Anda di halaman 1dari 27

Perempuan Usia 40 Tahun dengan

Obesity Hypoventilation Syndrome


(Pickwickian Syndrome)
ABSTRACT
Obesity-hypoventilation syndrome (OHS), also historically described
as the Pickwickian syndrome, consists of the triad of obesity, sleep disordered
breathing, and chronic hypercapnia during wakefulness in the absence of
other known causes of hypercapnia. Its exact prevalence is unknown, but it
has been estimated that 10% to 20% of obese patients with obstructive sleep
apnea have hypercapnia. OHS often remains undiagnosed until late in the
course of the disease. Early recognition is important because these patients
have significant morbidity and mortality. Effective treatment can lead to
significant improvement in patient outcomes, underscoring the importance of
early diagnosis and early treatment. Here, we present a case of a 40 years old
female patient with obesity hypoventilation syndrome.

Keywords: obesity , Pickwickian Syndrome, obesity hypoventilation syndrome


PENDAHULUAN
Sindrom Hipoventilasi Obesitas (OHS) didefinisikan sebagai
kombinasi obesitas (Indeks Massa Tubuh 30 kg / m2) danhiperkapnia arteri
saat sadar (PaCO2 45 mm Hg)dengan adanya gangguan pernapasan saat tidur
tanpa adanya penyebab hipoventilasi lain. Secara klinis, pasien dapat datang
dengan gejala seperti kantuk berlebihan siang hari, kelelahan, atau sakit
kepala di pagi hari, terlihat mirip dengangejalapadasindrom apnea-hipopnea
tidur obstruktif (OSA). Namun, pasien dengan OHS memiliki hiperkapnia dan
hipoksemia siang hari, seringkali dihubungkan dengan hipertensi pulmonal
dan gagal jantung kanan kongestif (cor pulmonale).Penelitian terbaru
menunjukkan angka morbiditas dankemungkinan kematian dini dari sindrom
inijika tidak ditangani.Meskipun patofisiologi yang tepat masih belum
diketahui, namun konsekuensi fisiologis dari obesitas cukup penting. Dalam
masyarakat di mana kira-kira sepertigaorang dewasa mengalami obesitas dan
prevalensinya diperkirakan meningkat,pengenalan terhadap sindrom ini
sangat penting karena efektifitaspilihan pengobatan ada.(Olson dan Zwillich
2005; Piper dan Grunstein 2010)
ILUSTRASI KASUS
Perempuan usia 40 tahun, dirujuk dari kardiologist
dengan diagnosa edema paru akut. Pasien datang
dengan keluhan utama sesak nafas dialami sejak 4
bulan terakhir dan memberat dalam 3 hari
sebelum masuk rumah sakit.Keluhan sesak timbul
terutama pada saat beraktivitas ringan, seperti
berjalan dengan kecepatan biasa dan mengangkat
beban yang ringan.Selain itu, keluhan sesak juga timbul saat pasien
berbaring terlentang, dan terkadang timbul serangan sesak yang
membuat pasien terbangun di malam hari. Keluhan nyeri dada tidak
pernah dirasakan sama sekali oleh pasien.Pasien memiliki riwayat
mendengkur saat istirahat malam ada, dan kadang nafas seperti
berhenti lalu bernafas kembali, riwayat sering tertidur tiba- tiba
pada siang hari ada.Batuk tidak ada.Demam tidak ada.Mual dan
muntah tidak ada.
Riwayat hipertensi dan diabetes mellitus tidak ada.Riwayat keluarga :
riwayat kelebihan berat badan yang sama dalam keluarga tidak ada,
pasien sudah menikah dan mempunyai 3 orang anak dengan cara
melahirkan SC, berat lahir kurang dari 4 kg. Pasien mengalami obesitas
sejak SMA

Deskripsi Umum
• Kesan sakit : sakit berat
• Status gizi : gizi lebih
• Kesadaran : somnolen
• Berat badan : 150 kg
• Tinggi badan : 155 cm
• IMT : 62.5 kg/m2

