Pembimbing:
dr. Abdul Hakim, Sp.F
Disusun oleh:
Githa Septaliani Suryana Putri (1813020018)
Rima Nur Annisa (1813020017)
Sinta Merlinda Yuni (18130200
Ryan Pramudya (1813020041)
Dewandaru Istigfaris A.B (1813020013)
ILUSTRASI KASUS
ILUSTRASI KASUS
• Saat itu kami sedang bertugas menjadi koas IGD stase forensik, di IGD
ada seorang pasien dengan post KLL pasien mengendarai motor
tertabrak mobil jam 07.30 dan pada pasien terdapat luka lecet dan luka
robek yang perlu di tangani lukanya . Perawat bedah IGD yang
seharusnya membersihkan dan menjahit lukanya itu sendiri kepada
pasien tidak langsung datang melihat pasien di bed IGD dan
menyerahkan kepada mahasiswa perawat yang sedang praktek jaga di
IGD. Kemudian perawat jaga IGD menyerahkan tugas tersebut kepada
mahasiswa perawat praktekan dengan alasan mereka sudah terbiasa
menangani dan menjahit luka tersebut pada pasien di IGD.
ILUSTRASI KASUS
• Akibat kelalaian dalam menangani luka pasien dan tidak adanya supervisi dari DPJP
secara langsung, kami koas forensik saat akan memvisum lukanya melihat ada luka
terbuka didaerah siku kanan dengan bentuk oval berukuran 4cm x 2 cm dalam luka
1 cm,tepi tidak rata, batas tegas, tebing dinding tidak rata, dasar luka otot,
permukaan basah warna kemerahan masih tetap dibiarkan tanpa dijahit atau di
bersihkan lukanya padahal pasien di IGD sejak jam 09.03 dan saat kami melakukan
visum jam 14.00 . Kemudian kami menanyakan penanganan luka tersebut kepada
coas jaga IGD stase bedah, namun jawaban mereka hanya menjawab dengan kata
"nanti". Kemudian kami berdiskusi dan sempat ragu antara melaporkan atau tidak
melaporkan kejadian ini kepada DPJP. Akhirnya kami memutuskan untuk
melaporkan dengan menimbang konsekuensi yang mungkin kami hadapi jika terjadi
sesuatu yang tidak diharapkan pada pasien.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK
KEDOKTERAN
• Pasal 1
• Praktik kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
dokter dan dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya
kesehatan.
• Pasal 9
• Sarana pelayanan kesehatan adalah tempat penyelenggaraan upaya
pelayanan kesehatan yang dapat digunakan untuk praktik kedokteran
atau kedokteran gigi.
• Pasal 10
• Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah
kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang
diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada
dokter atau dokter gigi.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK
KEDOKTERAN
• BAB 2 Pasal 3
• Pengaturan praktik kedokteran bertujuan untuk :
• a. memberikan perlindungan kepada pasien;
• b. mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang
diberikan oleh dokter dan dokter gigi; dan
• c. memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter
gigi.
• Pasal 52
• Setiap pasien berhak mendapatkan pelayanan sesuai kebutuhan medis
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN
• Pasal 51
• Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai
kewajiban :
• a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar
prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;
• b. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian
atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu
pemeriksaan atau pengobatan;
• c. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan
juga setelah pasien itu meninggal dunia;
• d. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila
ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan
• e. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu
kedokteran atau kedokteran gigi.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN
• Pasal 66
• (1) Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan
dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat
mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin
Kedokteran Indonesia.
• (2) Pengaduan sekurang-kurangnya harus memuat :
• a. identitas pengadu;
• b. nama dan alamat tempat praktik dokter atau dokter gigi dan waktu
tindakan dilakukan; dan
• c. alasan pengaduan.
• (3) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak
pidana kepada pihak yang berwenang dan/atau menggugat kerugian perdata ke
pengadilan.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN
• Pasal 79
• Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling
banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter
gigi yang :
• a. dengan sengaja tidak memasang papan nama sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 41 ayat (1);
• b. dengan sengaja tidak membuat rekam medis sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 46 ayat (1); atau
• c. dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 51 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e.
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2018 TENTANG
PELAYANAN KEGAWATDARURATAN
• Pasal 1
• Pelayanan Kegawatdaruratan adalah tindakan medis yang dibutuhkan oleh
pasien gawat darurat dalam waktu segera untuk menyelamatkan nyawa dan
pencegahan kecacatan.
• Pasal 3
• Pelayanan Kegawatdaruratan harus memenuhi kriteria kegawatdaruratan.
• Pasal 2
• Kriteria kegawatdaruratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
• a. mengancam nyawa, membahayakan diri dan orang lain/lingkungan;
• b. adanya gangguan pada jalan nafas, pernafasan, dan sirkulasi;
• c. adanya penurunan kesadaran;
• d. adanya gangguan hemodinamik; dan/atau
• e. memerlukan tindakan segera.
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2018 TENTANG
PELAYANAN KEGAWATDARURATAN
• Secara garis besar tindak pidana dalam praktek kedokteran dapat dibagi dua :
• Tindak pidana yang dikelompokan dalam malpraktek yudiris (yudirical
malpractice) : mengakibatkan pasien cacat atau bahkan meninggal dunia
• Tindak pidana yang dikelompokan dalam malpraktek etika (ethical malpractice)
: melanggar kode etik kedokteran saja
• Seorang dokter yang menyimpang dari standar profesi medik dikatakan telah
melakukan kelalaian atau kesalahan dan dalam hal ini menjadi salah satu unsur
malpraktik, yakni apabila kelalaian atau kesalahan bersifat sengaja atau dolus
serta menimbulkan akibat yang serius atau fatal pada pasien. Seorang dokter
yang melanggar atau menyimpang dari standar profesi medik dikatakan telah
melakukan kesalahan profesi atau malpraktik medik, tetapi belum tentu
merupakan malpraktik yang mengarah pada malpraktik yang dapat dipidana.
Untuk pemidanaan suatu malpraktik diperlukan pembuktian adanya unsur
kelalaian berat atau culpa lata dengan akibat fatal atau serius.
ISU ETIK
•Beneficence
•Non – Maleficence
•Justice
BENEFICENCE