan cimetidine adalah phenytoine, beberapa
benzodiazepine, metformin, sulfonylurea dan SSRI.
H3 DAN H4
 Selektif H3 dan H4 masih dalam penelitian
 H3 mungkin potensial dalam mengobati sleep disorder, obesitas,
kognitif, dan masalah psikiatrik
 H4 blocker berpotensi dalam mengobati kronis inflamasi seperti
asma

Anda mungkin juga menyukai