Tanda Vital
• Tekanan darah : 140/80 mmHg
• Nadi : 90 x/mnt reguler
• Pernapasan : 24 x/ mnt
• Suhu : 36.5 oC
• Saturasi Oksigen : 99 %

Status Generalis
• Kepala : normocephal, rambut hitam, tidak mudah dicabut.
• Mata : konjungtiva anemis tidak ada, sklera tidak ikterus, pupil
bulat isokor, refleks cahaya normal, exophthalmus tidak
ada.
• Telinga : tidak tampak adanya sekret.
• Hidung : bentuk normal, tidak ada sekret, epistakis (-)
• Rongga mulut dan tenggorokan : perdarahan gusi (-),
Hipertropi ginggiva (-), atrofi papil lidah (-)
• Leher : DVS R+2 cm H2O, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid,
tidak ada deviasi trakea.
• Kulit : turgor dan elastisitas kesan normal.
• Thoraks :
I : Simetris kiri sama dengan kanan,
P : Simetris kiri dan kanan, tidak teraba massa tumormaupun nyeri tekan,
P : Sonor kiri dan kanan.
A : Bunyi pernapasan : Vesikuler, Suara nafas menurun hemithoraks dextra
Bunyi tambahan : Rhonki basal hemithorax bilateral, wheezing tidak ada.
• Jantung :
I : ictus cordis tidak tampak.
P : ictus cordis tidak teraba.
P : batas jantung sulit dinilai
A : bunyi jantung I/II murni, reguler, murmur tidak ada
• Abdomen :
I : datar simetris, central obesity
A: peristaltik kesan normal
P: Hepar dan lien tidakteraba, nyeri tekan tidak ada.
P : Timpani
• Ekstremitas : Edema tungkai tidak ada, akral hangat.
Pemeriksaan penunjang
• Darah rutin (22-4-2018):
 WBC : 11.500 /uL
 Hb : 14,2 g/dl
 Plt : 316.000/uL
• Elektrolit:
 Natrium:141 mmol/L
 Kalium:3.1 mmol/L
 Klorida:82 mmol/L
• Kimia darah:
 GDP : 108 mg/dl, A1c : 6,5 %
 SGPT : 28 U/L
 Ureum:28 mg/dl
 Kreatinin:0.55 mg/dl
 Protein total : 6,7
 Asam urat : 11,2
• Profil lipid :
• Kolestrol total : 164
• HDL : 32
• LDL : 91
• Triglyserida : 99
• Analisa gas darah :

AGD 21/4 22/4 23/4 24/4 25/4 26/4 27/4


ph 7.461 7,457 7,454 7,386 7,5 7,484 7,478
pCO2 83.6 77,7 80,4 94,5 60,3 60,0 62,1
SO2 94.7 96,1 97,2 97,5 93,0 98,7 97,1
PO2 76.6 87,4 97,5 108,6 65,2 118,1 91
HCO3 60.1 55,4 57,0 57,1 51,3 45,5 46,5
ctO2 22.4 22,4 22,7 22,7 23,6 24,5 22,1
ctCO2 62.7 57,7 59,5 60,0 53,1 47,3 48,4
BE 36.1 31,3 32,9 31,9 28,4 21,8 22,7
Pada pemeriksaan EKG tanggal 22 April 2018 menunjukkan :

Sinus ritme, axis 30o, p wave 0.08s, PR interval 0.12s, QRS complex 0.08s,
T inverted V5-V6, I, AVL
Kesan : sinus ritme, nomoaksis, iskemik anterolateral wall
Foto Thoraks tanggal 24 April 2018

Kesan : kardiomegali dengan tanda-tanda bendungan paru, dilalatio et


elongatio artae
Pasien dilakukan pemeriksaan echocardiografi pada tanggal 23 April 2018
dengan hasil :
• Fungsi sistolik ventrikel kiri dan kanan baik, ejeksi fraksi 55.5% (Biplane)
• Hipertrofi ventikel kiri konsentrik
• Disfungsi diastolik ventrikel kiri derajat sedang

Dari hasil pemeriksaan yang didapatkan, pasien kemudian diassess sebagai


Obesity Hypoventilation Syndrome dengan ancaman gagal nafas tipe II,
Congestive Heart Failure NYHA III, Hipokalemia dan kemudian diberikan
terapi:
• Oxygen Via NRM 10 liter / menit
• Konsul TS Anastesi untuk manajemen jalan nafas  Oxygen via NIV CPAP
PEEP 8 PS 10 FiO2 60 %
• Posisi Semi-fowler
• Furosemide 40 mg /8 jam / intravena
• Farsorbid 10 mg / 8 jam / oral
• Captopril 12.5 mg/ 8 jam / oral
• KSR 600 mg / 8 jam / oral
DISKUSI
PENGERTIAN
Sindrom Hipoventilasi Obesitas (OHS) merupakankombinasi dari
obesitas (indeks massa tubuh (BMI) 30 kg /m2), hiperkapnia sadar siang hari
(tekanan parsial arterikarbon dioksida (PaCO2) 45 mmHg) dan hipoksemia
(tekanan parsial oksigen arteri (PaO2) 70 mmHg), dengan adanya gangguan
pernapasan saat tidurtanpa penyebab hipoventilasi lain, seperti penyakit paru
parenkim obstruktif atau restriktif berat, kyphoscoliosis, hipotiroidisme berat,
penyakit neuromuskular,dan sindrom hipoventilasi sentral bawaan.(Mokhlesi
2010; Chau, etal. 2012; Piper dan Grunstein 2010)

EPIDEMIOLOGI
Meskipun prevalensi OHS tidak diketahui pasti, terutama karena
pada saat sebelumnya kondisi ini didefinisikan dan sering kali sulit dibedakan
dengan OSA, namun penelitian terbaru pada pasien rawat inap dengan
obesitas berat (Indeks Massa Tubuh 35 kg / m2) didapatkansekitar 31%
mengalami hiperkapnia siang hari tanpa adanya penjelasan gangguan lain.
Meskipun berat badan saja tidak memprediksi keberadaan
hipoventilasi, hampir setengah dari pasien yang memiliki Indeks Massa Tubuh
50 kg/m2 atau lebih memiliki hipoventilasi siang hari kronis. Meskipun data
telah menunjukkan laki-laki berada pada risiko lebih tinggi untuk OSA, hal
yang sama belum terbukti untuk OHS (Olson dan Zwillich 2005; Mokhlesi
2010; Sabale 2014).
Ada dua subtipe OHS, bergantung pada pola pernapasan tidak
teratur yang terdeteksi pada saat tidur dan pemeriksaan laboratorium
lainnya.(Sabale 2014). Tipe I OHS : Keadaan lima atau lebih episode apnea
atau hypopnea per jam (apnea-hypopnea index) selama tidur. Dari semua
OHS, sekitar 90% termasuk dalam tipe ini.Tipe II OHS: Keadaan peningkatan
kadar CO210 mmHg atau lebih setelah tidur dibandingkan saat bangun dan
penurunan kadar oksigen malam hari tanpa apnea atauhypopnea, dengan
prevalensi sekitar 10% dari kejadian OHS.

1. Tipe I OHS : Keadaan lima atau lebihepisode apnea atau hypopnea per jam
(apnea-hypopnea index)selama tidur. Dari semua OHS, sekitar 90% termasuk
dalam tipe ini.
2. Tipe II OHS : Keadaan peningkatan kadar CO210 mmHg atau lebih setelah tidur
dibandingkan saat bangun dan penurunan kadar oksigen malam hari tanpa
apnea atauhypopnea, dengan prevalensi sekitar 10% dari kejadian OHS.
PATOFISIOLOGI
Meskipun telah dilakukan penelitian yang cukup bermakna,
patofisiologi yang tepat mengenai mekanisme yang mengarah pada OHS
belum didefinisikan dengan jelas. Sindrom ini dapat terjadi akibat interaksi
yang rumit antara gangguan pernapasan mekanik, kontrol ventilasi sentral
yang abnormal, kemungkinan gangguan pernapasan saat tidur, dan kelainan
neurohormonal. (Olson dan Zwillich 2005; Littleton dan Mokhlesi 2009)

Gambar 1. Mekanisme obesit as menyebabkan hiperkapnia kronis


( Sumber Am J Respir Care 2010;55(10):1347–1362)
Gangguan yang signifikan dalam mekanika sistem pernapasan
dapattimbulpada individu dengan sindrom hipoventilasi obesitas
dibandingkan dengan pasien dengan obesitas yang sama tanpahiperkapnia
siang hari. Berkurangnya kapasitas total paru-paru,kapasitas vital, kapasitas
residual fungsional, dan peningkatanvolume residu dapat terlihat pada pasien
OHS. Pasien dengan distribusi lemak tubuh bagian atas yang lebih
banyakcenderung memiliki gangguan yang lebih beratpada volume paru-paru,
menunjukkan bahwa distribusi lemakdapat berkontribusi pada patogenesis.
Karena menurunnya penyesuaian sistem pernafasan danpeningkatan
resistensi pernafasan, pasien harus mempertahankankerja sistem pernafasan
dan pemenuhan kebutuhan oksigen yang tinggi.Hal ini dapat mengakibatkan
kelelahan otot pernafasan. Ventilasi volunter maksimal dan ukuran ketahanan
ventilasi berkurang pada pasien obesitas biasa, dan lebih jauh berkurang pada
OHS. (Olson dan Zwillich 2005).
Data menunjukkan bahwa kelainan pada kontrol ventilasijuga terlibat
dalam patogenesis sindrom ini. Pasiendengan OHS dapat mencapai eucapnia
(atau bahkan hypocapnia) selama hiperventilasi, menyiratkan bahwa
gangguan pada mekanisme sistem pernapasan saja tidak menjelaskan
hipoventilasi. Bahkan, telah diidentifikasi adanya kelainan pada kedua respon
ventilasi hiperkapnik dan hipoksemia, yang merupakan pengukuran terhadap
kontrol ventilasi. Rasio perubahan respon elektromiogram diafragma
terhadap peningkatan konsentrasi karbon dioksida yang dihirup (EMG / PCO2)
dianggap sebagai ukuran langsung dari pusat penggerak ventilasi. Pasien
dengan obesitas sederhanamemiliki respon ventilasi yang meningkat,
sedangkanpasien dengan OHS memiliki respon yang mirip dengan pasien
nonobese.Temuan inimenggambarkan bahwa pasien obesitas eucapnia
memiliki peningkatan pusat penggerak ventilasi yang cukup untuk
mengkompensasi pembatasan mekanis pada obesitas, sedangkan pasien
dengan hipoventilasi obesitas tampaknya tidak memiliki peningkatan
kompensasi ini.
PaCO2 ditentukan oleh keseimbangan antara produksi dan eliminasi
CO2 (menit ventilasi dan fraksi ventilasi ruang mati). Hiperkapnia pada OHS
sepenuhnya disebabkan hipoventilasi, dimana pengobatan jangka
pendekdengan positive airway pressure (PAP) meningkatkan hiperkapnia
tanpa perubahan berat badan signifikan, produksi CO2, atau volumeruang
mati. Namun, mekanisme pasti hipoventilasi pada individu obesitas adalah
kompleks dan mungkinmultifaktorial (Gambar 1).
Ada berbagai macamperbedaan fisiologis antara pasien dengan OHS
danmereka dengan obesitas dan / atau OSA yang telah dijelaskan sampai saat
ini: peningkatan resistensi saluran napas atas;paparan beban mekanik yang
berlebihanpada sistem pernafasan karena berat badan lebih, ketidakcocokan
ventilasi-perfusi sekunder untuk edema paru, atau rendahnya volume paru-
paru / atelektasis; gangguanrespons sentral terhadap hipoksemia dan
hiperkapnia; adanya gangguan pernapasan saat tidur; dan gangguan respon
neurohormonal (resistensi leptin). Meskipun saat ini tidak diragukan lagi,
bukti yang paling meyakinkan untukpatogenesis akibatadanya gangguan
pernapasan tidur universal dan kurangnya respon sentral pada hiperkapnia
dan hipoksia (Mokhlesi 2010).
Pasien dengan OHS memilikiresistensi atas jalan napas yang lebih
tinggi baik dalam posisi duduk dan terlentang, bila dibandingkan dengan
pasien dengan eucapnicOSA dengan derajat obesitas dan subjek kontrol yang
sama.Pada pasien OHS terdapat peningkatan kerja pernapasan untuk
memindahkankelebihan berat badan pada dinding toraks dan perut
selamabernapas.Namun, tidak jelasapakah mekanika yang berubah ini
memiliki kontribusi pada patogenesisOHS.
Penyesuaian paru-paru pasien OHS kurang dibandingkan kelompok kontrol
yang memiliki obesitas sama(0,122 L / cmH2O vs 0,157 L /cmH2O). Hal ini
dapat dijelaskan oleh kapasitas fungsi yang lebih rendah pada kelompok OHS
(1,71 L vs 2,20 L).Ada perbedaan yang lebih besar pada penyesuaian dinding
dada antara 2 kelompok (OHS 0,079 L / cm H2O vskontrol obesitas 0,196 L /
cm H2O). Pasien dengan OHS juga memiliki peningkatan resistensi paru
sebesar 3 kali lipat yang dihubungkan dengan rendahnya kapasitas residual
fungsional.Abnormalitas spirometri mungkin dikaitkan kombinasi mekanika
pernapasan yang abnormal danotot-otot pernafasan yang lemah. Perubahan
mekanika sistem pernapasan pada subjek dengan OHS memaksakan beban
signifikan pada otot-otot pernafasan dan menyebabkan peningkatan kerja
pernapasan sebesar 3 kali lipat. Akibatnya, pasien obesitas menyerahkan 15%
dari konsumsi oksigen mereka untuk kerja bernapas dibandingkan dengan 3%
di individu non-obese. (Mokhlesi 2010)
Gambar 2. Siklus obesity hypoventilation syndrome
(Sumber Am J Med. 2005; 118(9):946-956)
Leptin adalah protein yang diproduksi khusus oleh jaringan
adiposayang mengatur nafsu makan dan pengeluaran energi. Protein ini
melintasisawar darah-otak dan memberikan efek melalui ikatan reseptor
leptin di berbagai area otak. Pada pasien obesitas, adanya tingkat leptin yang
lebih tinggi menyebabkan peningkatan ventilasi untukmengimbangi
peningkatan produksi karbon dioksida yang terkait dengan kelebihan
massatubuh. Pasien dengan OHS menunjukkan tingkat serum leptin yang
lebih tinggi daripada individu eucapnic dengan BMI yang sesuai,dan tingkat
serum leptin mereka menurun setelah terapi tekanan positif (PAP).Observasi
ini menunjukkan resistensi leptindapat berkontribusi pada hipoventilasi di
OHS. (Chau et al. 2012)

GEJALA KLINIS
Presentasi OHS paling umum adalah asidosis pernapasan akut
dengan eksaserbasi kronis yang menyebabkan pasien masuk ke unit
perawatan intensif, atau selama evaluasi rawat jalan rutin oleh pulmonologis.
Pasien dengan OHS cenderungsangat gemuk (didefinisikan sebagai BMI 40 kg
/ m2), memiliki index apneu-hipopneu dalam rentang yang parah, dan
biasanya hipersomnolen.
.Sebagian besar pasien memiliki gejala klasikOSA, termasuk dengkuran keras,
episode tersedak malam haridengan apnea, kantuk di siang hari yang
berlebihan, dansakit kepala pagi. Berbeda dengan OSA eukapnik,
pasiendengan OHS stabil sering mengeluh dyspnea dan dapat memiliki tanda-
tanda cor pulmonale. Temuan pada pemeriksaan fisik meliputi pasien
obesitas yang berlebihan dengan pembesaranlingkar leher, orofaring yang
padat, komponen pulmonal yang menonjol dari bunyi jantung kedua pada
jantungauskultasi (ini sering sulit didengar, karena obesitas), danedema
ekstremitas bawah. (Littleton dan Mokhlesi 2009)

Pada pasien ini, dari anamnesa didapatkan adanya riwayat mendengkur dan
episode apnoe saat tidur yang mengarah pada gangguan pernafasan saat
tidur.Pasien juga mengeluhakan kantuk berlebihan di siang hari. Dari
pemeriksaan fisik dan penunjang, didapatkan index massa tubuh sebesar 62.5
kg/m2 dan peningkatan kadar pCO2 arteri yang sesuai untuk gejala OHS
TATALAKSANA
TatalaksanaidealOHS adalahpenurunan berat badan, yang dapat
memperbaiki sebagian besar kelainan fisiologis yang diduga terlibat dalam
patogenesis danakhirnya mengarah pada pemulihan eucapnia siang
hari.Penurunan berat badan minimal 10 kg mengarah padapeningkatan
signifikankapasitas vital danventilasi sukarela maksimum, dan pengurangan
signifikan PaCO2 di siang hari.Meskipun keterbatasan data, penurunan berat
badan juga telah menunjukkanpeningkatan signifikan penggerak ventilasi
sentral yang diukur dengan respons elektromiogram diafragmatikinhalasi
karbon dioksida. Pada pasien dengan sindrom hipoventilasiobesitas dan
bersamaan sindrom obstruktif sleepapnea-hipopnea, penurunan berat badan
dapat mengurangi kejadian gangguanpernafasan tidur (apnea dan
hypopneas), menurunkan keparahan desaturasi terkaitdengan sisa apnea, dan
mengarah pada resolusihiperkapnia siang hari. (Olson dan Zwillich 2005)
Pernyataan konsensus Institut Kesehatan Nasionalmembahas
masalah perawatan bedah untuk obesitas dan komorbiditas terkait obesitas.
Menurutpedoman ini, pasien dengan indeks massa tubuh lebih besardari 35
kg / m2 dan kondisi komorbiditas terkait obesitas(termasuk sindrom
hipoventilasi obesitas) atau pasiendengan indeks massa tubuh lebih besar
dari 40 kg / m2 direkomendasikan untuk menjalani penanganan bedah. Saat
ini bedah bariatrik telah diterima secara luas sebagai tatalaksana utama pada
manajemen obesitas, khususnya pada pasien morbid obese yang mana
pendekatan secara konservatif dianggap gagal atau berkembangnya kondisi
komorbid.Terapi bedah bariatrik dapat meningkatkan pertukaran gas dan
fungsi pulmonal pada pasien OHS.Dukungan untuk rekomendasi ini berasal
dari studi tentang efek operasi lambungpada pasien dengan OHSdan OSA.
Pasien dalam kelompok ini memiliki mortalitas operasi yang lebih tinggi (2,4%
vs 0,2%). Namun, operasi lambung dikaitkan dengan penurunan berat badan
yang signifikan dan peningkatan dari kondisi sleep apnea, volume paru-paru,
gas darah arteri, polycythemia, dan pulmonary hypertension. (Olson dan
Zwillich 2005)
Pada pasien dengan sindrom apnea-hypopnea tidur obstruktif,
pemberian terapi nocturnal continuous positive airwaypressurebiasanya
efektif.
Terapi ini memberikan tekanan positif secara berkelanjutan selama siklus
pernapasan, yang mempertahankan patensi saluran udara bagian atas,
menghilangkan apnea dan hypopnea, dan memulihkaneucapnia siang
hari.Pada pasien dengan OHS, gangguan tidur yang mendasari adalah
hipoventilasi saja, sehingga ventilasi mekanis noninvasif adalah tatalaksana
andalan untuk kasus ini.Hipoksia dan hiperkapnia berkembang sebagai
konsekuensi darihipoventilasi. Pengobatan dengan oksigen tambahan
sajatidak memadai, dan sehingga diperlukan dukungan ventilasi untuk
memperbaikihiperkapnia. (Olson dan Zwillich 2005)

Pada pasien diberikan terapi pemberian oksigen melalui ventilasi


mekanik non invasif dengan pengaturan PEEP 8 PS 10 FiO2 60 %.Selama
pemberian terapi tekanan positif, secara signifikan terlihat peningkatan PO2
dan penurunan PCO2 yang diukur dari analisa gas darah arteri. Pasien
kemudian direncanakan rawat jalan setelah perbaikan kondisi klinis dan hasil
kontrol PCO2 arteri 60 mmHg.
Obat-obatan yang dapat meningkatkan sentral penggerak
respiratorik telah diteliti sebagai penanganan OHS. Tersedia bukti terbatas
untuk dua obat stimulant respiratorik :medroxyprogesterone acetate dan
acetazolamide. Medroxyprogesterone acetate menstimulasi respirasi pada
level hipotalamus. Studi awal memperlihatkan adanya peningkatan PaO2 dan
penurunan PCO2 pada pasien OHS yang diterapi dengan
medroxyprogesterone acetate. Namun, studi selanjutnya tidak
memperlihatkan benefit yang sama. Sebab medroxyprogesterone acetate
meningkatkan resiko tromboemboli vena, maka pemberiannya pada pasien
OHS yang mobilitasnya terbatas menyebabkan ketidak amanan.
Acetazolamide merupakan inhibitor karbonik anhydrase yang dapat
meningkatkan menit ventilasi dengan menginduksi asidosis metabolic melalui
peningkatan aksresi bikarbonat oleh ginjal. Pemberian acetazolamide telah
menunjukkan peningkatan apnoe-hypopneu index (AHI), peningkatan PaO2,
dan penurunan PCO2 pada pasien OSA. Baru-baru ini, pada pasien OHS yang
mendapat terapi ventilasi mekanik, acetazolamide dapat menurunkan kadar
HCO3 plasma dan meningkatkan respon penggerak hiperkapnik.
Namun berdasarkan terbatasnya data mengenai farmakologis dan kenyataan
bahwa obat ini jarang digunakan, maka tidak direkomendasiakn sebagai
tatalaksana utama pada pasien OHS.(Chau et al. 2012)

KESIMPULAN
Sindrom Hipoventilasi Obesitas (OHS) didefinisikan sebagai
kombinasi obesitas danhiperkapnia arteri saat sadar tanpa adanya penyebab
hipoventilasi lain, dengan manifestasi klinis seperti pasien dapat datang
dengan gejala seperti kantuk berlebihan siang hari, kelelahan, atau sakit
kepala di pagi hari. Tatalaksanaideal sindrom hipoventilasi obesitas
adalahpenurunan berat badan dan pemberian ventilasi mekanis
noninvasif.(Olson dan Zwillich 2005)
Karena obesitas telah menjadi epidemi nasional, sangat penting bagi
dokter untuk dapat mengenali dan menangani penyakit terkait obesitas. Bukti
menunjukkan bahwa sindrom hipoventilasi obesitas tidak begitu diketahui
dan berhubungan dengan peningkatan mortalitas yang signifikan. Temuan ini
cukup mengkhawatirkan karena terbatasnya pilihan pengobatan efektif yang
ada. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami sepenuhnya
prevalensi, patofisiologi, morbiditas, dan hasil pengobatan jangka
panjangterkait dengan sindrom ini.(Olson dan Zwillich 2005)

Anda mungkin juga menyukai